Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidauruk, Averin Dian Boruna
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis penyimpangan teori kontrol sipil dalam pengisian kekosongan jabatan penjabat kepala daerah dan bagaimana idealnya pengangkatan penjabat kepala daerah tersebut harus mengutamakan supremasi sipil. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Teori kontrol sipil melihat bagaimana hubungan sipil-militer dalam penyelenggaraan pemerintahan di suatu negara. Akan bersifat subjektif apabila terjadi pelemahan fungsi militer atau politisasi militer dan akan bersifat objektif apabila militer menjadi institusi yang professional. Perwujudan negara hukum yang demokratis terlihat dari implementasi kontrol sipilnya. Kewenangan militer yang terbatas pada pertahanan dan keamanan negara mendesak mereka menjadi sebuah institusi yang harus mengutamakan profesionalisme.Supremasi sipil terwujud apabila negara mampu memberikan batasan kewenangan militer atas pemerintahan sipil. TAP MPR No. VII/MPR/2000 menegaskan selain TNI dilarang untuk terlibat dalam kehidupan politik dan kegiatan politik praktis, TNI hanya diperbolehkan untuk menduduki jabatan sipil apabila telah pensiun atau mengundurkan diri. UU No. 34 Tahun 2004 membuka jalan keterlibatan TNI aktif menduduki jabatan sipil diikuti dengan Putusan MK No. 15/PUU-XX/2022 yang memperbolehkan TNI/Polri menjadi penjabat kepala daerah. Pengangkatan Penjabat Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat pada tahun 2022 yang lalu bertentangan dengan teori kontrol sipil karena menempatkan militer akif menduduki jabatan sipil yang cenderung bersifat politis karena kewenangan yang melekat padanya. Pengisian jabatan penjabat kepala daerah seharusnya lebih mengutamakan supremasi sipil dan TNI harus mengedepankan profesionalisme institusinya dengan membatasi keterlibatannya dalam pemerintahan sipil karena cakupan kewenangan TNI ialah sebagai alat pertahanan dan keamanan negara. ......This article analyzes deviations from the theory of civil control in filling vacancies in the position of acting regional head and how ideally the appointment of acting regional heads should prioritize civilian supremacy. This article was prepared using doctrinal research methods. Civil control theory looks at how civil-military relations play out in the administration of government in a country. It would be subjective if there is a weakening of military functions or politicization of the military and it would be objective if the military becomes a professional institution. The realization of a democratic rule of law could be seen from the implementation of civilian control itself. The military's constrained mandate for national defense and security necessitates its transformation into an institution that prioritizes professionalism. Civil supremacy is occured if the state is able to limit military authority over civilian government. Decree of MPR No. VII/MPR/2000 emphasized that apart from the TNI being prohibited from being involved in political life and practical political activities, the TNI were only allowed to hold civilian positions if they had retired or resigned. Law No. 34 of 2004 paved the way for the active TNI involvement in civilian positions followed by Constitutional Court Decision No. 15/PUU-XX/2022 which allows the TNI/Polri becomes acting regional heads. The appointment of the Acting Regent of West Seram Regency in 2022 runs counter to the principle of civilian control, as it involves placing active military personnel in civilian roles that often have political implications due to the associated authority. Filling the position of acting regional head should prioritize civilian supremacy and the TNI must prioritize the professionalism of its institutions by limiting its involvement in civilian government because the scope of the TNI's authority is as a means of state defense and security.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abas
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa di era pemerintahan demokratis baru di bawah kepemimpinan sipil, menarik militer dari bisnis tampaknya masih merupakan masalah besar karena masih relatif kecilnya alokasi anggaran militer yang disediakan. Dengan demikian, fokus permasalahan yang dimunculkan adalah bagaimana bisnis militer beroperasi sekarang ini dan bagaimana kontrol sipil atas bisnis militer. Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melihat studi kasus bisnis militer di Era Reformasi sekarang ini. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci seperti perwira aktif di Mabes TNI, purnawirawan, Sekjen Departemen Pertahanan, pengamat militer, pengusaha, dan staf ahli Yayasan Kartika Eka Paksi. Landasan teoritik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kontrol sipil atas militer. Teori ini antara lain menyatakan bahwa bila pemerintahan sipil tidak mampu memberikan anggaran yang mencukupi, menentukan prioritas dan strategi pertahanan, maka kontrol sipil atas bisnis militer menjadi lemah. Bila pemerintahan sipil gagal meningkatkan perkembangan ekonomi serta memelihara ketertiban, dan pada saat yang bersamaan institusi politik lemah serta para pemimpin politik menarik militer ke wilayah kepentingannya, maka kontrol sipil atas bisnis militer menjadi tidak efektif. Bila pemerintahan sipil menghadapi ancaman internal yang tinggi, maka kontrol sipil atas bisnis militer menjadi lemah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berjalannya bisnis militer sejak dahulu hingga kini karena tidak adanya peraturan dan undang-undang yang melarang praktek bisnis tentara. Temuan lain menunjukkan bahwa lemahnya otoritas sipil dan kukuhnya kekuatan militer menyebabkan lemahnya posisi tawar sipil di hadapan militer sehingga praktek bisnis tentara tetap beroperasi. Keterbatasan anggaran negara untuk memberikan budget anggaran pertahanan serta keterpurukan ekonomi menambah lemahnya posisi pemerintah sipil di hadapan tentara karena tidak dapat memberi anggaran yang cukup untuk mereka sehingga membuat mereka merasa benar ketika melakukan praktek bisnis. Temuan penelitian ini sekaligus mendukung proposisi teori tersebut. Penelitian ini antara lain berkesimpulan bahwa membangun TNI sebagai kekuatan yang profesional dalam pertahanan negara, tidak pada tempatnya membiarkan TNI mencari dan mengalokasikan anggarannya sendiri tanpa kontrol otoritas sipil. Karena itu, penelitian ini antara menyarankan bahwa supremasi sipil atas militer perlu segera ditegakkan, terutama sekali dalam hubungannya dengan bentuk kontrol atas anggaran di mana seluruh pendanaan militer mesti sepengetahuan DPR.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library