Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New Delhi: WHO, 1999
362.196 MYE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salsha Nur Alfaiza
Abstrak :
TBC masih merupakan masalah kesehatan dunia, bahkan Indonesia. Pemerintah telah menerapkan program DOTS untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TBC, namun angka tersebut masih belum mencapai target. Selama pandemi Covid-19, program DOTS tetap diselenggarakan dengan adanya penyesuaian pengelolaan input dan process. Tujuan dari penelitian ini yakni mengetahui gambaran pelaksanaan program DOTS selama pandemi Covid-19 di wilayah kerja Puskesmas Depok Jaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Teknik pengumpulan data wawancara mendalam kepada informan utama, yakni Penanggung Jawab Program DOTS, Dokter Penanggung Jawab Program DOTS, Ketua Kader dan PMO, sedangkan informan pendukung, yakni Pasien TBC. Peneliti mengambil data secara daring melalui Zoom Meeting. Hasil penelitian bahwa pelaksanaan program DOTS di tengah pandemi Covid-19 dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan, diantaranya wajib memakai masker dua rangkap dan mencuci tangan pakai sabun. Sumber daya PMO dan petugas puskesmas yang berdedikasi memiliki peran penting dalam upaya penyembuhan pasien TBC. Selain itu, ketersediaan anggaran, sarana, dan prasarana yang cukup dapat menunjang keberlangsungan program agar efektif. Kegiatan utama yang masih rutin diadakan yakni pengobatan TBC melalui pemberian Obat Anti Tuberkulosis yang tidak pernah kurang. Terdapat beberapa kendala dalam program DOTS, antara lain jumlah sumber daya kader kesehatan yang sedikit, kurang tersedianya Tes Cepat Molekuler, dan kurang mendukungnya ruangan pasien TBC. Beberapa kegiatan utama di Puskesmas selama pandemi mengalami penurunan jumlah kegiatan, diantaranya investigasi kontak, skrining, penyuluhan, serta pelatihan. Selain itu terdapat beberapa masalah di pelaksanaan program DOTS yang terjadi selama pandemi Covid-19, yaitu masyarakat yang cenderung individualis, kurang terbuka, dan memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga petugas puskesmas dan kader kesehatan seringkali kesulitan dalam melakukan pemantauan terkait dengan investigasi kontak dan pengobatan pasien TBC. Dampaknya, cakupan pengobatan TBC tidak mencapai target, yakni sebesar 71,87% berdasarkan Renstra Puskesmas Depok Jaya Tahun 2021—2026. Hasil penelitian menyarankan untuk Puskesmas dapat memberikan pelatihan kepada kader kesehatan terkait dengan penyikapan investigasi kontak dan edukasi penyakit TBC yang baik kepada masyarakat disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19, memberikan pelatihan kepada PMO terkait memotivasi pasien TBC dalam minum obat secara teratur dan pemeriksaan cek dahak secara rutin, serta perlu melengkapi sarana dan prasarana yang mendukung terkait kebutuhan program DOTS. ......TB is still a global health problem, even in Indonesia. The government has implemented the DOTS program to reduce morbidity and mortality due to tuberculosis, but this figure has not yet reached the target. During the Covid-19 pandemic, the DOTS program will continue to be held with adjustments to input and process management. The purpose of this study is to describe the implementation of the DOTS program during the Covid-19 pandemic in the Depok Jaya Health Center work area. This research uses a qualitative approach with a case study design. Data collection technique is in-depth interview with the main informants are the person in charge of the DOTS Program, the doctor in charge of the DOTS Program, the head of the cadre, and the medical supervisors, while the supporting informants are the TB patients. Researchers took data online through Zoom Meeting. The results showed that the DOTS program in the mindst of the Covid-19 pandemic was