Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anastasia Widya Kristiani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dan menganalisis dampak urbanisasi terhadap konsumsi energi dan emisi CO2 dengan mengakomodir heterogenitas wilayah yang ada di Indonesia. Selain itu, perbedaan kawasan peruntukan di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) akan berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda karena perbedaan karakteristik wilayah. Untuk menangkap heterogenitas regional yang ada di Indonesia, maka diaplikasikan metode estimasi data panel pada level provinsi selama periode 2011-2015. Hasil estimasi menunjukkan bahwa urbanisasi berdampak positif terhadap emisi CO2 namun tidak signifikan secara statistik dalam meningkatkan konsumsi energi per kapita. Terdapat pula perbedaan dampak urbanisasi KBI dan KTI terhadap konsumsi energi per kapita dimana dampak urbanisasi di KTI adalah negatif dan lebih rendah dibandingkan KBI.
This study aims to estimate and analyze the impact of urbanization on energy consumption and CO2 emissions by accommodating the heterogeneity of regions in Indonesia. In addition, differences in designation areas in western Indonesia (KBI) and eastern Indonesia (KTI) will have the potential to cause different impacts due to differences in regional characteristics. To capture regional heterogeneity in Indonesia, the method of estimating panel data at the provincial level was applied during the 2011-2015 period. The estimation results show that urbanization has a positive impact on CO2 emissions but is not statistically significant increasing per capita energy consumption. There are also differences in the impact of the KBI and KTI urbanization on per capita energy consumption where the impact of urbanization in the KTI is negative and lower than the KBI.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadsyah Yazid Putra
Abstrak :
Belanja bahan makanan di Jakarta umumnya dilakukan dan didominasi oleh perempuan dibandingkan laki-laki, meski tidak ada perbedaan antara keduanya dalam hal kilometer kendaraan yang ditempuh. Karakteristik perjalanan belanja masyarakat di Jakarta umumnya dilakukan dari rumah pada akhir pekan, yaitu Sabtu dan Minggu, di mana hari Minggu paling sering dilakukan. Mayoritas pembeli mengunjungi lokasi belanja yang sama dengan tempat tinggal mereka. Perjalanan belanja bahan makanan di Jakarta sangat bergantung pada penggunaan transportasi pribadi, terutama sepeda motor. Pembeli juga selalu bepergian dengan orang lain, apakah pendamping bertanggung jawab untuk mengemudikan kendaraan atau membantu pembeli mengangkut bahan makanan. Analisis regresi logistik ordinal menunjukkan bahwa beberapa faktor berkontribusi terhadap VKT untuk perjalanan belanja bahan makanan di Jakarta, termasuk pendapatan bulanan, kepemilikan SIM, transportasi utama, waktu perjalanan ke halte, waktu perjalanan untuk perjalanan belanja bahan makanan, biaya perjalanan, dan perjalanan yang didampingi. Penjaja sebagai lokasi belanja akan menghasilkan VKT yang jauh lebih sedikit dari pada ketika pembeli mengunjungi pasar tradisional atau pasar modern. Mengurangi jarak tempuh perjalanan / kendaraan ke lokasi belanja berkontribusi pada sebagian besar pengurangan emisi gas rumah kaca dari perjalanan rumah tangga. Pembeli yang membeli bahan makanan mereka dari penjual akan mengurangi VKT mereka yang akan berdampak pada emisi kendaraan yang dihasilkan. ......Shopping for groceries in Jakarta is generally conducted and dominated by women than men, although there is no difference between the two in terms of vehicle kilometers traveled. The characteristics of people's shopping trips in Jakarta are generally conducted from home on weekends, namely Saturday and Sunday, where Sunday is most often done. The majority of shoppers visit the same shopping location as their residence. Grocery shopping trips in Jakarta rely heavily on the use of private transportation, especially motorcycles. Shoppers also always travel with other people, whether the companion is responsible for driving the vehicle or helping the buyer transport groceries. Ordinal logistic regression analysis shows that several factors contribute to the VKT for grocery shopping trips in Jakarta, including monthly income, driving license ownership, main transportation, travel time to bus stops, travel time for grocery shopping trips, travel costs, and accompanied trips. Peddlers as shopping locations will generate significantly less VKT than when shoppers visit traditional markets or modern markets. Reducing travel/vehicle mileage to shopping locations contributes to a large part of reducing greenhouse gas emissions from household travel. Shoppers who buy their groceries from peddlers will reduce their VKT which will have an impact on the resulting vehicle emissions.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juntara Semilu Rosesar
