Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nana Suhana
Abstrak :
Pada penelitian ini telah dilakukan kultur darah yang berasal dari pria pasangan infertil dan pria fertil untuk mengetahui bagaimana hubungan spermiofag yang terbentuk in vitro (jika ke dalam medium kultur ditambahkan spermatozoa manusia ), dengan reaksi imun terhadap spermatozoa. Pria pasangan infertil dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: azoospermia, oligozoospermia dan normozoospermia. Pada pria pasangan infertil, maupun pada pria fertil, telah dilakaukan reaksi imunitas selular dengan menggunakan tea hambatan migarasi (THM), dan reaksi humoral dengan menggunakan tes aglutinasi Kibrick. Dalam Seri penelitian lain, 3 ekor kera (Ilacaca fascicuiaris) jantan dewasa telah disuntik spermatozoa manusia yang telah dicuci. Tea aglutinasi Kibrick untuk mengetahui titer antibodi antisperma demikian juga tea spermiofag untuk mengetahui adanya reaksi imunitas selular, telah pula dilakukan pada kera. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terbentuknya spermiofag in vitro berkorelasi dengan reaksi imunitas selular, jika ada apakah terbentuknya spermiofag in vitro dapat dijadikan tes imunitas selular terhadap spermatozoa. Penyuntikan kera dengan spermatozoa dimaksudkan untuk mengetahui apakah terinduksinya imun tubuh terhadap spermatozoa manusia dapat menyebabkan terjadinya orkitis pada kera? Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukan bahwa: 1. Spermiofag dapat timbul in vitro jika darah pria pasangan infertil maupun fertil dikultur bersama spermatozoa homolog. 2. Ada perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara pria pasangan infertil dengan pria fertil. 3. Ada perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara berbagai kelompok pria pasangan infertil, kecuali antara kelompok oligozoospermia dengan normozoospermia. 4. Ada korelasi antara frekuensi timbulnya spermiofag in vitro dengan tes hambatan migrasi (status imunitas selular) pada kelompok pria pasangan infertil oligozoospermia dan normozoospermia, sedangkan pada kelompok pria pasangan infertil azoospermia tidak ada. 5. Tidak ada hubungan antara frekuensi timbulnya spermiofag in vitro dengan status imunitas humoral pada semua kelompok pria pasangan infertil. 6. Antibodi antisperma dapat timbul pada kera yang disuntik spermatozoa manusia beberapa hari setelah penyuntikan pertama, dan akan menurun setelah beberapa bulan penyuntikan dihentikan. 7. Spermiofag dapat timbul in vitro jika darah kera percobaan, maupun darah kera kontrol, dikultur bersama spermatozoa manusia. Perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara kera percobaan dengan kera kontrol, hanya terjadi pada bulan kelima setelah penyuntikan. Degenerasi epitel tubulus seminiferus dapat timbul pada kera yang disuntik dengan spermatozoa manusia. Karena terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah relatif spermiofag dengan tes habatan migrasi yang menggambarkan reaksi imunitas selular, maka tes spermiofag in vitro dapat dijadikan petunjuk adanya reaksi imunitas selular, sehingga tes tersebut dapat digunakan sebagai salah satu cara tes imunitas selular. Pada pria infertil azoospermia frekuensi reaksi imunitas humoral pada titer tinggi lebih sering daripada kelompok pria fertil, maupun pria pasangan infertil yang lain. Sebaliknya reaksi imunitas selularnya paling lemah, jika dibandingkan dengan kelompok yang lain. Pada penelitian ini semua kera percobaan mengalami degenerasi sel germinal, di samping itu juga semua kera percobaan memperlihatkan reaksi imunitas humoral yang cukup lama (kira-kira b bulan), sedangkan reaksi imunitas selularnya lemah dan berlangsung singkat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka diduga bahwa peranan reaksi imunitas humoral pada kera yang disuntik spermatozoa manusia lebih pelting daripada imunitas selular, dalam proses degenerasinya sel germinal, tubulus seminiferus.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
D337
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anne Suryani
Abstrak :
