Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Schor, Naomi
New York: Routledge, 2007
111.85 SCH r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Rahajeng Mintarsih
Abstrak :
Album musik Stripped (2002) merupakan album yang menjadi titik balik di dalam karir penyanyi Christina Aguilera. Tidak seperti album perdananya Christina Aguilera (1999) di mana ia tidak mempunyai kontrol atas materi album dan citranya, ia terlibat penuh di dalam pembuatan album dan citra yang ia tampilkan dengan menjadi produser eksekutif untuk album Stripped. Lagu-lagu pop remaja dan citra remaja perempuan yang ‘manis’ dan ‘baik-baik’ digantikannya dengan lagu-lagu beraliran hip-hop, rhythm and blues (R&B), dan soul dengan tema dan citra perempuan dewasa yang nyaman dengan tubuh dan seksualitasnya. Menggunakan pendekatan feminis posstrukturalis Hélène Cixous mengenai écriture féminine (praktik penulisan feminin) dan cultural studies dengan teknik close reading, saya mendapatkan dua temuan ketika melakukan analisis teks. Pertama, album ini merupakan wadah bagi Christina untuk mengartikulasikan subjektivitas feminin. Meskipun Cixous sendiri tidak pernah membuat konsep subjektivitas feminin, saya melihat bahwa praktik penulisan feminin menjadi sarana bagi Christina untuk meraih subjektivitas. Kedua, ketika Christina dan album Stripped diletakkan kembali ke dalam konteks industri musik di mana keduanya berada, artikulasi subjektivitas feminin harus berhadapan dengan proses branding yang meliputi semua penyanyi atau musisi di dalam industri musik arus utama. Tubuh dan seksualitas perempuan sering kali digunakan oleh industri musik di dalam proses branding para penyanyi perempuan. Namun, dengan menggunakan model sistem produksi budaya milik Elizabeth C. Hirschman, di dalam penelitian ini, saya menemukan bahwa Christina tidak menjadi objek atau korban branding melainkan berhasil melakukan negosiasi antara subjektivitas feminin dan branding. ...... Stripped (2002) is a music album that becomes a turning point in Christina Aguilera’s singing career. Unlike her first album Christina Aguilera (1999) in which she had no control over the materials of her album and her image, she sought full involvement in the album making and her image by being the executive producer of Stripped. Teen pop songs with a ‘good’ girl image were replaced by hip hop, rhythm and blues (R&B), dan soul songs with an image of a woman comfortable with her body and sexuality. Using a poststructural feminism approach based on Hélène Cixous’s écriture féminine (feminine writing) and cultural studies approach with close reading techniques, I made two findings when doing textual analysis. First, this album becomes a vessel for Christina to articulate a feminine subjectivity. Although Cixous herself never formulated a concept of feminine subjectivity, feminine writing becomes a mean for Christina to achieve subjectivity. Second, since Christina and her album Stripped are parts of the music industry, her articulation of feminine subjectivity has to meet the process of branding which is unavoidable for every singer or musician in the mainstream music industry. Female body and sexuality are often used by the music industry in the process of branding of female singers. However, using a model of culture production system by Elizabeth C. Hirschman, in this research, I found that instead of being an object or a victim of branding, Christina manages to make a negotiation between feminine subjectivity and branding.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhaputri Widiantini
Abstrak :
Tesis ini membahas permasalahan bahasa dalam sistem patriarki. Menurut saya, bahasa merupakan persoalan mendasar yang memisahkan proses pembentukan identitas pada perempuan dan laki-laki. Perbedaan penggunaan bahasa dalam ruang publik telah menyulitkan perempuan untuk terlibat penuh dalam kegiatan masyarakat. Untuk membuktikan perbedaan ini, saya mengambil dua contoh bahasa yang berbeda dalam mantra dan ayat kitab suci. Saya menemukan bahwa dalam bahasa mantra, identitas feminin memberikan kebebasan pada pembentukan identitas perempuan. Identitas feminin didorong oleh kedinamisan semiotik matemal yang kuat sehingga menciptakan identitas perempuan yang berdaya. Sementara itu, dalam bahasa ayat, saya menemukan kekakuan bahasa simbolik yang diskriminatii Saya beranggapan bahwa perjuangan perempuan adalah melalui pencarian dasar epistemologi bahasa yang khas untuk keluar dari tataran simbolik patriarkal. Perempuan harus bexjuang pada mang semiotik matemal agar mampu mengolah ahora feminjn dan menciptakan bahasanya sendiri. Pembongkaran makna melalui teori feminisme Julia Kristeva akan menghasilkan sebuah pemahaman baru tentang identitas perempuan. Layaknya pennainan mantra, perempuan akan mampu menciptakan sebuah bahasa baru yang mengekspresikan abjeksi dirinya sehingga dogmatisasi ayat simbolik yang mengintemalisasi diri sejak fase: inisiasi simbolik dapat direduksi. Dengan demikian, revolusi pembebasan perempuan akan tercipta lewat penciptaan mantra khas dirinya......The thesis examines the language concern which exists inside the patriarchal system. In my