Abstrak :
Percepatan laju urbanisasi dan kebijakan terkait perumahan yang kurang terencana di perkotaan menjadi salah satu penyebab munculnya permukiman kumuh kota. Pada saat yang bersamaan, kota sebagai sumber yang tidak berkelanjutan dari segi konsumsi sumber daya sehingga menjadi penyumbang produksi limbah, emisi gas rumah kaca, dan merupakan kontributor utama perubahan iklim. Kemudian permukiman kumuh kota menjadi wilayah yang lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim dibanding permukiman lainnya. Akan tetapi rumah tangga di permukiman kumuh menjadi bagian salah satu penyumbang emisi CO2 di perkotaan berdasarkan aktivitas maupun pola konsumsi masyarakat. Hal tersebut menjadi perhatian bagi pemerintah dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca perkotaan. Sedangkan belum tersedianya data penelitian tentang emisi yang dihasikan oleh rumah tangga di permukiman kumuh kota. Sehingga studi ini bertujuan untuk mengestimasi emisi CO2 dari Sembilan sektor aktivitas rumah tangga antara lain persampahan, air bersih, air buangan, listrik, penggunaan gas elpiji, penggunaan bahan bakar bensin, biaya pendidikan, biaya rekreasi dan biaya transportasi umum. Pengambilan data melalui sampling dan wawancara masyarakat diharapkan mampu menggambarkan karakteristik dan pola konsumsi rumah tangga. Sebanyak 532 responden telah diwawancara untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat dan 100 Kg sampah dilihat di wilayah penelitian selama 8 hari. Perhitungan emisi CO2 menggunakan faktor emisi yang ada dan sesuai dengan sektor masing-masing. Sedangkan pada sektor persampahan menggunakan Waste Reduction Model (WARM) umtuk menghitung emisi CO2 yang dihasilkan. Hasil analisis didapatkan total emisi sebesar 14.636,43 ton CO2/tahun dimana rata-rata emisi sebesar 6,87 ton CO2/orang/tahun. Persentase emisi tertinggi berada pada sektor listrik sebesar 63,77% dari total yang dihasilkan. Sementara persampahan menyumbang sebesar 6,33% emisi CO2 dari total emisi. Pengelolaan sampah seperti recycling dan composting menjadi salah satu alternative dalam menurunkan emisi CO2 dimana pada tahap tersebut dapat mereduksi emisi CO2 hingga 81% pada sektor persampahan. ......The acceleration of the rate of urbanization and policies related to unplanned housing in urban areas is one of the causes of the emergence of urban slums. At the same time, cities as unsustainable sources in terms of resource consumption thus contributing to waste production, greenhouse gas emissions, and are the main contributors to climate change. Then urban slums become more vulnerable to climate change than other settlements. However, households in slums are part of a contributor to CO2 emissions in cities based on their activities and consumption patterns. This is a concern for the government in an inventory of urban greenhouse gas emissions. Whereas the unavailability of research data on emissions produced by households in urban slums. So this study aims to estimate CO2 emissions from nine sectors of household activities including solid waste, drinking water, waste water, electricity, the use of LPG gas, the use of gasoline, education costs, recreation costs and public transportation costs. Data collection through sampling and community interviews is expected to be able to describe the characteristics and patterns of household consumption. A total of 532 respondents were interviewed to find out the consumption patterns of the community and 100 kg of solid waste were identified in the study area for 8 days. CO2 emission calculations use existing emission factors with their respective sectors. Whereas the solid waste sector uses the Waste Reduction Model (WARM) to calculate the CO2 emissions produced. The results of the analysis obtained total emissions of 14,636.43 tons of CO2/year where the average emissions of 6.87 tons of CO2/person/year. The highest percentage of emissions was in the electricity sector at 63.77% of the total produced. While solid waste accounts for 6.33% of CO2 emissions from total emissions. Waste management such as recycling and composting is an alternative in reducing CO2 emissions where at that stage can reduce CO2 emissions by 81% in the waste sector.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Paramita Bawie
