Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Nasikin
Abstrak :
ABSTRAK
Plastik dan sejenisnya merupakan kebutuhan yang mutlak bagi manusia modern. Oleh karena itu etilen yang merupakan bahan baku produk tersebut mempunyai nilai sangat strategic. Saat ini, etilen diproduksi dengan cara mengkonversi hidrokarbon dari minyak bumi. Mengingat semakin terbatasnya cadangan minyak, maka perlu dicari alternatif untuk memproduksi etilen. Etilen dapat dibuat dari etanol yang merupakan bahan baku terbarukan. Pada penelitian ini, dipakai katalis H-zeolit alam Lampung dan terjadi reaksi dehidrasi seri-paralel menghasilkan dua produk, yaitu dietil eter sebagai produk antara dan etilen sebagai hasil akhir.

Tahun pertama penelitian diarahkan untuk melakukan identifikasi zeolit alam Lampung serta treatment untuk merubah menjadi H-Zeolit yang dilanjutkan dengan konstruksi alat dan pengujian H-Zeolit pada reaktor alir kontinyu. Sedangkan tahun II, penelitian dilakukan untuk menentukan metode keseluruhan untuk mendapatkan katalis H-Zeolit yang memenuhi syarat aktivitas, selektivitas dan stabilitas sebagai katalis. Pada tahun ke-2 penelitian ini dilakukan dealuminasi dengan larutan asam untuk menaikkan ketahanan termal zeolit. Sedangkan tahun ke-3 difokuskan pada studi kinetika untuk menentukan persamaan reaksi, besaran konstanta laju reaksi, serta pemodelan untuk mensimulasi reaksi untuk skala pilot maupun skala komersial.

Pada tahun pertama, didapatkan metode preparasi zeolit menjadi H-Zeolit(HZ) dengan luas permukaan 90m2/g dan jumlah ion tertukar maksimum 62% (1120 meg1100 gzeolit) serta kekuatan asam yang tinggi dengan suhu desorpsi piridin 500°C. H-Zeolit tersebut memiliki aktivitas 3x lebih tinggi dibandingkan Zeolit alam (ZAL) dan mampu mengkonversi etanol 100% pada suhu reaksi 325°C akan tetapi mempunyai ketahanan termal hanya sampai suhu 300°C.

Dealuminasi terhadap zeolit alam Lampung pada tahun II dapat menaikkan rasio Si/Al sampai 1,6x apabila digunakan HC1 (HZC) dan terjadi kenaikan 1,8x apabila dengan HE. Terjadi pula kenaikan luas permukaan dengan luas maksimum 100m2/g. Kenaikan luas permukaan ini diikuti dengan kenaikan luas mikropori sehingga zeolit hasil dealuminasi memenuhi syarat sebagai katalis untuk reaksi dehidrasi etanol. Spektra IR menunjukkan zeolit yang telah didealuminasi mempunyai ketahanan termal sampai 600°C. Dari uji reaksi dapat disimpulkan bahwa HZC memiliki aktivitas, stabilitas termal maupun stabilitas reaksi yang paling tinggi. Oleh karena itu zeolit yang dipakai pads penelitian selanjutnya adalah zeolit dengan dealuminasi HCL 1 tahap dan pertukaran ion menggunakan NH¢NO3 dengan suhu kalsinasi 420°C.

Studi kinetika pada tahun ke-3 menunjukkan bahwa reaksi dehidrasi etanol menjadi etilen adalah reaksi concecutive-parallel dengan dietil eter sebagai produk antara. Harga konstanta laju reaksi sating berhubungan satu sama lain sehingga keseluruhan konstanta dapat ditentukan dengan penentuan satu konstanta laju pengurangan etanol menjadi eter.

Model untuk reaksi dehidrasi etanol menjadi etilen dapat disusun dari persamaan neraca massa berskala pelet katalis maupun berskala reaktor. Pers maan yang terbentuk merupakan persamaan diferensial biasa orde dua. Persamaan ini dipecahkan dengan metode Runge-Kutta dan disimulasikan pada berbagai kondisi operasi.

