Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aliy Arivin Anward
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang strategi mata pencaharian penambang Intan Cempaka. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan modal dalam kegiatan pendulangan intan dan untuk mengetahui strategi mata pencaharian yang digunakan oleh para penambang intan Cempaka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data primer. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi mata pencaharian dan teori tentang pekerja tidak tetap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat (1) proses pendulangan intan yang terdiri dari modal dan tahapan pendulangan intan, dan (2) strategi mata pencaharian penambang intan Cempaka dalam menghadapi pendapatan yang tidak menentu. Beberapa strategi mata pencaharian yang dilakukan oleh para penambang berlian adalah Hoard (Menyimpan makanan dan aset), Deplete (Menjual Aset), Claims (Membuat hutang dan pinjaman, dan Diversify (Mencari sumber mata pencaharian baru).
This thesis discusses the livelihood strategy of the Intan Cempaka miner. This study aims to describe the capital in diamond panning activities and to find out the livelihood strategies used by the Cempaka diamond miners. This study uses a qualitative approach with primary data collection. The theory used in this research is the livelihood strategy and the theory about precarious workers. The results showed that there were (1) diamond panning processes consisting of capital and stages of diamond panning, and (2) Cempaka diamond miners' livelihood strategies in dealing with uncertain incomes. Some of the livelihood strategies undertaken by diamond miners are Hoard (Saving food and assets), Deplete (Selling Assets), Claims (Creating debt and loans, and Diversify (Seeking new sources of livelihood).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danya Philanodia D.
Abstrak :
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tropik infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan jakarta, termasuk Kelurahan Cempaka Putih Barat (daerah kontrol) dan Rawasari (daerah intervensi). Agen biologis Bacillus thuringiensis israelensis (Bti) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memberantas vektor DBD. Tujuan Penelitian ini adalah diketahui informasi mengenai efektivitas penggunaan Bti sebagai data untuk upaya pemberantasan DBD di Indonesia. Kuasi eksperimental merupakan desain penelitian yg digunakan pada penelitian ini. Survei entomologi dilakukan pada 120 rumah di masing-masing daerah pada tanggal 28 Maret 2010. Sampel diambil dengan menggunakan single larval method dan dianalisis dengan Mc-nemar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan proporsi kepositivan larva Aedes aegypti yang bermakna secara statistik sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan sebab akibat antara penggunaan Bti terhadap kepositivan larva Aedes aegypti pada TPA di kedua daerah. ...... Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious tropical disease that remains a public health problem in Indonesia and Jakarta, including West Cempaka Putih (control region) and Rawasari (intervention region). Biological agent Bacillus thuringiensis israelensis (Bti) is one way that can be used to combat the DHF vector. The purpose of this study is get the information regarding the effectiveness of using of Bti as a data to eradicate DHF in Indonesia. However, quasi-experiment is the research design used in this study. Entomology survey conducted on 120 houses in each region on March 28, 2010. The samples were taken by using a single larval method and analyzed by Mc-nemar. The results showed that there was no statistically significant reduction of the positivitity of Aedes aegypti larvae, so that it can be concluded that there is no causal relationship between the use of Bti against Aedes aegypti larvae positivity on water shelter in the two regions.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Adena
Abstrak :
Dewasa ini pemberantasan vektor ditekankan pada agent yang bersifat ramah lingkungan yaitu menggunakan pemberantasan biologis misalnya Bacillus thuringiensis israellensis (Bti). Saat ini penggunaan Bti masih dalam taraf laboratorium sehingga perlu dilakukan peneltian lapangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas Bti dalam memberantas Ae. aegypti di container luar rumah di Kelurahan Cempaka Putih Barat. Penelitian menggunakan desain eksperimental dengan intervensi Bti. Data pretest diambil pada tanggal - tanggal 28 Maret 2010 dan postest pada tanggal 25 April 2010. Survei dilakukan dengan single larva method terhadap semua container di luar rumah. Hasilnya menunjukkan didapatkan 12 container positif larva dari 37 container. Setelah pemberian Bti jumlah container positif larva menurun menjadi 1 container positif larva. Pada penelitian ini tidak dapat dilakukan uji McNemar karena container tidak diperlakukan sama yaitu container TPA diberikan Bti sedangkan pada container non-TPA tidak dan data pada container TPA saja tidak memenuhi syarat uji McNemar. Kesimpulan yang didapatkan Bti bentuk cair tidak efektif menurunkan keberadaan larva Ae. aegypti di luar rumah di Kelurahan Cempaka Putih Barat. Nowadays, the control of the vector agent is emphasized to the environmental friendly agent for example uses biological control Bacillus thuringiensis israellensis (Bti). Today