Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wicaksono
Abstrak :
IMF merupakan organisasi internasional yang tujuan utamanya adalah menjaga kurs mata uang dunia agar tidak mengalami gejolak yang dapat mengganggu perdagangan internasional. Syarat utama yang diajukan lembaga ini untuk memulihkan perekonomian suatu negara yang sedang mengalami krisis adalah liberalisasi ekonomi. Akan tetapi dalam kasus Indonesia, pemerintah Indonesia cenderung untuk tidak melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga ini. Atas dasar ini maka pokok permasalahan di dalam tesis ini adalah mengapa pemerintah Orde Baru tidak serius untuk melaksanakan syarat-syarat yang diajukan IMF.

Penelitian di dalam tesis ini bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi antara negara dengan organisasi internasional. Sejumlah teori yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini difokuskan pada interdependensi, organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Teori-teori tersebut pada intinya mengemukakan bahwa ada dua kepentingan yang berbeda di dalam hubungan interdependensi, yaitu kepentingan organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Organisasi intemasional berkepentingan agar hubungan antar negara yang saling tergantung antara satu dan lainnya tidak menjadi rusak karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati. Namun demikian, dalam hubungan interdependensi peran organisasi internasional dipandang perlu karena tanpa adanya lembaga ini, setiap negara akan dengan mudah melanggar peraturan yang telah disepakati. Akan tetapi di sisi lain setiap negara memiliki kepentingannya sendiri yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Dalam konteks ini, tuntutan IMF kepada pemerintah Indonesia untuk meliberalisasikan perekonomiannya merupakan variabel penyebab dari sikap pemerintah yang menolak untuk melaksanakan tuntutan tersebut.

Penolakan ini disebabkan oleh karena tuntutan tersebut bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia, yaitu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik.

Dari berbagai fakta yang dianalisa, dapat ditarik kesimpulan bahwa liberalisasi ekonomi menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi dan mengganggu stabilitas politik. Pertumbuhan ekonomi ditujukan tidak saja untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, tetapi yang lebih penting di dalam pertumbuhan ekonomi tersebut terdapat kepentingan lainnya yaitu menciptakan stabilitas politik, dengan cara membagi-bagikan hasil dari pertumbuhan itu yang kepada bagian-bagian utama dari elit politik.