Abstrak :
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca GRK dibandingkan skenario Business As Usual BAU . Selama 2010-2014, Provinsi Riau adalah emiter terbesar 22,7 dari total emisi GRK Nasional sebesar 7.942,46 juta ton CO2e, sedangkan Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat emisi GRK per luasan wilayah dengan tingkat pertumbuhan tertinggi 145,2 dibandingkan rata-rata pertumbuhan emisi GRK Nasional sebesar 134,7. Dengan menggunakan regresi panel data tingkat provinsi, ditemukan bahwa pemberlakuan Peraturan Daerah mengenai RAD-GRK tidak efektif mengurangi emisi GRK serta hubungan negatif dan signifikan antara rasio gini terhadap emisi GRK sedangkan PDRB per kapita memiliki hubungan positif dan signifikan. Direkomendasikan untuk mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDRB per kapita serta meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi GRK nasional.
Indonesia is committed to reduce Greenhouse Gas GHG emissions compared to Business As Usual BAU scenarios. During 2010 2014, Riau was the largest emitter 22.7 of total GHG emissions of 7,942.46 million tons of CO2e , while Central Java had the highest GHG emission rate per area with 145.2 national GHG emissions growth average of 134.7. Using provincial data panel regression, it was found that the enactment of Local Regulation on RAD GRK has not been effective in reducing GHG emission and negative and significant relation between gini ratio to GHG emission while GRDP per capita has positive and significant relation. It is recommended to effectively manage the use of resources for each one per capita GRDP and increase the commitment of Local Government to support the achievement of national GHG emission reduction targets.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Ratnaningsih
Abstrak :

Sebagai negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya terdiri dari perairan, transportasi laut memiliki peran yang strategis dalam mendukung pembangunan nasional dengan lebih memperhatikan pengembangan industri maritimnya. Perdagangan global menjadikan sektor pelayaran salah satu yang memiliki peran penting. Meningkatnya kebutuhan akan jasa pelayaran juga akan meningkatkan fenomena pemanasan global, termasuk di Indonesia. Emisi karbon dioksida (CO2) dari sektor transportasi laut telah menjadi perhatian para pembuat kebijakan transportasi dan perubahan iklim, termasuk emisi CO2 di pelabuhan yang terus meningkat. Namun, studi yang ada berfokus terutama pada emisi CO2 dari pelayaran kapal, dengan sedikit perhatian pada kapal yang berlabuh di pelabuhan dan penanganan kargo di dalam pelabuhan. Studi ini mengambil sektor transportasi laut di Pelabuhan Indonesia dengan menggunakan bagian dari metodologi System Dynamics. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji dua kebijakan, yaitu penerapan Onshore Power Supply (OPS) dan pemberlakuan pajak karbon, yang bertujuan mengusulkan strategi mitigasi Emisi CO2 di sektor transportasi laut. Dengan demikian, pemodelan simulasi berdasarkan dinamika sistem telah diusulkan untuk membangun model penilaian dan membuat skenario. ......As an archipelagic country with two-thirds of its territory consisting of waters and in line with global trade, Indonesia has made the shipping sector an essential and strategic role in supporting national development by paying more attention to developing its maritime industry. The increasing need for shipping services will also increase the phenomenon of global warming. CO2 emissions from the marine transportation sector have become a concern for transport policymakers and climate change regarding sustainability issues, including CO2 emissions in ports which continue to increase due to their significant impact on emerging environmental, social, and economic issues. However, the existing studies focus primarily on CO2 emissions from shipping, with little attention to vessel berthing in ports and cargo handling in ports. This study takes the sea transportation sector in Indonesian Ports by using the System Dynamics methodology to show the interrelationships between factors. The purpose of this study is to propose a CO2 emission mitigation strategy and evaluate policies implemented in the marine transportation sector. This study investigates two policies: the implementation of Onshore Power Supply (OPS) and the application of carbon tax. Thus, simulation modelling can build assessment models and create scenarios.