carried out by implementing health protocols, including the obligation to wear two masks and wash hands with soap. Medication supervisor and health center officer resources have an important role in efforts to cure TB patients. In addition, the availability of sufficient budget, facilities, and infrastructure can support the sustainability of the program to be effective. The main activity that is still routinely held is TB treatment through the provision of Anti Tuberculosis Drugs which is never lacking. There are several obstacles in the DOTS program, including the small number of health cadre resources, the lack of availability of Molecular Rapid Tests, and the lack of support for TBC patient rooms. Several main activities at the Health Center during the pandemic experienced a decrease in the number of activities, including contact investigation, screening, counselling, and training. In addition, there are several problems in the implementation of the DOTS program that occurred during the Covid-19 pandemic. People who tend to be individualistic, less open, and have high mobility, so that health center officers and health cadres often find it difficult to carry out monitoring related to contact investigations and patient treatment. As a result, TB treatment coverage did not reach the target, which is 71,87% based on the Depok Jaya Health Center Strategic Plan 2021—2026. The results of the study suggest that the Puskesmas can provide training to health cadres related to the attitude of contact investigations and TB education to the communities adapted to the Covid-19 pandemic conditions, provide training to medication supervisors related to motivating TB patients to take medication regularly and check sputum regularly, and complete supporting facilities and infrastructure related to the needs of the DOTS program.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Nanotechnology, that which deals with materials and phenomena in nanometer dimensions (a millionth of a millimeter or 10 -9m) , is a highly interdisiplinary field...
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Soehardiman
Abstrak :
Background: Although combipack has high effectivity in tuberculosis treatment but it has lower compliance, The unst.iccessfull problems might be caused by number of pills taken by patients. Therefore, World Health Organization (WHO) decided to make new preparation which consist of more than two antituberculosis agent in one pill which is called fixed dose combination (FDC). Methods: The efficacy of 2 antituberculosis agent (FDC and combipack) were compared after 6 months therapy of positive acid fast bacilli (AFB) pulmonary tuberculosis (PTB) patients in directly observed treatment, short course (DOTS) in Lung Clinics Persahabatan Hospital -Dep􀀛rtment Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, with design randomized clinical trial. Results: FDC group consist of 52 patients, 32 male (mean of age 28.56 ± 10.74) is compared to 58 patients, 33 male in combipack group (mean of age 29.53 ± 10.1 ). Sputum conversion is 98% in FDC g,roup and combipack 94. 7% in the early evaluation, the results almost similar to the end of.evaluation 97 .3% in FDC group and combipack 97.7%, and both of them are not statistically significant (p>0.005). Cure rate in FDC group is 69.2% and combipack 72.4%, and success rate in FDC group is 97.3% and combipack 97.7%, both of them are not statisticallly significant (p>0.005). FDC causing less itchy skin (1.9% in FDC and 6.9% in combipack) and musculoskeletal pain (0% in FDC and 5.2% in combipack) than combipack although it has no statiscal significant (p>0.005). Conclusion: FDC has the same efficacy as combipack which can be used to treat PTB in DOTS strategy. Conversion rate, cure rate and success rate are almost the same in both groups.
