Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Dwi Hartanti
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Endometriosis merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai pada wanita usia reproduktif. Kelainan ini dapat menyebabkan terjadinya infertilitas. Hormon estrogen memegang peranan penting dalam patogenesis endometriosis. Biosintesis estrogen merupakan rangkaian reaksi yang memerlukan enzim untuk mengkatalisis salah satu reaksi komponennya yaitu aromatase. Sel yang mengekspresi aromatase adalah sel granulosa yang aktifitasnya dikendalikan oleh FSH. Agar dapat menjalankan fungsinya, FSH harus berikatan dengan reseptor spesifiknya, yaitu reseptor FSH. Interaksi FSH dengan reseptor FSH yang merupakan bagian integral membran sel granulosa akan sangat menentukan respon ovarium untuk menghasilkan estrogen melalui aktifitas katalitik enzim aromatase. Respon ovarium terhadap FSH ditentukan oleh genotip reseptor FSH. Hasil skrining mutasi gen reseptor FSH menunjukkan adanya dua polimorfisme pada gen reseptor FSH. Polimorfisme pertama terdapat pada posisi 307 domain ekstraseluler, yang dibaca sebagai kode Alanin (Ala) atau Threonin (Thr). Polimorfisme kedua terdapat pada posisi 680 domain intraseluler, yang dibaca sebagai kode Asparagin (Asn) atau Sarin (Ser). Sensitivitas reseptor FSH terhadap FSH ditentukan oleh kombinasi alel yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh polimorfisme gen reseptor FSH pada wanita-wanita dengan endometriosis. Hasil dan Kesimpulan : Analisis pada reseptor FSH dengan PCR-SSCP dalam penelitian ini mendapatkan perbedaan frekuensi alel Mn dan Ser yang bermakna antara wanita dengan endometriosis dengan wanita normal (p < 0,05, chi-square), sedangkan frekuensi alel Ala dan Thr pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan bermakna. Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar FSH basal antara genotip-genotip pada kedua daerah polimorfik reseptor FSH pada kedua kelompok Genotip SerfSer cenderung memiliki kadar FSH basal yang lebih tinggi, baik pada wanita dengan endometriosis maupun wanita kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa polimorfisme gen reseptor FSH tidak berperan dalam patogenesis endometriosis walaupun alel Ser cenderung berasosiasi dengan endometriosis. Karena banyaknya penderita endometriosis yang mengikuti program fertilisasi in vitro (FIV), maka disarankan untuk memeriksa polimorfisme gen reseptor FSH pada penderita endometriosis yang mengikuti program FIV agar dicapai hasil yang optimal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 16209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andon Hestiantoro
Abstrak :
ABSTRAK
Pada perempuan pascamenopause diperlukan marka biokimiawi dan klinis pada masa jendela terapeutik yang diharapkan dapat digunakan untuk menapis HKND yang berperan sangat penting dalam menghindari dampak demensia tipe alzheimer setelah terapi hormon. Penapisan HKND dapat dimanfaatkan juga untuk upaya terapeutik HKND pada perempuan pascamenopause dan mencegah perburukan ke dalam kondisi demensia tipe alzheimer. Dilakukan studi potong lintang pada 282 perempuan pascamenopause di Jakarta yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok positif dengan HKND dan kelompok tanpa HKND. Pemeriksaan dilakukan pada sejumlah variabel seperti usia, lama menopause, keluhan vasomotor, IMT, kadar FSH, kadar LH, kadar leptin, kadar estradiol, dan status kognitif, kemudian dianalisis secara statistik. Diperoleh nilai FSH yang berhubungan bermakna dengan kejadian HKND p = 0,018 , serta variabel lain seperti nisbah FSH/estradiol p = 0,029 dan nisbah FSH/sOB-R p = 0,011 , sementara variabel lain tidak bermakna. Analisis multivariat menunjukkan nisbah FSH/estradiol adalah variabel yang paling berperan terhadap kejadian HKND, dengan nilai OR 1,15. Berdasarkan kurva ROC didapat nilai titik potong nisbah FSH/estradiol dalam memprediksi HKND adalah 1,94 dengan sensitivitas 66,5 dan spesifisitas 46,8 . Nisbah FSH/estradiol pada perempuan pascamenopause yang menderita HKND yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tanpa HKND dikaitkan dengan peran neuron KNDy terhadap peningkatan sekresi GnRH dan rendahnya neurosteroid estradiol di otak perempuan pascamenopause yang berisiko menderita HKND. Nilai nisbah FSH/estradiol > 1,94 dapat digunakan untuk penapis diagnostik HKND pada perempuan pascamenopause.
