Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arian Nurahman
"Indonesia saat ini memiliki 2 (dua) FIR (flight information region) yaitu Jakarta dan Ujung Pandang. FIR berfungsi sebagai pusat data dan pelayanan penerbangan yang bertugas untuk dikirim dan diedarkan kepada unit unit ATS (air traffic service) terkait. Kedua FIR ini harus memiliki kemampuan yang setara dalam hal pelayanan yang diberikan baik secara fasilitas dan operasional sesuai standar ICAO.
Pembaharuan FIR Jakarta diimplementasikan pada tahun 2012. Sementara pembaharuan FIR Ujung Pandang terakhir kali dilakukan pada tahun 2005. Karena perbedaan pelayanan dan fasilitas tidak setara dengan FIR Jakarta dimana beberapa perangkat FIR Ujung Pandang menjadi tidak memenuhi standar ICAO. Untuk itu pembaharuan fasilitas perlu dilakukan dalam rangka penyetaraan FIR Ujung Pandang Terkait dengan penyetaraan fasilitas komunikasi penerbangan FIR Ujung Pandang, ada dua pilihan pembaharuan yaitu penggantian bertahap atau penggantian keseluruhan. Penentuan penggantian ditetapkan menggunakan metode tekno ekonomi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, pilihan penggantian bertahap lebih ekonomis dibandingkan dengan pilihan penggantian keseluruhan. Penggantian keseluruhan dapat menjadi opsi yang dapat diterima apabila nilai investasi (CAPEX) dan biaya operasional (OPEX) dapat diturunkan sehingga nilai keekonomiannya dapat mengungguli nilai keekonomian dari opsi penggantian bertahap. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30973
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Tri Handayani
"Pada tanggal 25 Januari 2022 pemerintah Indonesia bersama dengan Singapura menyetujui kesepakatan penyesuaian Flight Information Region (FIR) Indonesia-Singapura yang di ratifikasi melalui Peraturan Presiden No 109 Tahun 2023. Adanya perjanjian realignment FIR penting untuk dikaji terutama dilihat melalui pertahanan dan keamanan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggambarkan objek yang diteliti berdasarkan fakta di lapangan dengan menggunakan key informan sebagai sumber data dan data sekunder. Pada penelitian ini juga digunakan teori Kedaulatan dari Kranser dan Teori Keamanan Kompleks dari Barry Buzzan. Penelitian ini menghasilkan bahwa Indonesia belum sepenuhnya mengelola ruang udara yang semula di delegasikan kepada Singapura khususnya di sebagian sektor A dan B. Tetapi Indonesia tetap memiliki kontrol dan pengawasan melalui Civil-Military Cooperation In Air Traffic Control (CMAC), dimana CMAC tersebut dapat menjadi solusi dalam isu kedaulatan, pertahanan, dan keamanan. Di sisi lain perjanjian tersebut dianggap dapat menabrak UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang menyatakan bahwa Indonesia harus sudah melakukan pengelolaan secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2024. Pada penelitian ini juga dihasilkan bahwa Indonesia masih dihadapkan dengan kendala pengambilalihan ruang udara tersebut, diantaranya: (1) kepercayaan; (2) diplomasi.

On January 25, 2022, the Indonesian government together with Singapore approved the realignment Flight Information Region (FIR) Indonesia-Singapore agreement which was ratified through Presidential Regulation Number 109 Year 2023. The existence of an FIR realignment agreement is important to be reviewed, especially seen through defense and security. This research uses qualitative descriptive methods by describing the object under study based on facts in the field using key informants as data sources and secondary data. In this study also used the theory of sovereignty from Kranser and the theory of security the complex of Barry Buzzan. This research results that Indonesia has not fully managed the airspace originally delegated to Singapore, especially in some sectors A and B. But Indonesia still has control and supervision through Civil-Military Cooperation In Air Traffic Control (CMAC), where the CMAC can be a solution in sovereignty, defense, and security issues. On the other hand, the agreement is considered to be able to violate Law of the Republic Indonesia Number 1 Year 2009 concerning Aviation which states that Indonesia must have carried out full management no later than 2024. In this study, it was also found that Indonesia is still faced with obstacles to the takeover of airspace, including: (1) trust; (2) diplomacy."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi
"Otoritas kontrol ruang udara atau FIR terkait keamanan dan keselamatan penerbangan sipil memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap berlaku penuh dan ekslusifnya suatu Negara atas kedaulatan ruang udaranya. Pada Rapat Terbatas Tingkat Menteri tanggal 8 September 2015, Presiden RI menginstrusikan kepada Menteri Perhubungan dan Panglima TNI untuk mengambil alih kontrol ruang udara sektor ABC di Kepuluan Riau dari FIR Singapura dalam tiga atau empat tahun kedepan. Dampak pendelegasian kontrol ruang udara ini adalah kerugian pada tiga gatra dari panca gatra ketahanan nasional yaitu ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan di kedaulatan udara Indonesia. Sejak tahun 2007 telah dilaksanakan audit kepatuhan keamanan dan keselamatan penerbangan oleh ICAO kepada Indonesia serta kesiapan-kesiapan dan rapat koordinasi antar kementerian dan Lembaga yang terlibat kebijakan FIR. Beberapa hal tersebut dijadikan acuan dalam penelitian ini untuk melihat sejauh mana penerapan strategi perencanaan dan analisis kebijakan dari kementerian dan lembaga terkait dengan metode penilitian kualitatif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kemampuan sumber daya penerbangan Indonesia masih berada di bawah standar rata-rata dunia serta masih adanya ego sektoral dan perbedaan persepsi antar Kementerian dan Lembaga pada urgensi kebijakan ini. Sedangkan pada strategi perencanaan dan analisis kebijakan terlihat belum adanya pelaksanaan roadmap yang komprensif dalam mengimplementasikan Instruksi Presiden tersebut.

