Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Pratiwi
Abstrak :
Penelitian ini berupaya menganalisis mengenai kebijakan energi China terhadap Angola dalam upaya mengamankan pasokan energi minyaknya. Upaya China dilakukan melalui diplomasi energi dengan menggunakan instrumen positive economic statecraft. Untuk, tulisan ini menganalisa mengenai sejumlah aktivitas diplomasi China untuk Angola seperti kunjungan diplomatik, bantuan luar negeri, investasi, perdagangan dan kerjasama ekonomi. Selain itu, penulis juga menganalisa indikator keberhasilan energi China di Angola dan faktor-faktor yang mendorong keberhasilan diplomasi tersebut. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan mengambil data melalui studi kepustakaan. Pada akhirnya penelitian ini menemukan bahwa sejumlah faktor yang mendukung keberhasilan ekonomi di China antara lain; pergeseran kebijakan China dari ideologi China ke ekonomi pragmatis, penggunaan charm foreign policy, isu HAM di Angola, kurangnya kontrol kebijakan energi di Angola dan terakhir berhasilnya diplomasi di Angola juga dipengaruhi oleh gagalnya diplomasi Amerika di Afrika sehingga tidak ada power yang lebih besar di Afrika yang memudahkan China melakukan ekspansi minyak dan mendapatkan pasar di Angola. ...... This research attempts to analyze China energy policy towards Angola as part of its efforts to secure the country's oil supply. To reach this goal, China utilizes its energy diplomacy using positive economic statecraft instrument. Therefore, this thesis will analyze a number of diplomatic activities that had been made between China and Angola such as diplomatic visits, foreign aid, investment, trade and economic cooperation. Furthermore, this thesis will analyze the impetus factors and the success indicator of China's energy diplomacy in Angola. The author uses qualitative methodology by collecting data from various literature studies. Ultimately, this research finds a number of impetus factors of China economic success, such as; the shift in China ideology to pragmatic economic, the use of charm foreign policy, human rights issue in Angola, the lack of control of energy policy in Angola and lastly, the failure of United States of America diplomacy in Africa (thus there's no greater foreign power in the continent) provides an opportunity for China to expand their oil business and getting a market in Angola.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safitri
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan melakukan analisis upaya China untuk mengamankan pasokan energinya di Indonesia melalui economic statecraft. Sejak menjadi net oil importer pada tahun 1993, China mengubah kebijakan energi yang pada awalnya dilakukan secara self sufficiency menjadi going abroad melalui kerja sama dan ekspansi ke luar negeri. Diversifikasi sumber pemasok energi adalah hal yang vital untuk menekan resiko dependensi pada pemasok tertentu. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa China menggunakan instrumen economic statecraft yang berupa bantuan asing dan foreign direct investment dalam melakukan diplomasi energi di Indonesia.
ABSTRACT This research attempted to do an analysis of strategies used by China, in its efforts to secure energy supplies from Indonesia through economic statecraft. Since becoming a net oil importer in 1993, China's changing energy policy that was originally done in self-sufficiency be going abroad through cooperation and overseas expansion. Diversification of sources of energy suppliers is vital to reduce the risk of dependency on specific suppliers. The results of this study show that China's use of economic statecraft?s instruments in the form of foreign aid and foreign direct investment in doing energy diplomacy in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toton Hartanto
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang pengaruh threat against U.S. terhadap pilihan instrumen kebijakan luar negeri AS dalam Global War on Terrorism (GWoT) dimana salah satunya adalah Container Security Initiative (CSI). Analisis dalam tesis ini menggunakan Economic Statecraft Concept (Baldwin,1985) sebagai teori utama. Kajian literatur dalam penelitian ini menemukan adanya security threat dan economic threat yang mendorong AS memilih CSI sebagai economic statecraft dalam kebijakan GWoT. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dimana dari pengolahan data statistik menggunakan logistic regression yang mendapatkan adanya bukti yang membenarkan CSI sebagai economic statecraft dan efektifitas CSI sebagai instrumen kontra terorisme AS. ......This thesis discusses the impact of the threat against U.S. to choose foreign policy instrument in the Global War on Terrorism (GWoT), in this case is Container Security Initiative (CSI). The analysis in this thesis using Economic Statecraft Concept (Baldwin, 1985) as main theory. Literature review in this study found security threat and economic threat that drives the U.S. choose CSI as economic statecraft in GWoT policy. This study is a quantitative research, in which processing of statistical data using logistic regression found evidence to justify CSI as economic statecraft and effectiveness of CSI as an instrument of U.S. counter-terrorism.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30569
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aspin Nur Arifin Rivai
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini menaklik hubungan negara dan bisnis dalam kebijakan ekonomi luar negeri China bernama BRI. Berangkat dari konsep ldquo;bina ekonomi negara rdquo; dan metode penelitian kualitatif ndash; studi kasus, penelitian ini mengafirmasi bahwa agenda konektivitas melalui BRI mengandung motif ekonomi dan politik China di Asia Tenggara. Tujuan strateginya, yaitu pendalaman hubungan kerja sama dan kontiunitas internasionalisasi. Penelitian ini menunjukkan aktor bisnis memiliki keterlibatan penting dalam penyelenggaraan bina ekonomi negara. Industri konstruksi infrastruktur dan transportasi merupakan bagian dari pengendalian tersebut. Proses penetrasi berlangsung dalam empat faktor determinan. Pertama, kebijakan BRI dijadikan sebagai program pembangunan nasional yang sesuai visi China rsquo;s Rejuvenation, sehingga hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah subnasional terunifikasi. Kedua, tujuan antara pemerintah dengan aktor bisnis bersifat kompatibel. Terakhir, hubungan anatar pemerintah dengan kedua sektor industri beserta keterlibatan aktor bisnisnya menjadi direktif dan hierarkis, karena pemerintah melakukan penguasaan sistem kepemilikan, sistem manajemen perusahaan, dan struktur kepemimpinan perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa negara berhasil mengendalikan aktor bisnis.Kata kunci: BRI, Negara-Bisnis, Bina Ekonomi Negara, Konektivitas, dan Industri Konstruksi dan Transportasi.