ABSTRACT
Biochemical and clinically important markers are needed in the window therapeutic period for postmenopausal women which are expected to be used as a screening methods for CIND as it is very important in avoiding the effect of dementia associated Alzheimer disease after hormone therapy. CIND screening was also useful for CIND treatment strategies in postmenopausal women and preventing postmenopausal women from impaired cognitive function due to dementia. A cross sectional study included 282 postmenopausal women in Jakarta was done, and subjects were further classified into two groups, with CIND and without CIND. Several related variables such as age, duration of menopause, vasomotor symptoms, BMI, FSH level, LH level, leptin level, estradiol level, and cognitive status, were assessed and analyzed statistically. The prevalence of CIND was significantly correlated with FSH level p 0.018 , along with ratio of FSH levels estradiol p 0.029 and ratio of FSH sOB R p 0.011 , while other variables were not. By multivariate analysis, FSH estradiol ratio of 1.15 was found as the most significant factor with probability of having CIND in postmenopausal women. Using the ROC curve, the ratio threshold of FSH estradiol to predict CIND was 1.94, with sensitivity 66.5 and specificity 46.8 . Level of FSH estradiol ratio in postmenopausal women with CIND was significantly higher than women without CIND, and is related to the role of KNDy neurons that induce the secretion of GnRH, and low level of neurosteroid estradiol in postmenopausal women rsquo s brain with risk of CIND. Ratio of FSH estradiol levels 1.94 could be used for screening methods of CIND in postmenopausal women.
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Iriani
Abstrak :
Azoospermia sebagai salah satu penyebab infertilitas dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, antara lain karena adanya gangguan pada sistem endokrin dan gangguan pada sistem transportasi sperma. Pada penelitian ini telah dilakukan analisis semen dan penentuan kadar FSH dan LH di dalam serum dengan teknik ?Radio Immuno Assay? (RIA) pada pria azoospermia. Hasil analisis semen dari 40 pria azoospermia, 9 pria di antaranya adalah azoospermia dengan fruktosa negatif, dan 31 pria lainnya adalah azoospermia dengan fruktosa positif. Dari 40 pria, 7 orang pria hipergonadotropik (median kadar FSH serum = 28,934 nanogram per mililiter; median kadar LH serum = 30,656 nanogram per mililiter) dan 7 orang pria hipogonadotropik (median kadar FSH serum = 3,917 nanogram per mililiter; median kadar LH serum = 5,951nanogram per mililiter). Dengan uji korelasi jenjang Spearman (Spearman?s Rho) diperoleh kesimpulan ada hubungan antara kadar FSH serum dengan kadar LH serum; tidak ada hubungan antara kadar FSH dan LH serum dengan volume semen; ada hubungan antara kadar FSH serum dengan viskositas semen dan tidak ada hubungan antara kadar LH serum dengan viskositas semen. Dengan uji Mann-Whitney (uji U) diperoleh kesimpulan tidak ada beda antara kadar FSH serum pada azoospermia fruktosa positif dengan kadar FSH serum pada azoospermia fruktosa negatif; Kadar LH serum pada azoospermia fruktosa positif lebih besar daripada kadar LH serum pada azoospermia fruktosa negatif; volume semen pada azoospermia fruktosa positif lebih bayak daripada volume semen pada azoospermia fruktosa negatif. Dan dengan uji X2 diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada beda antara jumlah penderita azoospermia fruktosa positif dengan jumlah penderita azoospermia fruktosa negatif berdasarkan kadar FSH dan LH serum normal, di bawah normal, dan di atas normal.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Kesuma Jelita
Abstrak :
