Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Febrina
Abstrak :
Ekspresi Budaya Tradisional sudah ada sejak dahulu secara turun temurun dan diwariskan dari generasi. Salah satu ekspresi budaya tradisional yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia adalah keragaman kain tradisional, yaitu kain tenun. Kain tenun Ulos Batak Toba sebagai salah satu kain tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia. Dibutuhkan perlindungan hukum yang tepat untuk mencegah dan menyelesaikan berbagai pelanggaran hukum dalam melindungi Ulos Batak Toba, karena walaupun ekspresi budaya tradisional sudah dilindungi baik secara nasional dan internasional tetapi peraturan-peraturan tersebut masih belum mampu mengakomodir perlindungan ekspresi budaya tradisional di Indonesia. Hal tersebut menjadikan ekspresi budaya tradisional rentan terhadap tindakan pemanfaatan dan eksploitasi di antaranya peniruan kain Ulos Batak Toba oleh pihak lain secara melawan hukum. Ulos Batak Toba memiliki nilai-nilai ekonomi dan budaya yang memberikan manfaat ekonomi dari pemanfaatan tersebut. Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan bersifat yuridis normatif, penulis mengkaji kaidah atau asas hukum yang berhubungan dengan bagaimana perlindungan hukum Ekspresi Budaya Tradisional kain Ulos Batak Toba dalam sistem hukum HKI dan penerapan penganturannya di Indonesia. Berdasarkan hal ini peneliti menyimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap Ulos Batak Toba sebagai ekspresi budaya tradisional berdasarkan sistem Hukum HKI dan UU Pemajuan Kebudayaan belum efektif, diperlukan aturan bersifat sui generis yang spesifik dan terpisah mengatur mengenai Ekspresi Budaya Tradisional. Pemerintah Daerah juga turut serta dalam memberikan kepastian hukum kepada pencipta atau pemegang hak Ekspresi Budaya Tradisional Budaya kain Ulos Batak Toba. ......Traditional Cultural Expressions have been around for generations and are passed down from generations. One of the expressions of traditional culture that is the pride of the Indonesian people is the diversity of traditional fabrics, namely woven fabrics. Ulos Batak Toba woven cloth as one of the traditional fabrics owned by the Indonesian people. Proper legal protection is needed to prevent and resolve various violations of the law in protecting Ulos Batak Toba, because although traditional cultural expressions have been protected both nationally and internationally, these regulations are still unable to accommodate the protection of traditional cultural expressions in Indonesia. This makes traditional cultural expressions vulnerable to exploitation and exploitation, including the imitation of the Ulos Batak Toba cloth by other parties against the law. Ulos Batak Toba has economic and cultural values that provide economic benefits from these uses. The nature of the research in this research is descriptive in nature with a normative juridical approach, the author examines the legal principles or principles related to how the legal protection of traditional cultural expressions of Ulos Batak Toba cloth in the IPR legal system and its implementation in Indonesia. Based on this, the researcher concluded that the legal protection of the Batak Toba Ulos as a traditional cultural expression based on the IPR legal system and the Law on Cultural Advancement has not been effective, it requires sui generis rules that are specific and separate regulating traditional cultural expressions. The Regional Government also participates in providing legal certainty to the creator or right holder of the Traditional Cultural Expression of Batak Toba Ulos cloth.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Langen Mandrawanara as a Javanese opera is one of the musical drama dance genres......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hafsoh Shoparina
Abstrak :