Hasil simulasi skala pelet menunjukkan bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh tahanan difusi sehingga semakin besar diameter pelet akan menurunkan harga faktor efektivitas. Kenaikan diameter pelet dari 0,2-0,5 cm mengakibatkan penurunan faktor efektivitas sebesar 60 % untuk dietileter dan 40 % untuk etanoI. Untuk diameter partikel = 0,5cm dan suhu reaksi = 673K faktor efektivitas etanol, eter dan etilen adalah berturut-turut 0,6, 0,4 dan 0,62. Sedangkan peningkatan suhu dari 450 menjadi 673K menyebabkan penurunan faktor efektivitas etanol dari 0,97 menjadi 0,6.

Sedangkan hasil simulasi skala Raktor menunjukkan pada P =i atrn, dan T = 673 K dihasilkan etilen maksimum dengan selektifitas 96,4 %, yield 92,4 %, dan konversi etanol 95,8%. Eter maksimum dihasilkan dengan selektifitas 14,7% , yield 14,39% dan konversi etanol 97,68% pada P =9 atm, dan T = 673 K. Reaktor isotermal untuk reaksi dehidrasi etanol yang dapat menghasilkan produk etilen optimum pada P = 1 atm dan T = 673 K, adalah raktor dengan dimensi : L = 3 m, D reaktor = 10 cm, diameter pelet katalis = 0,5 cm, dan berat katalis = 14,7 Kg.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nasikin
Abstrak :
ABSTRAK
Plastik dan sejenisnya merupakan kebutuhan yang mutlak bagi manusia modern. Oleh karena itu etilen yang merupakan bahan baku produk tersebut mempunyai nilai sangat strategic. Saat ini, etilen diproduksi dengan cara mengkonversi hidrokarbon dari minyak bumi. Mengingat semakin terbatasnya cadangan minyak, maka perlu dicari alternatif untuk memproduksi etilen. Etilen dapat dibuat dari etanol yang merupakan bahan baku terbarukan. Pada penelitian ini, dipakai katalis H-zeolit alam Lampung dan terjadi reaksi dehidrasi seri-paralel menghasilkan dua produk, yaitu dietil eter sebagai produk antara dan etilen sebagai hasil akhir.

Tahun pertama penelitian diarahkan untuk melakukan identifikasi zeolit alam Lampung serta treatment untuk merubah menjadi H-Zeolit yang dilanjutkan dengan konstruksi alat dan pengujian H-Zeolit pada reaktor alir kontinyu. Sedangkan tahun II, penelitian dilakukan untuk menentukan metode keseluruhan untuk mendapatkan katalis H-Zeolit yang memenuhi syarat aktivitas, selektivitas dan stabilitas sebagai katalis. Pada tahun ke-2 penelitian ini dilakukan dealuminasi dengan larutan asam untuk menaikkan ketahanan termal zeolit. Sedangkan tahun ke-3 difokuskan pada studi kinetika untuk menentukan persamaan reaksi, besaran konstanta laju reaksi, serta pemodelan untuk mensimulasi reaksi untuk skala pilot maupun skala komersial.

Pada tahun pertama, didapatkan metode preparasi zeolit menjadi H-Zeolit(HZ) dengan luas permukaan 90m2/g dan jumlah ion tertukar maksimum 62% (1120 meg1100 gzeolit) serta kekuatan asam yang tinggi dengan suhu desorpsi piridin 500°C. H-Zeolit tersebut memiliki aktivitas 3x lebih tinggi dibandingkan Zeolit alam (ZAL) dan mampu mengkonversi etanol 100% pada suhu reaksi 325°C akan tetapi mempunyai ketahanan termal hanya sampai suhu 300°C.

