Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luluk Lely Soraya Ichwan
Abstrak :
ABSTRAK
Sebagai Iangkah awal untuk menjelaskan hubungan kekerabatan antar spesies Tarsius Storr, 1780, dilakukan studi fiogenetik menggunakan data sekuen DNA mitokondria daerah ND4—ND5. Pada analisis tersebut di akukan pendekatan maximum parsimony dengan ap ikasi komputer Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP). Hasil anal isis men unjukkan bahwa posisi genus Tarsius dalam ordo Primata perlu dipisahkan dan subordo Anthropoidea ataupun ordo Prosimii. Selain itu pada kelompok Tarsius di Filipina lebih berkerabat dengan kelompok Tarsius di P. Sulawesi, dibandingkan dengan kelompok Tarsius di P. Kalimantan dan P. Sumatra. Adapun kelompok-kelompok Tarsius yang diperbandingkan antara lain T. syrichta (Linnaeus, 1758) di Filipina; T. spectrum (Pallas, 1778) dan T. sangirensis Meyer, 1896 di P. Sulawesi; serta T. bancanus Horsfield, 1821 di P. Kalimantan dan P. Sumatra.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsan Saleh
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Mekanisme kerja primakuin, sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui. Dugaan bahwa primakuin bekerja pada parasit malaria melalui penghambatan sistem rantai . pernafasan parasit, didasarkan pada bukti bahwa obat ini dimetabolisme menjadi bentuk intermediat, 5,6-quinolin diquinone yang mempunyai struktur yang mirip dengan ubikuinon (koenzim Q), salah satu komponen penting sistem respirasi mitokondria. Diperkirakan bahwa efek antimalaria obat ini dimediasi oleh kompetisi perikatannya dengan koenzim Q pada apositokrom b. Beberapa inhibitor kompleks III rantai pernafasan di mitokondria mempunyai struktur kimiawi yang mirip dengan koenzim Q dan resistensi terhadap inhibitor-inhibitor tersebut didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja obat antimalaria primakuin pada parasit malaria melalui pendekatan biomolekuler dengan hipotesis bahwa resistensi parasit malaria terhadap primakuin didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b. Untuk itu dilakukan upaya untuk mendapatkan galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan cara memberikan primakuin dengan dosis subletal secara bertahap pada P berghei yang sensitif terhadap primakuin. Terjadinya resistensi terhadap primakuin dideteksi dengan tes sensitivitas in vivo dan dilanjutkan dengan kloning untuk mendapatkan galur murni. Dari galur tersebut dilakukan isolasi DNA, amplifikasi gen sitokrom b dengan metode PCR dan sekuensing DNA untuk mengetahui adanya mutasi pada situs perikatan kuinon (Qo dan Qi). Hasil dan Pembahasan: Dari penelitian ini telah berhasil diperoleh dua galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan derajat resistensi sekitar 20 kali dibandingkan dengan galur parental. Analisis gen sitokrom b menunjukkan tidak ditemukannya mutasi baik pada tempat perikatan kuinon (Qi dan Qo) maupun pada bagian lainnya. Diperkirakan, dengan derajat resistensi yang diperoleh mungkin belum mampu menyeleksi alel resisten pada gen target. Kemungkinan yang lain adalah resistensi terhadap primakuin tidak didasari adanya mutasi pada gen sitokrom b, tetapi lebih pada struktur kimianya sebagai aminokuinolin, sehingga analisis terhadap gen yang berkaitan dengan resistensi terhadap golongan obat tersebut, misalnya pbmdr I dan pbcrl mungkin diperlukan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Fachruliansyah
Abstrak :
ABSTRAK Pulau Enggano terletak paling selatan dari busur kepulauan sebelah pantai barat Sumatra. Penduduk aslinya, atau juga Suku Bangsa Enggano merupakan populasi yang terisolasi dan tidak diketahui sejarah asal usulnya serta tidak memiliki keterkaitan bahasa dan kebudayaan dengan populasi penutur bahasa Austronesia di Nusantara, khususnya di Sumatra. Kami menganalisis daerah kontrol DNA mitokondria (mtDNA) dari 29 individu Enggano dan membandingkannnya dengan populasi lainnya di Nusantara dan juga Daratan Asia Tenggara untuk melihat sejarah asal usul serta keterkaitannya dengan populasi penutur bahasa Austronesia. Kami menemukan bahwa pada populasi Enggano tidak ditemukan penanda genetik populasi penutur bahasa Austronesia. Akan tetapi, Suku Bangsa Enggano memiliki nenek moyang yang sama dengan populasi-populasi di wilayah Daratan Asia Tenggara yang diperkirakan berumur sekitar 30.000 tahun yang lalu. Meskipun demikian, Suku Bangsa Enggano merupakan populasi yang bermigrasi pada masa pertengahan Holosen bersamaan ketika naiknya permukaan air laut di Paparan Sunda dan berdekatan dengan ekspansi populasi penutur bahasa Austronesia yang berasal dari Taiwan. Kami juga menemukan bahwa Suku Bangsa Enggano memiliki diversitas genetik dan pertumbuhan populasi yang rendah sebagai hasil konstribusi isolasi geografis.