Infertilitas pada pasangan yang diakibatkan oleh pria mencapai angka 40. Untuk diagnosis klinis pasti penyebab infertilitas dan pengecekan apakah dapat dilakukan ekstraksi spermazoa dilakukan prosedur invasif berupa biopsi testis. Pada penelitian potong lintang ini dianalisis hubungan antara FSH dan gambaran spermatogenik pada 72 pasien azoospermia di Jakarta Pusat yang melakukan biopsi testis pada tahun 2011 - 2015 untuk kemungkinan prediksi ada tidaknya spermatozoa. Kedua data didapatkan dari data sekunder baik rekam medis ataupun hasil laboratorium. Hasil analisis menggunakan Oneway ANOVA dan post-hoc test menunjukkan terdapat perbedaan rerata yang berarti pada minimal 2 kelompok antara kadar FSH dan gambaran spermatogenik. ...... Infertility in couples caused by men reached the number of 40 . For the clinical diagnosis and to check for the possibility of testicular sperm retrieval an invasive procedure of testicular biopsy was performed. In this cross sectional study the association of FSH and the spermatogenic histology was analysed on 72 azoospermic patient in Central Jakarta. This patients had undergone testicular biopsy between 2011 ndash 2015 to predict the existence of spermatozoa. Both data were acquired from medical record and lab results. The data were analyzed using Oneway ANOVA and post hoc test was performed the result show significant difference in minimal 2 categories between FSH and spermatogenic histology.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anna Wirdiani Fathiah
Abstrak :
Faktor transkripsi Hoxa 10 dan gen targetnya integrin αvβ3, keduanya adalah marka penting yang meregulasi kondisi endometrium reseptif. Stimulasi ovarium telah dilaporkan dapat mengganggu reseptifitas endometrium yang berkaitan dengan kegagalan implantasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh stimulasi rFSH terhadap tingkat ekspresi Hoxa 10 dan integrin αvβ3 pada endometrium selama fase sekresi, serta menilai hubungan korelasi keduanya. Metode, dipilih 27 tikus betina dengan siklus estrus normal dibagi dalam kelompok siklus alamiah dan dua kelompok dengan siklus terstimulasi, dilakukan penyuntikan rFSH dosis 12,5 IU dan 25 IU dan 48 jam kemudian dilanjutkan penyuntikan hCG dosis 10 IU. Pengambilan sampel uterus dilakukan pada hari pertama, kedua dan ketiga setelah penyuntikan hCG. Ekspresi kedua marka dinilai menggunakan teknik imunohistokimia dan Western Immunoblotting. Hasil, Ekspresi Hoxa 10 di stroma tidak berbeda antara kelompok kontrol dan distimulasi dosis 12,5 UI (P > 0,05). Ekspresi integrin αvβ3 di epitel luminal tidak menurun secara bermakna akibat distimulasi dosis 25 UI (P > 0,05) dan perubahan ekspresi integrin αvβ3 di epitel kelenjar juga tidak berbeda bermakna setelah pemberian stimulasi (P > 0,05). Kedua marka berkorelasi positif pada hari kesatu (r = 0,607) dan hari ketiga ditemukan korelasi negatif (r = -0,616). Dari data tersebut disimpulkan bahwa stimulasi rFSH tidak menurunkan ekspresi Hoxa 10 dan integrin αvβ3 pada fase sekresi. The transcription factor Hoxa 10 and its target gene the αvβ3 integrin, are both essential molecules that regulate receptivite endometrial condition. Giving ovarian stimulation has been reported to impair endometrial receptivity in association with implantation failure. The aim of this study was to analyze the effect of rFSH administration on the expression level of Hoxa 10 and αvβ3 integrin in the endometrium during the secretory phase, as well as assess the correlation between the two. Methods, 27 Wistar female rats with normal estrus cycles were selected divided into natural cycle group and two groups were stimulated cycle of rFSH doses of 12.5 IU and 25 IU and 48 hours later followed by injection of hCG dose 10 IU. Uterine sampling was carried out on the first, second and third day after hCG injection. Hoxa 10 and αvβ3 integrin expression was