Penelitian komunikasi antar pribadi ini mengamati 3 (tiga) pasang informan yang berkomitmen dalam perkawinan secara agama Katolik. Fokus penelitian adalah tahap-tahap perkembangan hubungan pribadi dalam perkawinan pada usia perkawinan yang berbeda. Informan dipilih dari latar belakang agama Katolik karena agama Katolik mempunyai beberapa ketentuan dalam perkawinan. Pertama, calon suami-istri harus mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan, Hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan menurut Gereja Katolik diberitahukan kepada pasangan tersebut termasuk cara berkomunikasi dalam keluarga, mendidik anak, mengelola keuangan rumah tangga, kesehatan keluarga dan lain-lain. Ketentuan kedua, agama Katolik menerapkan prinsip perkawinan satu kali seumur hidup dan melarang perceraian, Penelitian ini menggunakan teori Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan (DeVito, 2001:253) yang menyatakan bahwa suatu hubungan intim dibangun melalui serangkaian tahapan yakni: Kontak, Keterlibatan, Keintiman, Penurunan, Perbaikan dan Pemutusan. Perkembangan hubungan ini bersifat standar namun tidak semua pasangan mengalami hal yang sama. Setiap tahap memiliki fase awal dan akhir; menjelaskan sifat suatu hubungan dan bukan menilai atau memprediksi bagaimana seharusnya suatu hubungan. Teori Ketertarikan juga dimanfaatkan untuk melihat bagaimana awal suatu hubungan berlanjut menjadi perkawinan. Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu "prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif (Miles dan Huberman, 1993: 15). Sementara Bogdan dan Taylor (1975: 5) berpendapat bahwa "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri". Paradigma yang menjadi acuan penelitian adalah konstruktivis atau interpretif yakni peneliti memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap tindakan sosial yang penuh makna. Peneliti terlibat langsung dengan pelaku sosial dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunianya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan pengamatan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa hubungan antar pribadi pasangan yang terlibat perkawinan secara Katolik berkembang melalui serangkaian tahap: Kontak, Keterlibatan, Keintiman, Penurunan dan Perbaikan. Tahap Pemutusan tidaklbelum dialami karena prinsip perkawinan menurut agama Katolik yang diyakini informan. Ketiga pasang informan menyatakan berusaha untuk. tidak memikirkan pemutusan hubungan atau perpisahan atau perceraian sebagai alternatifjalan keluar ketika menghadapi konflik atau masalah. Usia perkawinan tidak berkaitan dengan perkembangan hubungan. Suami istri dengan usia perkawinan lima, limabelas dan tigapuluh tahun sama-sama melewati pengulangan tahap: Keintiman, Penurunan, Perbaikan, lalu kembali berada di tahap Keintiman. Tahap-tahap perkembangan hubungan yang terjadi pada tiap pasangan bervariasi dari segi waktu, situasi dan proses. Kesimpulan penelitian ini yakni perkembangan hubungan antar pribadi pada suami-istri Katolik sesuai dengan teori Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan yang dikemukakan DeVito dan teori tersebut masih relevan dengan situasi saat ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Battista, Daniela Di
Abstrak :
[When within a couple difficulties and misunderstandings become the rule, the report traps in a spiral of frustration and revenge. Often this problem is a consequence of psychological subjection that characterizes it, and that is a phenomenology of modern couple widespread and underestimated. The guilt, the psychological blackmail, the belittling sense of capacity of its partners are some signs of what, according to the author, can be defined as a "neurotic attachment": a real psychological trap into which we fall every time we leave the way we interpret reality and we engage to that supplied to us by the partner, thus losing the "center of gravity" of our own being.

The couple trapped addresses this phenomenon based on numerous experiences of psychotherapy, making clear the dynamics and providing tips and hints not only for all operators that orbit around the couple, but also for those who are involved in such hooks neurotic, sometimes unconsciously., When within a couple difficulties and misunderstandings become the rule, the report traps in a spiral of frustration and revenge. Often this problem is a consequence of psychological subjection that characterizes it, and that is a phenomenology of modern couple widespread and underestimated. The guilt, the psychological blackmail, the belittling sense of capacity of its partners are some signs of what, according to the author, can be defined as a "neurotic attachment": a real psychological trap into which we fall every time we leave the way we interpret reality and we engage to that supplied to us by the partner, thus losing the "center of gravity" of our own being.

The couple trapped addresses this phenomenon based on numerous experiences of psychotherapy, making clear the dynamics and providing tips and hints not only for all operators that orbit around the couple, but also for those who are involved in such hooks neurotic, sometimes unconsciously.]