the use of Bti is still in its early stages of a laboratorium study so we need to do field study. The purpose of this study was to examine the effectiveness of Bti in control Aedes aegypti in containers outside the house in Cempaka Putih Barat Village. The study uses an experimental design with Bti intervention. Pretest data were taken on March 28, 2010 and posttest on April 25, 2010. The survey was conducted with a single method larva of all containers outside the home. The results founded 12 positive larva containers from 37 containers. After Bti application, numbers of positive containers decreased become 1 positive larva container. McNemar test could not be done because all of containers were not treated the same. TPA container was given Bti while non-TPA container was not given Bti. TPA container alone does not qualify for McNemar test. In conclude, liquid form Bti is not effective to reduce the presence of larvae of Ae. aegypty outside the house in the Village of Cempaka Putih Barat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Laily Purnamasari
Abstrak :
ABSTRAK
Praktek kerja profesi di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih dilaksanakan pada tanggal 18 Juli ndash; 1 Agustus 2016. Pelaksanaan praktek kerja profesi ini bertujuan agar mahasiswa program studi apoteker dapat memahami peranan, tugas, dan tanggung jawab Apoteker di Puskesmas sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian, memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di Puskesmas, memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian di Puskesmas, dan mempelajari strategi maupun kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian di Puskesmas. Praktek Kerja Profesi Apoteker PKPA ini dilakukan dengan mengikuti kegiatan pembekalan materi dan kegiatan lapangan di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa peranan, tugas, dan tanggung jawab Apoteker di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih mencakup pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai BMHP serta pelayanan farmasi klinik.
ABSTRACT
Internship at Cempaka Putih Subdistrict Healthcare is held on July 18th to August 1st, 2016. This internship is aimed to make students of pharmacist can understand the role, duties and responsibilities of pharmacists in subdistrict healthcare based on standard of pharmaceutical care, have insight, knowledge, skills and practical experience to do pharmacy practices at the subdistrict healthcare, have a real concept about the issues of pharmacy practice, and learn strategies and activities that can be done in order to develop pharmacy practice at subdistrict healthcare. This internship is done by following activities in the field, especially in Cempaka Putih Subdistrict Healthcare. From the results, it is known that the role, duties and responsibilities of pharmacists in Cempaka Putih Subdistrict Healthcare are in the management of drugs and consumable medical materials, and also in clinical pharmacy services.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizta Widya Pangestika
Abstrak :
ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih bertujuan untuk memahami peranan, tugas, dan tanggung jawab Apoteker dalam praktek pelayanan kefarmasian di Puskesmas sesuai dengan ketentuan perundangan dan etika farmasi yang berlaku, dan dalam bidang kesehatan masyarakat; memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku professionalism serta wawasan dan pengalaman nyata reality untuk melakukan praktek profesi dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas; melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan praktek profesi Apoteker di Puskesmas; memiliki gambaran nyata tentang permasalahan problem solving praktek dan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas; serta mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di Puskesmas. Tugas khusus yang diberikan berjudul Penyuluhan tentang Dagusibu. Pelaksanaan tugas khusus ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang bagaimana cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan benar; menunjang penggunaan obat yang rasional demi tercapainya pengobatan yang optimal; serta mengetahui respon dan daya tarik masyarakat terkait pelayanan informasi obat melalui penyuluhan menggunakan media presentasi powerpoint.
ABSTRACT
Internship at Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih aims to understand the role, duties, and responsibilities of pharmacists in the Puskesmas pharmaceutical care activities accordance with statutory provisions, ethics, and public health have the knowledge, skills, professional behaviors, and the real experiences to do pharmaceutical care activities in the Puskesmas see and learn the strategies and the development of pharmaceutical care activities in the Puskesmas have a real picture of problem solving pharmaceutical care activities in the Puskesmas and be able to communicate and interact with other healthcare profession in the Puskesmas. Specific assignment given entitled Guidance about Dagusibu. Implementation of this specific assignment aims to improve patient understanding of how to get, use, store, and dispose of medications properly support the rational use of medicines in order to achieve the optimal treatment and know the response and public appeal about drug information services through guidance using powerpoint presentation media.
