Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Simanjuntak, Irene Desi Evelina
"Tesis ini menganalisa penerapan CEDAW sebagai salah satu landasan hukum Uni Eropa dalam representasi politik perempuan sebagai anggota Parlemen Eropa.Jumlah anggota perempuan yang diwakili dari masing ndash; masing negara anggota UE belum menunjukkan jumlah yang seimbang dengan jumlah anggota laki-laki.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dan data yang diperoleh melalui literature review dengan beberapa pihak yang terkait dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa latar belakang kepentingan masing-masing negara UE berbeda sehingga jumlah representatif dari masing-masing negara berbeda.
This thesis analyses the implementation of CEDAW as one of the regulations in women political representation as members in European Parliament. The amount of the women from each European country has shown that the man and women in the European Parliament have not balanced. This research was conducted using a case study method and the data was collected through literature review related to the matters. The result of the research has shown that there are different interests so that the amount of the representatives are different. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Abdul Wahid Wartabone
"Norma merupakan salah satu konsep kunci dalam Ilmu Hubungan Internasional yang secara umum didefinisikan sebagai standar perilaku yang memengaruhi aktor politik sesuai dengan identitas dan posisinya dalam sistem sosial dan internasional. Salah satu norma global adalah The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) yang secara khusus menyoroti diskriminasi dan kekerasan berbasis gender utamanya terhadap perempuan serta menetapkan agenda-agenda nasional untuk mencapai kesetaraan gender. Sejak CEDAW diadopsi oleh PBB pada tahun 1979, kesetaraan gender kian mengemuka dan menjadi agenda politik yang krusial untuk dibahas, baik secara akademis maupun praksis. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya memetakan dan meninjau pembahasan mengenai norma kesetaraan gender dalam konteks politik global. Dengan menggunakan metode taksonomi, tulisan ini meninjau 23 literatur akademik dan menghasilkan tiga temuan utama. Pertama, makna norma kesetaraan gender bersifat dinamis dan kontekstual. Kedua, norma kesetaraan gender disebarkan oleh berbagai aktor politik dengan mekanisme dan strategi yang beragam serta tidak terjadi dalam proses satu arah global-ke-lokal saja, melainkan dengan berbagai dinamika di level domestik—dinamika inilah yang masih jarang dikaji dalam literatur-literatur yang ada. Ketiga, sebagian besar literatur hanya menyoroti peran aktor transnasional sehingga peran aktor lokal dan kelompok akar rumput cenderung terpinggirkan. Adapun hasil refleksi penulis terhadap literatur-literatur yang dikaji adalah bahwa kajian mengenai norma kesetaraan gender masih didominasi oleh akademisi dari Barat. Selain itu, pembahasan norma kesetaraan gender turut memiliki irisan dengan perspektif dari bidang ilmu lainnya. Pada bagian akhir tinjauan literatur ini, penulis merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk mengkaji dinamika dan proses yang terjadi di level domestik serta peran aktor lokal dalam difusi norma kesetaraan gender.
Norm is one of the key concepts in International Relations which is generally defined as a standard of behavior that influences political actors according to their identities and positions in the social and international system. One of the global norms is The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) which specifically highlights gender-based discrimination and violence primarily against women and establishes national agendas to achieve gender equality. Since its adoption by the United Nations in 1979, gender equality has increasingly come to the fore and has become a crucial political agenda to be discussed, both academically and practically. Therefore, this paper seeks to map out and review discussions on gender equality norms in the context of global politics. Using the taxonomic method, this paper reviews 23 academic literatures and produces three main findings. First, the meaning of gender equality norms is dynamic and contextual. Second, gender equality norms are diffused by a constellation of political actors with various mechanisms and strategies and do not occur in a one-way process, global-to-local, but with various dynamics at the domestic level—these dynamics are rarely studied in the existing literatures. Third, most of the literatures only focus on the role of transnational actors so that the role played by the local actors and grassroots groups tends to be marginalized. As for the author's reflection on the existing literatures, studies on gender equality norms are still dominated by scholars from the West. In addition, the discussion on gender equality norms also has intersections with perspectives from other fields of science. Finally, at the end of this literature review, the authors recommend further research to explore the dynamics and processes that occur at the domestic level and the role of local actors in the diffusion of gender equality norms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Riska Carolina
"Indonesia telah ikut ambil bagian dalam berbagai perjanjian dan ketentuan-ketentuan dari hukum internasional yang berkaitan dengan pernikahan anak, termasuk CEDAW (United Nation Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women 1979), yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan CRC (United Nation Convention Convention on the Rights of Child 1989), yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Ratifikasi Indonesia berarti menundukan diri dan berkomitmen kepada ketentuan internasional yang telah disepakati, akan tetapi pernikahan anak masih kerap terjadi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa usia dewasa adalah seseorang yang telah berusia 21 tahun dan/atau sudah menikah, yakni dengan ketentuan perempuan berumur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun. Hal ini bertentangan dengan komitmen Indonesia terutama dalam CEDAW dan CRC. Pelanggaran komitmen yakni melanggengkan pernikahan anak terutama anak gadis yang berumur di bawah 18 tahun. Badan-badan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah banyak mempromosikan bahaya daripada pernikahan anak. Bukan hanya di Indonesia saja namun banyak dari negara-negara berkembang dan negara dunia ketiga yang mengalami masalah dalam menyesuaikan hukum internasinal dengan hukum nasional dalam memandang pernikahan anak tersebut
Indonesia has participated in the various agreements and provisions of international law related to child marriage, including CEDAW (United Nation Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women 1979), which Indonesia has ratified through Law No. 7 of 1984 and the CRC (United Nation Convention Convention on the Rights of Child 1989) ratified by Presidential Decree No. 36 of 1990. Ratification means subduing the self of the state and are committed to the internationally agreed provisions, but the marriage of children still frequently occur in Indonesia. Law No. 1 of 1974 states that age of consent is someone who has aged 21 years old and/or married, ie the provision of 16-year-old woman and men aged 19 years old. This is contrary to the commitment of Indonesia, especially in the CEDAW and the CRC. Violations of commitments are perpetuate child marriage of girls especially under 18 years old. United Nations agencies has been heavily promoting the dangers of child marriage. Not only in Indonesia, but many of the developing countries and the third world countries that have problems in adjusting to International law with national law in the view of the child marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45852
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library