Milan, Italia: [Springer-Verlag, ], 2012
e20396251
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Aphrodita Julia Saraswati
Abstrak :
Penelitian ini menggambarkan bagaimana proses dramaturgi Goffman terjadi pada pasangan milenial yang menikah di masa pandemi Covid-19, yang menggunakan Instagram Live untuk menayangkan acara pernikahannya. Penelitian ini berupa studi kasus kualitatif dengan paradigma interpretif, dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara mendalam dan dianalisis secara tematik (thematic analysis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembatasan selama Covid-19 menyebabkan proses dramaturgi pernikahan termediasi melalui siaran pernikahan di Instagram Live. Proses dramaturgi dimulai dari panggung belakang, di mana pengantin mempersiapkan berbagai rencana termasuk bagaimana mereka berperan, kemudian membangun kerja sama tim. Manajemen impresi yang dilakukan pasangan pengantin antara lain pemisahan penonton livestreaming, mengumumkan status baru, mementaskan tradisi dan identitas budaya, serta berperan sesuai ekspektasi. Panggung belakang dan manajemen impresi menghasilkan panggung depan dimana pengantin melaksanakan peran pernikahan untuk menampilkan impresi diri melalui acara pernikahan di hadapan penonton. Di saat yang sama, terdapat pula dramaturgi yang tereduksi oleh karena situasi pandemi yang membatasi, antara lain keterbatasan dalam physical setting, personal front, teknis livestreaming, pertunjukan yang gagal, dan momen silaturahmi yang hilang. ......This research describes how Goffman's dramaturgical process manifests for millennial couples who married during the COVID-19 pandemic and used Instagram Live to broadcast their wedding events. As a qualitative case study with an interpretive paradigm, this research utilized thematic analysis of data collected through in-depth interviews. The results reveal that pandemic restrictions necessitated mediation of wedding dramaturgy through Instagram Live broadcasts. The dramaturgical process commenced backstage as couples made plans, including impression management details, before building teamwork with vendors. Impression management by brides and grooms involved segmenting audiences, declaring new marital statuses, exhibiting cultural traditions and identities, and meeting expected roles. This backstage preparation and impression curation ultimately produced front stage performances to audiences through Instagram Live. At the same time, couples experience redacted dramaturgy with limitations in physical setting, personal front, livestreaming itself, also cancelled performances, and loss of bonding moments.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Nur Azizah
Abstrak :
Masalah sehari-hari, seperti konflik dengan pasangan dan keluarga besar, stress pengasuhan, desakan kebutuhan ekonomi dan mahalnya akses pendidikan dan kesehatan, merupakan masalah yang pasti dialami oleh semua keluarga. Masalah-masalah tersebut dapat menjadi masalah yang serius jika keluarga tidak mampu mengelolanya dengan baik. Masalah-masalah tersebut jika tidak terkelola dengan baik dapat memperlemah fungsi keluarga dan mengakibatkan keluarga mengalami dampak buruk, seperti perceraian dan atau memburuknya kesehatan fisik dan mental anggota keluarga. Di sisi lain, masalah dapat menjadi titik balik yang positif bagi keluarga untuk menjadi resilien jika keluarga mampu mengakses dan mengelola faktor protektif yang dimilikinya. Selanjutnya, penelitian ini hendak menguji faktor protektif yang diduga mampu membuat keluarga menjadi resilien. Secara ringkas, penelitian ini menguji peran mediasi efikasi diri dalam menghadapi masalah hidup dalam hubungan dukungan sosial pasangan dan resiliensi keluarga. Sampel penelitian ini adalah 86 suami dan 219 isteri, sehingga total keseluruhan partisipan adalah 305 partisipan. Sampel diperoleh dengan menyebar pamflet dan kuesioner dalam media sosial berupa whatsapp, facebook, instagram dan twitter dengan meminta bantuan influencer. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Walsh Family Questionnaire untuk mengukur tingkat resiliensi keluarga, Perceived Social Support from Family untuk mengukur tingkat dukungan sosial pasangan, dan General Self Efficacy Scale untuk mengukur tingkat efikasi diri dalam menghadapi masalah hidup. Data dianalisis menggunakan analisis mediasi program PROCESS dari Hayes melalui SPSS 22. Hasilnya, peran mediasi efikasi diri dalam menghadapi masalah hidup tidak terkofirmasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial pasangan dapat berkontribusi langsung dalam meningkatkan resiliensi keluarga tanpa melalui variabel mediasi (p<0.05; r2=0.57). Efikasi diri turut berkontribusi terhadap pembentukan resiliensi keluarga secara langsung (p<0.05; r2=0.28), namun efeknya tidak lebih besar dari kontribusi dukungan sosial pasangan dalam membentuk resiliensi keluarga ......Everyday problems, such as conflicts with spouses and extended families, stress of parenting, pressing