2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rosarie
Abstrak :
Demam berdarah dengue merupakan penyakit epidemik di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan tepat. Cara yang paling efektif untuk menanggulanginya adalah pencegahan penyakit dengan membunuh vektor DBD yaitu Aedes aegypti. Salah satu caranya yaitu menggunakan insektisida alami, Bacillus thuringiensis israelensis (Bti). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan Bti cair dengan konsentrasi 4ml/m2 untuk menurunkan kepositifan larva pada tempat penampungan air (TPA) yang tidak terkena cahaya. Penelitian ini dilakukan pada Kelurahan Cempaka Putih Timur sebagai daerah perlakuan dan Barat sebagai daerah kontrol. Desain yang digunakan adalah kuasi eksperimental. Pengambilan data menggunakan single larva method dilakukan pada 28 Maret 2010 dan sebulan kemudian pada 25 April 2010. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat penurunan kepositifan larva Aedes aegypti secara bermakna (p=1,000). Diambil kesimpulan bahwa diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap tidak efektifnya Bti dalam menurunkan kepositifan larva pada TPA yang tidak terkena cahaya. ......Dengue haemorrhagic fever (DHF) is an epidemic disease in Indonesia which can cause death if it doesn't handled correctly. Many ways can overcome this disease, but the most effective way is preventing it by killing the vector of DHF, Aedes aegypti. One of the way is using natural insecticide, Bacillus thuringiensis israelensis (Bti). The purpose of this research is to know the effectiveness of liquid Bti (concentration 4ml/m2) to eradicate the larvae in the container (TPA) without light exposure. This research took place in the red zone of DHF, East Cempaka Putih as the intervented area and West Cempaka Putih as the control area. Quasi experimental design is used in this research. The data is taken using single larva method on March 28, 2010 dan one month later on April 25, 2010. The result shows there is no significant difference in the positiveness of Aedes aegypti larva (p=1,000). A more comprehensive study should be done to know the factors which can influence the ineffectiveness of Bti in decreasing the larva in the container without light exposure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
David Kristiawan L.
Abstrak :
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang angka kejadian kasusnya masih tinggi di Indonesia, dapat dicegah melalui pemberantasan vektor DBD salah satunya dengan menggunakan agen biologis yaitu Bacillus thuringiensis israelensis (Bti). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas penggunaan Bti terhadap pengendalian larva Aedes aegypti di Tempat Penampungan Air (TPA) yang terkena cahaya. Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimental tanpa alokasi random dengan menggunakan daerah kontrol (Kelurahan Cempaka Putih Barat) tanpa pemberian Bti dan daerah intervensi (Kelurahan Cempaka Putih Timur) yang dilakukan aplikasi Bti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Bti dapat menurunkan jumlah larva positif di daerah intervensi. Tetapi dengan analisis secara statistik menggunakan uji Chi square didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara proporsi kepositifan larva di daerah kontrol dan intervensi (p=0,88). Hal ini berarti penurunan jumlah larva positif yang terjadi pada daerah intervensi kemungkinan bukan disebabkan karena aplikasi Bti, tetapi disebabkan oleh faktor lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa Bti belum dapat dikatakan efektif dalam menurunkan jumlah larva positif Aedes aegypti di TPA yang terkena cahaya di Kelurahan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat. ...... Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) disease which the number of case is still high in Indonesia, can be prevented through the eradication of dengue vectors, one of them is using biological agents namely Bacillus thuringiensis israelensis (Bti). The aim of this study is to know the effectiveness of using Bti for controlling Aedes aegypti larvae in container exposed to light. The design of this study is quasi experimental with no random allocation using the control region (Kelurahan Cempaka Putih Barat) without giving Bti and area of intervention (Kelurahan Cempaka Putih Timur) with Bti application. The results show that Bti can reduce the number of positive larvae in the area of intervention. But with the statistical analysing using Chi square test show that there is no significant difference between the proportion of positivity of larvae in the control and intervention area (p=0,88). This means decreasing the number of positive larvae that occured in the area of intervention is not likely caused by the application of Bti, but caused by other factors. So it can be concluded that Bti still can not be said to be effective in reducing the number of positive larvae of Aedes aegypti in the container exposed to light at Kelurahan Cempaka Putih Timur, Central Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Riana Sumanthi
Abstrak :
Keterbatasan dan ketidakmampuan pemda dalam meningkatkan mutu pelayanan publik, dikarenakan belum adanya faktor-faktor kunci seperti, strategi, kesisteman atau manajemen pengelolaan pelayanan publik yang bermutu, sarana, dan prasarana yang memadai, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten, dan iklim kegiatan pemerintahan yang berorientasi kepada kepuasan stakeholders. Pemerintah Kotamadya Jakarta Pusat berupaya agar pelayanan publik dapat mencapai sasarannya (mudah dan cepat dijangkau oleh masyarakat Jakarta), dan mempunyai standar pelayanan yang didukung oleh komitmen yang kuat baik oleh semua pihak. Oleh karena itu , maka perlu membangun suatu manajemen yang konsisten terhadap peraturan dan guna mendukung Visi dan Misi Propinsi DKI Jakarta, maka Dinas P2B Propinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Kotamadya Jakarta Pusat akan menerapkan standar manajemen mutu yang baik dalam memberikan pelayanan ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yaitu, Sistem Manajemen Mutu ISO 9002. Sehingga pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses penerapan sistem tersebut, dan hambatan apa sajakah yang dihadapi dalam proses yang berlangsung di Suku Dinas P2B Kotamadya Jakarta Pusat dan Seksi P2B Kecamatan Cempaka Putih. Metode penelitian yang akan digunakan bersifat deskriptif analitis. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari hasil wawancara, dan kuesioner yang dibagikan kepada para responder sebanyak 39 orang pegawai yang telah mengikuti pelatihan dan mengerti tentang ISO 9002, serta mempelajari dokumen mutu ISO 9002 yang berupa manual mutu, prosedur mutu, pedoman kerja dan catatan mutu dalam pembuatan IMB Rumah Tinggal non real estate dan non pemugaran di Suku Dinas P2B Kotamadya Jakarta Pusat dan Seksi P2B Kecamatan Cempaka Putih. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ISO 9002 di Suku Dinas P2B Kotamadya Jakarta Pusat, dan Seksi P2B Kecamatan Cempaka Putih yang melibatkan para pejabat dan staf bertujuan untuk mendukung program-program pimpinan Dinas P2B Propinsi DKI Jakarta dalam peningkatan kinerja, dan mutu pelayanan IMB Rumah Tinggal Non Real Estate dan Non Pemugaran. Proses penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9002 di Suku Dinas P2B Kotamadya Jakarta Pusat dan Seksi P2B Kecamatan Cempaka Putih dengan lima tahap meliputi, (1) Persiapan di bulan April 2001, (2) Pengembangan Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu dan Implementasi, (3) Penilaian Awal oleh Tim Audit Mutu internal, (4) Penilaian Awal oleh Konsultan ISO 9000 Series, dan (5) Sertifikasi oleh Badan Sertihkasi pada bulan Januari 2002. Dalam proses penerapan tersebut belum optimal, karena ditemukan berbagai hambatan yaitu, kurangnya tingkat pemahaman para pegawai terhadap ISO 9002, kurangnya partisipasi dan rendahnya kesadaran pegawai terhadap perubahan tersebut, kurang mendapat dukungan dan komitmen, serta kurangnya antusiasme terus-menerus dari Top Manajemen, Midle Manajemen dan seluruh pegawai dan kurangnya pemantauan yang intensif . Adapun saran perbaikan terhadap proses tersebut adalah dengan, (1) berfikir sistem untuk melihat keseluruhan pola perubahan di Suku Dinas P2B kotamadya Jakarta Pusat dan Seksi P2B Kecamatan Cempaka Putih, (2) penekanan pada keahlian pribadi para pegawai dengan diadakannya pelatihan singkat tentang ISO 9002 baik dan sisi pemahaman maupun manfaat pelaksanaannya, (3) menerapkan model mental dengan meningkatkan kedisiplinan dan motivasi kerja yang disertai dengan kejelasan dalam pemberian reward dan punishmen, (4) pembelajaran tim yang bukan bersifat individual, tapi merupakan dasar pembelajaran unit dalam organisasi modern.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T8861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhatmansyah
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor penentu peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan, (2) mengindentifikasi peran kelembagaan, (3) mengetahui peranan tokoh informal dalam menggerakkan peranserta masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan penghijauan secara swadaya, (4) merumuskan penataan kelembagaan dalam pelaksanaan penghijauan, serta (5) memberikan masukan bagi penyempurnaan materi penyuluhan penghijauan dari penyuluh kepada kelompok tani. Metode penelitian yang diterapkan adalah studi kasus di kecamatan Cempaka dengan objek penelitian peserta penghijauan di Desa Margaluyu, Susukan, Girimukti, Cidadap, Wangunjaya, dan Karyamukti yang terletak dalam wilayah Kabupaten daerah tingkat II Cianjur, Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara yaitu, wawancara berstruktur dengan 90 orang responden petani peserta penghijauan, wawancara tidak berstruktur dengan sejumlah tokoh informal, pengamatan di lapangan, dan penelaahan dokumen yang telah ada. Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif, dimaksudkan agar peneliti lebih banyak mempunyai kebebasan untuk mengadakan interprestasi dari data yang dikumpulkan melalui wawancara tidak berstruktur dan pengamatan dilapangan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan terhadap data dari hasil wawancara berstruktur dengan mempergunakan metode statistik. Penghijauan dalam arti luas adalah segala upaya untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan kritis di luar kawasan hutan, sehingga berfungsi secara optimal sebagai unsur produksi, media pengatur tata air dan perlindungan alam lingkungan, dengan tujuan : 1. Mengendalikan erosi dan mencegah banjir. 2. Meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani. 3. Merubah perilaku petani menjadi pelestari sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Peranserta masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan akan menentukan dalam pencapaian tujuan penghijauan. Dari uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah: 1. Peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan di daerah penelitian cukup baik. 2. Faktor yang menentukan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan adalah kelembagaan, tokoh informal, penyuluhan dan pendidikan. Untuk menguji hipotesis dilakukan uji regresi berganda secara simultan variabel X1 tokoh masyarakat, X2 kelembagaan, X3 pendidikan dan X4 penyuluhan terhadap Y peranserta masyarakat, serta secara parsial. Kemudian dilanjutkan dengan uji F dan t pada taraf nyata 5 persen. Hasil penelitian menunjukan bahwa, peranserta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan penghijauan cukup tinggi. Hal ini terlihat pada pelaksanaan kegiatan penanaman, kebiasaan masyarakat menanam pohon pada lahan kritis, serta pengawasan/pengamanan tanaman di areal penghijauan terhadap gangguan penggembalaan liar, serta intensitas petani mengikuti penyuluhan. Sedangkan dalam bidang perencanaan belum terdapat indikasi peranserta positif masyarakat yang memadai. Tingginya peranserta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan penghijauan di wilayah penelitian ditentukan oleh faktor pendidikan, penyuluhan, dan kelembagaan. Penyuluh dengan pendekatan personal yang baik dan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, sehingga terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam perlakuan pengolahan dan pemanfaatan lahan. Petani yang telah mendapatkan pelatihan dapat dijadikan kader penyuluh lokal untuk membantu tenaga penyuluh yang secara kuantitatif masih kurang. Petani yang mendapatkan pelatihan mempunyai kemampuan yang cukup dalam teknologi RLKT, dan mampu mengembangkan hasil bantuan penghijauan. Penyuluhan