Dealuminasi terhadap zeolit alam Lampung pada tahun II dapat menaikkan rasio Si/Al sampai 1,6x apabila digunakan HC1 (HZC) dan terjadi kenaikan 1,8x apabila dengan HE. Terjadi pula kenaikan luas permukaan dengan luas maksimum 100m2/g. Kenaikan luas permukaan ini diikuti dengan kenaikan luas mikropori sehingga zeolit hasil dealuminasi memenuhi syarat sebagai katalis untuk reaksi dehidrasi etanol. Spektra IR menunjukkan zeolit yang telah didealuminasi mempunyai ketahanan termal sampai 600°C. Dari uji reaksi dapat disimpulkan bahwa HZC memiliki aktivitas, stabilitas termal maupun stabilitas reaksi yang paling tinggi. Oleh karena itu zeolit yang dipakai pads penelitian selanjutnya adalah zeolit dengan dealuminasi HCL 1 tahap dan pertukaran ion menggunakan NH¢NO3 dengan suhu kalsinasi 420°C.

Studi kinetika pada tahun ke-3 menunjukkan bahwa reaksi dehidrasi etanol menjadi etilen adalah reaksi concecutive-parallel dengan dietil eter sebagai produk antara. Harga konstanta laju reaksi sating berhubungan satu sama lain sehingga keseluruhan konstanta dapat ditentukan dengan penentuan satu konstanta laju pengurangan etanol menjadi eter.

Model untuk reaksi dehidrasi etanol menjadi etilen dapat disusun dari persamaan neraca massa berskala pelet katalis maupun berskala reaktor. Pers maan yang terbentuk merupakan persamaan diferensial biasa orde dua. Persamaan ini dipecahkan dengan metode Runge-Kutta dan disimulasikan pada berbagai kondisi operasi.

Hasil simulasi skala pelet menunjukkan bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh tahanan difusi sehingga semakin besar diameter pelet akan menurunkan harga faktor efektivitas. Kenaikan diameter pelet dari 0,2-0,5 cm mengakibatkan penurunan faktor efektivitas sebesar 60 % untuk dietileter dan 40 % untuk etanoI. Untuk diameter partikel = 0,5cm dan suhu reaksi = 673K faktor efektivitas etanol, eter dan etilen adalah berturut-turut 0,6, 0,4 dan 0,62. Sedangkan peningkatan suhu dari 450 menjadi 673K menyebabkan penurunan faktor efektivitas etanol dari 0,97 menjadi 0,6.