Jakarta: [Publisher not identified], 2008
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhadi Raharjo
Abstrak :
Penyakit tuberkulosis (TBC) masih merupakan masalah kesehatan dan pembangunan dimana Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus terbesar ke tiga di dunia. Cakupan program penanggulangan TBC di Kabupaten Cianjur masih rendah, sehingga Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Cianjur sebagai unit pelaksana di bidang kesehatan pare hares mampu bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dalam menanggulangi masalah TBC paru di Kabupaten Cianjur. Agar penerapan DOTS di masa yang akan datang dapat berlangsung baik, perlu diketahui penerapan strategi DOTS di BP4 Cianjur saat ini. Penelitian bertujuan mengetahui penerapan strategi DOTS di BP4 Cianjur. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang dibantu dengan analisis data sekunder. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu hasilnya tergantung pada sejauh mana informan memiliki pemahaman dan keterlibatan terhadap pelaksanaan penerapan strategi DOTS di BP4 Cianjur. Dari basil penelitian diketahui penerapan dengan strategi DOTS di BP4 Cianjur belum optimal dan masih banyak permasalahan yang harus diperbaiki. Apabila dengan segera diperbaiki, BP4 Cianjur dapat menjadi unit pelayanan kesehatan paru yang baik di Kabupaten Cianjur karena BP4 Cianjur mempunyai peluang yang besar dalam penanganan TBC paru. Dalam rangka perbaikan penerapan program di masa yang akan datang, peneliti menyarankan sebaiknya diagnosis disesuaikan dengan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis yaitu dengan pemeriksaan dahak SPS. Dilakukan penambahan tenaga pelaksana yang jumlah dan jenisnya memerlukan kajian lebih lanjut. Dilakukan upaya peningkatan kemampuan manajemen BP4 Cianjur melalui pelatihan maupun pelimpahan wewenang yang lebih besar disertai dengan pembinaan teknis dan pengawasan yang memadai.. Penyuluhan sebaiknya dikelola dengan baik, perlu disiapkan tenaga khusus yang bertanggung jawab melaksanakan penyuluhan. Apabila memi-ingkinkan segera dibentuk Komite DOTS Kabupaten Cianjur sehingga diharapkan program penanggulangan TBC dapat terkoordinasi dengan baik dalam satu sistem yang terintegrasi.
Analysis on Implementation of Introduction DOTS Strategy in Cianjur Lung Clinic (BP4 Cianjur) to Fight Against Lung Tuberculosis in Cianjur District, 2003-2004 Tuberculosis still remains a major problem of health and development in Indonesia, which placed Indonesia in the third rank of lung tuberculosis cases in the world. Tuberculosis reduction program coverage in Cianjur district is still low, so the Cianjur Lung Clinic (BP4 Cianjur) should be able to collaborate with the Cianjur District Health Office to cope with the lung tuberculosis problem. To ensure the DOTS implementation could be working well, it needs to know how the DOTS implementation in BP4 Cianjur is carried out. This is a qualitative approach study and supported by secondary data. This study has limitation on how the informan has the understanding and involvement on the execution of the DOTS strategy in BP4 Cianjur. The result of this study show that implementation of the lung tuberculosis following the DOTS strategy is not optimal yet and still has a lot of problems that should be taken care. BP4 Cianjur could become the best lung clinic in Cianjur district because BP4 Cianjur has great potential in handling lung tuberculosis. In order to enhance program implementation in the future based on this study, it recommend that the diagnostic of tuberculosis cases should be in compliance with the National Tuberculosis Handbook which uses sputum smear microscopy.. Recruiting more human resources with the numbers and types needs should be studied further. Any effort to improve the management ability of BP4 Cianjur through training and delegation of authority, including technical assistance and appropriate monitoring. Quality training for patients is therefore critical to success, it is important to assign a person who has the responsibility to train people. When it is possible, directly establish DOTS Committee in the Cianjur District, so the lung tuberculosis reduction program could be well organized and coordinated in one integrated system.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jen Esra Kemenangan
Abstrak :
