Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Groeneveld, Rob
Eindhoven: Imagebooks Factory, 2001
BLD 439.32 GRO v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Pahlawan
Abstrak :
Penelitian ini adalah hasil riset observasi penulis terhadap badan otoritas moneter tertinggi Eropa yakni Bank Sentral Eropa (ECB). Pembentukan ECB diawali dengan institusi awal yakni European Monetary institute (EMI) yang berdiri 1 Januari 1994. Institut Moneter Eropa bertugas untuk mempersiapkan kerangka sistem kerja bank sentral Eropa yang disebut ESCB (European System of Central Bunks) dan perangkat lainnya yang dibutuhkan bagi beroperasinya satu bank sentral di kawasan Eropa Barat. Bank Sentral Eropa baru resmi berdiri mulai 1 Juni 1998, Setelah bekerja lebih dari empat tahun lamanya akhirnya EMI dibubarkan dan Bank Sentral Eropa berdiri pada 1 Juni 1998. Bank Sentral Eropa sebagai institusi pelanjut tugas EMI atau pelengkap dari program kerja EMU (Economic and Monetary Union) seperti yang diamanatkan oleh Perjanjian Maastricht 1992. Bank Sentral Eropa adalah satu institusi baru dalam organisasi regional Uni Eropa. institusi ini memiliki wilayah kerja kawasan Uni Eropa karena anggotanya terdiri dari bank-bank sentral negara anggota Uni Eropa. Olah sebab itu ECB adalah institusi yang menarik untuk diteliti sebagai bahan riset. Ada beberapa alasan mengapa ECB perlu untuk diteliti lebih lanjut ? Pertama karena ECB adalah sebagai otoritas tertinggi perbankan, moneter dan keuangan di wilayah Uni Eropa. Kedua, ECB adalah satu-satunya bank sentral yang memiliki wilayah kerja regional yang terdiri dari banyak negara anggota di dalamnya. Selain itu, ECB tidak mewakili satu negara utuh selayak keberadaan bank sentral selama ini yang selalu mewakili satu negara utuh yang berdaulat. ketiga ECB mempunyai satu program kerja mata uang tunggal Eropa (euro) yang sedang berlangsung. Program peluncuran euro sebagai mata uang tunggal Eropa yang kini dipergunakan oleh 12 negara anggota telah berjalan sejak tahun 1999 (yakni peluncuran euro). Fenomena ECB dengan euro sebagai salah produk utama program mata uang tunggal Eropa adalah merupakan fenomena dalam ilmu hubungan internasional, terutama dalam kajian studi kawasan, dan ekonomi internasional. Dalam studi kawasan akan terlihat bahwa kawasan Eropa Barat ini adalah suatu kawasan yang sedang melakukan integrasi regional yang utuh dan menyeluruh, sehingga bisa terbangun kekuatan regional yang kuat dan solid. Dalam kajian ekonomi internasional akan terlihat adanya integrasi dalam bidang ekonomi-moneter yang dilakukan oleh negara-negara anggota Uni Eropa atas dasar pertimbangan efektifitas dan efisiensi ekonomi maka program mata uang tunggal Eropa (euro) harus berjalan. Semua hal ini adalah suatu pemikiran baru bagi ilmu hubungan internasional, bahwa negara-negara dalam satu kawasan bisa mengesampingkan unsur-unsur nasionalisme sempit mereka, dengan mengangkat tema regionalisme yang menyatukan negara-negara anggota Uni Eropa dalam bentuk penyatuan mata uang tunggal Eropa (euro). Program peluncuran mata uang tunggal Eropa telah berhasil dilakukan dengan baik oleh Bank Sentral Eropa. Program kerja mata uang, tunggal Eropa ini telah memakan proses waktu yang cukup lama. (kurang lebih sejak adanya Perjanjian Paris tahun 1951, ide penyatuan ekonomi-moneter Eropa ini telah ada). Saat ini, ECB adalah satu-satunya institusi moneter Uni Eropa yang bertanggung jawab penuh atas jalannya program mata uang tunggal Eropa (euro). Oleh sebab itu, maka penulis mengemukakan suatu pertanyaan penelitian tentang hal tersebut yakni : " Apa peranan Bank Sentral Eropa dalam peluncuran mata uang tunggal Eropa (euro)? Adapun berkenaan dengan konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah konsep peranan dan konsep integrasi (dalam bidang regional, dan bidang ekonomi) yang dilakukan oleh bank sentral Eropa. Metode penelitian yang dipergunakan metode penelitian histororis. Metode penelitian sejarah ini telah meliltat adanya perkembangan-perkembangan yang tejadi pada tiga waktu perencanaan EMU. yakni waktu, persiapan atau perencanaan, waktu, konsolidasi dan waktu pelaksanaan atau peluncuran. Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa adanya peranan yang dilakukan oleh Bank Sentral eropa dalam peluncuran mata uang tunggal euro. Peranan ECB tersebut adalah sebagai pengontrol stabilitas di kawasan pemberlakuan Euro sebagai financial stability and role of central banks in banking supervision. Selain itu ECB itu baru sebagai pengawas dari lima persyaratan konvergensi EMU bagi negara-negara anggotannya. agar program mata uang tunggal Eropa ini bisa tetap berjalan dengan lancar dan haik sesuai yang diharapkan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliadi Kadarmo
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ville, Ferdi de
London: Palgrave Macmillan, 2016
337.142 VIL r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Grata Endah Werdaningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini berbicara mengenai kebijaksanaan Inggris terhadap Uni Ekonomi dan Moneter, dengan fokus kebijaksanaan Inggris terhadap mata uang tunggal Eropa atau yang lebih dikenal sebagai Euro. Pembentukan mata uang tunggal Eropa sebagai tahap akhir uni ekonomi dan moneter merupakan salah satu fenomena terakhir dalam integrasi kawasan. Integrasi kawasan Eropa Barat yang dimulai semenjak paska PD II, kini telah mencapai tahap integrasi antar negara yang paling mendalam di dunia, dengan dibentuknya mata uang tunggal Eropa/Euro, sebagai tahap akhir dan uni moneter dan ekonomi Eropa. Uni moneter diharapkan akan membuka jalan bagi langkah -langkah lebih maju ke arah uni politik.

