Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 676 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Riza Sihbudi, 1957-
Jakarta: Grasindo, 2001
364.13 Ker
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abas
Abstrak :
Kabupaten Sambas merupakan daerah multietnis yang sangat rawan dengan konflik kekerasan horizontal. Konflik antar Dayak-Melayu dan Madura tahun 1999 merupakan fakta sosial yang memperlihatkan semakin rentannya hubungan sosial antar penduduk di daerah itu. Konflik dengan kekerasan, apapun latarbelakangnya akan berdampak terhadap terganggunya hubungan sosial antar masyarakat yang pada gilirannya akan menghambat fungsi sosial masyarakat. Karena itu penelitian ini berusaha untuk memahami latar belakang dan dampak sosial konflik etnik di kabupaten Sambas tahun 1999 tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menempatkan informan sebagai sumber data primer dan dokumen sebagai sumber data sekunder. Informasi dijaring melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yang kemudian data tersebut ditranskrip dan dilakukan kategorisasi sesuai dengan pembabakannya yang kemudian dilakukan analisis dan interpretasi terhadap berbagai sumber informasi tersebut. Dalam upaya updating data dan informasi, peneliti juga melakukan diskusi dengan para ahli dalam rangka untuk menajamkan temuan lapangan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa konflik antar etnik yang terjadi di kabupaten Sambas tahun 1999 dipicu oleh perkelahian antar warga dari etnik Melayu dan Madura yang diikuti dengan pembunuhan, Konflik tersebut merupakan konflik laten yang menjadi manifest ketika ada faktor pemicu tersebut. Hal ini kemudian berinterkasi dengan berbagai faktor Iainnya seperti stereotipe etnik, heterogenetis budaya, pertentangan elit politik dan perebutan sumber daya ekonomi sehingga konflik terbuka dengan kekerasan tak bisa terhindarkan. Konflik tersebut tidak hanya merusak tatanan sosial tetapi telah berdampak terhadap semakin retaknya hubungan sosial antar etnik. Melayu, Dayak dan Madura. Mereka terpaksa harus berpisah dimana orang Melayu dan Dayak tidak mau menerima lagi orang Madura untuk kembali ke wilayah Kabupaten Sambas. Hal tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa nilai-nilai sosial yang dianut masyarakat Melayu dan Dayak menjadi rapuh. Budaya menghargai tamu atau pendatang walaupun itu musuh yang selama ini dibanggakan oleh orang Melayu dan Dayak menjadi sebuah keniscayaan yang perlu dipertanyakan kembali. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik etnik yang terjadi di kabupaten Sambas tahun 1999 disebabkan oleh berbagai faktor yang muitidemensional. Keragaman budaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya berbagai benturan antar warga Melayu, Dayak dan Madura yang kemudian berinteraksi dengan fakor ekanomi dan politik, sehingga konflik yang tadinya laten berubah menjadi konflik manifest dengan kekerasan. Penolakan orang Melayu dan Dayak Sambas terhadap warga Madura untuk kembali ke kabupaten Sambas merupakan bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan jaminan rasa aman bagi masyarakatnya. Hal tersebut sekaligus merupakan pengingkaran terhadap pengakuan akan keberagaman masyarakat Indonesia. Dalam jangka panjang fenomena tersebut bisa melahirkan semangat etnisitas berbasis wilayah dominasi yang pada gilirannya bisa menghambat proses demokrasi dan tumbuhnya civil society di daerah tersebut. Untuk itu pemerintah bersama masyarakat sipil harus mengambil langkahlangkah dialogis dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sekaligus membangun semangat bare diantara warga yang berkonflik dengan tetap berpegang pada prinsip demokrasi. Selain itu juga perlunya dipikirkan upaya-upaya pencegahan secara dini dalam rangka mengantisipasi munculnya konflik kekerasan sekaligus membangun solidaritas diantara warga atas dasar semangat bhineka tungal ika.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Babay Barmawi
Abstrak :