The airspace control authority or FIR of civil aviation security and safety has a significant role on the exclusiveness of a State especially on it airspace sovereignty. On September 8, 2015, the President of the Republic Indonesia instructed the Minister of Transport and the TNI Commander to take control of the ABC sector air space in Riau Islands from the Singapore FIR within three or four years. The impact of this delegation of airspace control is the loss of three aspects of the national security resilience such as economic, political, and defense of security in air sovereignty of Indonesia. From 2007 ICAO has conducted compliance audits on aspects of aviation safety and security in Indonesia, as well as coordination readiness and coordination meetings between Ministries and Agencies involved in this FIR policy. It`s to analyze how far the implementation of strategic planning and policy analysis. This research uses a qualitative research method. The result of this research shows that the ability of aviation resources in Indonesia is still below the world average standard as well as the existence of sectoral ego and the difference of perception. For planning strategy and policy analysis, there is no comprehensive roadmap to manifestation President`s instruction.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Zuraida
"Dengan adanya permasalahan tentang masih dikontrolnya ruang udara Indonesia oleh FIR asing khususnya di atas kepulauan Riau dan Natuna oleh FIR Singapura berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh Indonesia dan Singapura tahun 1995, dimana kemudian dengan telah dimilikinya kemampuan baik di bidang teknologi maupun SDM maka Indonesia berkeinginan untuk mengambil alih kontrol FIR tersebut sebagai bangsa yang berdaulat dan juga sbg pelaksanaan dari undangundang. Terkait dengan hal itu, perlu ditinjau lebih lanjut mengapa Indonesia memandang perlu untuk mengambil alih kontrol FIR di atas kepulauan Riau dan Natuna dari pihak Singapura serta hambatan-hambatan yang dihadapi pihak Indonesia dalam mewujudkan kehendaknya tersebut. Namun sesuai dengan salah satu klausul dalam perjanjian (Article 6) bahwa selama pihak Singapura melakukan pengontrolan di wilayah Indonesia maka Pemerintah Singapura atas nama Pemerintah Indonesia memungut Route Air Navigation Services (RANS) Charges, dan hasilnya akan diserahkan ke pemerintah Indonesia. Dari adanya pendapatan yang diperoleh Negara tersebut maka hal ini menjadi salah satu sumber pendapatan Negara berupa PNBP. Namun demikian, dengan adanya RANS Charges tersebut.menimbulkan implikasi terhadap Indonesia terkait upaya pengambilalihan pelayanan navigasi penerbangan pada FIR Singapura di atas kepulauan Riau dan Natuna berdasarkan perjanjian Indonesia Singapura Tahun 1995.

With the problems about still is still uncontrollable air space Indonesia by foreign FIR, especially above the Riau Islands and Natuna by the Singapore FIR based on agreements made by Indonesia and Singapore in 1995, which then has the ability to have both in the field of technology and human resources, Indonesia desirous to take over FIR control as a sovereign nation and also as the implementation of the Act. Related to this matter, need to be reviewed further, Indonesia necessary to take over control FIR above Riau Islands and Natuna from the Singapore and the obstacles faced by Indonesia in realizing against his will. However according to one clause in the agreement (Article 6) that during the Singapore authorities in the area of controlling in Indonesia, the Government of Singapore on behalf of the Government of Indonesia picked up Route Air Navigation Services (RANS) Charges, and the results will be submitted to the government of Indonesia. Of the State earned income it becomes a source of State revenue in the form of non-tax revenues. However, with the existence of RANS , give rise to that implication charges against Indonesia's takeover attempts on the air navigation services in the Singapore FIR above Riau islands and Natuna based on agreement Indonesia Singapore 1995.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30925
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Thyagarajan, K.S.