Namun dalam atmosfir integrasi yang sudah cukup dalam ini, tetap terdapat beberapa hambatan di antara negara anggota Uni Eropa untuk memberikan komitmen yang kuat ke arah integrasi menyeluruh. Hal ini tampak saat Inggris, Swedia dan Denmark memutuskan untuk menunda bergabung dalam euro. Penulis memilih untuk membahas lebih lanjut berbagai faktor yang melatar belakangi keputusan Inggris tersebut. Mengingat keberadaan Inggris sebagai salah satu negara besar di Eropa, maka setiap tindakannya akan memberikan dampak pada langkah-langkah integrasi Eropa selanjutnya. Besarnya peran, pentingnya peran dan komitmen pemerintah nasional dalam suatu proses integrasi juga menjadi bagian dari kajian Robert Keohane dan Stanley Hoffman, Keohane dan Hoffman berargumentasi bahwa fokus awal yang tepat bagi analisa adalah tawar-menawar yang terjadi pada tingkat antar pemerintahan (intergovermental).

Di balik berbagai teori yang berupaya menjelaskan fenomena kerjasama antar negara di Eropa Barat, satu hal yang pasti adalah kenyataan bahwa selama ini terdapat berbagai kekuatan yang menyatukan maupun memecah belah Eropa (unifying and dividing forces). Kekuatan-kekuatan ini bermunculan pada tingkat regional dan nasional, serta mempengaruhi prospek masa depan integrasi Eropa. Dalam kasus Inggris, proses pengambilan kebijaksanaan terhadap EMU dipengaruhi oleh Kekuatan Negara (Statism) dan Kekuatan Pasar (Market Forces). Di satu sisi kekuatan pasar cenderung menciptakan dan mendorong interdependensi serta tidak menghiraukan kedaulatan. Di sisi lain, walaupun Inggris secara kelembagaan telah menjadi anggota EC, namun kehidupan bernegara masyarakat Inggris belum terintegrasi dalam komunitas Eropa.

