Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Fauzi
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak krisis ekonomi talum 1997, banyak sekali investor jalan tol dan Pemerintah (Ditjen Bina Marga) menunda pembangan fisik proyek jalan yang telah direncanakan sebelumnya. Hal tersebut mengakibatkan permintaan aspal minyak sebagai bahan perkerasan jalan ikut terimbas pula. Akan tetapi prospek dan peluang kedepan untuk berbisnis aspal khususnya aspal berkualitas tinggi masih sangat besar. Hal ini dapat ditunjukan dengan data yang menyebutkan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan lalu lintas kendaraan yang pesat lebih dan 800 km jalan tol akan dibangun di masa yang akan datang. Selain ¡tu menurut data dan Ditjen Prasarana Wilayah-Dep. Permukiman dan Prasarana Wiiayah, Jalan Nasional yang akan dibangun pada tahun 2001 adalah 946,3 km dan pada tahun 2002 adalah 1137,2 km.

Sebagai imbas dari menurunnya permintaan aspal, pada tahun 1998 produksi dalam negeri aspal minyak Pertamina menurun sekitar 17 persen lebih. Sedangkan impor aspal turun sangat drastis, yakni sekitar 80 persen dari tahun sebelumnya. Dengan kata lain, suplai aspal pada tahun itu secara total mengalami penurunan sebesar 42,3 persen. Akan tetapi dengan mulai membaiknya kondisi ekonomi, diharapkan permintaan aspal akan mengalami peningkatan.

Secara umum, jenis aspal yang dipasarkan di Indonesia ada dua macam yaitu aspal dengan grade 60/70 dan 80/100. Aspal tersebut biasanya dalam bentuk drum atau curah. Karena merupakan komoditas intemasional, maka harganya sangat berfluktuatif dan tergantung dari harga dasar di pasar internasional.

Sampal saat ini, kebutuhan aspal minyak di Indonesia berasal dari produksi lokal (Pertamina) dan impor yang berasal dari Singapore (Esso, BP. SPC, Caltex & Shell). Thailand (Thailoops & ThypCo), Malaysia dan negara laìnya. Aspal impor yang didatangkan dari Singapore tersebut terutama ditujukan untuk memenuhì permintaan aspal kualitas tinggi yang selama ini tidak dapat dipenuhi oleh produk lokal. Sedangkan sistem distribusinyapun secara garis besar juga dibedakan menjadi dua, tergantung dari asal aspal tersebut lokal atau impor.

Secara garis besar, konsumen domestik pengguna aspal minyak dapat dibedakan menjadi dua yaitu konsumen yang membutuh aspal berkualitas tinggi (Jalan tol, jalan kelas I runway bandara udara dan proyek prestisius lainya) dengan struktur pasar oligopoly dan konsumen yang tidak membutuh aspal berkualitas tinggi (dibawah jalan kelas 1) dengan penjual yang banyak. Sedangkan instansi yang menggunakan aspal kebanyakan berasal dan pemegang otoritas jalan raya (Bina Murga, Jasa Manga, dan swasta) dan bandar udara (Angkasa Pura I & II), serta beberapa pengguna Iainya.

Secara umum aspal dapat dikatakan sebagai industrial product yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh penggunanya. Seperti halnya konsumen pada produk komoditas, pembeli aspal pada umumnya sangat mempertimbangkan masalah harga, selama spesifikasi teknisnya sudah memenuhi syarat. Sehingga salah satu syarat utama untuk dapat bersaing pada industni aspal adalah dengan menerapkan strategi cost leadership.

Metode penelitian yang digunakan untuk melakukan studi pada karya akhir ini adalah studi kasus dengan memilih Esso sebagai obyek studi kasus tersebut. Dengan menggunakan data primer dan data sekunder sebagai sumber pembahasan studi kasus ini.

Pada tahun 1996 dan 1997, Esso merupakan pemimpin pasar sekaligus sebagaì kontributor terbesar pada proyek jalan tol dan bandar udara di Indonesia. Akan tetapi pada tahun 2000, pemimpin pasarnya berasal dari Thailand yaitu Thailoops & Thypco. Hal ini sebagai akibat sedikitnya proyek jalan tol dan bandar udara yang merupakan Pengguna utama pada segmen pasar yang memerlukan aspal kualitas tinggi. Selain ¡tu, sebagian pemiIik proyek cenderung menurunkan spesifikasi teknis yang disyaratkan karena alasan biaya. Pada akhirnya, beberapa pemilik proyek tersebut mulai berpaling ke produk lain yang lebih murah, meskipun kualitasnya jauh dibawah produk Esso seperti produk dan Thailoops & Thypco. Segmen pasar yang mengunakan produk Thailoops & Thypco bukanlah segmen yang memerlukan kualitas aspal yang tinggi seperti segmen pasar Esso. Sehingga dapat disimpulkan jika penyebab utama dan penurunan penjualan Esso sejak krisis adalah berkurangnya permintaan aspal yang berkualitas tinggi.

Sebagai salah satu pelaku bisnis aspal di Indonesia, Esso dapat memperbesar pangsa pasarnya lagi yang sempat mengalami penurunan cukup berarti sejak tahun 1998 dengan menerapkan strategi pemasaran (target pasar, positioning, marketing relationship strategies dan marketing mix) yang tepat. Dengan selalu mempertimbangkan faktor eksternal (identifikasi peluang dan ancaman) dan faktor internal (identifikasi kekuatan dan kelemahan).

Setelah dilakukan analisa SWOT terhadap Esso, diperoleh hasil jika posisi Esso pada saat ini dan yang akan datang berada pada kuadran dimana peluang dan kekuatannya dominan. Dari posisi tersebut, Esso dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat dengan memanfaatkan segala peluang dan menggunakan kekuatan yang dimilikinya dalarn usaha memperkuat posisinya di pasar.
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library