Sedangkan hasil simulasi skala Raktor menunjukkan pada P =i atrn, dan T = 673 K dihasilkan etilen maksimum dengan selektifitas 96,4 %, yield 92,4 %, dan konversi etanol 95,8%. Eter maksimum dihasilkan dengan selektifitas 14,7% , yield 14,39% dan konversi etanol 97,68% pada P =9 atm, dan T = 673 K. Reaktor isotermal untuk reaksi dehidrasi etanol yang dapat menghasilkan produk etilen optimum pada P = 1 atm dan T = 673 K, adalah raktor dengan dimensi : L = 3 m, D reaktor = 10 cm, diameter pelet katalis = 0,5 cm, dan berat katalis = 14,7 Kg.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Zaki Vernando
Abstrak :
Anodizing adalah salah satu teknik yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan korosi logam aluminium. Sayangnya, teknik ini memiliki beberapa kelemahan yang dapat menghambat pembentukan film oksida anodik dalam logam tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, banyak senyawa organik telah ditambahkan ke larutan elektrolit yang digunakan dalam proses anodisasi ini. Penambahan senyawa organik ini bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan karakteristik film oksida anodik yang terbentuk nantinya. Dalam penelitian ini, pengaruh penambahan Ethylene Glycol (EG) ke sifat-sifat film oksida anodik dalam lingkungan korosif dan laju pertumbuhan film oksida anodik diselidiki, yaitu dengan merekam kurva tegangan-waktu dari proses anodisasi, mengamati penampilan permukaan, mengamati bentuk morfologis film, mengukur ketebalan film, mengukur kekerasan film, dan menguji ketahanan film dalam lingkungan korosif. Proses anodisasi dilakukan pada arus konstan, yaitu 300 A / m2 dalam larutan 2M H2SO4 dengan suhu di bawah 10°C. Proses anodisasi dilakukan dalam tiga waktu yang berbeda, yaitu 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. EG ditambahkan ke larutan elektrolit dengan konsentrasi 0, 10, 20, hingga 30%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan EG meningkatkan laju reaksi elektrokimia pada permukaan logam aluminium yang dibuktikan dengan peningkatan kemiringan pada kurva tegangan-waktu, yaitu dari 0,1 V / menit menjadi 0,6 V / menit sebagai EG konsentrasi meningkat dalam larutan. Lamanya waktu yang digunakan dalam proses anodisasi dan jumlah komposisi EG dalam larutan elektrolit mempengaruhi tingkat ketebalan film dan juga kekerasan film yang terbentuk. Karakterisasi awal sampel menunjukkan bahwa sampel yang dianodisasi dalam 45 menit memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan yang lain. Uji ketahanan korosi yang dilakukan pada sampel anodisasi dalam waktu 45 menit menunjukkan bahwa semakin besar komposisi EG dalam larutan elektrolit membuat film oksida anodik yang terbentuk menjadi semakin lemah terhadap serangan korosi. ......Anodizing is one of the techniques used to increase aluminum metal corrosion resistance. Unfortunately, this technique has several disadvantages that can inhibit the formation of anodic oxide films in the metal. To overcome this problem, many organic compounds have been added to the electrolyte solution used in this anodizing process. The addition of organic compounds aims to increase the growth rate and characteristics of anodic oxide films formed later. In this study, the effect of adding Ethylene Glycol (EG) to the properties of anodic oxide films in a corrosive environment and the rate of growth of anodic oxide films was investigated, namely by recording the voltage-time curve of the anodizing process, observing the surface appearance, observing the morphological shape of the film, measuring film thickness, measure film hardness, and test film resistance in corrosive environments. The anodizing process is carried out at a constant current, which is 300 A / m2 in a 2M H2SO4 solution with temperatures below 10°C. The anodizing process is carried out in three different times, namely 30 minutes, 45 minutes and 60 minutes. EG is added to the electrolyte solution at concentrations of 0, 10, 20, up to 30%. The results of this study indicate that the addition of EG increases the rate of electrochemical reaction on the surface of the aluminum metal as evidenced by an increase in the slope of the voltage-time curve, ie from 0.1 V / min to 0.6 V / min as the EG concentration increases in solution. The length of time used in the anodizing process and the amount of EG composition in the electrolyte solution affect the level of film thickness and also the hardness of the film formed. Initial characterization of the sample shows that the anodized sample in 45 minutes gives better results than the others. Corrosion resistance tests conducted on anodized samples within 45 minutes showed that the greater the composition of EG in the electrolyte solution made the anodic oxide film formed became weaker against corrosion attack.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yophi Yulindo
Abstrak :
Penelitian ini mempelajari migrasi dioktil ftalat dan etilen glikol ke dalam struktur poliuretan dengan pemanjang rantai diamina aromatik MCDEA (Benzamina-4,4?-metilena-bis[3-kloro-2,6-dietil]). Interaksi molekuler antara dioktil ftalat dan etilen glikol dengan material poliuretan diperkirakan berdasarkan data percobaan sorpsi dan desorpsi pada temperatur 25, 45 dan 65oC. Pengaruh sorpsi dioktil ftalat dan etilen glikol terhadap sifat mekanik, perilaku termal dan morfologi poliuretan dipelajari melalui hasil pengukuran kuat tarik, kekarasan, DSC dan SEM. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya suatu mekanisme sorpsi yang berbeda antara kedua jenis zat yang dipengaruhi oleh polaritas molekulnya. Dioktil ftalat yang merupakan molekul dengan kepolaran rendah lebih cenderung bermigrasi ke dalam segmen lunak, sedangkan etilen glikol yang jauh lebih polar cenderung bermigrasi ke dalam segmen keras. Sorpsi dioktil ftalat dan etilen glikol pada temperatur 25oC tidak mempengaruhi kinerja poliuretan. Sedangkan pada temperatur 65oC terjadi penurunan kuat tarik dan kekerasan poliuretan. Penurunan kekuatan tarik terbesar terjadi pada sampel poliuretan yang terpapar etilen glikol pada temperatur 65oC. Adanya interaksi molekuler antara dioktil ftalat dan etilen glikol dengan poliuretan juga ditunjukkan oleh penurunan temperatur transisi gelas (Tg) dan temperatur leleh (Tm).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21436
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pangabean, Odina Melda K.
Abstrak :
Senyawa ester dapat disintesis dengan cara mereaksikan langsung suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol. Salah satu senyawa yang termasuk asam karboksilat adalah asam p-hidroksi benzoat. Asam p-hidroksi benzoat merupakan senyawa fenolik sangat efektif sebagai antioksidan.