Penyakit TBC merupakan masalah kesehatan masyarakat di tingkat Nasional maupun global karena pada sebahagian negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang 1:idak berhasil disembuhkan, terutarna penderita menular (BTA Positif). Sejak tahun 1995, program penanggulangan TBC telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treazment Shortcoise Chemotherqpy) yang direkomendasikan oleh WHO. Penanggulangan TBC dengan strategi DOTS dapat membcrikan kesembuhan yang tinggi , dan Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost-active. Program Penanggulangan TBC di Kabupaten Serdang Bedagai sudah dimulai sejak tahun 2001, pada tahun 2005 angka penemuan kasus baru mencapai 46%, angka kesembuhan 87%. Sedangkan untuk pembiayaan program bertumpu kepada Bantuan Luar Negeri yaitu GF-ATM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembiayaan program penangguiangan penyakit TBC di Kabupaten Serdang Bedagai tahmm 2006; kesenjangan antara kebutuhan biaya dan ketexsediaan dana. Desain penelitian adalah penelitian diskriptif analitik, dilaksanakan dengan mcngumpulkan data alokasi anggaranpntuk program penanggulangan TBC yang'dike1ola Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa realisasi anggaran program penanggulangan TBC di Kahupaten Serdang Bedagai tahun 2006 sebesar Rp. S71.208.208,- yang bersumber dari APBD sebesar Rp. l10.955.604 (19,42%), APBN sebesar Rp. l54.992.604,-(27,13%), PHP-II sebesar Rp. 47.000.000,-(8,23%) dan GF-ATM scbcsar Rp. 258.560.000,-(4S,21%). Sedang hasil perhitungan berdasarkan alctiitas, diperoleh kebutuhan dana sebesar Rp.l.01l.233.577,- terdapat kesenjangan sebesar Rp. 440.025.369,-. Para pejabat tcrkait dalam penentuan alokasi dana program penanggulangan TBC di Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai kornitmen terhadap program penanggulangan TBC. Dalam membuat usulan rencana kcgiatan program penanggulangan TBC Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai agar mengacu kepada aktifitas yang dapat meningkatkan cakupan program dan melakukan advokasi kepada Pihak Pcmerintah Kabupaten Serdang Bedagai yang berkompeten dalam pengalokasian dana tennasuk DPRD. ...... Tuberculosis (TBC) is a public health problem nationally and globally due to uncontrolled and low recovery rate particularly if it is contagious (positive BTA). Since 1995, TBC eradication program has been implemented through Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS) strategy as recommended by WHO. Through this strategy, the recovery rate is relatively high and World Bank stated that DOTS is the most cost-effective health strategy. TBC eradication program in Serdang Bedagai District has been started since 2001 and in 2005 the incidence rate was 46%, recovery rate of 87%. While for timding, the program funded by foreign aid that is GF-ATM. This study aims at knowing the costing aspect of TBC eradication program in Serdang Bedagai District year 2006 as well as the gap between cost need and iiinding availability. The design of the study is analytic descriptive, conducted by collecting data on budget allocation for TBC eradication program managed by Serdaug Bedagai District Health Ofiice. The study found that the implemented budget for TBC eradication program in Serdang Bedagai District year.2006 was Rp 571, 208, 208,- and iimding from local budget (APBD) was Rp. 110, 955, 604,- (l9.42%), national budget (APBN) Rp 154, 992, 604,- (27.I3%), PHP II Rp 47, 000,000,- (8.23%) and GF-ATM Rp. 258, 560, 000,- (45.21%). Based on activity calculation, the needed cost was Rp. 1, 011, 233, 577,- and then the gap between need and funding availability was Rp. 440, 025, 369,-. Odicers related to budget and allocation planning for TBC eradication program had committment toward the program. It is suggested that in budget planning of TBC eradication program, Serdang Bedagai Health 0&ice should refer to activities that can increase program coverage and conducting advocacy to relevant and competent Serdang Bedagai District government in timding allocation including local parliament.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munifah
Abstrak :
Tuberkulosis masih menjadi kedaruratan global dan kini Indonesia menempati peringkat kedua dunia dengan angka prevalensi TB paru tahun 2015 mencapai 647 per 100.000 penduduk (WHO, 2015). Laporan Riskesdas 2013 prevalensi TB paru tertinggi adalah di Jawa Barat (0,7%), jauh di atas angka prevalensi nasional (0,4). Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh puskesmas, namun insidens dan prevalensi kasus TB paru terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model manajemen TB paru berbasis wilayah yang merupakan keterpaduan antara manajemen kasus dan manajemen pengendalian faktor risiko TB paru di provinsi Jawa Barat terhadap kejadian TB paru pada tingkat puskesmas. Pendekatan studi yang digunakan adalah mixed method, yakni kuantitatif dan kualitatif dengan desain cross sectional, kemudian dianalisis menggunakan Structural Equation Model (SEM) Lisrel. Pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner pada 408 responden dari 136 puskesmas total populasi, sedangkan pada studi kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam pada 136 informan pasien TB dan 136 informan dokter swasta. Hasil analisis memberikan gambaran bahwa hanya 52,9% puskesmas yang sudah menjalankan manajemen kasus secara baik dan 38% puskesmas yang sudah melaksanakan manajemen PFR. Pelaksanaan program