sebagai salah satu upaya pembinaan peranserta masyarakat sangat mendukung tercapainya perubahan perilaku masyarakat menjadi pelestarian sumberdaya alam hutan, tanah dan air. Pada wilayah penelitian yang menjadi kendala adalah bahwa para penyuluh berfungsi ganda, yaitu sebagai penyuluh dan sebagai aparat proyek, yang terjadi karena keterbatasan jumlah tenaga yang tersedia dalam program penghijauan. Keadaan ini telah lama terjadi sehingga didalam pelaksanaan sulit membedakan fungsional penyuluh dengan tenaga teknis proyek. Koordinasi penyuluhan belum berjalan karena Balai Penyuluh Pertanian (BPP) sebagai wadah untuk mengkoordinasikan kegiatan dan tempat penyuluh melakukan pelatihan tidak berfungsi, sehingga program penyuluhan kurang terpadu, karena berjalan sendiri-sendiri. Kelembagaan sosial desa secara umum sudah berfungsi, tetapi belum optimal. Belum ada mekanisme dan pembagian tugas secara jelas dan operasional sampai ke tingkat Desa. Peningkatan peranserta dari faktor kelembagaan digerakkan oleh Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT) serta Kepala Desa. Birokrasi penghijauan belum memfungsikan tokoh informal secara maksimal, sehingga tokoh informal belum banyak terlibat dalam program bantuan penghijauan. Tokoh informal di wilayah penelitian seperti mantan kepala dukuh, tokoh agama, pendidik adalah panutan bagi masyarakat yang mempunyai kharisma tersendiri, sehingga keterlibatan tokoh informal mempunyai pengaruh positif terhadap peranserta masyarakat. Berdasarkan hasil analisis statistik, tokoh informal, kelembagaan, pendidikan dan penyuluhan secara bersamasama dapat menentukan peranserta masyarakat. Pada taraf nyata 5 persen diperoleh koefisien determinan (R) sebesar 0,4664 dimana F hitung=9,995 > F tabel=3,92. Secara simultan terdapat pengarub yang nyata dari uji statistik antara variabel bebas (X1, X2, X3, X4) terhadap variabel terikat (Y). Sedangkan secara uji parsial faktor pendidikan, kelembagaan dan penyuluhan dapat menentukan peranserta masyarakat. Berdasarkan hasil analisis tidak terdapat pengaruh nyata tokoh informal terhadap peranserta masyarakat. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan: 1. X1, X2, X3, dan X4 variabel bebas yang diteliti secara bersama-sama dapat menentukan variabel terikat (Y), artinya tokoh masyarakat, kelembagaan, pendidikan dan penyuluhan dapat menentukan tingkat peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan. Pengaruh variabel bebas tersebut terhadap Y Baling terkait satu sama lain. 2. Peranserta masyarakat dalam penghijauan pada daerah penelitian cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan masyarakat menanam pohon pada lahan kritis. Berdasarkan kesimpulan di atas langkah-langkah pengembangan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan disarankan sebagai berikut: a. Pengembangan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan perlu memperhatikan keinginan kelompok tani, meningkatkan intensitas penyuluhan serta memperkuat lembaga kelompok tani. b. Pengembangan kelembagaan dengan membentuk struktur organisasi pelaksana di tingkat kecamatan. Dengan struktur tersebut jangkauan pembinaan dan pengawasan kepada masyarakat akan lebih mudah, tugas dan fungsi kelembagaan formal maupun non formal yang telah ada akan lebih meningkat. Untuk mengurangi birokrasi, tugas Tim Pembina Penghijauan di tingkat II dapat diserahkan kepada Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Tingkat II. Untuk membantu menampung dan memasarkan hasil-hasil usaha tani perlu dikembangkan kelembagaan ekonomi desa, misalnya Lembaga Perkreditan Desa (LPD). c. Proses komunikasi perlu dikembangkan dengan meningkatkan pengetahuan para penyuluh melalui pelatihan yang dibutuhkan, sehingga diharapkan penyuluh dapat menjembatani kemauan petani dengan program pemerintah. Kegiatan penyuluhan terpadu perlu ditingkatkan dengan metode kerja latihan dan kunjungan. d. Input strategis yang diberikan kepada kelompok tani perlu diperbaiki dengan input yang dibutuhkan oleh petani dan dapat dirasakan manfaatnya, seperti pengadaan sarana produksi, bibit unggul dan dana pemeliharaan. e. Tokoh informal sebagai tokoh panutan perlu dilibatkan dalam setiap kegiatan bantuan penghijauan.
