Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edmund Khovey
"Konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia telah mengancam kegiatan umat manusia, tanpa terkecuali investasi asing. Demi menyiasati hal tersebut, negara asal pemilik modal dan negara tuan rumah menyepakati klausul Full Protection and Security (FPS), yang pada intinya mengatur investasi asing yang dilaksanakan di wilayah negara tuan rumah akan senantiasa mendapatkan pelindungan (protection) dan keamanan (security) yang maksimal (full). Ketika konflik bersenjata merusak investasi asing, biasanya investor asing akan menggugat negara tuan rumah ke forum arbitrase karena dianggap melanggar klausul FPS. Namun, sebelum memutus adanya tidaknya pelanggaran atas klausul FPS, arbiter akan menentukan terlebih dahulu Standar FPS, yakni pelaksanaan konkret dari klausul FPS, melalui sistem hukum yang dipilih para pihak. Oleh karena itu, menentukan Standar FPS adalah isu Hukum Perdata Internasional (HPI), karena negara-negara yang membentuk klausul FPS menandakan unsur asing, dan hukum yang dipilih oleh para pihak akan menentukan isi dari Standar FPS. Skripsi ini akan menganalisis bagaimana arbiter menentukan isi Standar FPS terhadap kasus-kasus investasi asing yang menderita kerugian akibat konflik bersenjata, yakni kasus AAPL v. Sri Lanka, Pantechniki v. Albania, Ampal v. Mesir, Cengiz v. Libya, dan Strabag v. Libya. Pengkajian terhadap kelima kasus tersebut menunjukkan, para pihak yang bersengketa hanya meminta arbiter untuk memutus ada tidaknya pelanggaran atas klausul FPS berdasarkan fakta-fakta yang disajikan, dan tidak pernah memberikan kewenangan kepada arbiter untuk menentukan Standar FPS. Selanjutnya, skripsi ini akan membahas isi dari Standar FPS yang ditentukan arbiter dan bagaimana penerapannya pada fakta-fakta yang ada di masing-masing kasus. Terakhir, skripsi ini akan menjelaskan perbedaan antara Standar FPS dengan risiko perang dan kerusuhan sosial yang ditanggung oleh lembaga asuransi MIGA.

Armed conflicts that occur in various parts of the world have threatened human activities, including foreign investment. To deal with this, the home state of the foreign investors and the host state agree on the Full Protection and Security (FPS) clause, which regulates that foreign investments carried out in the territory of the host state will always get full protection and security. When armed conflicts damage foreign investments, foreign investors will likely sue the host country to an arbitration forum for violating the FPS clause. However, before deciding whether there is a violation of the FPS clause, the arbitrator will determine first the FPS Standard, which is the concrete implementation of the FPS clause, through the legal system chosen by the parties. Therefore, determining the FPS Standard is an issue of Private International Law (PIL), as the countries that form the FPS clause signify foreign elements, and the law chosen by the parties will determine the content of the FPS Standard. This thesis will analyze how arbitrators determine the content of the FPS Standard in foreign investment cases that suffered losses due to armed conflict, namely AAPL v. Sri Lanka, Pantechniki v. Albania, Ampal v. Egypt, Cengiz v. Libya, and Strabag v. Libya. A review of the five cases shows that the disputants only asked the arbitrators to decide whether or not there was a violation of the FPS clause based on the facts presented, and never authorized the arbitrators to determine the FPS Standard. Next, this thesis will discuss the content of the FPS Standard determined by the arbitrators and how it applies to the facts of each case. Finally, this thesis will explain the difference between the FPS Standard and the risks of war and civil disturbances covered by the MIGA insurance agency."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Minnarrobbani
"Tingginya permintaan gamers untuk lingkungan game yang lebih inklusif memicu VALORANT sebagai FPS game untuk melakukan pemasaran kepada audiens dengan berbagai latar belakang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya inclusive marketing yang digunakan oleh VALORANT dalam menciptakan brand image yang inklusif di industri game. Metode yang digunakan adalah analisis konten kualitatif untuk menganalisis pesan komunikasi dan upaya promosi yang disampaikan melalui saluran komunikasi resmi VALORANT. Metode penelitian tersebut dapat menggambarkan fenomena yang dikaji dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VALORANT melakukan dua upaya dalam menggunakan inclusive marketing. Hal ini dilakukan melalui pembuatan para karakter agen VALORANT yang representatif dan turnamen Game Changers Championship untuk para pemain wanita dan marginalized genders profesional. Dengan memaksimalkan upaya tersebut, VALORANT akan terus berkomitmen serta berkontribusi ke dalam industri game yang lebih beragam dan membangun brand image yang inklusif di mata para gamers. Temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah kajian penerapan inclusive marketing di industri game secara global.

