Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anis Masyruroh
Abstrak :
Peningkatan jumlah penduduk Kota Serang berdampak pada pengalih fungsi lahan bervegetasi menjadi area terbangun, sehingga mengurangi luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota. Dampak yang terjadi akibat meningkatnya pengalihan fungsi lahan akan terjadi pada peningkatan area tutupan lahan. Tutupan lahan ini berdampak pada berkurangnya kualitas lingkungan hidup seperti kemampuan vegetasi menyerap CO2, meningkatkanya suhu udara, menurunkan kelembapan, sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat kenyaman kota. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis hubungan hutan kota dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi, 2). membuat model hutan kota dalam perlindungan lingkungan hidup, dan 3) menentukan arah kebijakan dalam mengimplementasikan pembangunan hutan kota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tiga analisis pertama adalah menggunakan analisis statistik, kedua menggunakan system dynamics, dan yang ketiga adalah menggunakan ANP. Hasil dari penelitian ini yang pertama adalah menunjukkan bahwa ada hubungan antara hutan kota dengan kualitas lingkungan kota, yang kedua didapatkan hasil intervensi terhadap hutan kota dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dilakukan sejak tahun 2023-2045 menunjukan adanya peningkatan kualitas lingkungan. Berdasarkan hasil model intervensi dengan penambahan luas lahan hutan kota sebesar 8% pertahun, dengan memaksimalkan tutupan lahan terhadap hutan kota dengan sebesar 100% menggunakan intervensi tipe-1, tipe-2, dan tipe-3, menunjukan bahwa luas hutan kota dan luas tutupan dapat mempengaruhi terhadap suhu udara, kelembapan, tingkat emisi udara dan tingkat kenyamanan. Hal ini dapat dilihat pada hasil intervensi rata-rata dapat menurunkan suhu udara sebesar 1,240C, meningkatkan kelembapan sebesar 1,19%, menurunkan polusi udara sebesar 12.195,90 ton, serta menurunkan nilai tingkat kenyamanan sebesar 01% pertahun. Hasil yang ketiga adalah dalam rangka mengimplementasikan pembangunan hutan kota, maka diperlukan dukungan peraturan,dengan pemerintah dan swasta sebagai penyelanggara, serta perluasan hutan kota sebagai alternatif.
The increase in the population of the city of Serang has an impact on the diversion of the function of vegetated land into a built area, thereby reducing the area of green open space of the city. The impact that occurs as a result of increasing land use change will occur in an increase in land cover area. This land cover has an impact on the reduced quality of the environment such as the ability of vegetation to absorb CO2, increase air temperature, reduce humidity, so that it can affect the level of comfort of the city. the purpose of this study is: 1) to analyze the relationship of urban forests to the environment, social, and economy, 2). make models of urban forests in environmental protection, and 3) determine the direction of policy in implementing urban forest development. The method used in this study is to use the first three analyzes using statistical analysis, the second using system dynamics, and the third is using ANP. The results of this first study show that there is a relationship between urban forest and the quality of the city environment, the second is the result of intervention on urban forests in order to improve environmental quality carried out from 2023-2045 showing an increase in environmental quality. Based on the results of the intervention model with the addition of urban forest area by 8% per year, by maximizing land cover for urban forests by 100% using type-1, type-2, and type-3 interventions, indicating that urban forest area and cover area can be affect air temperature, humidity,air emision level and comfort level. This can be seen in the results of type-3 intervention can reduce the air temperature by 1.240C, increase humidity by 1.19%, reduce air pollution by 12,195.90 ton, and reduce the value of comfort level by 01% per year. The third result is in order to implement the development of urban forests, it requires regulatory support, with the government and the private sector as the guarantor, and the expansion of urban forests as an alternative.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2633
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayfa Farhah
Abstrak :
Warna merupakan elemen yang digunakan oleh arsitek dan desainer interior dalam mendesain suatu ruang. Warna menjadi penting karena warna ditemukan dalam setiap objek termasuk pada permukaan ruang. Jika digunakan secara tepat, warna pada permukaan ruang tidak hanya memberikan nilai estetis tetapi juga dapat memberikan dampak bagi pencahayaan dan kondisi termal sebuah ruangan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui performa warna permukaan ruang yang memenuhi standar kualitas ruang dalam berdasarkan Indoor Environmental Quality (IEQ). Penilaian IEQ dinilai berdasarkan kenyamanan visual, termal, dan kualitas udara. Metode yang digunakan dalam penulisan ini yaitu eksperimen dan pengolahan data. Eksperimen yang dilakukan dalam penulisan ini berupa suatu model ruang dalam berupa kotak. Warna permukaan di dalam kotak tersebut dapat divariasikan dengan intensitas cahaya yang terkontrol. Data nilai yang didapatkan dari eksperimen kemudian diolah berdasarkan poin-poin yang disesuaikan dengan parameter kenyamanan visual, termal, dan kualitas udara. Hasil eksperimen dan pengolahan data menunjukkan bahwa warna terbaik yang memenuhi standar IEQ tidaklah terdiri dari satu warna saja, tetapi performa suatu warna sangat bergantung pada kondisi kebutuhan ruang serta berdasarkan parameter apa warna tersebut dinilai. Warna permukaan ruang yang tepat dapat diketahui dengan melengkapi beberapa informasi pengguna seperti kegiatan yang dilakukan dalam ruang, jenis ruang, iklim ruangan tersebut berada, serta informasi mengenai keberadaan tanaman dalam ruangan tersebut.  ......Color is an element used by architects and interior designers in designing a space. Color is important because color is found in every object, including on the surface of a room. If used properly, the color on the surface of the room not only provides aesthetic value but can also have an impact on lighting and temperature of a room. This thesis aims to determine the performance of the surface color of a room that meets the quality standards based on Indoor Environmental Quality (IEQ). The IEQ assessment is based on visual comfort, thermal comfort, and air quality. The method used in this paper is experimentation and data processing. The experiment is in the form of a room model in the form of a box. The color of the surface inside the box can be varied with controlled light intensity. The value data obtained from the experiment was processed based on the points adjusted for the parameters of visual comfort, thermal comfort, and air quality. Experimental results and data processing show that the best color that meets IEQ standards does not consist of just one color, but the performance of a color is very dependent on the conditions of space requirements and based on what parameters the color is assessed. The exact color of the surface of the room can be known by completing some user information such as the activities in the room, the type of room, the climate the room is in, as well as information about the presence of plants in the room.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Nizam Kamaruzzaman
Abstrak :
Malaysia is currently focusing on providing affordable housing all over the country as part of the plan to tackle the problem of rising costs of house ownership due to several reasons such as economic crisis and land limitations. However, there is a limited number of methodical study made on the residents’ feedback towards the indoor environment of an affordable housing. Indoor environmental quality (IEQ) is an important aspect of occupants’ wellbeing as it will affect their health and productivity. Thus, it is a paramount step in evaluating the residents’ feedback towards IEQ to serve as an indicator of building performance and condition. Additionally, the health and productivity of the residents should be evaluated in order to identify the effect of IEQ towards the occupants. The questionnaire survey is used in order to achieve the objectives and to gain the access to the respondents’ views and feedbacks. The pilot questionnaire study was conducted at two apartments in Kuala Lumpur, Malaysia and the data collected were evaluated and analyzed using the SPSS Software. The outcome of this pilot study is significant as it shows the residents dissatisfaction level towards IEQ factors such as noise, glare, and privacy, and the aspects of IEQ that are important such as ventilation. Additionally, it has been found that the IEQ of the residents does affect the health and productivity of the occupants. It is anticipated that the outcome of this study will serve as an indicator of building performance improvements to achieve a better quality of the indoor environment for affordable housing in Malaysia.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes Bosco Andre Marvianta
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sejauh mana dampak hubungan antara kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, dan kualitas hasil terhadap kualitas jasa secara keseluruhan. Data dikumpulkan antara Mei sampai Juni 2003 dengan kuesioner. Kuesioner disebarkan dan terkumpul 150 sampel. Kuesioner berisi 29 item pernyataan tentang konstruk kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, kualitas hasil dan kualitas jasa. Data yang diperoleh diolah dengan analisis faktor dan analisis regresi. Hasilnya menunjukkan bahwa sikap dan perilaku berpengaruh pada kualitas interaksi jasa. Kondisi suasana, desain fasilitas dan faktor sosial berpengaruh pada kualitas lingkungan fisik. Tangible/nyata kelihatan dan valence berpengaruh pada kualitas hasil. Berdasarkan jenis kelamin, perilaku dan suasana memiliki pengaruh dalam penilaian kualitas jasa. Berdasarkan angkatan kuliah mahasiswa, subdimensi perilaku, keahlian, faktor sosial dan valence memiliki perbedaan dalam penilaian tentang kualitas jasa. Berdasarkan mean/rata-rata, terdapat perbedaan mean di kesembilan subdimensi terhadap dimensi kualitas jasa. Hal ini berarti sub-subdimensi tersebut harus diperhatikan oleh penyelenggara jasa agar konsumen memiliki penilaian yang positif terhadap organisasi. Sekalipun penilaian disetiap subdimensi memiliki penilaian positif, namun ternyata tidak selalu konsisten dengan penilaian secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan antara subdimensi-subdimensi terhadap dimensi kualitas jasa. Penelitian ini mencoba mengungkapkan dimensi kualitas jasa dengan model yang ditawarkan oleh Brady dan Cronin (2001), namun memiliki hasil yang jauh dari yang diduga dan diharapkan. Hal ini berarti penelitian-penelitian berikutnya dapat mencoba kembali model yang ditawarkan oleh Brady dan Cronin tersebut dalam situasi yang berbeda untuk menguji kesahihan dan konsistensinya model penelitian yang ditawarkan mereka.