ABSTRACT Enggano Island located at the southern most of the west coast islands of Sumatra. The original inhabitants, which also known as the Engganese people, are one of the most isolated populations and their history of origin is unknown. They have no similar language and culture with Austronesian-speaking populations in the Island Southeast Asia, particularly Sumatra. We analyzed the mitochondrial DNA (mtDNA) control region from 29 individuals and compared the result with other populations in Mainland and Island Southeast Asia to observe their history of origin and relation to Austronesian-speaking populations. However, we found that there was no Austronesian maternal genetic ancestry in Enggano. Instead, the Engganese has a common ancestor with Mainland Southeast Asia population ranging back to 30.000 years ago. However, the Enggano people are a relatively new population who migrated during the mid-Holocene as Sundaland was flooded and adjacent to the expansion of Austronesian-speaking populations originating from Taiwan. We also found that they have low population growth and genetic diversity as a result of geographical isolation.
2015
T45505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cyntia Gracesella Hutami Patintingan
Abstrak :
Doksorubisin adalah kemoterapi yang efektif namun dapat menyebabkan toksisitas jantung, salah satunya dengan menginduksi disfungsi mitokondria. Penemuan atau pengembangan agen kardioproteksi dari bahan alam merupakan salah satu peluang potensial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek kardioproteksi ekstrak air daun Moringa oleifera (MO) dalam mengurangi toksisitas doksorubisin dan mekanismenya melalui regulasi biogenesis mitokondria. Sebanyak 22 ekor tikus Sprague-Dawley jantan dirandomisasi ke dalam 4 kelompok. Kelompok pertama adalah kontrol normal yang diinjeksi NaCl. Ketiga kelompok lainnya diberikan injeksi doksorubisin 4 mg/kg BB/minggu (Dox) atau doksorubisin 4 mg/kg BB/minggu dan MO-200 mg/kg BB/hari (Dox+MO-200) atau doksorubisin 4 mg/kg BB/minggu dan MO-400 mg/kg BB/hari (Dox+MO-400), selama 4 minggu. Pada akhir minggu keempat, tikus didekapitasi, lalu darah dan jantung diambil untuk dianalisis. Kelompok Dox menunjukkan kerusakan histopatologi jantung sedang, peningkatan aktivitas LDH, CK-MB, kadar 8-OH-dG dan ekspresi mRNA caspase-3. Selain itu, diamati perubahan regulasi biogenesis mitokondria yang ditandai oleh penurunan ekspresi mRNA PGC-1α, TFAM, SOD2, dan copy number mtDNA pada kelompok Dox. Pemberian MO memperbaiki berbagai efek akibat doksorubisin tersebut, kecuali kadar 8-OH-dG. Ekstrak Moringa oleifera dosis 200 mg/kg BB dan 400 mg/kg BB menunjukkan tendensi dalam mengurangi toksisitas doksorubisin pada tikus melalui regulasi biogenesis mitokondria. ......Doxorubicin is an effective chemotherapeutic agent but can cause cardiac toxicity, one of which is by inducing mitochondrial dysfunction. Developing cardioprotective agents from natural resources is a potential opportunity. This study was conducted to determine the cardioprotective effect of Moringa oleifera (MO) leaves aqueous extract against doxorubicin-induced toxicity and its possible mechanism by regulating mitochondrial biogenesis. Twenty-two male Sprague-Dawley rats were randomized into 4 groups. The first group was a normal control, received NaCl injections. The other three groups were given injections of doxorubicin 4 mg/kgBW/week (Dox) or doxorubicin 4 mg/kg BW/week and MO-200 mg/kg BW/day (Dox+MO-200) or doxorubicin 4 mg/kg BW/week and MO-400 mg/kg BW/day (Dox+MO-400), for 4 weeks. After four weeks, rats were decapitated, then blood and heart were analyzed. Dox group showed moderate cardiac histopathological alterations, increased LDH, CK-MB activity, 8-OH-dG levels, and caspase-3 mRNA expression. In addition, changes in mitochondrial biogenesis regulation were observed, which were decreased mRNA expressions of PGC-1α, TFAM, SOD2, and mtDNA copy number in the Dox group. Administration of MO ameliorated these effects, except for 8-OH-dG levels. Moringa oleifera extract doses of 200 mg/kg BW and 400 mg/kg BW showed a tendency to reduce doxorubicin toxicity in rats by regulating mitochondrial biogenesis.