opinion, language has become a fundamental aspect that segregates the identity creation process of male and female world. The different language usage applied in general public restricts female to get fully involve in daily life activities, that makes females feel themselves uncomfortable living in the society. I have taken two distinctive examples of language usage applied in pagan spell in contrast to the one used in the bible verses in order to obtain a proof of difference usage that might exist. I found that inside the pagan spell, feminine identity gives a freedom to create women identity. This situation is made possible by the strong dynamicity of maternal semiotic that creates a powerful women identity. On the other hand, inside the bible verses, I found a stiffness form of symbolic language in it, which produces a discriminative language. Women have to tight it through a 'maternal semiotic room' to establish a feminine chora and construct their very own language. Dismantling the meanings, refers to feminism theory of Julia Kristeva, will yield a new understanding toward women identity. Like interlacing the play of spell, actually women are capable to create a new language which expresses their abjection. Thus, process of dogmatisms of symbolic verses which induce women?s intemalization that has occurred since the time of symbolic initiation phase, can be reduced. As a result, thc revolution to liberate woman will be created through her very own spell creation.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hekman, Susan J.
Chichester: Polity Press, 2014
305.420 1 HEK f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvana Gustin Santoso
Abstrak :
Perilaku seksisme masih dijumpai di negara dengan tingkat kesetaraan gender yang cukup tinggi, salah satunya negara Jerman. Di era feminisme yang cukup baik, perilaku seksisme justru dilakukan oleh sesama perempuan. Sesama perempuan ini membentuk persaingan intraseksual atau feminine rivalry dengan standar yang dibuat laki-laki. Standar tersebut dibuat bukan karena pengaruh langsung dari laki-laki, melainkan melalui proses internalisasi objektifikasi perempuan terhadap diri sendiri dan orang lain. Isu tersebut akan diteliti melalui film Freibad (2022) yang disutradarai oleh Doris Dörrie. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori Representasi oleh Stuart Hall dan teori film Auteur. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa persaingan antar perempuan banyak terjadi di ruang lingkup feminisme. Kehadiran laki-laki yang minim nyatanya masih memiliki pengaruh besar terhadap pandangan perempuan terhadap sesamanya. Kebebasan perempuan masih terkekang oleh standar laki-laki yang diaplikasikan kepada diri sendiri dan perempuan lain. ......Sexist behavior is still found in countries with high gender equality index, such as Germany. In the feminism era, sexist behavior is actually carried out by fellow women. These women form an intrasexual competition or feminine rivalry with standards made by men. These standards are no longer made because of direct influence of men, but through the internalization process of women’s objectification of themselves and others. This issue will be researched through the film Freibad (2022) directed by Doris Dörrie. This study is conducted using the qualitative method through Representation theory by Stuart Hall and Auteur film theory. The results of this study show that competition between women occurs in the scope of feminism. The insignificant presence of men still has big influence on women’s view towards each other. Women’s freedom is still limited by male standards applied to themselves and other women.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Pramesti Nugraheni
Abstrak :
Cerita anak yang membahas mengenai sosok Ibu dapat ditemukan di banyak karya sastra di seluruh dunia. Namun, penggambaran sosok Ibu sering kali dibatasi pada ibu yang baik atau buruk. Hanya ada sedikit cerita yang tidak mengklasifikasikan sosok Ibu dalam oposisi biner. Salah satunya adalah Coraline, sebuah novel karya Neil Gaiman yang dipublikasikan pada tahun 2002 dan kemudian diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama pada tahun 2009. Dalam cerita Coraline, konsep keibuan digambarkan sebagai sebuah hal yang kompleks dan tidak terbatas pada ibu yang baik atau buruk. Cerita ini menunjukkan kompleksitas yang dimiliki oleh perempuan karir dan ibu rumah tangga dengan pekerjaan pengasuhan anak mereka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dinamika keluarga dan konstruksi dari sosok Ibu dari dua teks tersebut. Dengan menggunakan konsep Monstrous Feminine dari Creed, penelitian ini menunujukkan adanya ambivalensi pada konstruksi karakter Ibu yang kuat. ......Children stories which talk about motherhood can be found in a lot of literatures around the world. However, the portrayal of motherhood is often reduced to either a bad or good mother. Only a few such stories are not caught in the binary opposition. One of them is Coraline, a novel published in 2002 by Neil Gaiman which was later adapted into a movie in 2009 with the same title. In Coraline, the concept of motherhood is portrayed as one complex thing which is not only limited to bad or good mother. It shows the complexity which is hold by both career women and housewives with their child-caring duty. This study aims to see the family dynamic and construction of motherhood in both texts. Using Creeds concept of Monstrous Feminine, this research suggests that there is ambivalence in the construction of the powerful mother characters.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Triastuti