Tesis ini merupakan penelitian kualitatif yang mengkaji pengalaman-pengalaman para anggota keluarga beda agama dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik interpersonal diantara mereka. ini menggunakan paradigma konstruktivism dan metodel strategi fenomenologi. dengan harapan pengalaman-pengalaman interaksi dan situasi konflik para informan dapat diperoleh sesuai pola pikir dan pemahaman mereka sendiri. Tujuan penelitian adalah memberikan gambaran kecenderungan tingkat nilai-nilai individualistik-kolektivistik, penghindaran ketidakpastian, jarak kekuasaan, dan maskulinitas-feminitas mereka yang terlibat konflik. Sesuai dengan sifat dan strateginya, data penelitian ini diperoleh dari tujuh pasangan informan dari keluarga beda agama yang berlokasi di seputar Jabotabek, dengan cara wawancara inerdalam (in depth interview). Dalam pembahasannva. penelitian ini menggunakan analisis tahapan (phases analyses), dimana pengalaman konflik dianalisa dalam enam tahap: tahap kondisi awal, tahap kesadaran dan frustrasi, tahap konflik aktif, tahap solusi/nonsolusi, tahap tindak lanjut, dan tahap konflik terselesaikan. Setelah pengalaman-pengalaman konflik para informan ditahapkan, kemudian penulis menganalisanya dengan menggunakan pendekatan 1 perspektif variabilatas budaya dalam analisisnya yang meliputi empat dimensi: individualism-collectivism, power distance, uncertaintv avoidance, dan masculinity-femininity. Dari hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa perbedaan agama dan adanya nilai-nilai budaya kolektivistik (collectivism) yang dianut oleh keluarga menjadi kondisikondisi awal bagi kemunculan konflik dalam keluarga. Secara umum, situasi dan perilaku konflik yang terjadi dalam keluarga beda agama, tidak bisa dilepaskan dari integritas dan loyalitas para anggota keluarga tersebut terhadap kepentingan, tujuan, keyakinan dan kepercayaan yang dianut oleh suatu kelompok, dimana keluarga tersebut menjadi anggota atau mengidentikkan diri dengannya. Memilih pasangan hidup yang berlainan agama atau pindah agama yang dilakukan anak merupakan perilaku menyimpang yang menimbulkan ketidakpastian dalam sistem keluarga Sehingga keluarga tidak bisa mentolerirnya. tentunya dengan pertimbangan dan ukuran norma dan kebenaran absolut. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa keluarga, dimana konflik terjadi, cenderung memiliki tingkat penghindaran ketidakpastian yang tinggi (uncertainty avoidance). Dalam penolakannya itu, mereka tidak jarang memaksakan keinginan dan menuntut kepatuhan dan anak-anaknya dengan menunjukkan kekuatan, kekuasaan dan kontrol. Sehingga tidak heran jika mereka dalam menghadapi konflik sering menggunakan gaya kompetitif yang lebih mementingkan diri sendiri dan mengorbankan orang lain. Sementara di pihak lain, anak sering berusaha agar hubungan baik dengan orang tua tetap terjaga. Sehingga mereka sering menggunakan gaya konflik akomodatif. Hal ini cerminan dari budaya jarak kekuasaan (power distance) yang tinggi yang dianut keluarga. Kondisi di atas sering menyebabkan pihak-pihak yang terlibat mempersepsikan konflik secara ekspresif dimana konflik hanya menjadi pelepas ketegangan yang berasal dari rasa kebencian dan permusuhan. Mereka tidak bisa memisahkan permasalahan dengan orangnya. Konflik jarang diselesaikan langsung pada permasalahan. Sehingga situasi dan perilaku konflik sarat dengan pesan-pesan nonverbal yang penuh ambiguitas. Hal ini sebagai wujud dari pola komunikasi konteks tinggi yang mereka pergunakan. Serta hasil temuan lapangan juga menunjukkan adanya beberapa indikasi yang mencerminkan kecenderungan budaya maskulinitas dalam keluarga.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Volume 22 of Advances in Industrial and Labor Relations focuses on new approaches to managing resolving workplace disputes and alternative dispute resolution (ADR) from both theoretical and empirical perspectives and includes contributions from leading international scholars, including J. Ryan Lamare, William K Roche and Paul L. Latreille.