economic needs and expensive access to education and health, are problems that must be experienced by all families. These problems can become serious problems if the family is not able to manage them properly. These problems if not managed properly can weaken family functions and cause the family to experience adverse effects, such as divorce and or worsening physical and mental health of family members. On the other hand, problems can be a positive turning point for families to become resilient if the family is able to access and manage the protective factors they have. Furthermore, this study aims to examine protective factors that are thought to be able to make families resilient. In summary, this study examines the mediating role of self-efficacy in dealing with life problems in the social support relationship between couples and family resilience. The sample of this study was 86 husbands and 219 wives, so that the total number of participants was 305 participants. Samples were obtained by distributing pamphlets and questionnaires on social media in the form of WhatsApp, Facebook, Instagram and Twitter by asking influencers for help. Measuring instruments used in this study were the Walsh Family Questionnaire to measure the level of family resilience, Perceived Social Support from Family to measure the level of social support for couples, and the General Self Efficacy Scale to measure the level of self-efficacy in dealing with life problems. Data were analyzed using the PROCESS program mediation analysis from Hayes through SPSS 22. As a result, the mediating role of self-efficacy in dealing with life problems was not confirmed in this study. The results showed that social support from partners can directly contribute to increasing family resilience without mediating variables (p <0.05; r2 = 0.57). Self-efficacy directly contributed to the formation of family resilience (p <0.05; r2 = 0.28), but the effect was not greater than the contribution of social support for couples in shaping family resilience.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pfeffer, Charla A.
Abstrak :
A feminist sociologist by training, Carla A. Pfeffer studies women whose boyfriends and husbands have not always been recognized as men in the world. The transgender partners of the women Pfeffer interviews often-but not always-take testosterone and/or pursue masculinizing surgeries in order to bring their bodies and others views of them into greater alignment with their identities as men. This, however, may present a unique dilemma for their nontransgender (or cisgender) women partners, many of whom self-identify as lesbian or as queer. The women Pfeffer interviews describe being suddenly perceived as part of an unremarkably heterosexual couple once their transgender partners are recognized by others as men. This may result in social advantages such as inclusion in family gatherings, greater social acceptance by strangers, and the ability to join regulated social institutions. However, these women also describe feeling invisible as they are pushed out of gay and lesbian social spaces and sometimes left unsure of how to describe their own sexual identities and the relationships they have with their transgender partners. In this gripping set of narrative accounts, Pfeffer urges readers to rethink their assumptions about just who and what gets to count as a real family in the 21st century. Moreover, she considers what might be learned through closer attention to (and awareness of) various postmodern reconfigurations of embodiment, families, partnerships, and identity that may bring new meanings to contemporary social life not just for the partners of transgender people, but for everyone.
Oxford: Oxford University Press, 2017
e20470571
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Haryono
Abstrak :
ABSTRAK
Thesis ini bertujuan mendeskripsikan kekuasaan istri berpendidikan rendah pada kasus 8 keluarga Jawa menggunakan pendekatan ketergantungan Eichler (1981:201-215). Analisis dimensi sosial-strtktural dibedakan dengan dimensi personal-emosional. Kekuasaan dilihat menurut proses, dan diungkap dengan pendekatan kualitatif. Ketergantungan, awalnya ditetapkan menurut asal darimana/siapa pemilik resources/sumber-sumber, namun selanjutnya ditetapkan dengan perspektif emic, menurut bagaimana pasangan keluarga memahami sumber dan ketergantungannya terhadap sumber tersebut. Informan dan lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam, menjalin rapport, observasi dengan menafsirkan body language, dan alat perekam. Hasil penelitian ini, yaitu: kekuasaan setara (saling tergantung) pada dimensi kekayaan ekonomi, prokreasi, dan status/prestige didapatkan pada pasangan Lasmininingrum, Rukmini, Jumirah, Murtini, dan Mariyem; dan dalam dimensi afeksi, ditemukan pada pasangan Lasminingrum, Murtini, Rukmini, Jumirah, dan Yuliana. Kekuasaan tidak setara (dominasi suami) dalam dimensi kekayaan ekonomi, dan status/prestige ditemukan