 

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadhil
Abstrak :
Penggunaan energi sektor transportasi memiliki dampak besar terhadap jumlah emisi CO2 yang dihasilkan di Jakarta. Salah satu kontributor utama berasal dari kegiatan logistik karena 70 dari total kegiatan logistik berasal dari sektor transportasi. Di sisi lain, pertumbuhan e-commerce di daerah perkotaan telah mengubah cara masyarakat dalam membeli barang. Hal ini menghasilkan frekuensi pengiriman yang lebih tinggi di daerah perkotaan yang menyebabkan konsumsi energi dan pembuangan emisi yang lebih besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman mengenai dampak dari pertumbuhan e-commerce terhadap logistik transportasi Jakarta yang ditinjau dari faktor ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan NTB sub sektor pos dan kurir dan faktor lingkungan yang ditandai dengan pertumbuhan jumlah emisi yang dihasilkan di Jakarta. Hasil model simulasi sistem dinamis menunjukkan emisi akan tumbuh dengan CAGR sebesar 9,97 per tahun yang berjalan linear dengan pertumbuhan CAGR NTB sub sektor pos dan kurir sebesar 8,62 per tahun dalam keadaan Business As Usual BAU. Terdapat beberapa kebijakan yang diteliti dalam penelitian ini yaitu peningkatan infrastruktur jalan, mempromosikan green transport logistics, dan kebijakan gabungan antara kedua kebijakan sebelumnya. Kebijakan-kebijakan ini diadaptasi dari beberapa negara eropa yang mencoba mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan logistik perkotaan. ...... Energy usage in transportation sector has a major impact on total CO2 emission emitted in Jakarta. One of the main contributors comes from logistics activities as 70 of the total logistics activities come from the transportation sector. On the other hand, the growth of e commerce in urban areas has changed the way people buy goods. This results in higher delivery rates in urban areas leading to greater energy consumption and emissions. The purpose of this study is to gain an understanding of the impact of e commerce growth on Jakarta transport logistics in terms of economic factors characterized by the growth of NTB sub sector post and courier and environmental factors characterized by emissions produced in Jakarta. The result of system dynamics simulation model shows that emissions will grow with a CAGR of 9.97 that goes linear with the growth of CAGR NTB sub sector post and courier at 8.62 at BAU. There are several policies studied in this research improving road infrastructure, promoting green transport logistics, and joint policies between two previous policies. These policies are adapted from several European countries that try to reduce the environmental impact of urban logistics activities.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Ayu
Abstrak :
Dalam alur pergerakan barang, mulai dari produsen hingga barang sampai ke tangan konsumen, segmen distribusi memiliki beberapa masalah seperti banyaknya emisi CO2 yang dihasilkan, dan tidak maksimalnya penggunaan kapasitas truk. Kedua hal tersebut saling berkaitan dan dinilai sebagai pemborosan kapasitas transportasi. Menjawab permasalahan tersebut, muncullah sebuah metode dimana banyak variasi barang bervolume kecil disatukan ke dalam truk sehingga muatan yang lebih besar dan lebih ekonomis dapat dikirim dengan menggunakan kendaraan yang sama, dan metode tersebut dinamakan konsolidasi. Penerapan selanjutnya dari sistem konsolidasi ialah dengan membuat fasilitas logistik yang digunakan untuk menggabungkan muatan berbagai operator dan untuk menghasilkan rencana pengiriman yang lebih ekonomis ataupun memberikan pelayanan lebih. Fasilitas tersebut disebut sebagai Urban Consolidation Center (UCC). Penelitian ini ingin melihat seberapa besar eksternalitas emisi CO2 yang dihasilkan oleh sistem ini beserta dengan biaya eksternalnya. Selain itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana aspek kemacetan dipertimbangkan dalam pengiriman melalui Urban Consolidation Center. Dari hasil perhitungan, diperoleh rata-rata eksternalitas emisi CO2 untuk pengiriman melalui UCC sebesar 0,0196 kg CO2/item. Dengan mengangkut rata-rata jumlah item sebanyak 2139,70 masingmasing truk dalam satu kali perjalanan, bertanggung jawab terhadap biaya eksternal emisi CO2 sebesar Rp16.614,1 berdasarkan standar Internasional dan Rp4.131,29 berdasarkan standar Indonesia. Setelah