Abstrak :
Tesis ini menelusuri bagaimana implikasi pengubahan yang dilakukan Disney dalam film animasi Mulan terhadap perempuan dan masyarakat Cina dengan menggunakan alat analisa semiotik Roland Barthes. Sistem bertingkat pada semiotik Barthes memperlihatkan bagaimana sebuah pesan yang sama, yaitu Mulan, dapat dilihat dari sisi yang berbeda. Menurut Disney, Mulan menjadi sebuah pesan tentang kepahlawanan seorang perempuan, karenanya Disney berani mengklaim bahwa Mulan dibuat dengan rasa keberpihakan kepada perempuan dan masyarakat non Barat. Dilihat dari kerangka pemikiran feminisme dan mengacu pada perbedaan antara versi Cina dan versi Disney, film animasi Mulan menjadi sebuah pesan bahwa perempuan mengalami subordinasi yang bertingkat-tingkat. Subordinasi pertama terhadap perempuan terjadi ketika seseorang terlahir dengan jenis kelamin perempuan. Dengan bertopang pada mitos, masyarakat telah memberikan sekumpulan karakter pada perempuan yang mereka sebut sebagai karakter feminin. Masyarakat menjadikan karakter tersebut sebagai alasan yang kuat untuk menyebut perempuan sebagai mahluk yang subordinat dan menindas perempuan. Subordinasi berikutnya terhadap perempuan terjadi ketika karakter feminin yang seolah menjadi karakter alamiah perempuan dilekatkan pada sesuatu (benda/orang/kelompok). Sehingga pada akhirnya apapun yang dinilai memiliki karakter feminin akan ditempatkan pada posisi yang subordinat dan mengalami penindasan. Karena mereka yang ingin berkuasa atas sesuatu pada akhirnya menggunakan cara-cara yang sama dengan cara-cara yang digunakan laki-laki untuk menguasai perempuan. Melalui pendekatan etnografis, saya menemui bahwa di tingkat penonton terdapat tiga kelompok berkenaan dengan makna yang mereka berikan terhadap Mulan: yaitu kelompok lover, kelompok ironist serta kelompok hater.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranny Rastati
Abstrak :
Jepang merupakan salah satu bangsa yang mengenal budaya pemberian yang disebut zoutou bunka. Ada berbagai kesempatan untuk saling tukar-menukar pemberian salah satunya adalah pada saat ulang tahun, khususnya ulang tahun anak-anak. Salah satu elemen penting dalam budaya pemberian adalah seni membungkus hadiah yang disebut rappingu. Selain kertas dan pita, warna memegang peranan penting dalam seni membungkus hadiah. Warna dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu warna maskulin dan feminin. Warna maskulin diperuntukkan bagi anak laki-laki, sedangkan warna feminin diperuntukkan bagi anak perempuan. Adanya pembedaan warna menjadi warna maskulin dan feminin ditentukan oleh konvensi sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Warna pun memiliki dua buah makna, yaitu makna simbolis yang dekat dengan alam dan warna psikologis yang merupakan asosiasi psikologis yang ditentukan oleh kesepakatan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengutamakan kedalaman pemahaman terhadap hubungan antar konsep yang diuraikan secara deskriptif analisis. Sumber data yang dipakai berasal dari buku Quick and Easy Enchanting Gifts Wrapping tahun 2004 oleh Yoshiko Hase dan buku Rappingu to Ka-do tahun 2007 oleh Marie Takeda. Berdasarkan analisis yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan pembedaan penggunaan warna pada hadiah ulang tahun anak-anak. Selain itu, makna yang dikandung dalam warna pun dapat digunakan untuk menyampaikan rasa dari si pemberi kepada si penerima. ...... Japanese is one of the nation that having the knowledge of gift and giving culture that it called zoutou bunka. There are many occasion for gift and giving in Japan, one of them is birthday, especially children's birthday. One of the important element in Japanese gift and giving culture is the art of wrapping gifts that called rappingu. Besides paper and ribbon, color is one of the important elements for the art of wrapping gifts. Color can be classified as two, that is masculine color and feminine color. Masculine colors are for boys and feminine colors are for girls. The differences definite by social consensus generation by generation. Color have two meanings, that is symbolical meaning, is the similarity color with the nature, and psychological meaning, is psychological association by society consensus. This is a study that using a descriptive analysis method. This method describes the facts then continued to analyze the data. The source of data from Quick and Easy Enchanting Gifts Wrapping year 2004 by Yoshiko Hase and Rappingu to Ka-do year 2007 by Marie Takeda. After analyzing the data it can conclude that sex can emerge the differences of using colors in children birthday gifts. Also, the color meaning can be using to deliver feel from a giver to a receiver.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13885
