Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutiarno
"Tulisan ini mencoba untuk menggambarkan upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas dalam mengharmoniskan kembali hubungan antara etnis Madura dan etnis Melayu Sambas akibat konflik. Munculnya minat penulis untuk meneliti dan menulis tema ini sangat terkait dengan adanya dua keinginan yang berbeda dan bahkan berlawanan dari kedua etnis tersebut, yaitu antara keinginan untuk rujuk dan hidup berdampingan kembali disatu pihak, dan menolak terhadap keinginan tersebut dipihak lain.
Melalui penelitian yang bersifat deskriftif dengan tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi, diungkap upaya atau langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas dalam mengharmoniskan kembali hubungan kedua etnis tersebut agar dapat harmonis dan dapat hidup berdampingan kembali. Selain itu, diungkap pula faktor-faktor yang ikut menjadi pendorong dan penghambat upaya rekonsiliasi yang dilakukan.
Hasil penelitian terungkap bahwa Pemerintah Kabupaten Sambas bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat telah mencoba mengupayakan rekonsiliasi diantara kedua etnis yang pemah terjadi konflik tersebut. Namun upaya ini belum memberikan hasil yang diinginkan, karena sampai saat ini masyarakat Melayu Sambas belum mau mengizinkan etnis Madura untuk berkunjung bahkan tinggal di wilayah Kabupaten Sambas.
Belum berhasilnya upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas ini tidak terlepas dengan intervensi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sambas dalam memfasilitasi setiap pertemuan yang belum maksimal. Sementara tidak adanya agenda yang jelas, dan tidak terwakilinya kelompok atau lapisan masyarakat yang justru memiliki masalah dalam menolak keinginan etnis Madura juga luput dari perhitungan untuk menjadi perhatian dalam setiap pertemuan. Dipihak lain, belum berhasilnya upaya rekonsiliasi oleh Pemerintah Kabupaten Sambas ini tidak terlepas pula adanya beberapa faktor yang ikut menjadi penghambat. Faktor-faktor ini dirasakan akan senantiasa menjadi penghalang bagi keberhasilan dari rekonsiliasi yang dilakukan.
Untuk itu, agar upaya ini berhasil direkomendasikan langkah-langkah baik dalam bentuk jangka pendek, menengah, dan panjang yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas. Melalui langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu dalam memperlancar upaya rekonsiliasi yang dilakukan, dan kedua belah pihak dapat harmonis dan hidup berdampingan kembali."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul
"Kerusuhan-kerusuhan etnis yang meledak sejak awal era reformasi berakar dari kesenjangan sosial-ekonomi dan merupakan protes budaya yang memberikan petunjuk kuat bahwa tatanan sosial dalam kehidupan majemuk telah dilanggar dan dihancurkan. Kesenjangan ini merupakan usaha rekayasa class forming pemerintahan Orde Baru yang menempatkan kelompok etnis pendatang tertentu pada lapisan menengah dalam proses pembentukan piramida sosial masyarakat setempat. Kelompok menengah yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) ini telah memaksa etnis pribumi setempat untuk puas di papan bawah, walaupun mereka merasa telah diperas dan dipinggirkan. Potensi konflik antara kedua kelompok telah memanfaatkan label etnis dan agama untuk memperkuat solidaritas dan legitimasi perlawanan terhadap ketidakadilan yang dirasakan selama ini.
Gerakan reformasi telah memberikan momentum untuk membangkitkan perlawanan dengan menggunakan label etnis dan agama tersebut. Konflik terbuka seperti di Bagan Siapi-api dan daerah lainnya pada hakekatnya adalah proses budaya untuk mendapatkan keadilan.
Pertanyaan mendasar dalam menganalisa berbagai kerusuhan etnik diberbagai daerah di nusantara ini adalah "mengapa upaya-upaya pembauran belum juga mendatangkan hasil yang optimal ?". Sudah banyak pakar yang mencoba memberikan pandangan mengenai sebab-akibat alotnya proses pembauran etnik di berbagai daerah dan berakhir dengan pertikaian yang setiap pertikaian meninggalkan kesan traumatis yang dalam dari kedua belah pihak.
Warisan sejarah yang ditinggalkan Hindia Belanda, yang dikenal dengan politik "devide de impera", serta mengkategorikan penduduk nusantara kedalam tiga golongan ; orang Eropa (posisi sosial paling tinggi), Timur Asing (posisi sosial menengah) yang terdiri dari orang Cina, India dan Arab, sedangkan golongan pribumi menempati golongan paling bawah. Ketiga golongan ini hidup secara terpisah dalam kantong-kantong dan lingkungannya masing-masing.
Ketika terjadi perubahan sosial besar-besaran akibat bergulirnya era reformasi sekarang ini, berlangsung reaksi yang berbeda di kalangan golongan kedua diatas. Karena jumlah mereka relatif kecil, orang-orang keturunan India, Arab dan minoritas lainnya tidak mengalami goncangan yang berarti. Tetapi, bagi orang-orang keturunan Cina, reformasi merupakan perubahan sosial yang besar yang akibat-akibat psikologisnya menyimpan traumatis yang dalam. Kenyataan ini merupakan akibat status dan perlakuan yang istimewa, seperti diberinya hak memonopoli penjualan candu, sebagai perantara jual beli antara pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sedangkan pemerintahan berikutnya dimana etnis Cina diberi kemudahan dengan model hubungan ekonomi politik cukong di zaman Orde Baru. Sebagai akibatnya terjadilah kesenjangan ekonomi yang begitu hebat antara pribumi dan non-pribumi, sehingga berakibat kecemburuan sosial dan berakhir dengan konflik. Belum optimalnya proses pembauran sekarang ini disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor historis, kultural, politis dan upaya penyeiesaiannya hendaklah dengan memahami secara mendasar tatanan sosial kemasyarakatan yang ada serta menggunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan dilakukan kajian secara berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library