dibandingkan dengan data pembanding dari perusahaan sejenis, dapat dikatakan bahwa Urban Consolidation Center dari PT. X cukup produktif. Untuk karakteristik perjalanan dari pengiriman melalui UCC, sebagian besar perjalanan masuk ke dalam kelas II, dimana UCC melayani toko retail dengan cakupan area yang cukup luas, namun memiliki titik pemberhentian yang tidak terlalu banyak. Dari segi efisiensi, perjalanan distribusi melalui UCC dapat dikatakan cukup efisien walaupun masih dapat dioptimalkan lagi dengan meningkatkan kecepatan rata-rata kendaraan, mengurangi kilometer tempuh antar titik pengiriman, atau mengurangi service time tanpa mengurangi kualitas pelayanan. ......Freight transportation from the producers to the end consumers faces several problems, including the inefficient use of truck capacity and the amount of CO2 emissions produced by freight vehicles. These issues are interrelated and are seen as a waste of transportation capacity. In response to those problems, consolidation system is emerged where many small shipments are combined so that a larger and more economical loads can be dispatched on the same vehicle. One of the application of the consolidation system is the logistics facilities that are used to combine various goods from different suppliers and create shipping plans to the end consumers to find the more efficient distribution system. This facility referred to the Urban Consolidation Center (UCC). The objective of this study is to analyse the CO2 emissions of UCC distribution system and its external costs. In addition, this study is also intended to analyse how the traffic parameter is taken into account in the determination of distribution routes and schedules. The analysis is based on the data produced by one of UCC operator in the form of travel diary of their freight vehicles. Travel diary mainly presents the data regarding the vehicle kilometer travelled of the vehicle from the UCC to the entire retail stores as delivery points, trip time, amount of goods item loaded, and type of vehicle. The results show that the average CO2 emissions produced by the delivery activity through the UCC is 0.0196 kg CO2/item. By dispatching an average number of items of 2139.70 within one trip, each truck is responsible for the external costs of CO2 emissions as Rp16,614,- (based on International standards of external costs of CO2 emissions) or Rp4,131,- (based on Indonesian standard). Regarding the traffic consideration on the distribution trips, most of the trips go into class II, i.e. UCC serves retail stores with a fairly wide area of ​​coverage but has not too many stops. In terms of tour efficiency, distribution trips through UCC is considered to be quite efficient. However, they can still be more optimized by increasing the average travel speed of vehicles per stop, reducing mileage between delivery points, or reducing service time in each delivery point without reducing service quality.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Dede Udayana Laksmana Putra
Abstrak :
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang diprediksikan akan menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Banyak tantangan yang dihadapi Indonesia seiring pertumbuhan ekonominya, antara lain adalah ketahanan energi dan permasalahan lingkungan. Permasalahan tersebut dapat diatasi secara bersamaan dengan pemilihan dan alokasi sumber energi yang tepat. Dengan kendala ketergantungan terhadap energi fosil, gas bumi dapat menjadi pilihan energi fosil “bersih” yang dapat mengurangi emisi CO2 ditengah pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan kerangka Environmental Kuznets Curve (EKC) dan pendekatan ARDL to cointegration, studi ini mengestimasi hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara emisi CO2 dengan PDB perkapita dalam tiga model berbeda. Hasil estimasi menunjukkan bahwa EKC di Indonesia secara umum terbentuk dalam jangka panjang, namun tidak di sektor ketenagalistrikan. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa konsumsi gas bumi, baik untuk seluruh sektor maupun spesifik pada sektor ketenagalistrikan, memiliki korelasi negatif terhadap peningkatan emisi CO2. Bukti empiris dari studi ini selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan terkait bauran energi dan upaya untuk mendorong peningkatan konsumsi gas bumi dalam negeri.