Artinya melalui pertumbuhan ekonomi, pemerintah berusaha untuk menjaga kesetiaan dari para pendukung utamanya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Nathasya Widyastika
Abstrak :
Dewasa ini, fasilitasi perdagangan merupakan elemen penting dalam proses ekspor-impor suatu negara. Fasilitasi perdagangan pertama kali dibahas dalam Singapore Ministerial Conference tahun 1996 dan kemudian dikategorikan sebagai salah satu Singapore Issues. Akan tetapi, negosiasi terhadap fasilitasi perdagangan antara negara-negara WTO sempat mengalami deadlock dan menghabiskan waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya pada 22 Februari 2017, Perjanjian Fasilitasi Perdagangan mulai diberlakukan bagi negara-negara anggota WTO. Dimulainya penerapan single window system di Indonesia, atau yang lebih dikenal sebagai Indonesia National Single Window INSW pada tahun 2008 menandai bahwa Indonesia menjalankan komitmen dalam negosiasi fasilitasi perdagangan WTO. Hal yang menarik adalah dalam hal ini Indonesia sudah mulai menerapkan kebijakan single window system sebelum kesepakatan terhadap Perjanjian Fasilitasi Perdagangan dicapai. Penerapan sistem ini dinilai penting oleh Indonesia demi menunjang proses ekspor-impor yang lebih efektif dan efisien, sebab seringkali proses tersebut memakan banyak waktu dan biaya yang cukup besar. Namun demikian, sebagai negara berkembang Indonesia membutuhkan dukungan baik secara kebijakan maupun pendanaan untuk dapat membangun sistem ini. Tulisan ini kemudian melihat bagaimana keterlibatan atau pengaruh WTO dan Bank Dunia dalam pengembangan sistem INSW. Dalam hal ini, pengaruh WTO lebih ditekankan pada penetapan aturan perdagangan yang berkaitan dengan fasilitasi perdagangan. Kemudian, keterlibatan Bank Dunia adalah dari sisi pendanaan dan pengawasan melalui program Development Policy Loan DPL yang mendukung policy reform, khususnya dalam kebijakan pengembangan sistem INSW. Cognitive authority yang dibangun oleh keduanya menunjukkan terdapat strong institutional belief untuk mewujudkan terciptanya perekonomian negara-negara di dunia yang lebih terbuka. ......Nowadays, trade facilitation is a prominent element in a country rsquo s export import process. Trade facilitation was first discussed at the Singapore Ministerial Conference in 1996 and subsequently categorized as one the ldquo Singapore Issues. However, the negotiations on trade facilitation had been deadlocked and took considerable time to reach the conclusion. On February 22, 2017, the Trade Facilitation Agreement was finally applied to all of the WTO member countries. The commencement of the implementation of single window system in Indonesia, or Indonesia National Single Window INSW in 2008, indicates that Indonesia is committed to WTO trade facilitation negotiations. Indonesia has implemented this system even long before the Trade Facilitation Agreement is reached, which is considered unique as Indonesia is categorized as a developing country. Implementation of this system is considered crucial for Indonesia in order to promote the efficiency and effectivity of trade process, because sometimes this process takes a lot of time and costly indeed. Nevertheless, as a developing country Indonesia needs both policy support and funding to build this system. This paper explains the involvement of WTO and The World Bank in developing INSW system. In this case, the involvement of WTO is more emphasized on setting trade rules, especially relating to trade facilitation. The World Banks involvement is more on funding and monitoring through Development Policy Loan DPL program that promotes policy reform, particularly in the development of INSW system. Their cognitive authority shows there is strong institutional belief to stimulate more liberalized world.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Indria Putri
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai penyebab kegagalan swasembada gula era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode 2004-2011. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksplanatif dan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara narasumber. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori liberalisasi ekonomi, teori society-centered approaches dan teori kroni kapitalisme. Berdasarkan ketiga teori tersebut, penelitian ini menunjukkan bahwa kegagalan swasembada gula disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah regulasi pemerintah yang dipengaruhi liberalisasi dan posisi kelompok masyarakat dalam kebijakan swasembada gula dimana pihak korporasi lebih kuat dibanding petani. Hal ini disebabkan adanya kedekatan pihak korporasi kepada pihak pemerintah. Adapun faktor eksternal adalah agenda liberalisasi ekonomi melalui AoA WTO dan Post Monitoring Program LoI IMF. Penelitian ini menemukan bahwa faktor eksternal menjadi faktor utama dan mempengaruhi kegagalan swasembada gula era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ......TThis research discusses the causes in achieving sugar self-sufficiency in the era of the President Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2011). It employs a qualitative method which has explanative characteristics. The data collection methods include collect are literature study and interviews. Three body of theoritical literature are explore in this study, including economic liberalization, society-centered approaches and crony capitalism. Based on these theories, the failure of achieving self-sufficiency is caused by internal and external factors. Internal factors include deregulative policies that meet the particular interest groups in sugar self-sufficiency related to corporation in Indonesia. In this situation, the mutual interaction between government and interst corporations or crony capitaism strenghten the corporations over the farmers. The external factors are the agenda of economic liberalization of the Agreement on Agriculture WTO and Post Monitoring Program Letter of Intent IMF. This study argued that external factors the dominant in leading to the failure of sugar self-sufficiency are more in the President Susilo Bambang Yudhoyono.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Hibatullah
Abstrak :
Penelitian ini menganalisa Liberalisasi Ekonomi Arab Saudi melalui Visi Saudi 2030 Sebagai Sekuritisasi Kepentingan Politik Muhammad bin Salman. Perekonomian Kerajaan Arab Saudi sangat bergantung pada sektor minyak dan gas bumi. Permasalahannya, sektor minyak dan gas bumi bukan merupakan sumber daya yang dapat diperbarui dan sektor minyak dan gas bumi mengalami fluktuasi harga. Hal tersebut membuat stabilitas ekonomi Kerajaan Arab Saudi sangat rentan. Guna menanggalkan ketergantungan terhadap sektor minyak dan gas bumi maka Muhammad Bin Salman selaku Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi menginisiasi program Visi Saudi 2030. Yi Feng mengatakan bahwa instabilitas ekonomi dapat mempengaruhi stabilitas politik. Berdasarkan pernyataan tersebut maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana Visi Saudi 2030 sebagai liberalisasi ekonomi dapat mengamankan kepentingan politik Muhammad bin Salman? Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan teori liberalisasi ekonomi serta teori keamanan rezim diharapkan mampu menjawab pertanyaan penelitian. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Visi Saudi 2030 sebagai liberalisasi ekonomi Arab Saudi merupakan upaya untuk mengamankan kepentingan politik Muhammad bin Salman. ......This study analyzes Saudi Arabia's Economic Liberalization through Saudi Vision 2030 as a Securitization of Political Interests of the Muhammad bin Salman Regime. The economy of the Kingdom of Saudi Arabia is highly dependent on the oil and gas sector. The problem is that the oil and gas sector is not a renewable resource and the oil and gas sector experiences price fluctuations. This makes the economic stability of the Kingdom of Saudi Arabia very vulnerable. In order to get rid of dependence on the oil and gas sector, Muhammad Bin Salman as the Crown Prince of the Kingdom of Saudi Arabia initiated the Saudi Vision 2030 program. Yi Feng said that economic instability could affect political stability. Based on this statement, the question of this research is how the Saudi Vision 2030 as economic liberalization can secure the regime of Muhammad bin Salman? By using qualitative research methods and using the theory of economic liberalization and regime security theory, it is expected to be able to answer research questions. This paper concludes that the Saudi Vision 2030 as Saudi Arabia's economic liberalization is an effort to secure the regime of Muhammad bin Salman.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library