assessed using immunohistochemistry and Western Immunobloting techniques. As a results, the expression of Hoxa 10 in the stromal cell did not differ between the control group and the group with stimulation dose 12,5 UI (P>0,05). The expression of αvβ3 integrin in the luminal epithelium did not decrease significantly due to stimulation dose 25 UI (P>0,05) and changes in αvβ3 integrin expression in the epithelial glands did not show a significant difference after stimulation (P>0,05). Both proved to be positively correlation on the first day (r = 0,607) and on the third day negatifly correlation (r = -0,616). From these data it was concluded that rFSH stimulation did not decrease Hoxa 10 and αvβ3 integrin expression in the secretory phase.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Reseptor follicle-stimulating hormone (FSHR) hanya terekspresi pada sel granulosa ovarium dan sel Sertoli testis. Ekspresinya yang sangat spesifik menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa traskripsi khusus pada kedua tipe sel tersebut yang bertanggung jawab untuk aktivasi gen reseptor FSH. Walaupun mekanismenya belum diketahui, namun telah dicapai beberapa kemajuan menyangkut mekanisme yang mengontrol proses transkripsi dan regulasi gen reseptor FSH. Sampai saat ini telah diidentifikasi beberapa elemen regulator penting yang bertanggung jawab untuk proses transkripsi gen reseptor FSH yang tidak mengandung TATA box tersebut seperti elemen E box (CACG(A)TG, –124/–119), elemen GATA (TATC, –88/–85), E2F (TTTCGCG, –45/–39), dan elemen regulator-3 (–197/–171). Studi fungsional menunjukkan bila mutasi terjadi pada elemen regulator tersebut akan menurunkan fungsi promoter secara bermakna dan dampak terbesar terdeteksi bila mutasi terjadi pada elemen E box. Metilasi pada situs CpG spesifik dalam daerah promoter inti tampaknya memegang peranan penting dalam regulasi transkripsi gen reseptor FSH tikus dan mencit. (Med J Indones 2003; 12: 187-93)
Follicle-stimulating hormone receptor (FSHR) is exclusively expressed in granulose cells of the ovary and Sertoli cells of the testis. The highly cell-specific of gene expression revealed that transcriptional events unique to these two cell types are responsible for activation of the FSHR gene. Even though its mechanisms are still unclear, several progress regarding the mechanism that control its basal transcription and regulation has been made. It has been identified several important elements that responsible for the transcription of the TATA-less FSHR gene such as: E box element (CACG(A)TG, –124/–119), an inverted GATA (TATC, –88/–85), E2F (TTTCGCG, –45/–39), and regulator element-3 (–197/–171). The functional studies shown that mutations through these regulatory elements significantly decrease the promoter function with greatest impact detected when mutation was done in E-box element. The site-specific CpG methylation within the core promoter seems play an important role in the regulation of rat and mouse FSHR gene expression. (Med J Indones 2003; 12: 187-93)
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 187-193, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-187
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Respon wanita usia reproduksi bervariasi terhadap stimulasi FSH eksogen. Salah satu penyebab variasi tersebut adalah perbedaan genotip akibat adanya polimorfisme pada ekson 10 gen reseptor FSH. Untuk mengetahui lebih lanjut apakah daerah promotor inti gen reseptor FSH juga polimorfik dan apakah polimorfisme tersebut mempengaruhi aktivitas promotor, dilakukan skrining polimorfisme promotor gen reseptor FSH pada 262 wanita yang mengikuti program IVF/ICSI, diikuti uji fungsional untuk mengetahui pengaruh polimorfisme terhadap aktivitas promotor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah promotor inti gen reseptor FSH polimorfik. Ditemukan lima SNPs pada posisi –29, –37, –114, –123 dan –138 di samping ditemukannya variasi jumlah basa adenin. Polimorfisme pada posisi –123 menurunkan aktivitas promotor secara bermakna, sebaliknya polimorfisme pada posisi –37 dan –138 meningkatkan aktivitas promotor secara bermakna, sedangkan polimorfisme pada posisi –29, –114 dan pemendekan basa adenin tidak mempengaruhi aktivitas promotor secara bermakna. Perbedaan aktivitas promotor akibat polimorfisme ini pada akhirnya sangat memungkinkan merubah sensitivitas ovarium terhadap FSH. (Med J Indones 2004; 13: 205-14)
Women of reproductive ages are varies in their responses to exogenous FSH stimulations. The difference of FSHR genotype due to the polymorphisms in exon 10 is one of its significant factors. To know further whether the core promoter of FSHR is also polymorphic and to know whether those polymorphisms influence the promoter activity, we did polymorphism screening of FSHR promoter to 262 women undergoing IVF/ICSI, followed by functional study to know the impact of polymorphisms to the promoter activity. This study indicated that the core promoter of human FSHR is polymorphic. We found five SNPs at positions –29, –37, –114, –123 and –138 in addition to the variety number of adenines. Polymorphism at position –123 significantly decreased the promoter activity, in contrast, polymorphism at position –37 and –138 significantly increased the promoter activity, whereas polymorphism at position –29, –114 and short adenines stretch did not significantly influence the promoter activity. The differences of the promoter activities due to polymorphisms might change the ovarian sensitivity to FSH. (Med J Indones 2004; 13: 205-14)
Medical Journal of Indonesia, 13 (4) October December 2004: 205-214, 2004
MJIN-13-4-OctDec2004-205
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Wingit Ciptaning
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Respon ovarium terhadap stimulasi FSH sangat dipengaruhi oleh fungsi reseptor FSH (FSHR). Genotip FSHR memainkan peranan yang mendasar pada respon fisiologis organ target terhadap stimulasi FSH. Telah diketahui polimorfisme pada gen reseptor FSH mempengaruhi sensitivitas reseptor terhadap FSH. Persentase penderita Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) pada wanita usia reproduksi cukup besar yaitu sekitar 5 -10 % dan dalam penanganannya membutuhkan terapi induksi ovulasi, salah satunya dengan menggunakan FSH eksogen. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian terhadap polimorfisme gen reseptor FSH pada penderita SOPK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a). Distribusi genotip dan frekuensi alel FSHR di posisi 307 dan 680 ekson 10 pada kelompok SOPK dan kelompok normal. b). Kadar FSH basal pada wanita penderita SOPK dan wanita normal. c). Hubungan antara distribusi genotip FSHR di posisi 307 dan 680 dengan level FSH basal pada kelompok SOPK dan kelompok normal. Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan distribusi genotip maupun frekuensi alel pada posisi 307 dan 680 pada ekson 10 gen reseptor FSH antara kelompok wanita penderita SOPK dan kelompok wanita normal. Ada perbedaan bermakna antara kadar FSH basal pada kelompok SOPK dan kelompok normal . Tidak terdapat perbedaan kadar FSH yang bermakna pada varian genotip posisi 307 maupun posisi 680 gen FSHR antara kelompok SOPK dan kelompok normal, dengan kadar FSH basal tertinggi pada posisi 307 pada kelompok SOPK dimiliki oleh genotip Threonin/Threonin dan kadar FSH basal tertinggi di posisi 680 pada kelompok SOPK dimiliki oleh genotip Asparagin/Serin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 16217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>