Dua variabel yang dianggap melatarbelakangi keputusan Inggris untuk menunda keanggotaannya dalam mata uang tunggal Eropa, yaitu Sentimen Nasionalisme di kalangan masyarakat Inggris dan berbagai pertimbangan dampak uni moneter terhadap perekonomian Inggris. Variabel yang pertama berkenaan perdebatan mengenai apakah uni moneter memang dapat mendorong ke arah integrasi politik, sementara uni moneter tidak dapat sukses tanpa dukungan dan komitmen politik masyarakat negara anggota Eropa. Bergabung dengan mata uang tunggal Eropa memiliki konsekuensi hilangnya Poundsterling dan otoritas kebijaksanaan moneter nasional. Kelompok yang bersifat skeptis, memiliki kekhawatiran euro akan menjadi titik awal perlucutan kebijaksanaan nasional di bidang lainnya, sehingga makin merongrong kedaulatan nasional suatu bangsa. Dampak uni moneter terhadap perekonomian Inggris, juga menjadi pertimbangan mendasar mengenai kebijaksanaan terhadap mata uang tunggal. Singkatnya negara Uni Eropa, terutama Inggris belum memenuhi tingkat integrasi yang diperlukan untuk mencapai suatu uni moneter yang sukses. Sebaliknya dengan kondisi yang ada sekarang dikhawatirkan sistem uni moneter menjadi tidak efisien, dan dalam sejarah telah terbukti bahwa suatu sistem perekonomian yang tidak efisien usianya tidak akan bertahan lama.

Kombinasi dari pertimbangan politis dan ekonomis mengenai berbagai dampak yang timbul sebagai konsekuensi keanggotaan dalam mata uang tunggal Eropa menjadi dasar keputusan Inggris untuk menunda keikutsertaannya. Namun keputusan ini tidak menutup peluang Inggris untuk menjadi anggota, bila suatu saat nanti keanggotaan dalam euro dianggap penting untuk mencapai kepentingan nasional Inggris.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Daniel Tumpal S.
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak tanggal 4 Januari 1999, mata uang tunggal Eropa Euro mulai dipergunakan sebagai alat transaksi. Berlakunya Euro ditandai dengan mulai berfungsinya Bank Sentral Eropa (ECB) di sebelas negara anggota Uni Ekonomi dan Moneter (EMU). Latar belakang lahirnya Euro disebabkan oleh keinginan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik bagi anggotanya di tengah-tengah persaingan ekonomi global serta adanya suatu harapan agar segala bentuk konflik di Eropa tidak pernah terulang lagi.

Kredibilitas Euro disadari akan terus meningkat, namun di masa-masa awal pelaksanaan ini masih terdapat beberapa masalah yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi pelaksanaan mata uang tunggal Eropa ini. Ada dua faktor yang hares diperhatikan para pengambilan keputusan di Eropa agar pelaksanaan Euro beserta institusi pelaksananya (ECB) dapat berjalan dengan baik; pertama, bagaimana mempertahankan kredibilitas ECB sebagai bank sentral yang independen. Kedua, Euro saat ini baru didukung oleh sebelas negara anggota dan akan lebih baik bila keempat negara anggota lainnya juga segera turut serta dalam mata uang tunggal Eropa.