Reaksi esterifikasi membutuhkan energi aktivasi yang tinggi dan waktu yang lama sehingga dibutuhkan katalis. Katalis yang biasa digunakan adalah katalis homogen. Namun, katalis homogen menimbulkan masalah dalam proses pemisahan produk dan tidak ramah lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan reaksi esterifikasi asam p-hidroksi benzoat dengan dua reaktan, etilen glikol dan gliserol menggunakan dua jenis katalis heterogen asam yaitu y- Al2O3/SO42 dan y-Al2O3/CIO4. Dimana katalis y-Al2O3/SO4² disintesis dari scrap aluminium sedangkan katalis y-Al2O3/ClO4 dari hasil regenerasi katalis bekas y-Al2O3 yang diperoleh dari industri. Pelarut yang digunakan adalah DMSO dimana suhu reaksi sebesar 100°C. Produk esterifikasi dianalisis menggunakan uji KLT, HPLC dan FT-IR.

Produk ester yang dihasilkan merupakan campuran antara α, Y-ester dan ẞ-ester. Pada waktu 24 jam reaksi untuk katalis y-Al2O3/SO4² etilen glikol menghasilkan % konversi asam terhadap produk ester sebesar 91,12% sedangkan gliserol 100%. Sedangkan untuk katalis y-Al2O3/ClO4¯ etilen glikol menghasilkan sebesar 71,13% sedangkan gliserol 100%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30696
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Laraswati
Abstrak :
Pada proses bleaching terutama pada pengolahan refinery Crude Palm Oil CPO menjadi minyak goreng menggunakan bleaching earth BE menghasilkan limbah Spent Bleaching Earth SBE. SBE digunakan karena masih mengandung minyak nabati yang tinggi sekitar 20-40 yang berpotensial untuk dilakukannya pengolahan lebih lanjut seperti dijadikan biodiesel atau biolubricant. Pada penelitian ini telah dibuat biopelumas yang dihasilkan dari modifikasi alkohol yaitu Etilen Glikol EG dengan asam lemak yang berasal dari SBE Oil. Penelitian ini terbagi menjadi empat tahapan penelitian. Pada tahap pre-treatment telah menghasilkan SBEO dengan kualitas sesuai dengan standar nilai RBDPO. Pada tahap esterifikasi telah menghasilkan minyak SBE yang memiliki nilai asam lemak bebas yang rendah untuk mencegah penyabunan. Pada proses transesterifikasi tahap 1 minyak SBE telah diubah menjadi metil ester atau biodiesel dengan variasi rasio mol yaitu 1:6 antara SBEO dengan metanol dengan yield 99,74. Proses transesterifikasi tahap 2 metil ester atau biodiesel telah diubah menjadi ester etilen glikol. Setelah proses sintesis selesai, tujuan terakhir yaitu karakterisasi, dilakukan uji GC-MS, densitas, viskositas, flash point, dan pour point. Hasil dari modifikasi ini adalah produk ester etilen glikol yang merupakan senyawa yang baik karena mengandung mineral, memiliki nilai volatilitas yang rendah, flash point yang tinggi, memiliki stabilitas panas yang baik, nilai toksisitas yang rendah, dan merupakan bahan yang biodegradable, dengan nilai flash point adalah 252 oC dan nilai pour point adalah -7°C.
In bleaching process, especially in processing Crude Palm Oil refinery CPO into cooking oil using bleaching earth BE will produce Spent Bleaching Earth SBE waste. SBE is used because it still contains high vegetable oil about 20 40 which has potential for further processing such as biodiesel or biolubricant. In this research have been made biolubricant resulting from the modification of alcohol that is Ethylene Glycol EG with fatty acid derived from SBE Oil. Stages of research will be divided into four stages. In the pre treatment stage have be produce SBEO with quality in accordance with the standard value of RBDPO. At the esterification stage have be produce SBE oil which has a low free fatty acid value to prevent saponification. In the transesterification process stage 1 of SBE oil have be converted into methyl ester or biodiesel with variation of mole ratio of 1 6 between SBEO and methanol with yield of 99.74. The transesterification process of stage 2 methyl ester or biodiesel have be converted to ethylene glycol esters. After the synthesis process is complete, the last goal is characterization, GC MS test, density, viscosity, flash point, and pour point test. The results of this modification are ethylene glycol esters which are good compounds because they contain minerals, have low volatility values, high flash points, have good heat stability, low toxicity values, and are biodegradable materials, with flash point values is 252 oC and the pour point value is 7°C.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Nurhidayat