The objective of this research analyze the impact of the relationship between the interaction quality, the physical environmental quality, and the outcome quality to the service quality overall. The data tobe collected between Mei until June 2003 with question sire among 150 samples. The data to be analyze with factor analysis and multiple regression. The result shows that the attitude and the behavior influence the service interaction quality. The environment, the facility design and the social factor influence the physical environment quality. The tangible and the valence influence the outcome quality. Basic on sex, the behavioer and the environment influence the service quality. Basic on degree of students, the behavior sub-dimension, the skill, the social factor and the valence make different on the service quality. Basic on means, there is a different between nine sub-dimensions means with the service quality dimension. It means the subdimensions should be attention by the service organization. It can give opportunity for the organization in the future. Though the value on every sub-dimension doesn't positive point, the value for all dimensions doesn't consistent It can be showed by the value between sub-dimensions with the service quality dimension overall.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustini
Abstrak :
Keberadaan industri pengilangan minyak bumi berperan penting dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Aktivitas yang berlangsung dalam proses pengolahan minyak bumi menjadi BBM membutuhkan bahan bakar fosil yang pada akhirnya akan mengemisikan pencemar udara ke udara ambien, salah satunya yaitu SO2. Saat ini semua kegiatan kilang migas telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan guna menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan, termasuk lingkungan udara, namun pada kenyataannya masyarakat masih merasakan dampak dari keberadaan polutan di udara ambien. Mengingat konsentrasi SO2 ambien di suatu tempat tergantung dari penyebaran emisi SO2 dari sumbernya, maka perlu diketahui korelasi penyebaran emisi SO2 dari industri pengilangan migas dengan kualitas lingkungan udara di sekitarnya.Tujuan studi ini adalah mengetahui korelasi penyebaran emisi SO2 dari industri pengilangan migas dengan kualitas lingkungan udara di sekitarnya, khususnya konsentrasi SO2 udara ambien. Lokasi studi ini adalah wilayah sekitar RU VI Balongan, Kabupaten Indramayu. Metode yang digunakan adalah metode potong lintang (cross sectional study). Interpretasi hasil perhitungan korelasi memberikan nilai ”r” sebesar satu. Hal ini bermakna adanya korelasi yang sangat kuat. Pernyataan ini konsisten dengan nilai p sebesar 0,021 yang berarti korelasi di antara dua variabel tersebut bermakna dengan arah korelasi positif yang menunjukkan nilainya searah. ......The existence of petroleum refining industry plays an important role in the supply of fuel oil nationwide. The activities of processing petroleum into fuel require fossil fuels that will eventually emit air pollutants into the ambient air, one of which is SO2. The existence of SO2 in the ambient air has an impact on the environment and public health. Currently all of the activities of oil and gas refineries have been making efforts in environmental management in order to safeguard environmental function, but in reality people are still feeling the effects of the presence of pollutants in ambient air. The purpose of this study was to determine the correlation spread of SO2 emissions from oil refining industry with the quality of the environment and the health of the surrounding community, especially the ambient air quality, the content of SO2 in plants, and the incidence of respiratory disorders.The method used in this study is cross-sectional method. The study area is the area around RU VI Balongan, Indramayu district. The results of correlation between the spread of SO2 emissions with the SO2 concentration in ambient air gives value of r one and the value of p 0.021. This means there is a very strong correlation. The correlation between the spread of SO2 emissions with SO2 concentrations in plants is very strong correlation. This is indicated by the value of r 0.866 and p 0.000. The correlation between the spread of SO2 emissions with incidence of respiratory disorders is very strong correlation. This is indicated by the value of r 0.866 and p 0.000.
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Fontanella
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh anggaran lingkungan dan tata kelola pemerintah daerah terhadap kualitas lingkungan dan kualitas pembangunan manusia. Penelitian ini dilakukan pada pemerintah daerah di seluruh Indonesia pada tahun 2014. Dengan menggunakan deforestasi dan lahan kritis sebagai ukuran kualitas lingkungan hidup, penelitian ini menemukan anggaran lingkungan berpengaruh positif terhadap kualitas lingkungan hidup. Penelitian ini juga menemukan tata kelola pemerintah daerah akuntabilitas, partisipasi dan komitmen berpengaruh positif terhadap kualitas lingkungan hidup. Selain itu juga ditemukan pengaruh tidak langsung anggaran lingkungan, akuntabilitas, partisipasi dan komitmen pemerintah daerah terhadap kualitas pembangunan manusia melalui kualitas lingkungan hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan peran penting anggaran lingkungan hidup dan tata kelola pemerintah daerah yang baik untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas pembangunan manusia di Indonesia.
