Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Dyah Ayu Savira Prawesty
Abstrak :
Pelanggaran hak cipta karya sinematografi dengan adanya situs streaming ilegal terus meningkat setiap tahunnya. Adanya situs ilegal menyebabkan kerugian bagi Pencipta selaku pihak yang memegang hak ekonomi Ciptaan. Lembaga Manajemen Kolektif dinilai dapat menjadi solusi yang memungkinkan insan perfilman untuk mengawasi pemanfaatan dari karya ciptanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelanggaran hak cipta karya sinematografi dan menganalisis efektivitas apabila dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif Bidang Film. Saat ini di Indonesia belum terdapat Lembaga Manajemen Kolektif yang khusus ditujukan untuk Ciptaan film, walaupun UU Hak Cipta telah menyatakan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif ditujukan untuk semua Ciptaan yang dilindungi termasuk salah satunya karya sinematografi atau film. Penelitian dilakukan dari studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan Indonesia sudah memberikan perlindungan secara pidana, perdata, maupun administratif terkait pelanggaran hak cipta. Namun, masih diperlukan penegakan hukum atas peraturan ini. Di samping itu, adanya Lembaga Manajemen Kolektif perlu ditelaah terlebih dahulu karena masih ada kekosongan hukum yang mengatur mengenainya. Lembaga Manajemen Kolektif di Bidang Film dapat dibentuk apabila terdapat kebutuhan di industri film yang menyatakan lembaga tersebut dapat efektif berjalan bagi Ciptaan film.
......Copyright infringement of cinematographic works with illegal streaming sites continues to increase every year. The existence of illegal sites causes losses to the Creator as the holder of the economic rights of creation. The Collective Management Institution is considered to be a solution that allows film people to oversee the utilization of their copyrighted works. This study aims to determine the protection provided by the laws and regulations governing copyright infringement of cinematographic works and analyze the effectiveness if a Film Collective Management Institute is established. Currently, in Indonesia there is no Collective Management Institution specifically aimed at film creations, although the Copyright Act has stated that the Collective Management Institution is intended for all protected creations including one of cinematographic works or films. The research was conducted from literature studies and interviews with relevant parties. The results showed that Indonesian legislation has provided criminal, civil, and administrative protection related to copyright infringement. However, law enforcement of this regulation is still needed. In addition, the existence of a Collective Management Institution needs to be examined first because there is still a legal void governing it. The Collective Management Institution in the Film sector can be established if there is a need in the film industry that states the institution can effectively run for film creations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Deananda Ayusaputri
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai tindakan pemutaran musik yang disinkronisasikan dalam film di bioskop berdasarkan UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta UUHC 2014 dengan mempelajari kasus perselisihan hak cipta karya musik yang digunakan dalam film Putusan Mahkamah Agung 2014Da202110 Kasus KOMCA vs. CGV karena Korea Selatan memiliki pasal khusus dalam Undang-Undang Hak Cipta yang mengatur tentang sinematisasi karya. Dengan ini, Penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apakah lisensi sinkronisasi musik dalam film mencakup izin untuk memutarnya secara publik di bioskop berdasarkan UUHC 2014? 2) Apakah tindakan pemutaran musik yang disinkronkan dalam film di bioskop dapat dianggap sebagai pertunjukan publik karya musik berdasarkan UUHC 2014 dan mengarah pada keputusan yang sama dengan resolusi kasus KOMCA vs CGV? 3) Apakah LMKN dan LMK, yang mewakili pemegang hak, memiliki wewenang untuk mengumpulkan royalti pertunjukkan publik atas musik yang disinkronkan dalam film langsung ke bioskop berdasarkan UUHC 2014.
......
This research discusses about the act of screening synced music in film in cinemas under Law No. 28 of 2014 on Copyrights UUHC 2014 by studying a case of copyrights dispute of musical works used in films Supreme Court Decision 2014Da202110 KOMCA vs. CGV case since South Korea has a specific article on its Copyright Act which regulates the cinematization of works. Herewith, the author proposes research questions: 1) Does the synchronization license of music in film covers the permission to publicly screen them in cinemas under UUHC 2014? 2) Can the act of screening synced music in film in cinemas be perceived as a separate musical works public performance under UUHC 2014 and lead to the same decision as the resolution of KOMCA vs. CGV case? 3) Do LMKN and CMOs, which represent the rights holders, have the authority to collect public performance royalties of synced music in film directly to cinemas under UUHC 2014.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library