Indonesia is one of the developing countries in the world which is predicted to become one of the strongest economies in the world. Many challenges facing Indonesia along with its economic growth include energy security and environmental problems. These problems can be overcome simultaneously with the selection and allocation of appropriate energy sources. With the constraints of dependence on fossil energy, natural gas could be a good choice as a "clean" fossil energy that can reduce CO2 emissions amid Indonesia's economic growth. Using the Environmental Kuznets Curve (EKC) framework and the ARDL to cointegration approach, this study estimates the long-term and short-term relationship between CO2 emissions and per capita GDP in three different models. The estimation results show that, generally, EKC is formed in Indonesia in the long term, but not in the electricity sector. The estimation results also show that natural gas consumption, both for all sectors and specifically in the electricity sector, has a negative correlation on increasing CO2 emissions. Empirical evidence from this study can then be used as a reference in the formulation of policies related to the energy mix and efforts to encourage increased domestic natural gas consumption.
2019
T53733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leksono Bangun
Abstrak :
Perkembangan Perkeretaapian Indonesia yang mengacu kepada Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) di Indonesia sampai dengan tahun 2030 sudah menargetkan proporsi elektrifikasi sampai dengan 90%. Namun pada saat ini sebagian besar lokomotif masih berbasis bahan bakar solar (diesel). Dengan seiringnya dua tuntutan yaitu pengurangan ketergantungan akan bahan bakar fosil dan penurunan emisi CO2 < 2oC, maka diperlukan skenario perencanaan untuk penerapan bahan bakar yang ramah lingkungan dari sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menjadi faktor pendorong yang kuat. Penelitian ini berfokus pada proyeksi kebutuhan bahan bakar cakupan Jalur Kereta Api seluruh Indonesia menggunakan perangkat lunak LEAP dengan mensimulasikan beberapa skenario yaitu BaU, RIPNAS, Green Diesel, dan Hidrogen. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan kebutuhan energi primer dari BaU, RIPNAS, Green Diesel dan Hidrogen berturut-turut yaitu sebesar 1,17, 405, 32, 405,2 dan 405,5 juta TOE pada tahun 2050, Sedangkan Bauran untuk energi fosil dan energi terbarukan yaitu pada Skenario Hidrogen yang memberikan prakiraan bauran EBT yang paling besar yaitu sebesar 97,47%. Kemudian prakiraan untuk emisi CO2 memberikan hasil yaitu Skenario RIPNAS 39,4 Juta Ton CO2 e pada tahun 2050, dan menurun menjadi 25,2 Juta Ton CO2e bila dibandingkan dengan Skenario Green Diesel dan Hidrogen. Penelitian ini memberikan gambaran kelayakan ekonomi yang memungkinkan hanya pada skenario RIPNAS dimana IRR, NPV dan PBP sebesar 15%, 1.049,42 triliun rupiah, dan 16,57 tahun. Diharapkan dengan beberapa hasil simulasi pada penelitian ini, kemajuan teknologi untuk mensubstitusi energi fosil dapat ditingkatkan sehingga layak secara ekonomi, operaional dan emisi CO2. ......The development of Indonesian railways referring to the National Railway Master Plan (RIPNAS) in Indonesia until 2030 has targeted the proportion of electrification up to 90%. But currently most locomotives are still based on diesel fuel. Along with two demands, namely reduced dependence on fossil fuels and reduction of CO2 < 2oC emissions, a planning scenario is required for the application of environmentally friendly fuels from Renewable Energy (EBT) sources that are strong driving factors. This research focuses on the projection of final fuel energy demands with railway coverage throughout Indonesia using LEAP software by using forecasting function for several scenarios. There are BaU, RIPNAS, Green Diesel, and Hydrogen scenarios. The results of this study showed the total final energy demands of BaU, RIPNAS, Green Diesel and Hydrogen respectively amounted to 1.214 million TOE, 406.050 million TOE, 405.782 million TOE and 406.128 million TOE by 2050, Then the forecast for CO2 emissions gave successive results for the BaU, RIPNAS, Green Diesel and Hydrogen scenarios were respectively 2.4 Million Tons of CO2e, 41.4 Million Tons of CO2e, 33.3 Million Tons of CO2e and 33.3 Million Tons of CO2e. This study provides an overview of economic feasibility that is possible only in RIPNAS scenario where IRR, NPV and PBP are 15%, 1,049.42 trillion Rupiah, and 16.57 years. It is expected that with some of the forecasts in this study, technological advances to substitute fossil energy can be improved so that it is economically viable, operational and has the potential to reduce CO2 emissions
