Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jaenudin
Abstrak :
Sejarah perburuhan tidak terlepas dari masalah ekonomi dan situasi politik yang berkembang di Indonesia oleh sebab itu pada saat Negara Indonesia sedang mengalami krisis yang ditandai dengan ambruknya system perbankan nasional dengan dilikuidasinya beberapa bank, dampaknya terasa sekali bagi dunia usaha yang pada akhirnya akan membawa akibat yang buruk bagi buruh, dimana lapangan kerja semakin berkurang dan pemutusan kerja terjadi dimana - mana, belum lagi situasi politik yang memanas dan tidak adanya suatu kepastian hukum yang mengakibatkan perusahaan - perusahaan modal asing memindahkan modalnya kenegara lain yang relatif lebih aman dan terjaminnya kepastian hukum, keadaan ini dapat terlihat pasca jatuhnya pemenntahan soeharto. Krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia pasca pernerintahan soeharto menyebabkan kondisi yang tidak berimbang yaitu sempitnya lapangan pekerjaan sedangkan tenaga kerja semakin bertambah, baik mereka yang baru saja di putus hubungan kerja (PHK), maupun mereka yang telah memasuki usia kerja. Pemutusan hubungan kerja bagi buruh merupakan permulaan dari segala pengakhiran, permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhimya kemampuan membiayai keperiuan hidup sehari - hari baginya dan kelaarganya, permulaan dari berakhimya menyekolahkan anak - anak dan sebagainya. Hukum Perburuhan dari awal kelahirannya menghendaki keadilan sosial dalam azas perimbangan kepentingan buruh dan majikan, akan tetapi apabila kita melihat hubungan kerja yang bersumber pada perjanjian kerja antara buruh dan majikan pada hakekatnya merupakan kebebasan berkontrak sebagaimana diisyaratkan dalam pasal 1338 jo 1320 BW yang menyatakan perjanjian sah yang dibuat adalah mengikat sebagai undang - undang bagi pars pihak yang membuatnya. Dalam hubungan antara buruh dengan majikan berbeda dengan hubungan perdata lainnya. Secara yuridis buruh bebas namun secara sosiologis buruh adalah tidak bebas, sebagai orang yang tidak berdaya karena mengharapkan penghasilan pada majikan atau pengusaha, buruh harus tunduk pada syarat - syarat kerja yang ditentukan oleh majikan atau pengusaha. Oleh sebab itu selama segala sesuatu mengenal hubungan antara buruh dan majikan diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak yang Iangsung berkepentingan, maka akan sukar tercapai keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak yang memenuhi rasa keadilan sosial yang merupakan tujuan pokok hukum perburuhan.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kusuma Pertiwi
Abstrak :
Deadlock di Indonesia dapat terjadi dalam hal adanya perimbangan saham dimana Perseroan memiliki 2 (dua) pemegang saham dengan komposisi 50% masing-masing. Dimana hal ini mengakibatkan pengambilan keputusan dalam RUPS tidak menghasilkan kata sepakat. Penyelesaian deadlock di Indonesia diatur dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c UU PT yang menyebutkan bahwa dalam hal perimbangan saham menyebabkan RUPS tidak dapat menghasilkan keputusan yang sah, maka dapat dimohonkan pembubaran Perseroan. Apabila dilihat di negara lain yaitu di Amerika Serikat, Australia, Jerman, dan Belanda, penyelesaian dengan pembubaran merupakan penyelesaian yang drastis dan merupakan penyelesaian terakhir atau ultimate last resort karena menimbulkan dampak kepada pihak yang bekepentingan. Sehingga dalam negara-negara tersebut memiliki penyelesaian alternatif lain yaitu buyout, purchase of shares, withdrawal, expulsion, custodian, provisional director, dan penyelesaian dengan inquiry proceeding. Di Indonesia, ditemukan 11 (sebelas) permohonan pembubaran sebagaimana diatur dalam pasal tersebut. Ditemukan bahwa pelaksanaan permohonan tersebut masih terdapat kekurangan dan ketidaksesuaian sehingga menyebabkan inkonsistensi dalam penerimaan maupun penolakan oleh