intervensi TB (DOTS) pada sebagian besar puskesmas (50,7%) berjalan kurang baik, sedangkan pelaksanaan program pengendalian faktor risiko TB paru 62% puskesmas masih belum berjalan. Berdasarkan analisis model structural (SEM) disimpulkan bahwa jalur (path) yang terbukti signifikan adalah manajemen kasus berkontribusi terhadap pelaksanaan program intervensi TB (DOTS) dan program DOTS berkontribusi terhadap capaian CDR, CuR dan CR. Namun, DOTS saja tidaklah cukup jika tidak disertai manajemen dan program pengendalian faktor risiko (PFR) TB, karena manajemen PFR berkontribusi terhadap pelaksanaan program PFR dan jalur program PFR terbukti berkontribusi terhadap capaian CDR. Selanjutnya, penelitian ini menghasilkan model manajemen TB paru berbasis wilayah sebagai upaya pengendalian penyakit TB dengan mengintegrasikan antara program intervensi TB (DOTS) yang sudah berjalan selama ini dengan program pengendalian faktor risiko TB melalui survei kontak, investigasi pasien DO, penyehatan rumah penderita, dan dukungan kerjasama lintas sektor. Secara statistic, model ini terbukti fit. ......Tuberculosis remains a global emergency and now Indonesia second ranked in the world with pulmonary TB prevalence rate in 2015 was 647 per 100,000 population (WHO, 2015). Indonesian Base Health Survey in 2013 showed that pulmonary TB prevalence was highest in West Java (0.7%), well above the national prevalence rate (0.4). Since 2000 the DOTS strategy implemented nationwide in all health centers, but the incidence and prevalence of pulmonary TB cases continued to rise. This study aimed to obtain pulmonary TB management model which was the area-based integration between case management and management control of risk factors for pulmonary tuberculosis in the province of West Java on the incidence of pulmonary tuberculosis at the health center level. I used mixed method, namely quantitative and qualitative cross-sectional design, and then analyzed using Structural Equation Model (SEM). A quantitative approach using a questionnaire on 408 respondents from a total population of 136 primary health centers, while in the qualitative study using in-depth interviews to TB patients and private doctors. The results of the analysis suggested that only 52.9% of primary health centers had been run better for case management and 38% primary health centers were already carrying out management of the PFR. Implementation of TB intervention program (DOTS) in most primary health centers (50.7%) performed poorly, while the implementation of risk factor controlling program of pulmonary TB in 62% primary health centers were still not running. Based on the analysis of structural models (SEM) I concluded that the path which proved significant was the case management contributed to the implementation of the intervention TB program (DOTS) and DOTS program contributed to the achievement of CDR, CUR and CR. However, only DOTS program was not enough unless accompanied by management and risk factors controlling program (PFR) of TB, because the PFR management contributed to the implementation of PFR programs and the PFR program realization proved to significantly contribute to the achievement of CDR. Furthermore, this study yield regional based management model of pulmonary tuberculosis as an effort to control TB disease by integrating between TB intervention (DOTS) with surveys contact, investigation of drop out patients, redesign the homes of people if necessary, and cross-sector cooperation were vital . The feasibility and suitability model has statistically fit.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Adjie Nugraha
Abstrak :
Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penangulangan Tuberkulosis (KOPI TB) adalah gabungan dari beberapa organisasi profesi yang mempunyai komitmen dalam upaya penanggulangan TB. Skripsi ini membahas analisis tugas dan fungsi Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) terhadap tatalaksana pelayanan Tuberkulosis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian menggunakan metode wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa RSU Cinta Kasih Tzu Chi merupakan salah satu rumah sakit swasta yang mempunyai pelayanan TB yang sudah cukup baik dan fasilitas yang sudah lengkap. Peneliti mengetahui bahwa tenaga yang tergabung dalam tim DOTS kecuali penanggung jawab poli di RSU Cinta Kasih Tzu Chi belum mengetahui apa itu KOPI TB serta tugas dan fungsi dari KOPI TB. Untuk tingkat DKI Jakarta sudah terbentuk KOPI TB tingkat provinsi. Namun untuk tingkat Kota administrasi belum terbentuk di seluruh DKI Jakarta salah satunya di Jakarta Barat. Selama hampir 2 tahun ini KOPI TB masih pada tahap pengembangan dan belajar untuk mencoba membangun terlebih dahulu struktur KOPI TB di seluruh daerah. Serta masih akan terus melakukan advokasi ke pihak-pihak terkait dan mengoptimalkan peran masing-masing organisasi profesi.