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaekhan
Abstrak :
Disertasi ini dimotivasi oleh issue energi (ketahanan energi) dan issue lingkungan (perubahan iklim), khususnya inefisiensi energi dan emisi CO2 di industri manufaktur Indonesia. Sektor industri manufaktur harus menerapkan standar yang menitikberatkan upaya efisiensi energi, diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon. Kebijakan konservasi energi (efisiensi energi) dan diversifikasi energi (pergeseran komposisi energi) yang efektif dan tepat sasaran sangat penting dan modal bagi industri manufaktur berkelanjutan. Target yang akan dicapai adalah eksistensi decoupling, yaitu aktivitas ekonomi industri meningkat, tetapi konsumsi energi bahan bakar fosil dan emisi CO2 menurun. Sehingga, informasi deskripsi dan eksposisi yang jelas tentang eksistensi decoupling sangat diperlukan. Disertasi ini terbagi menjadi 2 studi; Studi pertama, mengidentifikasi eksistensi decoupling di industri manufaktur Indonesia pada periode 2010-2014 melalui pendekatan konsumsi energi dan emisi CO2. Identifikasi dibedakan berdasarkan kategori karakteristik perusahaan (industri) seperti: sub-sektor, intensitas teknologi, regional pulau, ukuran perusahaan, kepemilikan modal, dan ekspor. Identifikasi menggunakan metode indeks decoupling yang dihitung dari komponen-komponen hasil dekomposisi konsumsi energi dan emisi CO2. Metode dekomposisi yang digunakan adalah Logarithmic Mean Divisia Index (LMDI). Aktivitas ekonomi industri merupakan komponen penggerak utama peningkatan konsumsi energi dan emisi CO2, sedangkan intensitas energi dan struktur komposisi energi merupakan komponen penghambat peningkatan konsumsi energi dan emisi CO2. Hasil identifikasi memperlihatkan bahwa tidak terjadi efek decoupling antara konsumsi energi atau emisi CO2 dengan pertumbuhan aktivitas ekonomi industri pada periode 2010-2014, tetapi eksistensi decoupling relatif pada periode 2012-2013 (secara agregat). Eksistensi decoupling relatif di perusahaan dengan intensitas teknologi medium-low dan perusahaan dengan jumlah pekerja 500-999 (disagregasi). Di masa depan, pemerintah hendaknya fokus melakukan perubahan teknologi rendah karbon atau revitalisasi mesin yang tidak efisien pada perusahaan di sub-sektor yang berpotensi decoupling, berteknologi medium atau high, sudah tua, berada di wilayah Jawa-Bali, firm size 200-499, milik PMDN, dan berorientasi ekspor. Studi kedua, melakukan identifikasi determinan potensial (karakteristik perusahaan) atau insentif harga energi yang dapat menjadi faktor pendorong terjadinya decoupling (emisi CO2). Identifikasi melalui pendekatan empiris ekonometri regresi data panel perubahan share konsumsi energi, ketika kondisi pertumbuhan aktivitas ekonomi meningkat atau stagnan. Studi ini menggunakan metode estimasi Seemingly Unrelated Regression (SUR). Pendekatan empiris dimodelkan dengan permintaan faktor input masing-masing sub-energi di industri yang diturunkan dari fungsi biaya translog. Data set bersumber dari data survei statistik industri besar dan menengah Indonesia, yang disiapkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa penurunan pajak/harga pada bahan bakar gas akan mendorong terjadinya decoupling. Tidak ada perubahan teknologi seiring berjalannya waktu. Perusahaan dengan teknologi medium, wilayah Jawa-Bali, ukuran perusahaan semakin besar, milik PMA lebih less polluters dan berpotensi mendorong terjadinya decoupling sedangkan perusahaan yang semakin tua dan berorientasi ekspor cenderung menjadi heavy polluters. Pemerintah hendaknya fokus melakukan peralihan teknologi dari medium-low ke medium, memberikan insentif atau penghargaan serta peningkatan kapitalisasi pada perusahaan