Abstrak :
Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi pembentukan DNA adduct 8-hidroksi deoksiguanosin (8-OHdG) sebagai biomarker penyebab kanker yang terbentuk dari paparan trikloro etilen dan ion logam Cu (II) secara in vitro dan in vivo. Paparan TCE 200 ppm terhadap deoksiguanosin terbukti dapat memicu pembentukan 8-OHdG setelah inkubasi selama 6 jam. Penambahan ion Cu (II) dan H2O2 dalam inkubasi terbukti meningkatkan pembentukan 8-OHdG. Pada Studi in vivo, DNA adduct 8-OHdG Terdeteksi pada urin seluruh tikus percobaan. Paparan TCE terbukti meningkatkan kadar 8-OHdG yang diamati. Kadar DNA adduct dalam urin juga terlihat meningkat secara signifikan pada kelompok tikus yang diberikan paparan TCE dan Cu (II). Penelitian ini memberikan pemahaman baru pada pembentukan DNA-adduct dari senyawa kimia yang umum dipakai masyarakat. ......In this study, The formation of DNA adduct 8-hydroxy deoxiguanosin (8-OHdG) as a cancer-causing biomarker formed from exposure to trichloro ethylene and Cu (II) metal ions in vitro and in vivo was identified. Exposure to TCE 200 ppm to deoxiguanosin has been shown to trigger the formation of 8-OHdG after 6 hours of incubation. The addition of Cu (II) and H2O2 was shown to increase the formation of 8-OHdG. DNA adduct 8-OHdG was detected in the urine of all mice, including the control group. This phenomenon indicates that oxidative stress conditions occur naturally in the metabolic system. exposure to TCE was shown to increase the 8-OHdG levels. The levels of DNA adduct in urine were also seen to be significantly increased in the group of mice exposed to TCE and Cu (II). This research provides a new understanding on the formation of DNA-adducts from chemical compounds commonly used by the public.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Amelia Rahma
Abstrak :
Mengatasi masalah drug release menggunakan teknik mikroenkapsulasi belum memberikan hasil optimal khususnya untuk obat hidrofobik. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif polimer sebagai penyalut obat. Obat yang digunakan adalah Nifedipine yang merupakan obat hidrofobik. Polimer yang digunakan yaitu PCL dan PEG sedangkan metode yang digunakan adalah penguapan pelarut. Obat akan dienkapsulasi dahulu agar tidak terdegradasi di lambung. Setelah obat berada di dalam usus maka dilepaskan secara terkontrol sehingga mengurangi efek samping dan memaksimalkan pelepasan obat. Optimasi variasi komposisi dan konsentrasi polipaduan dilakukan sebagai tahap awal untuk menentukan kondisi terbaik dalam pembuatan mikrokapsul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi polipaduan PCL(50.000 g/mol) : PEG(400 g/mol) terbaik adalah 80:20. Hasil persentase efisiensi enkapsulasi diperoleh 97,84 ±0,01% sedangkan disolusi setelah 3 jam (pH 1,2) dan 52 jam (pH 7) sebesar 44,77%. Hasil optimasi konsentrasi polipaduan diperoleh 5%. Mekanisme pelepasan obat mengikuti pemodelan matematika Korsmeyer-Peppas yaitu secara difusi dan erosi pada pH 1,2 dan secara difusi pada pH 7,4. ......Overcoming the problem of drug release using microencapsulation techniques has not given optimal results, especially for hydrophobic drugs. The drug used is Nifedipine which is a hydrophobic drug. In this study using PCL and PEG while the method used is solvent evaporation. The