ABSTRAK Seni Tari sebagai bentuk Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Indonesia sangat beragam dan dengan jumlah sangat banyak belum dapat terakomodir dengan baik. Seringkali masyarakat tradisional beranggapan tarian tradisional adalah milik bersama (komunal) sehingga terhadap kurangnya perhatian terkait hak cipta menyebablkan klaim terhadap EBT Indonesia oleh pihak asing seperti halnya Tari Pendet Bali. Bertujuan mengkaji konsep perlindungan Hak Cipta dalam rangka melindungi seni tari tradisional, tesis ini meengangkat pokok permasalahan tentang pengaturan EBT dalam perundang-undangan di Indonesia, perlindungan, upaya serta kendala dalam melindungi EBT dari klaim pihak asing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, yang dilakukan dengan cara wawancara, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa UU Hak Cipta belum dapat memberikan perlindungan terhadap EBT khususnya Tari Pendet Bali meskipun pasal EBT tertuang jelas. Hal ini dikarenakan belum ada perangkat peraturan pelaksana dari UU Hak Cipta menyulitkan penegak hukum melaksanakan UU, masyarakat tradisional berparadigma komunal serta kurang memiliki kesadaran dan pemahaman bahwa EBT Indonesia dilindungi oleh Hak Cipta, sehingga banyak terjadi klaim oleh pihak asing terhadap EBT Indonesia. Namun demikian, upaya positif dilakukan antara lain, dari pihak pemerintah dan peran serta masyarakat. Langkah awal pemerintah perlu melakukan inventarisasi dan dokumentasi secara konsisten dan berkesinambungan, sosilisasi pentingnya perlindungan hukum terhadap EBT, dan mengkaji EBT dibuat UU Sui Generis.
ABSTRACT The dance as a form of the traditional cultural expressions (EBT) of Indonesia very diverse and so many can not be accommodated properly. Often traditional society assume traditional dance is generally owned (communal) so that the lack of attention led to a claim of copyright related to EBT Indonesia by foreigners as well as Pendet Bali. With a vieq to analyzing the concept of copyright protection the framework of to protect traditional dance, this thesis brings forward the issues on regulating EBT in legislation in Indonesia, protection, efforts and constraints in protecting EB T of claims from foreigners. The method of this study is juridicial normative which is done by interviews, statutory approach and case approach. The study shows that the copyright law could not provide protection against EBT especially Pendet Bali even though Article EBT clearly stated. This is because there is no device implementing regulations of the copyright law make it difficult for law enforcement to implement legislation, the traditional society has paradigm of communal and have less awareness and understanding that EBT Indonesia protected by copyright, so prevalent claims by foreigners against EBT Indonesia. However, positive attempts made, among others, from the government and the role of community. The first step the government needs to conduct an inventory and documentation consistenly and continuously, socialize the importance of legal protection over EBT, and study EBT made law sui generis.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Ziva Nurmansyah
Abstrak :
Studi ini membahas perlindungan hukum yang diberikan pada ekspresi budaya tradisional, baik secara internasional maupun nasional, terutama terhadap penggunaan dan klaim komersial oleh pihak asing. Studi kasus tentang klaim dan penggunaan komersial oleh pihak asing pada ekspresi budaya tradisional ditinjau dari perspektif internasional hukum perdata untuk mengetahui hukum yang akan diterapkan jika peristiwa serupa terjadi di masa depan. Penelitian ini adalah studi literatur-normatif menggunakan data sekunder, dan dibantu dari wawancara dengan pihak terkait sebagai data pelengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi ekspresi budaya tradisional di tingkat nasional dan ruang lingkup internasional sudah ada, tetapi belum dapat melindunginya sepenuhnya. Studi ini juga menunjukkan perlindungan hukum yang diberikan di tingkat nasional dan nasional tingkat internasional belum efisien hukum perdata internasional dapat digunakan dalam menentukan hukum yang digunakan dalam menyelesaikan perselisihan.