ABSTRACT
This thesis examines state business relations in Belt and Road Initiative as China rsquo s foreign economic policy. Set forth from ldquo economic statecraft rdquo theory and qualitative method, this research shows that connectivity agenda through BRI have economic and geostrategic motives and interrelated in Southeast Asia. The significance of the strategy are internationalization continuity and deepening of cooperation. This research found that commercial actor as important part to implemented economic statecraft. The penetration process occupy in four determinant factors. First, BRI is positioned as national development and convergent in ldquo China rsquo s Rejuvenation rdquo , so that the relationship between the central government and subnational government is unified. Second, the intrinsic goal is compatible between government and commercial actors. Third, market structure in infrastructure construction and transportation industry sector is created by government become more concentrated and monopoly. Finally, the reporting relationship between state and commercial actors become more directive, hierarchy, and centralized, because government exercises ownership control, corporate managements, and the composition of personnels and company leader is appointed directly by government. The results of this research indicate that state has controlled actor commercial for reach economic and geostrategic aims in Southeast Asia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avina Nadhila Widarsa
Abstrak :
Setelah terlibat konflik politik selama lebih dari enam dekade, Cina mengambil sebuah kebijakan yang fenomenal dalam hubungannya dengan Taiwan. Pada tanggal 29 Juni 2010 disepakati suatu kerangka kerjasama ekonomi yang ditandatangani oleh Association for Relations Across Taiwan Straits (ARATS) yang mewakili pemerintah Cina dan Strait Exchange Foundation (SEF) yang mewakili pemerintah Taiwan. Penandatanganan Cross Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) ini menandai babak baru dalam hubungan lintas selat. Walaupun perjanjian tersebut bertujuan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi yang resiprokal dan setara, dalam isi perjanjian ECFA justru lebih menguntungkan Taiwan daripada Cina. Dalam ECFA disepakati kedua pihak sepakat untuk menurunkan tarif pada produk - produk ekspornya hingga 0%. Cina bersedia menurunkan tarif bagi 539 produk impor dari Taiwan, sementara Taiwan hanya bersedia menurunkan tarif bagi 267 produk impor dari Cina. Jelas terdapat ketidakseimbangan dalam kesepakatan ekonomi tersebut. Menjadi pertanyaan yang menarik, mengapa Cina tetap mau menandatangani perjanjian yang sudah jelas merugikan baginya secara ekonomi Melalui kerangka pemikiran economic statecraft, penelitian ini mengidentifikasi bahwa Cina memiliki memiliki kepentingan di balik penandatanganan ECFA. Adapun kepentingan politik Cina dalam penandatanganan ECFA adalah sebagai tahap awal untuk mencapai reunifikasi secara damai dengan Taiwan dan sebagaim pembuktian upaya peaceful development yang dilakukan Cina di kawasan Asia Timur. Selain itu, Cina juga memiliki kepentingan ekonomi untuk menjaga aliran dana investasi langsung dari Taiwan yang menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi Cina. ......After six decades full of hostility and political tension, China took an extraordinary action regarding her relation towards Taiwan. On June 29, 2010, an economic cooperation framework agreement was signed between Association for Relations Across Taiwan Straits (ARATS) as a representative of government of China and Strait Exchange Foundation (SEF) as a representative of government of Taiwan. The signing of Cross Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) was marking the new era of cross strait relations. While looking to improve economic cooperation reciprocally and equally, this agreement is more favor Taiwan instead of China. China agreed to reduce tariffs until 0% for 539 Taiwan export goods, while Taiwan only agreed to reduce tariffs for 267 China export goods. It is likely that China will face economic disadvantages because of this agreement. Then, the question is why China wants to sign this agreement although it doesn't give maximum advantages to her economy. Through the analysis from economic statecraft and economic cooperation as conceptual framework, this research pointed out that China has political and economic interest within this agreement. This research identified China's interest on ECFA as initial step to achieve peaceful reunification with Taiwan and as a way for China to prove the peaceful development strategy in East Asia region. Moreover, China also has economic interest towards ECFA which is to make sure Taiwan's FDI still come to China.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library