drug will be encapsulated first so as not to degrade in the stomach. Once the drug is in the intestine it is released in a controlled manner thereby reducing side effects and maximizing drug release. Optimization of variations in composition and concentration of polypharmacy is carried out as an initial step to determine the best conditions in making microcapsules. The results showed that the composition of the best PCL (50,000 g / mol): PEG (400 g / mol) mixture was 80:20. The results of the encapsulation efficiency percentage obtained 97.84 ± 0.01% while dissolution after 3 hours (pH 1.2) and 52 hours (pH 7) of 44.77%. The results of the optimization of the concentration of polyblend were obtained by 5%. The mechanism of drug release follows Korsmeyer-Peppas mathematical modeling that is diffusion and erosion at pH 1.2 and diffusion at pH 7.4.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Isma`il Hamidiy
Abstrak :
Salah satu faktor yang membatasi produksi minyak dan gas adalah isu flow assurance seperti gas hidrat, yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pipa sehingga mengakibatkan kehilangan kesempatan produksi. Metode pencegahan pembentukan hidrat yang paling umum adalah dengan menginjeksi bahan kimia seperti mono etilen glikol (MEG). Namun, beberapa permasalahan sering dihadapi oleh operator, seperti contoh kasus yang terjadi di Lapangan M, Indonesia dimana penggunaan glikol berlebih sering menyebabkan kekurangan stok glikol serta masalah penyumbatan pada pipa injeksi lean MEG akibat senyawa padatan yang terlarut dan terbawa dalam air terproduksi. Hal ini dapat menyebabkan sistem injeksi MEG berhenti dan berpotensi terjadi pembentukan hidrat gas di dalam pipa transportasi. Makalah ini membahas upaya optimasi pada sistem injeksi dan regenerasi MEG dengan memanfaatkan perkembangan teknologi seperti Python. Perhitungan big data dengan metode machine learning akan membantu dalam mengoptimasi penggunaan inhibitor berlebih serta memprediksi terjadinya penyumbatan pada sistem injeksi dengan mengorelasikan parameter proses dari instrumentasi lapangan dan hasil analisis laboratorium. Pada Lapangan M, injeksi MEG secara aktual dapat mencapai 8.133 m3 tiap tahunnya, sedangkan estimasi kebutuhan injeksi sebesar 4.585 m3. Adapun permasalahan penyumbatan yang ditandai dengan tingkat kebersihan pada lean MEG yang melebihi spesifikasi perusahaan dapat diidentifikasi dengan model Random Forest dengan keakurasian sebesar 70-90%. ......One of the limiting factors in oil and gas production is flow assurance issues such as gas hydrates, which can cause blockages in pipelines and result in loss of production opportunity (LPO). The most common method to prevent hydrate formation is by injecting monoethylene glycol (MEG). However, operators often face several challenges, as seen in the case of Field M in Indonesia, where excessive use of glycol leads to stock shortages and piping blockages due to dissolved solid compounds in the produced water. This can cause the MEG injection system to stop and potentially result in hydrate formation within the pipeline. This paper discusses the optimization in MEG injection and regeneration systems by utilizing advancements in technology such as Python. Big data calculations using machine learning methods will aid in optimizing the excessive inhibitor usage and predicting blockage occurrences in the injection system by correlating process parameters from field instrumentation and laboratory analysis results. In Field M, the actual injected MEG can reach 8,133 m3 anually, while the estimated injection requirement is 4,585 m3. The blockage issue, indicated by the cleanliness level exceeding the company's specifications, can be identified using the Random Forest model with an accuracy of 70-90%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Adhi Pratama