Dalam menciptakan kredibilitas ECB yang lebih baik ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya. Proses pengambilan keputusan di dalam EMU relatif lebih ter-desentralisasi dibandingkan bank sentral yang umumnya ada, dan juga dirasakan adanya persaingan pcngaruh antara dua negara terbesar di dalam EMU, yaitu: Jerman dan Perancis. Di masa depan akan lebih baik bila ECB tetap mampu mempertahankan independensinya dari intervensi kepentingan nonekonomi.dari negara-negara tertentu. ECB dirancang sebagai institusi yang relatif independen dari sorotan publik. Namun dirasakan perlu bila dalam pelaksanaannya ECB juga memperhatikan transparansinya kepada publik Eropa melalui akuntabilitasnya di Parlemen Eropa. Kredibilitas ECB akan juga semakin baik bila ia mampu tetap mempertahankan stabilitas harga yang ada dan mampu mengurangi tekanan tehadap nilai Euro yang dikhawatirkan dapat menyebabkan defisit anggaran.

Faktor kedua yang menjadi perhatian adalah masih adanya empat negara anggota Uni Eropa yang melakukan penundaan kedalam mata uang tunggal. Selain Yunani yang melakukan penundaan karena memang gagal memenuhi persyaratan ekonomi untuk masuk zone-Euro; maka ketiga negara lainnya (Inggris, Denmark, dan Swedia) lebih disebabkan alasan-alasan non-ekonomis; seperti: adanya isu nasionalisme/kedaulatan, belum mendapatkan dukungan publik, dan juga masih adanya kekhawatiran Euro tidak berhasil di masa awalnya. Walau diperkirakan penundaan ini hanya bersifat sementara melihat masa awal pelaksanaan Euro, namun akan lebih baik bila para pemerintah tersebut mengkondisikan tentang penggunaan mata uang tunggal Eropa Euro kepada masyarakatnya.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derry A. Adiwijaya
Abstrak :
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTASILMU SOSIAL DAN ILMU PO1JTIK PROGRAM P ASC ASARJ ANA PROGRAM STUDI ILMU POLHTK KEKHUSUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL ABSTRAK DERRY A. ADIWIJAYA 8398080086 PERUBAHAN ORIENT AST BALANCE OF POWER? AV A PASCA PERANG DINGIN: SUATU ANALISIS TERHAD AP PEMUNCULAN MATA UANG TUNGGALEROPA viii, 124 Halaman, 38 buku-buku, 1 makalah, 6 surat kabar, 1 situs Berakhirnya Perang Dunia H telah membentuk suatu sistem internasional yang bipolar. Bipolaritas ini ditunjukan dengan adanya persaingan dua kekuatan utama yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, Persaingan antara kedua negara ini membentuk suatu balance of power dalam bidang militer yang memberi pengaruh positif pada stabilitas sistem internasional. Perang dingin yang berakhir pada 1991 telah mengubah fenomena hubungan internasional yang selama ini terjadi. Faktor ekonomi muncul menjadi suatu isu yang signifikan dalam hubungan internasional. Kekuatan militer pada pasca perang dingin tidak lagi menjadi fokus bagi negara-negara. Setiap negara lebih memfokuskan diri pada masalah-masalah ekonotnl dan kesejahteraan. Perubahan fenomena hubungan internasional pasca perang dingin berpengaruh terhadap konstelasi dan distribusi power pada sistem internasional. Dengan menggunakan konsep balance of power dari realisme, peneliti berupaya untuk menemukan bentuk balance of power pasca perang dingin. Melalui pengkajian konsep balance of power dari realisme, peneliti memunculkan beberapa indikator yang menunjukan terbentuknya suatu balance of power. Indikator tersebut digunakan untuk mengidentifikasi bentuk balance of power pasca perang dingin. Dalam penelitian ini fenomena pemunculan mata uang tunggal Eropa {euro dollar) diangkat oleh peneliti sebagai fakta yang determinan dalam pembentukan balance of power. Munculnya euro dollar yang berupaya mengimbangi pergerakan dollar Amerika Serikat merupakan suatu bentuk balance of power pasca perang dingin. Dapat dikatakan demikian karena kenyataan tersebut sesuai dengan indikator terbentuknya balance of power yang dikemukakan dalam penelitian ini. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif melalui studi literatur dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi perubahan orientasi balance of power pasca. perang dingin dari bidang militer ke ekonomi. Pada pasca perang dingin isu ekonomi memiliki peran yang lebih signifikan dibanding isu lainnya. Oleh karena itu ekonomi menjadi faktor yang determinan dalam pembentukan balance ofpowerpasca perang dingin.
2000
T310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulie Erdawati
Abstrak :
ABSTRAK
Perekonomian dunia memasuki babak baru saat mata uang bersatu Uni Eropa (UE), yaitu Euro, diluncurkan pada tanggal 1 Januari 1999 lalu. Sejak tanggal tersebut hingga tahun 2001, Euro mulai diperdagangkan secara terbatas (dalam bentuk elektrik, belum ada bentuk fisiknya seperti uang kertas dan uang logam) dalam transaksi perbankan, pasar uang dan valuta asing antarnegara UE dan juga antarkawasan LTE dengan negara lain di dunia.