hakim. Seharusnya, Indonesia mengembangkan alternatif penyelesaian deadlock dalam UU PT. Indonesia dapat mengadopsi alternatif penyelesaian di negara lain. Dalam UU PT mengenai deadlock hanya tersirat diatur sehingga masih terlalu sempit dan tidak komprehensif. Selain itu, tidak ada pengertian yang jelas mengenai deadlock. Oleh karenanya, dibutuhkan pengaturan deadlock tersendiri dalam UU PT untuk melengkapi pengaturan yang telah ada. ......Deadlock in Indonesia can occur in the event of a share balance where the Company has 2 (two) shareholders with a composition of 50% each. Where this resulted in the decision making in the GMS did not result in an agreement. The settlement of deadlocks in Indonesia is regulated in Article 146 paragraph (1) letter c of the Limited Liability Company Law which states that if the balance of shares causes the GMS to be unable to produce a valid decision, the dissolution of the Company may be requested. When viewed in other countries, namely in the United States, Australia, Germany, and the Netherlands, the settlement by dissolution is a drastic settlement and is the ultimate last resort because it has an impact on shareholders and third party. So that in these countries there are other alternative settlements, namely buyout, purchase of shares, withdrawal, expulsion, custodian, provisional director, and settlement with inquiry proceeding. In Indonesia, found 11 (eleven) applications for dissolution as regulated in the article. It was found that the implementation of the application still contained shortcomings and inconsistencies, causing inconsistencies in the acceptance and rejection by the judge. Indonesia should have developed an alternative to deadlock resolution in the Law on PT. Indonesia can adopt alternative settlements in other countries. The regulation regarding deadlocks in the Indonesian Limited Liability Company Law, is still too narrow and does not provide a comprehensive solution. In addition, there is no clear understanding of deadlocks. Therefore, a separate deadlock regulation is needed in the Indonesian Limited Liability Company Law to complement the existing arrangements.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Kasus producer-consumer digunakan sebagai ilustrasi pembahasan sinkronisasi. Kasus producer-consumer berisi masalah mutual-exclusion dan sinkronisasi. Kasus ini sering juga disebut sebagai bounded-buffer problem (masalah buffer dengan jumlah terbatas). Agar mencapai tujuan secara benar, proses-proses harus mensinkronkan kegiatan-kegiatannya untuk menghindari kondisi deadlock (malapetaka). Proses-proses yang berinteraksi memerlukan sinkronisasi agar terkendali dengan baik. Deadlock terjadi ketika proses-proses mengakses sumber daya secara eksklusif. Semua deadlock yang terjadi melibatkan persaingan untuk memperoleh sumber daya eksklusif oleh dua proses atau lebih. Gagasan dasar penghindaran deadlock adalah hanya memberi akses ke permintaan sumber daya yang tidak mungkin menimbulkan deadlock. Strategi ini biasanya diimplementasikan dengan pengalokasi sumber daya memeriksa dampak-dampak pemberian akses ke suatu permintaan. Agar dapat mengevaluasi safe-nya system individu, penghindaran deadlock mengharuskan semua proses menyatakan jumlah kebutuhan sumber daya maksimum sebelum eksekusi. Begitu eksekusi dimulai, tiap proses meminta sumber daya saat diperlukan sampai batas maksimum. Proses-proses yang menyatakan kebutuhan sumber daya melebihi kapasitas total system tidak dapat dieksekusi.shared-memory merupakan solusi ke masalah bounded-buffer yang mengijinkan paling banyak n-1 materi dalam buffer pada waktu yang sama. Suatu solusi, jika semua N buffer digunakan tidaklah sederhana.Pada producer-consumer, dimulai dari 0 dan masing-masing waktu tambahan dari suatu item baru diberikan kepada buffer.
000 JEI 3:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library