Abstrak :
Preparasi dan karakterisasi suspensi titanium dioksida nanopartikel berbasis medium air dengan menggunakan metode sol-gel dan refluks serta bantuan etilen glikol sebagai surfaktan telah dilakukan. Proses sol-gel dengan refluks dilakukan pada pH 1,5; 2,7 dan 5,0 selama 2 jam pada suhu 170 oC, dilanjutkan dengan variasi waktu refluks pada pH 1,5 yaitu selama 8, 16 dan 24 jam. Produk TiO2 yang dihasilkan dikarakterisasi dengan X-Ray Difraktometer (XRD), Diffuse Reflectance Spektrometer dan SEM-EDX (Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive X-ray Spektrometer). Hasil menunjukan bahwa TiO2 yang terbentuk memiliki struktur anatase dengan ukuran kristal sebesar 2 - 5 nm dan energi celah sebesar 3,23 eV. TiO2 dengan kristalinitas tertinggi diperoleh pada pH 1,5 dan waktu refluks selama 16 jam. Pencitraan dengan SEM menunjukan ukuran partikel TiO2 powder yang terbentuk tidak homogen akibat teraglomerasi, dengan ukuran partikel rata-rata semakin kecil untuk waktu refluks yang semakin lama, yaitu 2,24 μm untuk refluks selama 2 jam, 1,81 μm untuk refluks selama 8 jam, 1,42 μm untuk refluks selama 16 jam dan 0,94 μm untuk refluks selama 24 jam. Hasil analisis dengan EDX menunjukan bahwa rasio Ti/O adalah 0,55; 0,80; 0,63; dan 1,00 untuk waktu refluks berturut-turut 2 jam, 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Evaluasi sifat superhidrofilik berdasarkan pengukuran sudut kontak air adalah diperoleh pada lapisan film TiO2 R24 dan TiO2-EG (Cl), setelah diberi sinar UV berturut-turut selama 2 jam dan 4 jam. Kestabilan suspensi TiO2 dalam air dapat tercapai jika pH larutan kurang dari 2,5 atau lebih dari 8,0 berdasarkan nilai zeta potensialnya. Degradasi fotokatalitik methylene blue tertinggi diperoleh pada film TiO2 R16 dan mengikuti mekanisme Langmuir-Hinshelwood, yaitu pseudo orde pertama dengan nilai konstanta laju reaksinya (k) 0.004 menit-1, dan nilai persen degradasi sebesar 22,03 % dalam waktu 60 menit. ......Preparation and characterization of water-based nanoparticle titanium dioxide suspension by sol-gel method with reflux and aids of ethylene glycol as surfactant has been conducted. Sol-gel method with reflux was performed at pH of 1.5; 2.7 and 5.0 respectively at 170 oC for 2 hours, then followed by reflux for three different period of time (at pH 1.5) for 8, 16 and 24 hours respectively. The assynthesized TiO2 was characterized with X-Ray Diffraction (XRD) Diffuse Reflectance Spectrometer, and SEM-EDX (Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive X-Ray Spectrometer). The results show that as-synthesized TiO2 have anatase structure with crystallite size about 2 - 5 nm and the highest crystallinity of TiO2 is obtained at pH 1.5 and reflux for 16 hours. The band-gap energy of TiO2 nanocrystals is about 3.23 eV. SEM images indicate that TiO2 size obtained is not homogeneous due to agglomeration, with average particle size 2.24 μm for 2 hours reflux time, 1.81 μm for 8 hours reflux time, 1.42 μm for 16 hours reflux time and 0.94 μm for 24 hours reflux time. EDX result shows that Ti/O ratio are 0.55; 0.80; 0.63; and 1.00 for reflux time 2, 8, 16 and 24 hours, respectively. Superhydrophilicity properties obtained in the TiO2 R24 film and TiO2-EG (Cl), after being exposure by UV light given in a row for 2 hours and 4 hours. The stability of the suspension of TiO2 in water can be achieved if pH less than 2.5 or more than 8.0 based on the value of zeta potential. The highest photocatalytic degradation of methylene blue was obtained on TiO2 R16 films and follow Langmuir-Hinshelwood mechanism for the pseudo first-order reaction. The reaction rate constant value (k) is 0.004 min-1, and the percent degradation is 22.03% within 60 minutes.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29071
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>