Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Adjeng Kartini, 1879-1904
Jakarta: Balai Pustaka, 1987
923.6 KAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kidd, Sue Monk
Abstrak :
Summary: Hetty "Handful" Grimké, an urban slave in early nineteenth century Charleston, yearns for life beyond the suffocating walls that enclose her within the wealthy Grimké household. The Grimké's daughter, Sarah, has known from an early age she is meant to do something large in the world, but she is hemmed in by the limits imposed on women. On Sarah's eleventh birthday, she is given ownership of ten year old Handful
London: Tinder Press, 2014
823 KID i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
El-Saadawi, Nawal
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006
910.41 ELS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Ahdiati
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang kebangkitan dan transformasi dalam perjuangan kaum feminis lesbian di Amerika tahun 1990-an. Tujuan yang ingin dicapai dalam tesis ini adalah memahami hakekat dan tujuan perjuangan kaum feminis lesbian di Amerika pada tahun 1990-an yang merupakan kebangkitan dan tranformasi yang sudah dirintis sejak tahun 1960-an. Tesis ini memantaatkan model tahapan gerakan sosial yang diambil dari pemikiran Warner E. Gettys dan prinsip multikulturalisme sebagai kerangka teorinya untuk menganalisa bentuk atau pola kebangkitan dan transformasi dalam perjuangan kaum feminis lesbian di Amerika tahun 1990-an. Tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metodologi penelitiannya. Sedangkan metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan melalui metode analisa sejarah untuk menemukan pola perjuangan kaum feminis lesbian di Amerika tahun 1990-an. Hasil penelitian tesis ini adalah bahwa perjuangan kaum feminis lesbian di Amerika tahun 1990-an merupakan kebangkitan dari perjuangan di tahun-tahun sebelumnya dimana kebangkitan tersebut menjadi dasar bagi kaum feminis lesbian untuk mentransformasikan bentuk perjuangannya dari gerakan sosial separatis menjadi gerakan politik praktis. Kebangkitan dan transformasi tersebut menjadi sarana bagi kaum feminis lesbian untuk melembaga dan mendapat legitimasi dari masyarakat Amerika secara keseluruhan. Sedangkan keberhasilan kaum feminis lesbian melalui kemenangan Tammy Baldwin untuk melembaga dalam pemilihan anggota kongres tahun 1998 memberikan peta kekuatan baru dalam sistem politik di Amerika, khususnya dalam Kongres Amerika. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari multikulturalisme yang diyakini dan dianut oleh masyarakat Amerika, yaitu kesetaraan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesetaraan. This thesis discusses the resurgence and transformation in the struggle of the lesbian feminists in the United States of America during 1990s. The aim of this thesis is to understand the nature and the goals of the struggle itself since 1960s. This thesis takes `the patterning of social movement' from Warner E. Gettys and the principle of multiculturalism as the theoretical framework of this thesis to analyze the form or pattern of the resurgence and transformation in the struggle of the lesbian feminists in the United States during 1990s. This thesis uses a qualitative approach as its methodology and a library research through historical analysis as its method to find the patterns of the struggle of the lesbian feminists in the United States of America during 1990s. The result of this thesis is that the struggle of the lesbian feminists in the United States during 1990s constitutes the resurgence and transformation of the struggle of the lesbian feminists in the previous years. The resurgence itself becomes a reason for the lesbian feminists to transform the form of their struggle, i.e. from social separatist movement into practical-political movement. The resurgence and transformation becomes the medium for the lesbian feminists to be institutionalized and get legitimacy from the American society. The success of the lesbian feminists through Tammy Baldwin's win in the process of the 1998 congressional election gives a new power map in the American political system, especially in the US Congress. The success of the lesbian feminists in their struggle cannot be apart from multiculturalism that shelters the lives of the Americans, i.e. equality in difference and difference in equality.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meirizka Yolanda Yusuf
Abstrak :
Salah satu modus operandi yang banyak digunakan oleh jaringan perdagangan narkoba selama beberapa dekade terakhir adalah dengan memanfaatkan perempuan sebagai kurir dan/atau pengedar narkoba. Banyaknya jumlah perempuan yang dilibatkan dalam perdagangan gelap narkoba menjadikan hal tersebut sebagai isu yang sangat penting untuk dikaji, terutama karena sebagian besar jaringan perdagangan gelap narkoba melibatkan perempuan dengan tujuan untuk mengeksploitasi femininitas dan mengobjektifikasi tubuh mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai konteks sosial keterlibatan perempuan dalam jaringan perdagangan gelap narkoba serta eksploitasi femininitas yang dialami perempuan dalam jaringan perdagangan gelap narkoba. Penelitian ini merupakan penelitian feminis dengan tipe penelitian studi kasus yang mengkaji mengenai pengalaman eksploitasi tiga perempuan kurir narkoba. Data didapatkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap tiga perempuan kurir dan/atau pengedar narkoba. Temuan data dianalisis dengan menggunakan Teori Feminis Radikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilibatkan dan dieksploitasinya perempuan dalam perdagangan gelap narkoba tidak terlepas dari budaya patriarki di dalam masyarakat dan jaringan perdagangan gelap narkoba. Terdapat berbagai bentuk objektifikasi tubuh dan eksploitasi femininitas yang dilakukan oleh jaringan perdagangan narkoba terhadap perempuan kurir dan/atau pengedar narkoba yang sebagian besar terjadi tanpa disadari oleh perempuan kurir narkoba itu sendiri. Objektifikasi dan eksploitasi tersebut dilakukan terhadap, mulai dari tubuh perempuan, sampai dengan emosi dan penampilan perempuan. Para perempuan yang terlibat dengan jaringan perdagangan gelap narkoba dipaksa untuk memenuhi standar femininitas perempuan yang dikonstruksikan oleh laki-laki. Untuk kemudian femininitas tersebut dieksploitasi oleh para laki-laki sebagai alat untuk keuntungan mereka sendiri. ......One of the modus operandi used by drug trafficking networks over the last few decades is to use