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Oktavianthi
Abstrak :
Delesi 9-pasangan basa (pb) pada daerah intergen COII-tRNALys DNA mitokondria merupakan penanda genetik spesifik untuk populasi Asia. Delesi 9-pb pada populasi Pasifik sering ditemukan bersama tiga transisi basa pada Displacement loop (D-loop) yang disebut motif Polinesia. Penelitian dilakukan di Lembaga Biologi Molekular Eijkman dan bertujuan untuk mengetahui frekuensi delesi 9-pb pada 19 populasi dari Pulau Nias, Sumba, dan Flores. Melalui kombinasi data delesi 9-pb dan motif Polinesia diharapkan diperoleh informasi tentang migrasi populasi manusia di Kepulauan Indonesia. Metode yang digunakan adalah isolasi DNA genom, pengukuran konsentrasi DNA, amplifikasi DNA dengan polymerase chain reaction (PCR), elektroforesis pada gel agarosa 3% (b/v), dan sequencing. Frekuensi delesi 9-pb yang diperoleh pada populasi Nias 28,8%; populasi di Pulau Sumba 11,3--36,8%; dan populasi di Pulau Flores 6,3--25,9%. Motif Polinesia tidak terdapat pada populasi Nias, tetapi terdapat pada populasi di Pulau Sumba dan Flores. Varian leluhur motif Polinesia (varian Cac dan CaT) terdapat pada populasi di Pulau Nias, Sumba, dan Flores. Delesi 9-pb pada populasi Indonesia terdistribusi secara acak, sehingga tidak dapat digunakan dalam menjelaskan migrasi populasi manusia di Kepulauan Indonesia. Perlu dilakukan penelitian dengan penanda genetik lain, seperti analisis filogenetik menggunakan sekuens D-loop untuk memperoleh informasi mengenai proses migrasi populasi manusia di Kepulauan Indonesia.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S31428
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Identifikasi nyamuk sebagai vektor penyakit bagi manusia dengan pendekatan morfologi memiliki banyak keterbatasan karena karakteristik nyamuk yang susah dibedakan hingga tingkat spesies. Pendekatan molekuler dengan gen mitokondria sitokrom c oksidase subunit 1 (mtCOI) sebagai penanda molekuler (DNA barcode) diketahui memiliki potensi untuk dijadikan sistem identifikasi universal. Penelitian bertujuan mengembangkan penggunaan gen mtCOI sebagai DNA barcode untuk identifikasi spesies nyamuk. Penelitian dilakukan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, selama sembilan bulan. Gen mtCOI diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer LCO 1490 dan HCO 2198. Sejumlah 16 sekuen barcode gen mtCOI nyamuk sepanjang 648 pb diperoleh dengan teknik sequencing. Hasil BOLD-IDS dan BLASTn menunjukkan tingkat kemiripan sampel sebesar 97--100% dengan database. Analisis filogenetik menunjukkan setiap spesies dapat membentuk cluster dengan spesies kerabatnya. Rata-rata perbedaan sekuen interspesifik lebih tinggi 9 kali dibandingkan rata-rata variasi sekuen intraspesifiknya, mengindikasikan keunggulan gen mtCOI sebagai DNA barcode. Hasil penelitian berhasil menyumbangkan 4 pustaka DNA barcode spesies nyamuk Anopheles, yaitu An. Kochi, An. sundaicus, An. subpictus, dan iv An. maculatus. Penambahan jumlah sampel yang lebih banyak, terutama untuk anggota genus Anopheles diperlukan untuk menguji efektifitas dan validasi gen mtCOI sebagai DNA barcode universal.