ABSTRACT Determinant Factors Influencing Community Participation on the Implementation of Regreening. (A Case Study in Cempaka Sub-District, District of Cianjur, West Java)The objectives of this research is to know the roles of informal leaders in developing community participation in order to be willing and capable to do regreening by self-reliance, to identify institutional roles to know determinant factors influencing community participation on the implementation, and to complete regreening extension materials from extension workers to the farmer groups. The research method used is a case study in Cempaka Sub-District, and the research objects are regreening participants in Margaluyu, Susukan, Girimukti, Cidadap, Wangunjaya, and Karyamukti Villages in District of Cianjur, West Java. Data were collected according to four methods, structured interview of respondents of regreening participant farmers, non-structured interview for a number of informal leaders, field observations, and analyzing existing documents. The data are analyzed qualitatively and quantitatively. Qualitative analysis is used so that the research is free to interpreted the collected data by non-structured interview and field observations. Quantitative analysis are carried out by processing data of structured interview using statistical methods. The broad meaning of regreening is all efforts to recover, to maintain and to enhance the conditions of critical area outside the forest area, so that it can function optimally as production factors, media for water regulation, and environment protection, with the goals as follows: 1. To control erosion and to avoid flood. 2. To increase land productivity and farmers income, the changes of human behaviour toward nature resource and optimal environment. 3. To change farmers attitude to sustain natural resource. Community participation on planning, implementation and controlling determine the success of the regreening objective. From the above description, hypothesis could be proposed, which are: 1. Community participation on regreening implementation in the field is good enough. 2. The factors determining the regreening implementation are; institution, informal leaders, extension and education. To test the hypothesis a multiple correlation analysis was carried out simultaneously from variables XI until X4 against Y and partially, which later will be continued with testing F and t-test on 5 percent significance level. The research results indicate that the community participation and the implementation and control of regreening is high enough and this situation can be seen on the implementation activities of planting, community habit on planting trees and critical land and supervision of land on regreening area from wild shepherding and the farmers intensity to follow the extensions, while in the planning aspects there is not yet much role of the community. The height of the community participation in the implementation and supervision on regreening in the research area were determined by the factors of education, extension and institution. Extension with the human approach system can touch the social community needs, so that a change in community attitude can happen in the soil tillage and land utilization. Farmers which have obtained training can become cadre for local extension to assist the extension workers which quantitatively is not adequate. Farmers which have been trained have enough capability and the technology of RLKT and is capable to develop the result of the regreening program. Extension as one effort to provide guidance for community participation is very much supporting in obtain in the changes of community attitudes in sustaining the forestry, land and water resources. In the research area the constraints are that extension workers have double functions which are as extension worker and as project staff. This has happened because the limitation of extension workers to provide guidance and train the farmers. This system has been carried out for a long time which make it difficult to differentiate between the functional extension workers and the project technical staffs. Coordination of extension workers does not work because DPP (Dalai Penyuluh Pertanian) as home base to coordinate the activities and the location to carry out training is not functioning, with the result that extension program become less integrated and were carried out in according to their sectors. Institutions in general have been in function but not yet at maximum level, because there is no clear job description, for which regulation is needed to regulate clearly the task and authority of institutions involved, and their operational until to the village level. The increase in participation from the institutional factors will be moved by Dinas PKT (Perhutanan dan Konservasi Tanah) and the village head. The regreening bureaucracy has not yet make the informal leaders function to the maximum level, so that these informal leaders are not yet much involve in regreening progress. In fact the availability of informal leaders of the research area like retired Dukuh Head, religious leaders, and teachers are figures to the community which have own charisma, so that the involvement of these informal leaders will have influence for community participation. Based on the statistical analysis, together the informal leaders institutions, teachers, and extension can determine community participation, at the level 5% confident will be obtained coefficient determinants (R) as much as 0.4664, where calculated F > F table. While according to partial test the factors of education, institutions, and extension can determine community participation. While informal leaders have not yet functioning in the implementation of regreening, and from the result the analysis were not obtain the real influence of informal leaders for community participation. Based on the research of the result of data analysis it can concluded: 1. The five variables which studied together can determine community participation in the implementation of regreening, and those variables are involved each other, this condition can work on by increasing the channel of coordination. 2. Community participation in regreening on the research area is high enough. Based on above conclusions, steps need to be taken to develop community participation in the implementation of regreening are as follows: a. The development of community participation in the implementation of regreening need to consider the dynamic characteristics of farmer groups, land holding, extension, traditional binding which have institutionalized in the farmer group. b. Institutional development with the formation of the Organization Structure for implementation: at the Kecamatan level to make easier the reach of guidance and supervision for the community and to increase the available task and function of formal and non-formal institutions. To reduce bureaucracy the task of Tim Pembina Tingkat II can be transfered to Dinas PKT, while to collect and market the farm production, a village economic institution need to be developed, for example the Lembaga Perkreditan Desa (LPD), so that the continuation of farmers system can be sustained or guaranteed. c. Process of communication need to be developed by improving the knowledge of extension workers through the required training, so that extension workers can be expected to bridge the farmers need with the Government program. Integrated extension activities need to be improved with the training and visit systems. d. Strategic inputs which were provided to the farmer groups need to be improved with inputs which are needed by farmers and that the benefit can be obtained. e. The informal leaders as the figures need to be involved in very activity of regreening program. Total pages xxv 4-112, 27 Tables, 9 Pictures and 7 Pages of Photos about Field Condition.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1982
S6105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>