ABSTRACT
This study investigates the impact of environmental budget and local government governance on environmental and human development qualities. This study is conducted on local governments of all over the regencies/cities in Indonesia. Using deforestation and degradation land as proxies for environmental quality, we document positive relationships between environmental budget and the quality of the environment. Further, there is a positive relationship between local government governance accountability, participation, commitment and human development quality. Finally, we find that environmental quality indirectly affects the relationship between environmental budget, local government governance and the quality of human development. The results of this study indicate the important roles of environmental budget and local government governance to improve environmental quality and the quality of human development in Indonesia
2017
D2505
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garte, Seymour
Abstrak :
Global warming, new epidemics, and the destruction of natural resources have all made the future of the planet seem increasingly dire. But the real truth, according to respected scientist Dr. Seymour Garte, is that the environment is actually in better shape than we have been led to believe.
New York: American Management Association, 2008
e20441429
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Nilasari Darmastuti
Abstrak :
Baku mutu yang lebih longgar dan seringkali lebih murah serta lebih realistis bagi negara berkembang mengandung resiko lebih tinggi terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat sehingga sedikit para pembuat keputusan yang mau merekomendasikan tingkat resiko yang lebih tinggi daripada yang digunakan negara industri (maju). Dengan pertimbangan bahwa negara maju tidak memulai program perlindungan lingkungan mereka dengan standard seperti saat ini, maka seharusnya negara berkembang tidak perlu menetapkan baku mutu seketat negara maju saat ini. Evolusi suatu negara dari negara berkembang menjadi negara maju memperihatkan pola bahwa meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi negara tersebut diikuti dengan bertambah ketatnya baku mutu lingkungan negara tersebut. Dengan demikian apabila suatu negara memiliki nilai kondisi kesehalan masyarakat dan sosial ekonomi yang sama dengan negara lain maka nilai baku mutu lingkungan kedua negara tersebut akan sama. Lohani (1993) meneliti mengenai indikator dalam penentuan baku mutu lingkungan. Indikator tersebut adalah Angka harapan hidup (X1), Angka Kematian Bayi (X2), Angka Kematian Akibat TBC dan Kanker (X3), Angka Kematian Akibat Typhus dan Paralyphus (X4), Laju Pertumbuhan Penduduk (X5), GNP perkapita (X6), Aset per kapila (X7), Upah Buruh Mingguan (Xs), Konsumsi Listrik per Kapita (Xs), dan Jumlah Pegawai Negeri (X1o). Dalam penelitian ini indikator (X1) sampai (X4) dikelompokkan sebagai kondisi kesehalan masyarakat dan indikator (Xs) sampai (X1o) dikelompokkan sebagai kondisi sosial ekonomi. Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai: (1) Berapa nilai baku mutu lingkungan di Indonesia yang sesuai dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya bila dibandingkan dengan negara lain yang lebih maju? (2) Apakah baku mutu yang ditetapkan di Indonesia terlalu ketat bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya? Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) membandingkan baku mutu air permukaan antara beberapa negara Asia Tenggara yang memiliki kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya sama dengan kondisi Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 (berdasarkan PP No. 20 tahun 1990 dan PP No. 82 tahun 2001), mengkaji ketat atau tidaknya baku mutu lingkungan di Indonesia bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Untuk mencapai tujuan tersebut metode penelitian terbagi dalam lima tahapan yakni (1) melihat hubungan antara baku mutu dengan indikator penentuan baku mutu berdasarkan penelitian Lohani (1993) (2) menentukan negara pembanding (3) menentukan tahun acuan (4) membandingkan baku mutu air permukaan (5) mengkaji baku mutu air permukaan di Indonesia. Penelitian ini bersifat ex post facto tipe korelasional dengan menggunakan perbandingan antara indikator penentuan baku mutu lingkungan di Indonesia dengan negara-negara Asia Tenggara di masa lalu. Variabel terikat yang digunakan adalah baku mutu air permukaan. Sementara data yang digunakan adalah data kuantitatif dan runtun waktu dari berbagai sumber yang telah dipublikasikan seperti Recent trends in Health Statistics in Southeast Asia 1974-1993, Key indicators of Asia Development Bank 1970-2000, dan Yearbook of Labour Statistics 1974-1993. Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Perbandingan baku mutu lingkungan di beberapa negara akan sama apabila kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya sama (2) Baku mutu lingkungan yang ditetapkan di Indonesia terlalu ketat bila dibandingkan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Dengan menggunakan data penelitian dari Lohani dan dianalisis dengan SPSS versi 10.0. hasil penelitian memperlihatkan bahwa 48% perbedaan dalam penentuan batas baku mutu disebabkan oleh indikator penentuan baku mutu diatas. Dengan menggunakan interval kepercayaan sebesar 70%, indikator kematian akibat TBC dan kanker serta kematian akibat typhus dan paratyphus tidak signitikan, selain nilai korelasinya juga lemah (r c 0,5). Penelitian ini tidak secara khusus ditujukan untuk mendapatkan hubungan antara baku mutu dengan indikalor penentuan baku mutu, akan tetapi dibatasi untuk memperlihatkan bahwa indikalor tersebut cukup signilikan untuk digunakan sebagai perbandingan. Hasil uji hipotesis adalah sebagai berikut (1) hipotesis dapat diterima sebesar 64,29%, yang berarti bahwa baku mutu air permukaan di Indonesia sama dengan baku mutu air permukaan negara-negara di Asia Tenggara, (2) 55,56% dari baku mutu yang diterima oleh uji hipotesis diatas adalah lebih ketat, yang berarti bahwa baku mutu yang ditetapkan di Indonesia ketat bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Sedangkan baku mutu Indonesia tersebut adalah serupa dengan baku mutu negara Malaysia (antara tahun 1976-1977), Philipina (antara tahun 1990-1992), Singapura (antara tahun 1978-1981) dan Thailand (antara tahun 1990-1991). Berdasarkan analisis pengujian hipotesis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Baku mutu di Indonesia bila dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara sudah sesuai dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya. Penentuan batas baku mutu air permukaan di Indonesia lebih ketat bila dihubungkan dengan kondisi kesehatan masyarakat dan sosial ekonominya.
Lower and often cheaper, and as a consequence more realistic environmental standards for developing countries involve higher risks to the environment and public health. Therefore, few environmental policy makers are willing to recommend higher risk levels than used in developed countries. Developed countries did not begin their environmental protection by applying high standards as using now. Therefore developing countries do not have to apply standards as high as developed countries do. The evolution of a country from developing to developed country shows a pattern that the improvement of its public health and socio-economic conditions are followed by higher allowable limits of environmental quality standards. Consequently, countries that have similar public health and socio economic conditions will have similar allowable limits of environmental quality standards. Lohani (1993) stated that there are indicators for setting environmental quality standards. The indicators are life expectancy level (Xi), infant mortality rate (X2), TBC and cancer death (X3), typhus and paratyphus death (X4), population (X5), GNP per capita (X6), asset per capita (X7), average weekly salary ()(a), electricity consumption per capita (X9), and federal employment (Xio). In this research those indicators are grouped as public health and socio-economic. Based on the reasons above, the research problem can be formulated as: (1) what is the Indonesia allowable limits of surface water quality standards which appropriate to its public health and socio-economic conditions? (2) in relation to its public health and socio-economic conditions, are Indonesia allowable limits of surface water quality standards too high? The objectives of the research are: (1) to compare environmental quality standards among South-east Asian countries which had the same level in public health and socio-economic conditions with Indonesia in 1999 and 2000 (refer to PP No. 20 1990 and PP No. 82 2001) (2) to evaluate Indonesia environmental quality standards in relation with its public health and socio-economic conditions. To meet the objectives of the research, the methodology is divided into five stages i.e (1) to see the corelation between allowable limits of environmental quality standards with environmental quality standards setting indicators based on Lohani's (1993) (2) to select the comparable countries (3) to decide the reference years (4) to compare the surface water quality standards of selected countries with those of Indonesia (5) to review the allowable limits of Indonesia surface water quality standards. This is an ex-post facto correlation type research. In this research the current Indonesia environmental quality standards are compared to those of South East Asian countries in the past. Independent variables which are setting environmental quality standard indicators. Data used in this research are quantitative and time series secondary data. Data were collected from some publication source such as Recent trends in Health Statistics in Southeast Asia 1974-1993, Key indicators of Asian Development Bank year 1970-2000, and Yearbook of labour statistics 1974-1993. While dependent variables are allowable limits of environmental quality standards in Indonesia. Hypothetical research are formulated as follows (1) comparison of surface water quality standards allowable limits in some countries will be similar if they have similar conditions on public health and socio-economic (2) Indonesia surface water quality standards is too high compare with considering its public health and socio-economic conditions. This research found that 48% in setting surface water quality standards could be explained by the above indicators. Using confidence level of 70%, indicator of TBC and cancer death also