ABSTRACT
Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penangulangan Tuberkulosis (KOPI TB) is a combination of several professional organizations that are committed to TB prevention efforts. This thesis discusses the analysis of the tasks and functions of the Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penangulangan Tuberkulosis (KOPI TB)against the management of tuberculosis services. This research is a qualitative research with descriptive design. The research uses in-depth interviews, observation, and document review. The results of the study show that the Cinta Kasih Tzu Chi Hospital is one of the private hospitals that have TB services that are already quite good and complete facilities. The researcher knows that the people who are members of the DOTS team except the person in charge of the poly at the Tzu Chi Love Hospital have not yet known what KOPI TB is and the duties and functions of KOPI TB. For the DKI Jakarta level, provincial KOPI TB have been formed. But for the City administration level, it has not yet been formed in all of DKI Jakarta in West Jakarta. For almost 2 years KOPI TB is still in the development stage and is learning to try to develop KOPI TB structures in all regions. And still will continue to advocate to relevant parties and optimize the role of each professional organization
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
WHO telah mengembangkan strategi penanggulangan TB dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost effective). Tujuan program adalahmeningkatkan keterlibatan pasien TB dan masyarakat dalam penanggulanganTB melalui peran komunitas dan UPK (UnitPelayanan Kesehatan) pemerintah dan swasta. Mahasiswa kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, dalam mempelajari permasalahan TB secara komprehensif belajar untuk mengetahui dan memahami bagaimana terjadinya penularan TB di masyarakat dan faktor faktor yang menyebabkan terjadinya TB di masyarakat, mendeteksi adanya TB di masyarakat, bagaimana penderita mengakses pelayanan kesehatan yang ada dan faktor faktor yang meyebabkan penderita mengakses pelayanan kesehatan tersebut. Proses pembelajaran tersebut berada dalam kegiatan diagnosis komunitas yang masuk dalam Blok Kedokteran Komunitas di Semester 6. Pembelajaran tersebut memanfaatkan kegiatan Program Community GF ATM Round 8 YARSI TB Care yang digunakan sebagai wahana pendidikan Kedokteran Komunitas. Mahasiswa akan mengunjungi pasien TByang sedang menjalanipengobatan untuk melakukan diagnosis komunitas dengan5langkah: menentukan area permasalahan, menentukan instrumen pengumpulan data, mengumpulkan data, menganalisis data, menyusun intervensi pemecahan masalah. Mahasiswadalam melakukan diagnosis komunitas tersebut berinteraksi dengan pasien TByang sedang menjalani pengobatan, keluarga pasien, dan komunitas yang berada disekitar keluarga pasien berada. Diharapkan dengan memahami permasalahanTBsecara komprehensif, mahasiwa kedokteran akan menjadi profil dokter masa depan menurut WHO: Five Star Doctor yang mencakup: Health Care Provider, Decision Maker, Educator, Manager dan Community Leader.