women as drug couriers an/or drug dealers. The large number of women involved in the illicit drug trade makes this a very important issue to address, especially since most of the illicit drug trafficking networks involve women with the aim of exploiting their femininity and objectifying their bodies. This study aims to explain the social context of women's involvement in drug trafficking networks and the exploitation of femininity experienced by women in drug trafficking networks. This research is a feminist research with a case study type that examines the experiences of exploitation of three female drug couriers and/or drug dealers. Data were obtained using in-depth interview techniques with three women drug couriers and/or drug dealers. Data findings were analyzed using Radical Feminist Theory. The results of the study show that the involvement and exploitation of women in drug trafficking is inseparable from the patriarchal culture in society and drug trafficking networks. There are various forms of objectification of the body and exploitation of femininity carried out by drug trafficking networks against women drug couriers and/or drug dealers, most of which occur without the women themselves realizing it. Objectification and exploitation are carried out on women's bodies, up to women's emotions and appearance. Women who are involved in drug trafficking networks are forced to meet the standards of women’s femininity that are constructed by men. For then the femininity is exploited by men as a tool for their own gain.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisya Ameridya
Abstrak :
Dalam memenuhi hak kesehatan seksual dan reproduksi perempuan, dokter obstetri dan ginekologi (obgyn) memiliki peran yang dibutuhkan untuk menyediakan layanan kesehatan, namun beberapa dokter obgyn laki-laki melakukan kekerasan seksual kepada pasien perempuan. Kekerasan seksual ini melanggar hak perempuan untuk mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi secara aman dan nyaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengalaman pasien perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual oleh dokter obgyn laki-laki dengan menggunakan teori kriminologi feminis radikal. Melalui pendekatan penelitian kualitatif feminis dengan mewawancarai tiga pasien perempuan korban, penelitian ini memperlihatkan pengalaman korban mengenai kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter obgyn laki-laki dan dampak yang dirasakan korban. Pengalaman dokter obgyn perempuan dan laki-laki selama menjalani pendidikan dan profesi obgyn juga dibahas dalam penelitian ini. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa akar penyebab kekerasan seksual oleh obgyn laki-laki terhadap pasien perempuan berasal dari patriarki, yang diwujudkan melalui dominasi/bias gender laki-laki dalam institusi kedokteran dan objektifikasi tubuh perempuan. Akibatnya, kekerasan seksual oleh dokter obgyn laki-laki terhadap pasien perempuan terjadi melalui kerentanan berlapis yang dibentuk oleh relasi kuasa yang timpang berbasis model hubungan paternalistik dan berbasis seks/gender. Relasi yang timpang ini membentuk kerentanan berlapis bagi pasien perempuan karena posisi mereka sebagai pasien dan sebagai perempuan. Penelitian ini juga menyoroti dampak fisik, psikologis, dan ekonomi dari kekerasan seksual yang dialami korban. ......To fulfill women's rights to sexual and reproductive health, obstetricians and gynecologists (obgyns) play a crucial role in providing healthcare services. However, some male obgyns perpetrate sexual violence against female patients. This sexual violence violates women's rights to access sexual and reproductive healthcare in a safe and comfortable manner. This study aims to reveal the experiences of female patients who have been victims of sexual violence by male obgyns using radical feminist criminology theory. Through a qualitative feminist research approach, including interviews with three female patient victims, this study reveals the experiences of victims regarding sexual violence perpetrated by male obgyns and the impact felt by the victims. The experiences of both female and male obgyns during their education and professional practice are also discussed in this research. The findings of this study reveal that the root causes of sexual violence by male obgyns against female patients stem from patriarchy, manifested through male dominance/gender bias within the medical institution and the objectification of women's bodies. As a result, sexual violence by male obgyns against female patients occurs through layered vulnerabilities shaped by imbalanced power relations based on paternalistic model and sex/gender. These imbalanced relations create layered vulnerabilities for female patients due to their positions as patients and as women. This research also reveals the physical, psychological, and economic impact of the sexual violence experienced by the victims.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anderson, Bonnie S.
Abstrak :
Famous in the 1850s, Ernestine Rose has been undeservedly forgotten. An outstanding orator and activist for womens rights, free thought, anti-slavery, and pacifism, Rose became admired despite being the only foreigner and atheist in all these US movements. This biography restores her amazing life to history. Born the only child of a Polish rabbi in 1810, she rejected both Judaism and her fathers choice of a fiance for her, successfully sued in court for control of her inheritance, and left Poland forever at seventeen. After living in Berlin and Paris, she moved to London, where she became a follower of the industrialist-turned-socialist Robert Owen and met her husband, William Rose. They emigrated to New York in 1836. From then until 1869, Rose fought for freedom from religion, for abolitionism, and for feminism. Among the most radical reformers of her day, she believed all people, black and white, male and female, deserved equal rights. As an atheist, she was stigmatized as an infidel but believed that religion handicapped all believers, especially women. The rise of religion and antisemitism during the Civil War, coupled with splits in the womens movement, led the Roses to return to England in 1869. There she continued to be an advocate for feminism, free thought, and pacifism until her death in 1892. Restoring recognition of her unique life and career returns an important and vital figure to our heritage.
Oxford: Oxford University Press, 2017
e20469848
eBooks  Universitas Indonesia Library