This study discusses the legal protection given to traditional cultural expressions, both internationally and nationally, especially against commercial uses and claims by foreign parties. Case studies of claims and commercial use by foreign parties on traditional cultural expressions are reviewed from an international perspective on civil law to find out which laws will be applied if similar events occur in the future. This research is a literature-normative study using secondary data, and is assisted from interviews with related parties as supplementary data. The results showed that regulation of traditional cultural expression at the national level and international scope already existed, but could not protect it fully. This study also shows that legal protection provided at the national level and at the national level has not been efficient. International civil law can be used in determining the law used in resolving disputes.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istie Widyastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia memiliki sangat banyak PTEBT yang bersumber dari keanekaragaman budaya rakyatnya, namun pada faktanya Indonesia tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi PTEBT-nya pada saat pihak asing menggunakan tanpa ijin, diantaranya lagu daerah Maluku yang berjudul Rasa Sayange, Reog Ponorogo, dan Tari Pendet yang digunakan Malaysia untuk mempromosikan pariwisatanya, motif bunga (fleur) milik masyarakat Bali yang diklaim menjadi milik PT. Karya Tangan Indah yang mengalihkan hak-haknya kepada John Hardy Limited, dan ukiran Jepara yang diklaim milik PT. Harrison & Gil-Java. Indonesia telah menjadi anggota beberapa organisasi internasional dan meratifikasi konvensi-konvensi intenasional yang berkaitan dengan perlindungan PTEBT, namun demikian hingga saat ini Indonesia belum memiliki sistem perlindungan yang tepat untuk mencegah dan menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Indonesia hanya mengatur mengenai perlindungan PTEBT dalam Undang-Undang Hak Cipta (UUHC). Sekalipun UUHC telah beberapa kali diubah namun pengaturan mengenai hal tersebut tetap saja sangat minim. Lebih jauh lagi, meskipun Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Pemerintah harus membuat peraturan pelaksana undang-undang dan membentuk instansi terkait sebagai suatu perwakilan untuk memberikan ijin kepada pihak asing yang ingin menggunakan PTEBT milik Indonesia, serta Peraturan Pemeritah yang mengaturnya, namun hingga saat ini belum terealisasikan. Permasalahan yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya pencegahan penggunaan secara melawan hukum PTEBT milik Indonesia oleh pihak asing terutama yang terjadi di luar Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap PTEBT milik Indonesia dan menganalisa penanganan terhadap penyalahgunaan PTEBT milik Indonesia oleh pihak asing, terutama yang terjadi di luar Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perbandingan, yaitu membandingkan mengenai perlindungan PTEBT yang ada di India, Australia, dan Filipina yang telah memiliki peraturan yang berhasil menyelesaikan beberapa kasus mengenai pelanggaran PTEBT untuk dapat dijadikan bahan bagi Indonesia untuk membentuk suatu pengaturan khusus tentang PTEBT. Berdasarkan penelitian ini, Penulis berpendapat bahwa Indonesia perlu memiliki peraturan perundang-undangan sui generis yang mengatur tentang PTEBT secara lebih fokus dan terinci, termasuk mekanisme pemberian ijin penggunaan, instansi pemerintah yang khusus menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan PTEBT, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi.