typhus and paratyphus death are not significant, beside the correlation are weak ( r < 0.5). This research is held not only to see the relationship between allowable limit quality standards and setting environmental quality standard indicators but also to show that those indicators are significant to be used for comparison. Hypothetical analysis shows that hypothesis is accepted by 64,29%. It means that Indonesia surface water quality standards are appropriate with its public health and socio-economic conditions. Hypothetical analysis for the second hypothesis shows that it is accepted by 55,56%. With reference to the criteria set before, it means that the surface water quality standards in Indonesia are too high. The appropriate level of Indonesian allowable limits of environmental quality standards in 1999 and 2000 are similar to that of Malaysia during 1976-1977, Philippine 1990-1992, Singapore 1978-1981, and Thailand 1990-1991. Based on the results of hypothesis analysis, here are the conclusions based on review both the PP No. 20 year 1990 and PP No. 82 year 2001: Allowable limits of environmental quality standards in Indonesia are appropriate with its public health and socio-economic conditions if compare to other countries in Southeast Asian. The setting of Indonesia surface water allowable limit quality standards are high related to its public health and socio-economic conditions.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manondang
Abstrak :
Dampak negatif pembangunan antara lain adalah menurunnya kualitas lingkungan, sampai kepada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat berbagai bentuk pencemaran. Dampak langsung dari pencemaran udara, terutama yang berasal dari kualitas udara ambien akan menyebabkan penyakit gangguan saluran pernapasan. Contohmya kasus yang ada di kecamatan Muara Badak, kabupaten Kutai, Kalimantan Timur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap penyakit saluran pernapasan pada masyarakat usia dewasa di kecamatan Muara Badak. Dilakukan survey dengan pendekatan cross-sectional di sekitar ke 3 lokasi pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara ambien, dilakukan pula pengambilan sampel secara acak dan proporsional sebanyak 120 responder.

Hasil penelitian menunjukkan kadar partikulat di lokasi penelitian adalah antara 133 µg/m³--415 µg/m3. Sedangkan batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup adalah 260 µg/m³. Secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara kadar partikulat dan faktor lama tinggal dengan kejadian penyakit saluran pernapasan. Akan tetapi faktor-faktor jenis pekerjaan, masa kerja, merokok, dan kondisi lingkungan hunian (kepadatan hunian, ventilasi, dan bahan bakar masak) secara statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian penyakit saluran pernapasan.
The decreasing of environmental quality is one of several development program negative impacts. Such as decrease consequently, leads a decrease of public health condition in a community.

The direct impact of air pollution, especially which is from dust particles in the ambient air quality will cause the incidence of respiratory diseases. The example was the case in Muara Badak districts, Kutai, East Kalimantan.

The objective of this research is to determine the factors that have contribution to incidence of respiratory diseases among the old people in Muara Badak.

By conducting surveys and using a cross sectional approach, from the three air sampling sites, 120 respondents were chooser randomly and proportionally.

The Result of this research showed the concentration of dust particles was 133 µg/m3 -- 415 µg/m³. The degree of the states Minister Of The Environment is 260 µg/m3. Statistically it is obtained a significant relationship between the concentration of dust particles and the period time of living with the incidence of respiaratory diseases.

Another result of this research showed statistically that there's no significant relationship between type of work, time of work, smoking habit, the condition of the houses (overcrowded homes, ventilation, and use of cooking fuel) with the incidence of respiratory diseases.
2000
T4561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ety Parwati
Abstrak :
Segara Anakan dan sekitarnya, berada di Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah merupakan daerah kajian yang dipilih. Wilayah tersebut memiliki ekosistem payau yang unik, yakni berupa estuari yang terlindung dan dikelilingi oleh hutan payau yang perkembangannya sangat dinamis. Wilayah ini terlindung dari Samudera Hindia karena adanya Pulau Nusakambangan. Meskipun demikian di daerah ini proses sedimentasi berlangsung sangat intensif pada dasawarsa terakhir ini. Pendangkalan Segara Anakan dipengaruhi erosi yang terjadi pada daerah aliran sungai di sebelah utara kawasan ini. Perairan Segara Anakan berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground) dan habitat berbagai spesies ikan dan udang. Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah ini, Segara Anakan merupakan tempat mencari ikan (fishing ground). Selain bermatapencaharian sebagai nelayan, sebagian masyarakat juga mengembangkan kegiatan pertanian (sawah, tegalan) dan pertambakan pada lahan-lahan yang memungkinkan. Wilayah atas Segara Anakan merupakan lahan yang subur untuk pertanian. Banyak penduduk yang mengandalkan hidupnya dari bertani. Dalam rangka meningkatkan hasil pertanian, penduduk menggunakan pestisida yang sering kali tanpa perhitungan yang tepat. Akibatnya sisa pestisida sering terbuang ke sungai. Aliran sungai Citanduy yang cukup deras serta kondisi lahan atas yang berbukit-bukit akan membawa pesitisida dari lahan pertanian di bagian atas bermuara ke sekitar estuari di bagian bawah. Kondisi iklim dan curah hujan dapat mengakibatkan berkurangnya sifat pestisida yang dikandungnya, akan tetapi sisa pestisida dalam jumlah sekecil apapun akan menumpuk di sekitar estuari. Perubahan yang terjadi pada dasawarsa terakhir, terutama laju sedimentasi yang cepat telah menimbulkan penurunan fungsi ekologi yang secara tidak langsung mengurangi hasil tangkapan nelayan setempat. Sedimentasi juga telah mengakibatkan terbentuknya tanah timbul yang menutupi sebagian perairan, sehingga semakin lama luas perairan Segara Anakan semakin berkurang. Penerapan teknologi penginderaan jauh (inderaja) untuk pemantauan kondisi lingkungan memberikan hasil guna yang optimal, karena penginderaan jauh memberikan kemudahan dalam analisis spasial, berulang, kontinu, serta meliputi wilayah relatif luas dengan biaya yang relatif murah dan cepat bila dibandingkan dengan survei terestris. Artinya, data inderaja mampu menyediakan informasi obyektif, andal dan ekonomis dalam usaha inventarisasi, pemantauan maupun evaluasi sumberdaya. Dari uraian latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian untuk memecahkan permasalahan di Segara Anakan, yaitu: 1) Apakah telah terjadi penurunan kualitas lingkungan di kawasan perairan Segara Anakan ?, 2) Bagaimana caranya mengevaluasi kondisi kualitas lingkungan dengan biaya dan tenaga seminimal mungkin?, dan 3). Apakah data penginderaan jauh (inderaja) dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kualitas lingkungan ? Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengkaji kondisi kualitas lingkungan kawasan perairan Segara Anakan dengan melihat apakah telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2000, 2) Mengkaji cara melakukan evaluasi kualitas lingkungan dengan biaya dan tenaga seminimal mungkin dan 3) Mengkaji kemampuan data inderaja dalam mengevaluasi kondisi lingkungan di kawasan perairan Segara Anakan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan cara yang efisien untuk mengevaluasi kondisi lingkungan. Cara dan metoda yang sama diharapkan dapat dimodifikasi dan diaplikasikan untuk kawasan perairan wilayah Indonesia lainnya. Analisis inderaja yang dilakukan mencakup analisis mangrove, analisis perubahan penutup lahan dan analisis kualitas perairan. Penutup lahan di kawasan ini dibagi menjadi 9 (sembilan) kelas, yaitu : 1) Perairan, mencakup sungai, danau dan laut, 2) Rawa, 3) Tambak, 4) Hutan mangrove, 5) Sawah, 6) Tegalan, yang meliputi kebun dan lahan pekarangan, 7) Hutan, 8) Lahan kosong dan 9) Permukiman. Parameter kualitas perairan yang akan dideteksi menggunakan data inderaja adalah beberapa parameter yang merupakan parameter yang dapat digunakan dalam evaluasi kualitas lingkungan, yaitu Kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), Kandungan Pb , Kandungan minyak dan BOD (Biochemycal Oxygen Demand). Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian laboratorium untuk analisis data inderaja dan survey lapangan untuk memperoleh kelengkapan data mengenai posisi dan lokasi obyek pengamatan, pengukuran parameter kualitas perairan, dan pengumpulan data sosial ekonomi. Kelengkapan data lapangan juga di peroleh dengan memanfaatkan data sekunder, baik berupa hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan maupun data hasil olahan dari Biro Pusat Statistik. Analisis inderaja dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu; 1) Tahap pra pengolahan yang mencakup proses-proses koreksi data citra inderaja, meliputi koreksi geometri presisi dan koreksi atmosfer, 2) Proses pengolahan data citra itu sendiri yang dilakukan dengan menggabungkan data-data hasil pengukuran di lapangan sebagai acuan uji ketelitian. Hasil analisis data citra inderaja menunjukkan tiga hal, yaitu: 1) Hutan mangrove di kawasan ini terus menerus mengalami penurunan luasan dan perubahan tingkat kerapatan selama enam tahun pengamatan, yaitu dari tahun 1994 sampai tahun 2000, 2) Konversi penggunaan lahan dari penutup lahan yang satu menjadi penutup lahan lainnya banyak terjadi di kawasan ini, akan tetapi konversi yang terjadi seringkali dilakukan tanpa perhitungan yang matang, dan 3)Kualitas perairan di kawasan ini menunjukkan kondisinya terus mengalami penurunan. Dari hasil pengamatan dan analisis yang mendalam mengenai kondisi perairan Segara Anakan dan sekitarnya dapat disimpulkan dua hal, yaitu : 1) Telah terjadi penurunan kualitas lingkungan kawasan perairan Segara Anakan dan sekitarnya dari tahun 1994 sampai tahun 2000. 2) Data inderaja dengan cakupannya yang luas dan resolusi temporalnya yang tinggi serta karakteristik spektralnya yang baik mampu mengevaluasi kualitas lingkungan dengan melakukan analisis beberapa parameter, yaitu : 1) Analisisi perubahan luasan dan kerapatan mangrove, 2) Analisis perubahan penutup/penggunaan lahan dan 3) Analisis beberapa parameter kualitas perairan. 3) Jika dibandingkan dengan penelitian yang semata-mata mengandalkan hasil uji lapangan, biaya dari tenaga yang diperlukan dengan menggunakan data inderaja tidak terlalu besar. Daftar kepustakaan : 43 (1982 - 2000)