"This textbook provides engineering students with instruction on processing signals encountered in speech, music, and wireless communications using software or hardware by employing basic mathematical methods. The book starts with an overview of signal processing, introducing readers to the field. It goes on to give instruction in converting continuous time signals into digital signals and discusses various methods to process the digital signals, such as filtering. The author uses MATLAB throughout as a user-friendly software tool to perform various digital signal processing algorithms and to simulate real-time systems. Readers learn how to convert analog signals into digital signals; how to process these signals using software or hardware; and how to write algorithms to perform useful operations on the acquired signals such as filtering, detecting digitally modulated signals, correcting channel distortions, etc. Students are also shown how to convert MATLAB codes into firmware codes. Further, students will be able to apply the basic digital signal processing techniques in their workplace. The book is based on the author's popular online course at University of California, San Diego."
Switzerland: Springer Cham, 2019
e20501148
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Dewayanti Kusumastining
"Wilayah udara yang berada di atas sebuah negara merupakan hak negara tersebut secara penuh dan eksklusif. Namun, ketentuan itu tidak selalu dapat diikuti. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaturan wilayah penerbangan di atas negara - negara di dunia, Flight Information Region (FIR), yang tidak selalu mengikuti garis batas negara. Kondisi tersebut dialami oleh Indonesia. Sebagian wilayah udara di kawasan Kepulauan Riau dan Natuna didelegasikan kepada Singapura karena ketidakmampuan Indonesia konon dalam mengelola navigasi penerbangan. Melalui pendelegasian wilayah udara tersebut, terdapat berbagai kerugian yang diderita oleh Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia tetap meneruskan kerja sama pengelolaan wilayah udara tersebut walaupun perjanjian pendelegasian, yang dibuat pada tahun 1995, telah berakhir masa berlakunya, dan kondisi Indonesia telah memungkinkan untuk mengambil kembali kewenangannya. Hal inilah yang menjadi anomali dari sikap negara berdaulat. Oleh sebab itu, tesis ini menggunakan teori politik birokratik (bureaucratic politics theory) dalam pembedahan isu untuk melihat proses pemutusan kebijakan politik luar negeri di antara birokrasi - birokrasi di dalam negeri. Pembedahan tesis dibagi sesuai dengan variabel dalam teori ini, yaitu aktor/birokrasi yang terlibat, faktor yang menentukan masing - masing aktor, dan sikap aktor dalam menyatukan pertimbangan untuk menghasilkan keputusan dan tindakan pemerintah. Setelah mendapatkan ketiga variabel penelitian, langkah selanjutnya adalah memetakan politik birokratik Indonesia terkait isu tersebut. Pada akhirnya, ditemukan adanya masalah politik birokratik intranasional yang menyebabkan limitasi pilihan bagi pemerintah dalam proses pemutusan kebijakan politik luar negeri menanggapi isu pendelegasian wilayah udara nasional kepada Singapura. Masalah ini juga merefleksikan persaingan antara Indonesia dan Singapura di beberapa aspek.

Air territory, located above a country, is exclusively and fully considered a right owned by the subjacent state. However, this provision does not always succeed to follow. This is indicated by the Flight Information Region (FIR) which most unlikely follow the country demarcation line. That condition is experienced by Indonesia with most of the air territories in Riau Islands and Natuna are delegated to Singapore due to the country's inability in managing air navigation. By delegating the air territory, Indonesia suffers various losses. However, Indonesian government still continues the air territory management cooperation although the delegation agreement in 1995 has expired, and the condition of Indonesia has made it possible to take back the authority. This is considered an anomaly of the sovereign state's attitude. Therefore, this thesis applies the bureaucratic politics theory in dissecting issues to look at the foreign policy decision making process among bureaucracies in the country. Thesis dissection is divided according to the variables in this theory, the actor/bureaucracy involved, the factors that determine each actor, and the attitude of each actor in aggregating to yield governmental decisions and actions. After obtaining three variables of the study, Indonesian bureaucratic politic, related to the issue, is mapped. In the end, the identified problems of intra-national bureaucratic politics cause choices of limitation in the governmental foreign policy decision making process in response to the issue of national air territory delegation to Singapore. Furthermore, this issue also reflects the competition between Indonesia and Singapore in several aspects.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library