Universitas Indonesia, 2008
S31520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Humaida
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik lima spesies ikan cupang menggunakan DNA mitokondria 16S rRNA sebagai DNA target. Amplifikasi daerah 16S rRNA dilakukan menggunakan primer 16S rRNA forward dan 16S rRNA reverse. Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan bahwa daerah 16S rRNA lima spesies ikan cupang berukuran 500?600 bp. Berdasarkan hasil alignment sekuens sampel, menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik dari kelima spesies ikan cupang. Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining (NJ), menunjukan kekerabatan lima spesies ikan cupang. Betta unimaculata, Betta pallifina, dan Betta strohi yang merupakan spesies dari Kalimantan berkerabat dekat dibandingkan dengan Betta bellica dan Betta imbellis yang berasal dari Sumatera. Kekerabatan spesies ikan cupang yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera cukup jauh, yaitu ditunjukkan dengan perbedaan percabangan dalam pohon filogenetik. ...... This study aims to determine the genetic variation of five species Betta fish using mitochondrial DNA 16S rRNA as the DNA target. The primer set of 16S rRNA forward and 16S rRNA reverse were used to amplify the 16S rRNA region. Gel electrophoresis result showed that the size of 16S rRNA of those Betta fish were 500?600 base pair. Based on sequence alignment result that showed genetic diversity of five spesies Betta fish. Phylogenetic analysis by Neighbor Joining (NJ) method showed a genetic relationship or kinship of five spesies Betta fish. Betta unimaculata, Betta pallifina, and Betta strohi from Kalimantan are related more closely compared to Betta imbellis and Betta bellica from Sumatera. Kinship of Betta fish from Kalimantan is far enough with Betta fish from Sumatera, that indicated by the difference in the cluster of phylogenetic tree.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Identifikasi 100 spesimen sidat tropis genus Anguilla yang dikoleksi dari tujuh lokasi perairan Indonesia yaitu muara Sungai Batang Antokan (Sumatera Barat), muara Sungai Cibaliung (Banten), Sungai Mahakam (Kalimantan Timur), muara Sungai Dumoga (Sulawesi Utara), muara Sungai Palu (Sulawesi Tengah), muara Sungai Akelamo (Halmahera), dan muara Sungai Pami (Irian Barat), telah dilakukan selama 6 bulan dari bulan September 2005--Februari 2006, dengan menggunakan metode PCR-RFLP (polimerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism) pada gen 16S ribosomal RNA DNA mitokondria. Fragmen DNA hasil amplifikasi didigesti menggunakan 6 enzim restriksi yaitu AluI, HhaI, MvaI, Bsp1286I, EcoT14I, dan BbrPI. Identifikasi spesies dilakukan dengan membandingkan pola haplotipe RFLP yang dihasilkan dengan pola haplotipe hasil penelitian Aoyama (2000a), Sugeha (2003), Watanabe (2001) dan menggunakan ciri kunci genetis yang dilaporkan Watanabe (2001). Hasil identifikasi berdasarkan analisis PCR-RFLP menunjukkan bahwa sedikitnya ada 7 spesies sidat yang menghuni perairan Indonesia, yaitu A. bicolor; A. marmorata; A. nebulosa; A. borneensis; A. celebesensis; A. interioris; dan A. obscura, dengan 1 pola haplotipe yang spesifik untuk masing-masing spesies kecuali untuk A. bicolor yang memiliki 2 pola haplotipe sebagai penanda subspesies (Aoyama 2001 & Sugeha 2003) serta 2 pola haplotipe untuk A. celebesensis sebagai penanda adanya variasi intraspesifik (Aoyama 2001 & Sugeha 2003). Selain itu, juga ditemukan 2 pola haplotipe baru yang belum pernah dilaporkan sebelumnya dan berpeluang sebagai temuan spesies baru atau fenomena variasi intraspesies pada sidat tropis.
Universitas Indonesia, 2006
S31415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library