pada pasangan Wiwik; dalam dimensi seks ditemukan pada pasangan Yuliana dan Mariyem; dalam dimensi kelangsungan hidup ditemukan pada pasangan Lasminingrum, dan Rukmini; dan dalam dimensi afeksi ditemukan pada pasangan Mariyem. Kekuasaan tidak setara (dominasi istri) dalam dimensi seks ditemukan pada pasangan Ratih; dan dalam dimensi kelangsungan hidup ditemukan pada pasangan Jumirah; dalam dimensi afeksi ditemukan pada pasangan Ratih. kekuasaan setara (ketidaktergantungan simetris) dalam dimensi kelangsungan hidup ditemukan pada pasangan Wiwik, Ratih, Murtini, Yuliana dan Mariyem; dalam dimensi afeksi ditemukan pada pasangan keluarga Wiwik, akibatnya mereka lebih mandiri dalam sikap dan tindakan. Besarnya ketergantungan pada dimensi personal-emosional, justru semakin memperkuat saling tergantung Lasminingrum dan Murtini, membalikkan ketergantungan Yuliana, membalikkan kemandirian Yuliana dan Mariyem pada dimensi social-struktural. Kuatnya dominasi suami pada pasangan Mariyem dalam dimensi afeksi telah membalikkan kemandirian Mariyem dalam dimensi kelangsungan hidup dan prokreasi. Besarnya dominasi Ratih dalam dimensi afeksi, telah membalikkan ketidaktergantungannya dalam dimensi seks dan prokreasi. Hubungan saling tidak tergantung dalam dimensi personal-emosional pada pasangan Wiwik telah membalikkan ketidaktergantungannya dalam dimensi sosial-struktural. Ketergantungan pada dimensi personal-emosional terbukti menjadi mekanisme kontrol yang mampu merubah atau membalikkan ketergantungan pada dimensi sosial-struktural.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Azzara
Abstrak :
Salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapi oleh Indonesia ialah jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan salah satu upaya pemerintah dalam menangani hal tersebut ialah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Hasil SDKI 1991-2012 menunjukkan pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek, sedangkan tren pemakaian MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) cenderung menurun. Meskipun demikian, Provinsi Bali senantiasa menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan tingkat penggunaan MKJP tertinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan MKJP pada pasangan usia subur di Provinsi Bali tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan analisis data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Populasi pada penelitian ini ialah semua Wanita Usia Subur (WUS) (15-49 tahun), sementara sampel penelitian ini ialah wanita kawin usia 15-49 tahun dan memiliki data lengkap. Analisis statistik bivariat menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi pengguna MKJP ialah 27,6%. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara umur (PR: 6,63, 95%CI: 1,01-43,41), pendidikan (PR: 1,53, 95%CI: 1,04-2,25), pengetahuan (PR: 1,41, 95%CI: 1,19-1,68), pekerjaan (PR: 1,67, 95%CI:1,29-2,16 dan PR: 1,78, 95%CI: 1,32-2,4), indeks kekayaan (PR: 1,34, 95%CI: 1,09-1,65), keterpaparan informasi dari media massa (PR: 1,49, 95%CI: 1,1-2,02), sumber pelayanan KB (PR: 2,83, 95%CI: 1,3-6,16) dengan penggunaan MKJP. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan promosi, edukasi, dan konseling untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang. ......One of the problems faced by Indonesian development is the increased of Indonesia's population and one of the government's efforts in dealing with this is by implementing the Family Planning (FP) program. IDHS 1991-2012 shows the pattern of contraceptive use in Indonesia is still dominated by hormonal and short-acting contraceptive method, while the trend of the LACM (Long Acting Contraceptive Method) use tends to decrease. Even so, Province of Bali always occupies the first position as the province with the highest rate of LACM use in Indonesia. This study aims to determine what factors are associated with the use of LACM among couples of reproductive age in province of Bali in 2012. This research use cross sectional study design with secondary data analysis of 2012 Indonesian Demographic Health Survey. Population in this study is all women of reproductive age (15-49 years old), while the sample is married women aged 15-49 years old and have complete data. Bivariate statistical analysis using chi-square test. The results showed prevalence of LACM use is 27.6%. The result of bivariate analysis showed a significant relationship between age (PR: 6,63, 95%CI: 1,01-43,41), educational level (PR: 1,53, 95%CI: 1,04-2,25), FP knowledge (PR: 1,41, 95%CI: 1,19-1,68), occupation (PR: 1,67, 95%CI:1,29-2,16 and PR: 1,78, 95%CI: 1,32-2,4), wealth index (PR: 1,34, 95%CI: 1,09-1,65), exposed to FP information from mass media (PR: 1,49, 95%CI: 1,1-2,02), source of FP (PR: 2,83, 95%CI: 1,3-6,16) with LACM use. Therefore, it is advisible to give promotion, education, and counseling to arouse public awareness to use long acting contraceptive method.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>