Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fajar Setiaji
Abstrak :
Sebagai lapangan non-konvensional, lapangan Coalbed Methane CBM memiliki tantangan tersendiri dalam pengelolaan lapangannya, yaitu berupa nilai permeabilitas reservoir relatif kecil dan laju alir gas yang relatif rendah. Penelitian ini difokuskan untuk menemukan desain hydraulic fracturing yang paling efektif untuk meningkatkan produksi gas pada lapangan CBM. Proppant jenis silica sand SS dan resin coated sand RCS dengan berbagai variasi ukuran dijadikan variabel utama beserta laju pemompaannya. Rancangan simulasi hydraulic fracturing dilakukan dengan menggunakan model pseudo-three dimensional P3D untuk mendapatkan distribusi tinggi, lebar dan panjang rekahan pada lapisan reservoir. Permeabilitas reservoir setelah proses hydraulic fracturing menunjukkan peningkatan dari 4mD menjadi 14 mD, yang menghasilkan kenaikan laju produksi gas hingga 178.3 BSCF/tahun atau 3 kali dari laju produksi sebelum dilakukan stimulasi. Kondisi ini dicapai menggunakan laju pemompaan 6.5 BPM dengan tipe Proppant resin coated sand pada ukuran 16/30, dan mengikuti jadwal pengeboran moderate. Selama pemompaan Proppant ke dalam sumur, konsentrasi Proppant dinaikkan secara gradual dimulai dari 6 PPA hingga 11 PPA. Dari hasil analisis keekonomian, diketahui bahwa pengembangan lapangan CBM akan menguntungkan secara komersil apabila dilakukan stimulasi hydraulic fracturing sejak awal produksi dimana nilai IRR lapangan menunjukkan angka 18.40 dengan waktu pengembalian modal selama 15 tahun.
As an unconventional reservoir, coalbed methane CBM field has its own challenges in the field management, where the dewatering process takes a long time before commercial gas rates are achieved. This condition take place due to the permeability of the reservoir is low, and gas flow rate as well. To increase field productivity and accelerating the dewatering process, the Hydraulic Fracturing technology in CBM field is analyzed. This study will be focus to find the optimum Proppant design of fracturing at CBM field where silica sand SS and resin coated sand RCS in various size are the main variable. The stimulation design is using pseudo three dimensional P3D model to get fracture height, width and length distribution in reservoir layer, then the result will be used to calculate production gain after fracturing process. The reservoir permeability after fracturing is compared with initial permeability and shows an increasement from 4mD to 14 mD, which result in gas rate increase to 178.3 BSCF annum or 3 times higher from initial gas production rate. This condition are achieve by using 6.5 bpm of pumping rate with RCS 16 30 as a main Proppant and following moderate drilling schedule. During stimulation process, proppant concentration was increase gradually start from 6 PPA to 11 PPA. The economic analysis result shows that hydraulic fracturing stimulation is important to do after drilling operation to get maximum profit from field development. The IRR value after hydraulic fracturing stimulation is 18.40 with pay out time 15 years.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T50688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanoor Yusackarim
Abstrak :
ABSTRACT
Indonesia diperkirakan memiliki cadangan gas bumi non-konvesional berupa CoalBed Methane (CBM) sebesar 453 Tcf yang dapat dimanfaatkan untuk diversifikasi sumber energi. Namun setelah enam tahun pengembangan, produksi CBM Indonesia hanya mencapai 0,625 MMscfd. Selain ketersediaan rig, kendala lain pengembangan CBM adalah produksi gas yang relatif kecil ~0,1 MMscfd per sumur. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pengembangan CBM dengan fasilitas-fasilitas skala kecil dengan jumlah banyak. Gas-To-Liquid (GTL) skala kecil dapat menjadi pendekatan dalam pengembangan CBM. Kemudahan penyimpanan dan transportasi produk akhir synthetic crude memberikan fleksibilitas pemasaran. Reaktor microchannel yang bersifat modular juga memudahkan relokasi fasilitas ke lokasi CBM lain. Studi ini menganalisis skenario-skenario integrasi CBM dan GTL skala kecil di lima formasi yang berbeda (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi). Metode yang digunakan adalah metode semi-analitis untuk estimasi produksi CBM, metode TPC DOE untuk estimasi biaya investasi, tekno-ekonomi dan simulasi Monte-Carlo. Integrasi CBM dan kilang GTL skala kecil terhitung ekonomis pada formasi Sawah Tambang dengan pemisahan pengelolaan CBM sebagai sektor hulu dan kilang GTL sebagai sektor hilir dengan IRR > 12,1%, NPV > US$30juta dengan PBP < 13 tahun. Perolehan pemerintah dengan skenario ini juga meningkat hingga 25%. Penambahan kilang GTL juga dapat menjadi alternatif yang ekonomis untuk pengembangan formasi Lemau dan Toraja yang berprospek rendah.