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Audisya Fatia
Abstrak :

Film Kucumbu Tubuh Indahku merupakan film terbaru karya sutradara Garin Nugroho. Film ini bertemakan kisah perjalanan seorang penari Lengger yang hidup berpindah-pindah tempat sambil melawan trauma tubuh dari pengalaman-pengalamannya. Hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan penelitian ini adalah pandangan masyarakat umum yang masih tabu akan persoalan idenititas diri. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah aspek identitas dalam film Kucumbu Tubuh Indahku memiliki peran penting dalam kehidupan suatu individu seperti kesadaran identitas yang melekat pada karakter Juno dalam film ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teori semiotika oleh Roland-Barthes. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah kesadaran identitas yang dimiliki karakter Juno menunjukkan bahwa ia memiliki lebih dari satu identitas yang mengarah pada peran gender— baik feminin, maskulin, maupun keduanya atau androgini. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu individu dapat memiliki sisi feminin dan maskulin secara bersamaan dan hal tersebut tidak selalu dipengaruhi dari identitas seksual, namun juga jenis identitas lainnya. ......The movie Kucumbu Tubuh Indahku (Memories of My Body) is the latest film by director Garin Nugroho. This movie is about a journey of a Lengger dancer who lives from one place to another while struggling over his trauma. Self-identity issue is considered taboo amongs Indonesian, hence this study focuses on aspects of identity in Kucumbu Tubuh Indahku  to show how important the role of identity in the life of an individual. This study used a descriptive qualitative method with an adaptation of semiotic theory by Roland-Barthes. The result concludes that the awareness of identity possessed by the character of Juno shows that he has more than one identity that leads to gender roles — whether feminine, masculine, or androgynous. Based on these data, it can be concluded that an individual can have a feminine and masculine side simultaneously and this is not always influenced by sexual identity, but also other types of identity.

Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Labiba Manggarsari
Abstrak :
Konsep subjektivitas memiliki hubungan dalam penyingkiran dan reduksi perempuan dari kebudayaan. Perempuan merupakan liyan dalam kehidupan, dalam kebudayaan, yang tidak diketahui, sehingga muncul realitas perempuan versi laki-laki. Dalam sinema, perempuan mengalami reduksi dan diferensiasi dari industri yang strukturnya berangkat dari dominasi laki-laki. Representasi perempuan di layar sinema dominan tidak menunjukkan perempuan sebagai perempuan yang utuh, karena struktur yang melatari sinema secara dominan berangkat dari sudut pandang dan otoritas laki-laki. Subjektivitas perempuan menjadi nilai penting karena dapat memberikan penggambaran dan wawasan mengenai perempuan sebagaimana adanya, hadir bukan sebagai ilusi. Subjektivitas sutradara perempuan dapat menghasilkan representasi perempuan yang lebih dekat dengan kehidupan. Namun, ketika berangkat dari subjektivitas perempuan, sinema perempuan menghasilkan pendekatan yang berbeda dengan sinema dominan, sehingga sinema perempuan mengalami diferensiasi dan ditempatkan sebagai kontra sinema. Melalui pemikiran feminist film theory, tulisan ini berusaha mengidentifikasi bagaimana dinamika struktur kekuasaan dan paradigma yang terbentuk dalam sinema, khususnya permasalahan subjektivitas, membuat sutradara perempuan keluar dari konvensi sinema dominan dan menghasilkan bahasa baru, yang menempatkan sinema perempuan berada di posisi yang berbeda dengan sinema arus utama. ......The concept of subjectivity has a correlated role in the exclusion and reduction of women from culture. Women are the other; in life, in culture, that is unknown, so a male version of women's reality is produced. In cinema, women experience reduction and differentiation from an industry whose structure is rooted in male dominance. The representation of women on screen in dominant cinema does not represent women as complete women, given that the structures underlying cinema are dominantly based on male perspectives and authority. Female subjectivity holds crucial value because it provides portrayals and insights into women as they really are, not as illusions. The subjectivity of female directors produces representations of women that are closer to life. However, when it departs from women's subjectivity, women's cinema presents a different approach from the dominant cinema, which leads to women's cinema being differentiated and placed as a counter-cinema. Through feminist film theory, this paper seeks to identify how the dynamics of power structures and paradigms formed in cinema, especially the problem of subjectivity, have forced female directors to step out of the conventions of dominant cinema and produces a new language, which places women's cinema in a different platform from mainstream cinema.
Depok: Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>