ABSTRACT
Indonesia have so many TK and TCEs derived from cultural diversity of its people, but in fact Indonesia cannot do much to protect its TK and TCEs when foreign party use them without permission. Some of those violation cases such as when Malaysia used the folk song titled ?Rasa Sayange? from Maluku, the folk performance ?Reog? from Ponorogo, and the folk dance ?Pendet? from Bali which are use to promote its tourism; the flower pattern (fleur) belongs to Balinese which claimed to be owned by PT. Karya Tangan Indahwhich transferred its rights to John Hardy Limited; and, the Jepara carvings that claimed by PT. Harrison & Gil-Java. Indonesia has been a member of several international organizations and ratifying International Conventions to the protection TK and TCEs. However, until now Indonesia has not had proper protection system to prevent and resolve the violations occured. Indonesia merely produces the regulation of TK and TCEs protection under Copyright Act. Although Copyright Act has been amended several times but the regulation relating the subject is still very minimal and unsatisfactory. Furthermore, although Article 10 of Act No. 19 year 2002 regarding Copyright states that the Government should establish related regulations and law enforcement agencies as a representative to give permission for other foreign party who want to use TK and TCEs owned by Indonesia, and Government regulations that govern it, which until now has not been materialized. The problem discussed in this study is how to handle TK and TCEs abuse which owned by Indonesia and done by foreigners, especially with the cases which emerge outside of Indonesia. The purpose of this research is to know about legal protection of TK and TCEs belongs to Indonesia and analyze the handling of TK and TCEs abuse belongs to Indonesia by foreigners, mainly TK and TCEs abuse that occurred outside of Indonesia. this research uses the comparative approach, which is comparing the TK and TCEs protection that exist in India, Australia, and the Philippines, who have been successfully completed several regulations regarding infringements cases of TK and TCEs to be used as material for Indonesia to establish a special regulation concerning TK and TCEs. Based on the research result, the author argue that Indonesia needs to have more focused and detailed sui generis laws and regulations governing TK and TCEs, including the mechanism of granting licenses of TK and TCEs, the government agency that specialized in handling everything related to TK and TCEs, and dispute resolution mechanism.
2013
T32670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Achmad Rezky Sanaky
Abstrak :
ABSTRAK
Perlindungan ekspresi budaya tradisional EBT merupakan hal yang baru pada rezim kekayaan intelektual. Di Indonesia EBT dilindungi melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Hak-Hak Terkait. Pemerintah daerah juga turut serta dalam membantu pelestarian dan menjaga budaya khas daerahnya sesuai yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2017 lalu juga telah disahkan peraturan yang mengatur mengenai perlindungan budaya yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Budaya. Walaupun telah banyak peraturan yang diratifikasi oleh Indonesia dalam hal melindungi EBT, namun terbukti perlindungan terhadap EBT masih belum dilakukan secara maksimal. Salah satu contoh yang paling konkrit adalah ketika lagu khas daerah provinsi Maluku yang berjudul Rasa Sayange dipakai dalam pembukaan SEA Games 2017. Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa negara serta pemerintah daerah provinsi Maluku butuh upaya-upaya perlindungan hukum dimasa yang akan datang agar bisa menjamin perlindungan terhadap EBT lewat lagu khas daerah bisa dilindungi dengan baik. Upaya-upaya perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh pemerintah beberapa diantaranya adalah pemerintah bisa memanfaatkan Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu, membuat publikasi mengenai sejarah dan data-data yang berkaitan dengan lagu khas daerah dan ekspresi budaya lainnya serta melakukan kerjasama dengan masyarakat lokal.
ABSTRACT
The protection of Traditional Cultural Expressions TCE is a new field in intellectual property regime. In Indonesia, it is protected by Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 about Copyright and Related Right. Local government also have responsible that has been regulated by Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 about Local Government. In 2017 that has been added a new regulation that protect traditional culture in Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017 about Advancement in Culture. Although there were many regulations ratified by Indonesia in terms of protecting TCE, but the regulated is not fully maximize to protect the TCE. One of the most concrete examples was when a Maluku folk song Rasa Sayange being used in the opening of the 2017 SEA Games. From this, it can be concluded that the state and the provincial government of Maluku need a future legal protection efforts in order to guarantee the protection of the folk song and other TCE. The legal efforts that the government can do are by using the Integrated Cultural Data Collection System, making historical publications and data rsquo s relating to folk song and other TCE and do some cooperating work to protect the folk song and other TCE with local communities.