United Kingdom: Emerald, 2016
e20469278
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), 2005
R 303.6 DIR
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Baso Rahman
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami analisis konflik yang terjadi pada terminal bayangan Jatibening dan sikap, tindakan instansi terkait dalam hal ini pihak P.T. Jasa Marga, Kepolisian setempat, Pemerintah daerah dalam merespon konflik yang sudah umum dan telah beberapa kali terjadi dalam bentuk besar serta penyelesaian konflik sosial terminal bayangan tersebut. Penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis konflik Fisher (2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terminal bayangan di ruas jalan Tol Jakarta-Cikampek Km. 29 telah beroperasi sejak Tahun 1995, terbentuk secara alami, sejak beroperasinya terminal bayangan tersebut tidak ada satu pihak yang merasa keberatan baik dari instansi yang berwenang maupun dari P.T. Jasa Marga sendiri. Beroperasinya terminal bayangan tersebut seakan-akan lebih diperkokoh dengan kebijakan P.T. Jasa Marga yang pada tahun 1998 mamberi ijin sebagai imbalan karena warga telah melindungi P.T. Jasa Marga dari imbas kerusuhan di tingkat pusat; (2) Koordinasi yang dilakukan oleh P.T. Jasa Marga, Pemerintah Daerah dan Kepolisian dalam rangka penertiban dan pemindahan ke lokasi terminal baru selalu mengalami kendala karena warga seolah-olah mempunyai hak dan sudah menjadi sumber pendapatan banyak warga; dan (3) Penyelesaian konflik yang terjadi dengan masyarakat, adalah dengan tetap mengijinkan terminal bayangan beroperasi untuk sementara waktu sampai selesainya hasil kajian dari Dinas Perhubungan Kota Bekasi dan Badan Pengatur Jalan Tol; P.T. Jasa Marga (Persero) akan melakukan penataan jalur khusus bus ke rest area (kantong parkir); dan masyarakat Jatibening akan ikut berperan dalam menertibkan jalur khusus bus, agar tidak semrawut dan mengganggu kelancaran lalu lintas.
ABSTRACT
The study aims to identify and understand the analysis of conflict took place at Jatibening toll gate illegal bus terminal, and the attitude, action of related institution in this case Jasa Marga Pte.Ltd., the local Police, and the Local Government in responding the conflict which is common and happened several times in big magnitude and the social conflict resolution of the illegal terminal. The study conducted as descriptive qualitative using Fisher (2001) conflict analysis. Result of the study shows that (1) Illegal terminal at Jakarta-Cikampek toll roads Km. 29 has been operated since 1995 and naturally establish, since beginning operation of the illegal terminal there is no party objections neither from authorities nor from Jasa Marga Pte.Ltd. Besides the operation of illegal terminal seems to be strengthened by Jasa Marga Pte.Ltd policy in 1998 which gives permission as a reward since local residents saved Jasa Marga Pte.Ltd. from the impact of riot at central government level; (2) Coordination between Jasa Marga Pte.Ltd., Local Government and Police Department to discipline and relocate to a new terminal location always face constraints since local residents seem to bare the right and has already become many residents source of income; and (3) Conflict resolution with local residents is still allow the illegal terminal to operate temporarily until study result conducted by Dinas Perhubungan Bekasi and Toll Roads Regulatory Agency has been completed; Jasa Marga (Persero) Pte.Ltd will arrange special bus lane to rest area; and Jatibening community will play a role to discipline special bus lane not so chaotic and disrupt traffic.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burton, John W.
London: Macmillan & co. LTD, 1969
303.6 BUR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Synder, Jack
Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2003
327.16 SNY d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Diharfin Jaya, 2001
303.6 TAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>