The high demand of gamers for a more inclusive gaming environment triggers VALORANT as an FPS game to market to audiences with various backgrounds. This research aims to analyze the inclusive marketing efforts used by VALORANT in creating an inclusive brand image in the gaming industry. The method used is qualitative content analysis to analyze communication messages and promotional efforts delivered through VALORANT's official communication channels. The research method can describe the phenomenon studied in this research. The results showed that VALORANT made two efforts in using inclusive marketing. This is done through the creation of representative VALORANT agent characters and the Game Changers Championship tournament for professional female players and marginalized genders. By maximizing these efforts, VALORANT will continue to commit and contribute to a more diverse gaming industry and build an inclusive brand image in the eyes of gamers. The findings of this research can be utilized to add to the study of the application of inclusive marketing in the gaming industry globally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fernanda Taufiq
"Transisi bisnis model dari game sebagai produk menjadi game sebagai bentuk jasa menghasilkan kepada lahirnya model bisnis mikrotransaksi. Dalam perkembangannya, microtransaction melahirkan banyak produk salah satunya adalah loot box. Sebagai definisi, loot box merupakan kotak hadiah yang dapat ditebus untuk mendapatkan barang-barang yang diacak dan produk-produk eksklusif dari game tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor pendorong pembelian loot box, melakukan studi empiris untuk mengetahui sejauh mana faktor tersebut mempengaruhi pembelian impulsif dan kecendrungan pembelian impulsif serta mengukur hubungan sebab akibat (kausalitas) antara faktor-faktor tersebut dengan keputusan membeli pada pemain video game FPS dan MOBA generasi Z Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang diterapkan kepada orang 300 responden yang memiliki kriteria khusus dalam rentang usia 18-25, khususnya pada pemain MOBA dan FPS dan punya pengalaman bermain minimal satu tahun. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode PLS-SEM menggunakan SmartPLS 3.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pembelian impulsifloot box dan niat beli adalah perceived value performa dan fungsional,self control depletion, flow of experience, hedonic browsing, dan atribut personalisasi sosial. Tidak hanya sampai disitu, ternyata harga juga memiliki pengaruh terhadap niat beli loot box. Kenaikan harga pada loot box pada rentang Rp. 10.000,- hingga Rp. 50.000,- menunjukkan adanya penurunan niat beli berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

The transition of business model from games as a product to games as a form of service resulted in the birth of the microtransaction business model. In its development, microtransaction gave birth to many products, one of which is a loot box. By definition, loot boxes are gift boxes that can be redeemed for randomized items and exclusive products from the game. This research was conducted with the aim of knowing the driving factors for loot box impulse purchases among  Indonesian generation Z FPS and MOBA players. This research is a survey research that was applied to 300 respondents within the age range of 18-25, especially MOBA and FPS casual players. This research was conducted using the PLS-SEM method using SmartPLS 3.0. The results showed that the factors influencing loot box impulse purchases and intention were perceived value of performance and functional related items, self-control depletion, flow of experience, and virtual item attributes such as hedonic/emotional and social cosmetics personalization. Not only that, it turns out that the price also has a moderating effect loot box purchase intention. The price increase in the loot box is in the range of Rp. 10.000,- up to Rp. 50,000,-  (equivalent of €5 - $3) indicates a decrease in purchase intention based on the results of research that has been done."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tradiva Sandriana Dewi
"Penerbitan PMK 186 Tahun 2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menggolongkan kapal dengan fasilitas penyimpanan dan pengolahan sebagai objek pajak bangunan menimbulkan kontra dari sisi wajib pajak. Mereka tidak setuju dengan ketetapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dan menambah beban pajak. Skripsi ini bertujuan untuk meninjau, penerapan, dan dampak penggolongan kapal dengan fasilitas penyimpanan dan pengolahan sebagai objek pajak bangunan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi lapangan dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kapal jenis tersebut tidak sesuai dengan kriteria objek sebagai bangunan. Kriterianya yaitu ditanam, memiliki pondasi, melekat, tetap, berada di perairan, dan memiliki fungsi tertentu. Hasil analisis menunjukan bahwa kapal hanya memenuhi kriteria berada di perairan dan memiliki fungsi tertentu. Dalam implemtasi terlihat bahwa beleid tersebut bertentangan dengan asas kepastian hukum dan memberikan dampak signifikan bagi wajib pajak. Peneliti merekomendasikan adanya penelitian dan pengaturan lebih lanjut mengenai kriteria objek pajak bangunan.

The issuance of PMK 186 of 2019 concerning Classification of Tax Objects and Procedures for Determining the Sale Value of Land and Building Tax Objects which classifies ships with storage and processing facilities as objects of building tax, raises cons from the side of the taxpayer. They do not settle with the stipulation and considered it inappropriate and adds to the tax burden. This thesis aims to analyze, implement, and impact the classification of ships with storage and processing facilities as objects of building tax. This research uses an approach with field studies and literature. The results showed that the type of ship did not match the criteria as a building. The criteria are planted, have a foundation, are attached, remain, are in the waters, and have certain functions. The results of the analysis show that the ship only meets the criteria for being in the waters and has certain functions. In the implementation, it can be seen that the regulation is contrary to legal certainty and has a significant impact on taxpayers. The researcher recommends tax research and further regulation regarding the criteria for building objects.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Surya Sanjaya
"Genre FPS merupakan bagian dari permainan video yang lekat dengan budaya patriarkis. Mayoritas daripada permainan tersebut tidak merepresentasikan perempuan terutama perempuan kulit berwarna dan juga menempatkan karakter perempuan dalam peran yang tidak esensial. Karena itu Valorant menjadi sebuah permainan yang unik untuk dikaji mengenai nilai-nilai women of color feminism. Karakter Raze sebagai karakter perempuan kulit berwarna yang bukan hanya ditempatkan pada peran yang mencolok, melainkan juga ditampilkan dengan identitas budayanya baik dalam permainan maupun melalui media lainnya. Kajian ini sendiri akan dilaksanakan menggunakan metode desk research pada media digital permainan Valorant. Hasil daripada kajian ini sendiri adalah penghadiran karakter Raze dalam permainan Valorant sebagai karakter perempuan kulit berwarna yang berbeda daripada peran gender yang biasanya terdapat dalam permainan FPS.

The FPS genre are part of video games that is closely related to patriarchal culture. The majority of these games do not represent women, especially women of color and also place female characters in non-essential roles. Therefore, Valorant becomes a unique game to study about the values of women of color feminism. Raze's character as a woman of color is not only placed in a prominent role, but also as a character who is presented with her culture both in games and through other media. This study itself will be carried out using the desk research method on digital media of the Valorant game. The result of this study itself is the presence of the character Raze in the game Valorant as a female character of color who is different from the gender roles that are usually found in FPS games."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library