2018
T51488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Al Muhammad
Abstrak :
Dewasa ini pemerintah Indonesia telah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 Tentang Kekayaan Intelektual Komunal yang merupakan perangkat hukum pelindungan Ekspresi Budaya Tradisional. Adanya keterkaitan erat antara pelindungan Ekspresi Budaya Tradisional dengan rezim pemajuan kebudayaan mengakibatkan perlunya perhatian lebih atas sinkronasi norma-norma hukum yang dimuat dalam masing-masing peraturan perundang-undangan. Ketidakselarasan norma dalam sistem hukum kekayaan intelektual dan sistem hukum pemajuan kebudayaan terkait pelindungan Ekspresi Budaya Tradisional, implikasi ketidakselarasan, dan upaya yang dapat dilakukan atas ketidakselarasan merupakan hal akan dibahas di dalam skripsi ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan fokus penelitian menganalisis taraf sinkronasi horizontal peraturan perundang-undangan. Dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat ketidakselarasan dalam norma inventarisasi dan pemanfaatan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 dengan Undang Undang Pemajuan Kebudayaan serta peraturan perlaksananya. Dalam ketentuan inventarisasi, ketidakselarasan terjadi pada norma yang mengatur keterlibatan subjek-subjek untuk melakukan inventarisasi atas Ekspresi Budaya Tradisional. Sedangkan ketidakselarasan norma dalam ketentuan pemanfaatan, terletak pada subjek yang terikat dalam perizinan, subjek yang berwenang mengeluarkan perizinan, dan pedoman terkait mekanisme dan tatacara pemberian perizinan maupun pembagian manfaat. Apabila ditinjau melalui asas kepastian hukum, maka ketidakselarasan norma yang terjadi berdampak pada ketidakjelasan, keraguan, kontradiktif, dan ketidakdapatlaksanaan peraturan perundang-undangan. Untuk mengurangi dampak yang terjadi, pemerintah sepatutnya melakukan pengkajian ulang terhadap tiap-tiap regulasi hukum yang memberikan pelindungan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional. Selain itu, mengingat keterlibat seluruh lapisan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelindungan Ekspresi Budaya tradisional, sudah sepatutnya pemerintah mengikutsertakan pihak-pihak tersebut dalam upaya pelindungan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional melalui salah satu mekanisme yaitu Triple Helix Collaboration. ......The Indonesian government has recently enacted Government Regulation Number 56 of 2022 concerning Communal Intellectual Property, which serves as a legal framework for the protection of Traditional Cultural Expressions. The close relationship between the protection of Traditional Cultural Expressions and the cultural advancement regime necessitates increased attention to the synchronization of legal norms contained in each legislation. Discrepancies of Norms between the Intellectual Property Law System and the Cultural Advancement Law System Regarding the Protection of Traditional Cultural Expressions, its implications, and possible efforts to address such inconsistency are the subjects to be discussed in this thesis. The research methodology employed in this study is juridical-normative, with a research focus on analyzing the level of horizontal synchronization of legislative regulations. From this research, it can be concluded that there is discrepancies of Norms within the provisions of inventory and utilization stated in Government Regulation Number 56 of 2022, as well as the Cultural Advancement Act and its implementing regulations. In the inventory provisions, discrepancies occurs in the norms governing the involvement of subjects in inventorying Traditional Cultural Expressions. As for the utilization provisions, disharmony arises in the subjects bound by licensing, the authorities responsible for issuing licenses, and the guidelines related to licensing procedures and benefit distribution. When examined through the principle of legal certainty, the discrepancies of norms that occurs leads to ambiguity, doubt, contradictions, and the non-implementation of legislative regulations. To mitigate the resulting impacts, the government should conduct a reassessment of each legal regulation that provides protection for Traditional Cultural Expressions. Furthermore, considering the involvement of all layers of society is crucial to the success of protecting traditional cultural expressions, it is appropriate for the government to involve these parties in the efforts to protect Traditional Cultural Expressions through mechanisms such as Triple Helix Collaboration.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prajna Pradipta R.
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang peran hukum dalam melestarikan batik Jawa sebagai ekspresi budaya tradisional dan memberi jaminan hukum bagi batik dalam ekonomi kreatif untuk mencegah tindakan apropriasi terhadap batik. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan-normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlindungan hukum terhadap batik dapat dilakukan dengan menggunakan indikasi geografis atau Batikmark karena sifatnya yang tidak terbatas oleh waktu, memberi tanda orisinalitas batik, tidak membatasi kreativitas masyarakat budaya, dan dapat digunakan secara komunal.