Kehadiran Euro ini selain diharapkan memberikan manfaat bagi ke-11 negara anggotanya seperti meningkatkan kemakmuran bagi setiap segmen masyarakat UE-11 (baik pengusaha, konsumen, dan pekerja), memudahkan berinvestasi, dan lain-lainnya; juga diharapkan dapat berdampak bagi negara lain, seperti Indonesia. Dampak yang dapat dirasakan dengan kehadiran Euro misalnya penghematan biaya konversi mata uang dalam transaksi perdagangan yang dilakukan para pengusaha. Dampak lain yang secara khusus dirasakan dunia perbankan misalnya dengan penghematan biaya administrasi akibat memiliki banyak rekening nostro, pengontrolan, dan pemanfaatan dana yang tersimpan sebagai saldo minimal (minimal balance) pada nostro yang dimiiikinya untuk dialokasikan bagi investasi lainnya.

Namun, dampak efisiensi biaya yang diharapkan dapat dirasakan perbankan di. indonesia tidak begitu signifikan besarnya. Hal ini disebabkan karena berbagai kendala yang melanda perbankan Indonesia (secara khusus) dan negara Indonesia (secara luas). Kendala yang melanda negara Indonesia saat penelitian dilakukan adalah: kondisi politik masih labil dengan pergantian pemerintahan yang belum begitu solid kinerjanya. Kendala lain dilihat dari kondisi sektor rill dan manufaktur yang sangat terpuruk dengan terapresiasinya Dolar Amerika terhadap Rupiah dan tingginya tingkat bunga pinjaman yang membuat para pengusaha sulit untuk mempertahankan usahanya. Sektor perbankan sendiri cukup merasakan imbas dan kendala makro ini, karena bank harus merekapitalisasi struktur permodalan sehingga dapat memiliki rasio kecukupan modal (CAR) minimal 4%, harus menderita negative spread akibat tingginya tingkat suku bunga tabungan saat penelitian dilakukan. Keadaan tersebut membuat dampak Euro tidak begitu dirasakan manfaatnya bagi dunia perbankan Indonesia. Misalnya saja, upaya 2 bank nasional yang dijadikan obyek penelitian untuk meminimalisasi beban operasionalnya dengan menutup beberapa rekening nostro yang dimiliki tetap tidak dapat menutupi kerugian akibat tingginya beban utama yang barus dipikul bank akibat banyaknya bunga yang harus dibayarkan kepada nasabah; sedangkan pendapatan bank dan kredit yang dikucurkan sangat kecil. Hal ini disebabkan karena kredit yang telah dikucurkan sebagian besar macet. Berpengalaman dan kondisi tak menyenangkan itu, kedua bank obyek penelitian sangat berhati-hati dalam mengucurkan kredit, bahkan Bank AA (bank swasta nasional) tidak mengucurkan kreditnya selama tahun 1998 dan 1999 yang lalu. Dengan demikian, bank harus mengalami kerugian yang jauh leblh besar bila dibandingkan dengan efisiensi biaya yang dikontribusikan oleh kehadiran Euro. Keadaan ini makin diperkuat dari hasil data perhitungan dengan menggunakan teori Return dan Profitability Ratio dan Hempel, serta Operating Expense Ratio dari Fraser dan Fraser.