yang berteknologi medium, dan memberikan subsidi atau insentif pada perusahaan yang cenderung heavy polluters yaitu yang tua, wilayah luar Jawa-Bali, firm size kecil, milik PMDN, dan berorientasi ekspor. ...... This dissertation is motivated by the issue of energy (energy security) and environmental issues (climate change), specifically energy inefficiency and CO2 emissions in the Indonesian manufacturing industry. The manufacturing industry sector must adopt standards that emphasize energy efficiency, energy diversification, eco-design and low-carbon technology efforts. Energy conservation policies (energy efficiency) and energy diversification (shifting energy composition) that are effective and targeted are very important and capital for sustainable manufacturing industries. The target to be achieved is the existence of decoupling, namely increased industrial economic activity, but the consumption of fossil fuel energy and CO2 emissions decreases. Therefore, clear description and exposition information about the existence of decoupling is needed. This dissertation is divided into 2 studies; The first study, identified the existence of decoupling in the Indonesian manufacturing industry in the period 2010-2014 through the approach of energy consumption and CO2 emissions. Identification is distinguished by the category of company (industry) characteristics such as: sub-sectors, technological intensity, regional islands, company size, capital ownership, and exports. Identification uses the decoupling index method which is calculated from the components of decomposition of energy consumption and CO2 emissions. The decomposition method used is the Logarithmic Mean Divisia Index (LMDI). Industrial economic activity is the main driving component of increasing energy consumption and CO2 emissions, while energy intensity and energy composition structure are inhibiting components of increasing energy consumption and CO2 emissions. The identification results show that there is no decoupling effect between energy consumption or CO2 emissions with the growth of industrial economic activity in the period 2010-2014, but the existence of relative decoupling in the 2012-2013 period (in aggregate). The existence of relative decoupling is in companies with medium-low technology intensity and companies with 500-999 (disaggregated) workers. In the future, the government should focus on changing low-carbon technology or revitalizing inefficient machines to companies in sub-sectors that have the potential of decoupling, medium or high technology, are old, in the Java-Bali region, firm size 200-499, owned PMDN, and export-oriented. The second study, identifies potential determinants (company characteristics) or energy price incentives that can be a driving factor for decoupling (CO2 emissions). Identification through an empirical approach to econometric regression of panel data changes the share of energy consumption, when conditions for economic activity increase or stagnate. This study uses the Seemingly Unrelated Regression (SUR) estimation method. The empirical approach is modeled by the demand for input factors of each sub-energy in the industry derived from the translog cost function. The data set is sourced from Indonesian large and medium industry statistical survey data, prepared by the Statistics Indonesia. Estimation results show that a reduction in taxes / prices on natural gas will encourage decoupling. There are no technological changes over time. Companies with medium technology, the Java-Bali region, the size of the company is bigger, owned by PMA, less polluters and has the potential to encourage decoupling while companies that are older and export-oriented tend to become heavy polluters. The government should focus on transferring technology from medium-low to medium, providing incentives or rewards as well as increasing capitalization in medium-tech companies, and providing subsidies or incentives for companies that tend to be heavy polluters, namely the old, regions outside Java-Bali, small firm size, belongs to PMDN, and is export-oriented.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
D2731
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>