Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jon Arifian
"Data kondisi batas laut-atmosfer dari NCEP/NCAR reanalysis periode 1974-2002 telah dijadikan masukan bagi simulasi model laut global MPIOM untuk wilayah regional perairan Indonesia tepatnya di jalur Arlindo. Studi ini menggunakan sistem model dengan grid curvilinier dengan dua kutub di wilayah China dan Australia. Model mensimulasi variabilitas thermohaline dan transport pada jalur Arlindo dan focus pada enam kanal utama di jalur Arlindo yang mewakili jalur masuk dan keluar utama (Selat Makassar, Lifamatola, Halmahera, Lombok, Ombai dan Timor).
Hasil validasi variabilitas temperatur dan volume transport hasil simulasi di jalur Arlindo di selat Makassar memiliki nilai korelasi berturut-turut 0.88 dan 0.71 dengan data observasi in-situ selama periode El- Niño (Januari 1997-Februari 1998). Variabilitas interannual temperatur dan salinitas di enam kanal menunjukkan bahwa lapisan thermocline (antara 47-220 meter) memiliki korelasi paling kuat dengan indeks ENSO, dibandingkan lapisan permukaan dan laut dalam. Korelasi temperatur dan salinitas dengan SOI dimajukan satu bulan tertinggi terjadi di selat Lifamatola (0.77) dan SOI dimajukan dua bulan tertinggi terjadi di selat Makassar (0.74).
Hasil simulasi di selat Makassar menunjukkan bahwa volume transport terbesar terjadi di lapisan 100-385 meter. Variabilitas transport mengikuti episode ENSO dengan transport maksimum pada periode La-Niña dan transport minumum pada periode El-Niño. Rata-rata volume transport di jalur Arlindo pada periode 1974-2002 menunjukkan bahwa nilai terbesar terjadi di selat Makassar, yaitu 9.8 Sv, kemudian selat Lifamatol 5.5 Sv dan selat Halmahera 1.5 Sv. Sementara itu di tiga kanal keluar, rata-rata volume transport bulanan masing-masing adalah selat Lombok 2.4 Sv, selat Ombai 5.7 Sv dan laut Timor sebesar 10.5 Sv.

Climatic boundary forcing fields from NCEP/NCAR re-analyses for a period between 1974 to 2002 were used as the major input forcing from atmosphere to drive the global ocean model MPIOM for the Indonesian archipelago focusing over the Indonesian Throughflow (ITF) region. This study applies a special model grid with curvilinear grid system that uses bipolar over Australian and China. The model simulates thermohaline and current variabilities within major ITF passages that represents three major inlets (Makassar, Lifamatola and Halmahera Straits) and three major outlets (Lombok, Ombai and Timor Straits).
The model result validation using temperature and volume transport from the Arlindo Project gives a correlation of 0.88 and 0.71, respectively, over the Makassar Strait. The Arlindo project installed mooring buoy between January 2007 to February 2008 month or during a strong El-Niño 1997/1998. The interannual temperature and salinity variabilities in six major passages show that the thermocline (between 47 to 220 meter) has significant and better correlation with the ENSO index than the surface and deep ocean levels. Correlations of the temperature and salinity against SOI index reach the highest when time lag of one-two month is applied over the Lifamatola Strait (0.77) and over Makassar Strait (0.74).
The result of simulation indicates that the largest volume transport occurs at depth of 100-385 meter. Volume transport variability follows the ENSO episodes with maximum during La-Niña and minimum during El-Niño. The average volume transport in Arlindo during the period of 1974?2002 shows that the largest volume transport occur in the Makassar strait 9.8 Sv, then the Lifamatola 5.5 Sv and the Halmahera 1.5 Sv.Meanwhile in the major outlets, average monthly volume transport in the Lombok, Ombai and Timor Straits are 2.4, 5.7 and 10.5 Sv, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T39494
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rizkia Nabhani
"Dalam ranah ilmu geologi, kandungan polen dalam sedimen dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh aktivitas manusia terhadap lingkungan. Hal ini dilakukan dengan merekonstruksi ulang perubahan bentang vegetasi berdasarkan kandungan polen dan spora yang ada di dalam sedimen. Kehadiran charcoal dalam sedimen khususnya yang diambil dari wilayah tropis juga dapat mengindikasikan budaya masyarakat yang berkaitan dengan pembukaan lahan. Umumnya pembukaan lahan di Indonesia dilakukan dengan cara membakar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi perubahan bentang vegetasi dan sejarah api yang terjadi pada Kala Antroposen di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan analisis terhadap data palinologi, charcoal, dan umur absolut berdasarkan metode 210Pb. Terdapat dua belas perconto dengan panjang 110 cm dan interval 10 cm. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, sedimen yang diambil dari Teluk Balikpapan diendapkan pada lingkungan hutan bakau yang ditunjukkan oleh kelimpahan Rhizophoraceae dengan frekuensi yang sangat tinggi. Perubahan bentang vegetasi yang terjadi pada tiap zonasi polen berkaitan dengan aktivitas manusia seperti pembangunan kilang minyak, pertambangan batu bara, pembangunan kota, dan eksploitasi hutan. Sementara sejarah api menunjukkan bahwa penggunaan api di sekitar Teluk Balikpapan sudah cukup intensif sekitar 100 tahun yang lalu yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang berkaitan dengan peristiwa ENSO (El Niño-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), dan Proyek Sawah Sejuta Hektar. Intensitas api yang tinggi berkaitan dengan periode ENSO kuat. Berdasarkan data palinologi dan data charcoal, dapat disimpulkan bahwa perubahan bentang vegetasi dan sejarah api tidak memiliki kaitan.

In the realm of geology, the pollen content in sediments can be used to determine the effect of human activities on the environment. This is done by reconstructing changes in the vegetation landscape based on the pollen and spore content in the sediment. The presence of charcoal in sediments, especially those extracted from tropical areas, can also indicate community culture related to land clearing. Generally, land clearing in Indonesia is carried out by burning forests. This study aims to reconstruct changes in vegetation landscape and fire history that occurred during the Anthropocene in Balikpapan Bay, East Kalimantan. The approach taken in this study is to analyze data on palynology, charcoal, and absolute age based on the 210Pb method. There were twelve samples with a length of 110 cm and 10 cm intervals. Based on the analysis that has been done, sediments taken from Balikpapan Bay were deposited in the mangrove forest environment shown by the extremely high abundance of Rhizophoraceae. Changes in the vegetation landscape that occur in each pollen zone are related to human activities such as the oil refinery construction, coal mining, urban development, and forest exploitation. Meanwhile, the history of fire shows that the use of fire around Balikpapan Bay was quite intensive about 100 years ago which was influenced by weather conditions related to the events of ENSO (El Niño-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), and the Million Hectare Rice Project. High fire intensity is associated with periods of strong ENSO. Based on palynological and charcoal data, it can be inferred that there is no connection between changes in vegetation landscape and fire history."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library