The focus of this study is to analyse the role of legal protection in safeguarding Javanese batik as traditional cultural expression in creative economics setting against the act of apropriation. This study is a normative-literature research using secondary data. The conclusion of this study propose the use of geographical indications and Batikmark as a mean of legal protection for batik because both are not limited by time, signify the originality of batik, do not limit the creativity of batik, and can be used communally.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42265
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Fairuza Hassan
Abstrak :
ABSTRAK
Seni Tato Mentawai merupakan bagian dari warisan budaya tertua di Indonesia yang berlu dilindungi Hak Kekayaan Intelektualnya. Tato Mentawai cukup unik walaupun tatonya memiliki motif yang cukup sederhana, namun dibalik setiap motif itu memiliki pengertian tersendiri. Oleh karena itu permasalahan yang dibahas adalah bagaimana perlindungan seni tato tradisional ditinjau dari UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, apakah perlindungan warisan budaya sudah memadai dan efektif dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat beserta Pemerintah Indonesia untuk melindungi seni tato tradisional Mentawai. Penelitian menggunakan metode normative yuridis dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan mengenai Hak Cipta seni tato dalam hal ini dapat dikategorikan dalam seni motif sudah ada sejak UU Hak CIpta Tahun 1987 sampai dengan saat ini dengan UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Saat ini perlindungan seni motif diatur pada Pasal 40 ayat (1) huruf f UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Pada pasal tersebut yang dilindungi adalah karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase yang menunjukkan keasliannya dan dibuat secara konvensional. Sedangkan untuk seni motif yang merupakan warisan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi diatur pada Pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 dan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara. Pengaturan mengenai perlindungan hak cipta ekspresi budaya belum memadai dan efektif karena belum ada kejelasan dalam penerapan Pasal 38 ayat (1). Peraturan pelaksanaannya yang berupa Peraturan Pemerintah sampai saat ini belum terbit. Upaya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk melindungi seni tato tradisional Mentawai adalah dengan meningkatkan kegiatan pariwisata. Namun kesadaran untuk melindungi hak cipta seni tato tradisional masih kurang.
ABSTRACT
Tattoo art is part of the Mentawai of Indonesia's oldest cultural heritage needs to be protected Intellectual Property Rights. Tattoos Mentawai tattoo is quite unique though motives are quite simple, but behind every motive that has its own understanding. Therefore, the issues discussed was how the protection of traditional tattoo art in terms of the Copyright Act No. 28, 2014, whether the cultural heritage protection is adequate and effective and what measures can be taken by the Government of West Sumatra Provincial Government together with Indonesia to protect traditional Mentawai tattoo art. Using normative juridical research with qualitative approach. The survey results revealed that the arrangements regarding the Copyright art of tattooing in this case can be categorized in art motif has existed since the Copyright Act 1987 up to now by the Copyright Act No. 28 Year 2014. The motif art protection provided by Article 40 paragraph (1) f of the Copyright Act No. 28, 2014. In the article is protected are works of art in all forms such as paintings, drawings, engravings, calligraphy, sculpture, sculpture or collage that shows originality and prepared conventionally. As for the art motif which is a cultural heritage passed down from generation to generation provided by Article 38 paragraph (1) of the Copyright Act No. 28 Copyrighted 2014 and held by the State. Arrangements regarding the copyright protection of cultural expressions has not been adequate and effective because there is no clarity in the application of Article 38 paragraph (1). Its implementing regulations in the form of government regulation has not been published until now. Efforts of Local Government of West Sumatra Province to protect the traditional Mentawai tattoo art is to increase tourism activities. But awareness of copyright to protect their traditional tattoo art less.
2016
S63769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library