610 JKY 20:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asnawi
Abstrak :
Program penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan strategi Directly Observed Treatment Short course (DOTS) telah dimulai sejak tahun 1995. Diantara indikator yang dapat digunakan melihat keberhasilan strategi DOTS adalah angka kesembuhan dan angka konversi. Di kota Jambi angka kesembuhan pada tahun 2000 sebesar 87,5% di atas target nasional sebesar 85%, dan tahun 2001 turun menjadi 80%. Sedangkan angka konversi BTA (+) menjadi BTA (-) tahun 2001 hanya mencapai 65% di bawah target nasional sebesar 80%,. Terjadinya penurunan angka kesembuhan dan angka konversi tersebut mengindikasikan adanya penurunan persentase penderita Tb Paru yang patuh berobat di kota Jambi tahun 2001. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di kota Jambi tahun 2001. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan, dengan menggunakan data primer yang di peroleh dari basil wawancara melalui kuesioner. Sampel penelitian adalah seluruh penderita Tb Paru yang telah selesai berobat sejak 1 November 2000 sampai 31 Oktober 2001 sebanyak 133 orang. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, efek samping obat (ESO), jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, persepsi terhadappersediaan obat, penyuluhan oleh petugas, jenis PMO dan peran PMO mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru. Dan hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa faktor jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, penyuluhan oleh petugas, dan peran PMO merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di Kota Jambi tahun 2001. Penelitian ini menyarankan pihak program dapat memanfaatkan tenaga kesehatan yang berdomisili dekat dengan penderita untuk memperrnudah pasien mengambil obat misalnya bidan di desa, perawat, petugas kesehatan di Puskesmas Pembantu. Agar PMO benar-benar dapat melaksanakan tugas sesuai fungsi dan peranya dengan baik, maka dimasa yang akan datang disarankan perlu melakukan pemilihan PMO yang lebih selektif, dan semua PMO tersebut di beri pelatihan secara khusus sebelum pengobatan dimulai. Dengan memperhatikan kuatnya hubungan antara penyuluhan yang diberikan petugas dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru serta didukung hasil beberapa penelitian terdahulu, maka di masa akan datang perlu pengamatan secara kualitatif tentang penyuluhan langsung perorangan yang diberikar petugas kepada penderita Tb Paru di Puskesmas, dan kemungkinan altematil pengembangan keterampilan petugas dalam memberi penyuluhan lansung perorangan (misalnya dengan mengikuti pelatihan atau kursus berhubungan dengan penyuluhan tersebut). ......Lung Tuberculosis control program by Directly Observed Treatment Short course (DOTS) has been started since 1995. Among the indicators that suggested the ? level of successfulness of DOTS strategy are cure rate and conversion rate. In Jambi recovery rate in year 2000 is 87,5% higher than 85% of national target, but in 2001 decrease to 80%. Whereas conversion rate of Acid-Fast Bacilli positive to negative in 2001 is only 65% below 80% of national target. The decreasing rate of recovery and conversion indicating the decreasingly of lung TB patient which obey regular medication in Jambi. This study generally to find out factors related to medication compliance of lung TB patient in Jambi year of 2001. This study using a cross sectional design, carried out in two months, primary data obtained from interview with questionnaires. The sample is all of the 133 lung TB patients that have been taking medication since 1st of November 2000 to 31st of December 2001. This study suggest that such factors like knowledge, drugs side effect, distance from home to community health centre, transportation, perception to drugs availability, information dissemination by health officer, and drug usage supervising have significance correlation to patient's obedient to medication. From multivariate analysis, can conclude that distance factor from house to community health centre, transportation, information by healthcare staff, and drug usage supervising are dominant variable related to lung TB patient's compliance in medication in Jambi year of 2001. This study recommended that program planner to involve every healthcare staff which living nearby patient to help patient in this medication such as midwife or community health centre staffs. In order to encourage PMOs to do the task appropriately, in the future all PMOs should be rained before doing their job. By considering relationship between educations by healthcare staff with patient's compliance to medication and supported by the results from previous study, so in the future need qualitative observation about information directly to TB lung patient in community health centre, and alternative for developing skill of healthcare staffs in disseminating information directly to an individual.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>