Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Adi Prasetia Wardhana
Abstrak :
ABSTRAK
Era perdagangan bebas sebagai konsekuensi dari globalisasi menempatkan
peranan komputer (dan internet) ke dalam tempat yang sangat strategis karena
menghadirkan suatu dunia tanpa batas jarak ruang dan waktu dan diharapkan
dapat meningkatkan produktifitas serta efisiensi yang pada akhirnya
meningkatkan kesejahteraan. Selain dampak positif tersebut, ternyata juga
disadari bahwa komputer memberikan peluang untuk terjadinya kejahatankejahatan
baru (cybercrime) yang bahkan lebih canggih dibandingkan
kejahatan konvensional. Masalah keamanan perlu memperoleh perhatian
secara khusus, karena tingkat keamanan atas transaksi perbankan melalui
internet merupakan factor yang sangat menentukan. Dewasa ini belum
terdapat aturan yang menentukan standarisasi instrumen dan perangkatperangkat
yang harus digunakan dalam suatu internet banking.
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut, penulis ingin mengkaji
lebih lanjut dalam perspektif yuridis mengenai transaksi elektronik yang
memanfaatkan kemajuan informasi dan teknologi, dalam sebuah tesis yang
berjudul Kejahatan Internet (Cybercrimes) dan Upaya Perlindungan Nasabah
Bank dimana pokok permasalahan dari tesis tersebut mengenai: mengapa
transaksi elektronik itu mendesak untuk dibentuk dalam Undang- Undang,
bagaimana praktek perbankan berkaitan dengan transaksi elektronik itu, dan
mengapa unsur- unsur perlindungan konsumen itu harus ada dalam transaksi
elektronik.
Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah bahwa hampir tidak ada aktivitas
manusia kini yang tidak memerlukan teknologi informasi seperti komputer dan
internet termasuk transaksi elektronik yang memberikan banyak keuntungan
tetapi juga memberikan sisi negatif di satu sisi. Dalam perkembangannya,
dunia perbankan hampir seluruh proses penyelenggaraan sistem pembayaran
telah dilaksanakan secara elektronik (paperless). Maka dari itu, unsur- unsur
perlindungan konsumen di dalam transaksi elektronik ini sangat dibutuhkan
untuk menjamin supaya hak- hak, kewajiban dari pelaku usaha dan konsumen
tidak dilanggar dan juga memberikan keamanan dalam bertransaksi melalui
transfer elektronik yang sangat rentan dengan pelanggaran- pelanggaan
terhadap konsumen itu sendiri.
Dari hasil penelitian tersebut, kiranya penulisan ini bermanfaat agar pemerintah
untuk segera menetapkan RUU ITE guna memperoleh jaminan kepastian
hukum yang lebih jelas untuk dijadikan pedoman, dan menyarankan kepada
bank untuk menginformasikan produknya secara jelas dan benar kepada
nasabah maupun masyarakat pada umumnya. Sehingga kerugian diantara
para pihak dapat diminimalisir.
2007
T36906
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tabrez Ahmad
New Delhi: A.P.H. Pub., 2003
384.3 AHM c
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Muhammad Sofhian Mile
Abstrak :
Keberadaan teknologi informasi (TI) disamping memberi harapan di masa depan, juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru dengan munculnya bentuk kejahatan baru (cyber crime) yang lebih canggih. Carding merupakan kejahatan baru dengan cara mencuri dan menipu suatu website e-commerce untuk mendapatkan produk yang ditawarkan. Berbagai cara dilakukan carder untuk mendapatkan kartu kredit milik orang lain, antara lain dengan membobol kartu kredit dari situs komersial. Kejahatan carding banyak menimpa warga asing, terutama di Yogyakarta dan di Bandung. Pada umumnya sarana yang digunakan kejahatan penggunaan kartu kredit secara tanpa hak adalah warung internet (Warnet).
Meskipun dalam perundangan tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai kejahatan komputer, namun pelaku kejahatan carding dapat dipidana dengan menggunakan pasal-pasal dalam perundangan nasional melalui penafsiran ekstensif. Pelaku dapat dipidana jika pelaku memenuhi delik yang tercantum dalam Pasal 167 KUHP. Pasal 22 UU No. 36/1999 dapat digunakan untuk akses ilegal terhadap jaringan sistem telekomunikasi atau jaringan internet, serta Pasal 38, 40, Pasal 42 UU 35/1999. Namun pasal ini belum memadai untuk diterapkan bagi pelaku akses ilegal terhadap jaringan internet.
Belum memadainya pasal-pasal dalam perundangundangan nasional diintegrasikan dalam RUU ITE. Dalam RUU ITE pembahasan permasalahan kejahatan carding dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (2) RUU ITE, bahwa menggunakan kartu kredit orang lain tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan merupakan tindakan yang dilarang. RUU KUHP Pasal 378 huruf b menjelaskan: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Kategori IV, setiap orang yang mengakses dengan Cara apapun kartu kredit secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan.
Penegakan hukum kejahatan carding terdapat dua kendala yaitu teknis dan non -teknis. Kendala teknis meliputi alai bukti elektronik secara fisik mudah hilang. Kurang pahamnya masyarakat tentang cara"mengamankan" barang bukti jenis ini. Hambatan teknis meliputi biaya penyidikan yang mahal. Belum adanya prosedur yang tetap dan jelas dari pihak issuing bank untuk mengeluarkan kartu kredit bila terjadi credit card fraud. Ketentuan hukum acara pidana Indonesia (KUHAP) mengenai alat bukti dan barang bukti secara limitatif dapat diterapkan dalam kasus carding di Indonesia. Kehadiran alat bukti dan barang hukti dalam kejahatan di dunia maya ini berbeda karakteristiknya dengan kejahatan biasa. Dalam cybercrime, alat bukti elektronik memiliki kedudukan yang khusus. Sebagai bukti suatu aktivitas yang menggunakan komputer dengan diperkuat keterangan ahli sehingga memiliki kekuatan hukum di depan pengadilan. Kendala-kendala ini perlu diintegrasikan dalam RUU ITE.
Pemerintah bersama DPR perlu segera mengantisipasi maraknya kejahatan di Internet ini. Dengan mendorong RUU Informasi dan Transaksi Elektronik untuk segera di undangkan. Sehingga tersedia payung hukum untuk melakukan .penydakan terhadap pelaku tindak pidana cyber crime.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18213
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library