Hal lain yang membuat kehadiran Euro belum populer di kalangan masyarakat dunia bahkan di Indonesia, adalah belum hadirnya bentuk fisik sehingga pemasyarakatan Pemakaian Euro belum maksimal. Selain itu, mata uang Amerika Serikat masih Menunjukkan dominasi yang kuat saat penelitian ini dilakukan. Lebih lanjut, rentang waktu dari Euro dihadirkan secara formal dengan saat penelitian dilakukan relatif dekat, sehingga sulit untuk melihat kemampuan mata uang ini untuk menggeser dominasi Dolar Amerika yang telah lama hadir dan diakui serta dijadikan patokan dalam perdagangan dunia. Selain itu, ketidakmengertian pejabat bank mengenai mekanisme transaksi pencatatan pengirirnan luar negeri menghambat pensosialisasian mata uang Euro di negara ini.

Namun penulis masih yakin akan kemampuan mata uang Euro ini di masa depan dengan melihat bahwa perdagangan luar negeri Indonesia dengan negara-negara di kawasan UE-11 cukup signifikan besarnya. Namun secara kuantitatif angka tersebut tidak terlihat karena transaksi tersebut biasanya menggunakan mata uang Dolar Amerika sebagai alat pembayarannya. Hal ini disebabkan karena mata uang Euro belum diperlakukan sebagai obligatory currency di negaranya sendiri.
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T1675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Lukas Ronggur Hasiholan
Abstrak :
Penelitia ini membahas mengenai peran Kanselir Angela Merkel dalam menangani krisis finansial Eropa melalui penerapan pengetatan anggaran di Uni Eropa. Krisis finansial Eropa yang terjadi sejak 2009 tidak hanya berpengaruh pada kondisi perekonomian negara-negara anggota, namun juga telah menyebabkan terganggunya proses integrasi kawasan tersebut. Sebagai kepala negara yang dapat bertahan dari goncangan krisis, Kanselir Merkel memiliki sentralitas dan peranan yang cukup vital dalam penanganan krisis. Sentralitas Kanselir Merkel terlihat dengan diterapkannya penerapan pengetatan anggaran di sejumlah negara meskipun mendapatkan penolakan, hujatan, bahkan memunculkan gerakan-gerakan masyarakat Eurosceptism. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat karakteristik Kanselir Merkel yang menjadi kunci utama diberlakukannya pengetatan anggaran. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa setiap pemimpin negara seyogyanya melakukan konsiderasi yang mendalam, seperti dengan melakukan konsultasi, dan penjajakan terhadap konstituen, agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya terbatas pada keberhasilan mengatasi masalah namun juga dapat diterima oleh masyarakat. ......This research will analyse about the role of Chancellor Angela Merkel to handle eurozone crisis through austerity measure in European Union. The crisis that emerged in Europe since 2009 not only crashed the finansial system, but also affected the integration process in that region. As a head of state that survive during the crisis, Chancellor Merkel have been acting as an important and prominent political leader. During the finansial crisis, Chanceloor Merkel has pushed the implementation of austerity measure although some harsh resistances occurred among the member states. This research found that the characteristic of Angela Merkel as main feature that justify her decision to implement austerity measure to manage the eurozone crisis. Moreover, this research also suggests that it is important for every political leaders to take deeper consideration during decision making process. Thus the outcome will not just succesfully manage the crisis but also accepted by the peoples.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>