Segara Anakan and its surrounding, located in Cilacap, Central Java, has been selected as study area. The area has a unique brackish ecosystem: an estuary which is protected and surrounded by brackish forest with very dynamic growth. The area is isolated from Indian Ocean as it covered by Nusakambangan island. However, sedimentation process in this estuary has been going very intensively during the last decade. The sedimentation of Segara Anakan is influenced by erosion that occurs in the watershed area in the north. The function of Segara Anakan is nursery ground and habitat of various fish and shrimp species. Segara Anakan is also as fishing ground for local fishermen. Besides fishermen, people are also developing agriculture (rice field, mixed plants) and fish farming in possible areas. Upper Segara Anakan area is fertile for agriculture. Many inhabitants rely their lives on farming. In improving agricultural production, people use pesticides. However, pesticides is often used excessively. As a result, the residue is often dumped into the rivers. The fast flow of Citanduy River and the hilly upland are bring the pesticides from farming area in the upper area down to lower area in the estuary. The condition of climate and rainfall may result in the decrease of pesticides concentration; however, any little amount will deposit around the estuary. The changes in the last decade, especially the rapid sedimentation rate has resulted in the decrease of ecological function, which is indirectly reduce fish catch for local fishermen. Sedimentation has also resulted in the new land that covers some parts; consequently, Segara Anakan water area is reduced. Application of Remote sensing technology to monitor the condition of the environment produces an optimal result, as remote sensing provides' capability in spatial analysis, repetitiveness, and covers relatively wide areas with relatively inexpensive and fast compared to terrestrial survey. This means that remote sensing is able to provide objective, reliable, and economical information in inventory, monitoring or assessment of resources. The objectives of the study are : 1) to analyze the environmental condition of Segara Anakan waters by evaluating the condition of environmental quality from 1994 to 2000, 2) to analyze how to evaluate environment quality with minimum cost and effort, and 3)to assess the capability of remote sensing data in evaluation of environmental condition in Segara Anakan waters. The result of the study is expected to be beneficial as inputs in determining the efficient method to evaluate environmental condition. Similar method is expected to be able to be modified and applied for other water areas in Indonesia. Remote sensing analysis carried out consists of mangrove analysis, land cover changes analysis, and water quality analysis. Land cover in this area divided into nine classes, that is : 1) water, including river, lake and sea, 2) swamp, 3) ponds, 4) mangrove forest, 5) rice field, 6) mixed plant, 7) forest, 8) bare land, and 9) settlement. Parameters of water quality detected from remote sensing data are turbidity, Total Suspended Solid (TSS), Plumbum (Pb), oil and Biochemical Oxygen Demand (BOD). The study is a laboratory research for analysis of remote sensing data and field survey to gain and locate observation, measurement of water quality, and collecting social and economy data. Field data is also obtained from secondary data, that is the result of previous research and from Statistical Central Agency. Remote sensing analysis is carried out in several steps, that is : 1) pre processing, including precision geometric correction and atmospheric correction, and 2) image processing by using field data as references of accuracy. The result of remote sensing data analysis shows three points: 1) mangrove forest in this area has been continuously experiencing a decreasing acreage and change in density level during 6 years of observations, from 1994 to 2000, and 2) conversion of land use from one land cover into another has been continuously happened in this area, hence quality of the environment in the area shows a continuous decrease. From the result of observations and analysis of condition of Segara Anakan and surrounding waters, two points can be concluded, that is : 1. Environmental quality in Segara Anakan and surrounding waters have declined from 1994 to 2000 2. Remote sensing data with wide coverage, high temporal resolution, and its good spectral characteristic is capable of evaluating environmental condition by using analysis of several parameters, that is: 1) Analysis of mangrove acreage and density changes, 2) Analysis of land use/cover changes, and 3) Analysis of water quality parameters. 3. Compared to research that relies only on terrestrial observation, cost and effort using remote sensing data are relatively small. Number References : 43 (1982 - 2000)
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T14628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>