ABSTRACT
Indonesia is estimated to have 453 Tcf of non-conventional gas, Coalbed Methane (CBM) which can be used for energy source diversification. However after six years of development, CBM production only reached 0,625 MMscfd totally. Beside availability of CBM rig, CBM low gas production rate which only ~0,1 MMscfd/well is also an issue. Therefore, CBM production with small scale facilities in massive quantity approach is required. Small scale Gas-To-Liquid (GTL) can become approach in the CBM production. Storage and transport ease of synthetic crude, GTL's final product, provides marketing flexibility. The modular microchannel reactor also offers possibility plant relocation to other CBM location. This study analyzes scenarios of CBM and small scale GTL integration in five different formations (Sumatera, Kalimantan and Sulawesi). The methods used in this study are, semi-analytical method to estimate CBM production, DOE TPC method to estimate the cost of investment, techno-economic and Monte-Carlo simulation. Based on calculation results, integration of CBM and economical small-scale GTL plant on Sawah Tambang formation with segregation of CBM as upstream sector and GTL plant as downstream sector with IRR> 14%, NPV> US $30M with PBP < 13 years. Government take is also increased by 25%. Small scale GTL may also be an alternative to monetize low prospect CBM formations, Lemau and Toraja.
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T41844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Pariaman
Abstrak :
ABSTRAK
Ketersediaan sistem pembangkit tenaga listrik dipengaruhi oleh keandalan suku cadang dan manajemen pemeliharaan yang berdampak pada maintainability. RCM Reliability Centered Maintenance , RBM Risk Based Maintenance , dan CBM Condition Based Maintenance atau gabungan RCM dan RBM, atau RCM dan CBM telah diterapkan pada pembangkit tenaga listrik. Setiap teknik pemeliharaan menghasilkan maintenance work packages. Implementasi RCM, RBM dan CBM secara terintegrasi akan menghasilkan maintenance work packages yang akan meningkatkan ketersediaan pembangkit listrik lebih signifikan dibandingkan penggunaan masing-masing teknik pemeliharaan atau gabungan dua teknik pemeliharaan. Penelitian ini mengintegrasikan teknik pemeliharaan berbasis keandalan, risiko dan kondisi yang disebut Teknik Pemeliharaan Terintegrasi TPT . Tahapan TPT sebagai berikut: menentukan pohon fungsi, rekaman data kerusakan, FMEA Failure Mode Effect Analysis , FTA Fault Tree Analysis , risk analysis, yang kemudian menghasilkan MPI Maintenance Prioritization Index , FDT Failure Defense Task , integrated maintenance program yang dilakukan condition monitoring assessment, analisis keandalan maintainability dan hasil. Dalam penelitian ini dikembangkan model matematis, dan dilakukan simulasi untuk menganalisis ketersediaan yang dihasilkan teknik pemeliharaan. Tingkat ketersediaan RCM, RBM, CBM dan TPT sebagai berikut 81,56 , 81,02 , 84,92 , dan 90,07 . Penerapan TPT pada PLTU objek penelitian telah menghasilkan peningkatan ketersediaan dari 76,95 2008 ndash; 2012 atau 81,84 2010 ndash; 2012 menjadi 92,59 2013 ndash; Mei 2015 .
ABSTRACT
Availability of thermal power plant is influenced by the reliability of spare parts and maintenance management that affect maintainability. RCM Reliability Centered Maintenance , RBM Risk Based Maintenance , and CBM Condition Based Maintenance or combined RCM and RBM or RCM and CBM have been applied in thermal power. Each maintenance technique will generate each maintenance work packages. Implementation of RCM, RBM and CBM maintenance techniques in an integrated manner will result in maintenance work packages that will increase the availability of power plants more significantly than the use of each maintenance technique or a combination of two maintenance techniques. This research integrates maintenance techniques based on reliability, risks and conditions, called Integrated Maintenance Techniques TPT , which consists of 10 steps determining function tree, operation records, FMEA Failure Mode Effect Analysis , FTA Fault Tree Analysis , risk analysis, which then produce MPI Maintenance Prioritization Index , FDT Failure Defense Task , integrated maintenance program conducted by condition monitoring assessment, reliability maintainability analysis and results. This research developed a mathematical model, and then performed a simulation to analyze the availability produced by each maintenance technique. Availability of RCM, RBM, CBM and TPT is as follows 81.56 , 81.02 , 84.92 , and 90.07 . The implementation of TPT in thermal power plant of research object has resulted in an increase of thermal power plant availability from 76.95 2008 2012 or 81.84 2010 2012 to 92.59 2013 May 2015 .
2017
D2357
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Wibowo
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S28958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Pabhassaro
Abstrak :
Coalbed methane adalah gas metana (CH4) yang terkandung dalam batubara yang teradsorpsi dalam batubara. Di Indonesia saat ini diidentifikasikan memiliki 11 cekungan batubara dengan potensi sumber daya CBM sangat besar. Penemuan sumber energi baru tersebut belum diiringi dengan penelitian lebih lanjut tentang potensi CBM Indonesia, terutama kapasitas adsorpsi gas metana pada batubara Indonesia. Informasi mengenai kapasitas adsorpsi gas metana sangat diperlukan untuk estimasi kandungan gas pada reservoir serta sebagai input pada simulator proses produksi. Pada penelitian ini, digunakan 2 variasi batubara (batubara Barito dan batubara Ombilin), tiga variasi temperatur (30°C, 40°C, 60°C), dan 6 variasi tekanan ( 150 psia, 300 psia, 450 psia, 600 psia, 750 psia, dan 900 psia), serta 2 jenis kandungan air (batubara kering dan batubara dengan kandungan air kesetimbangan). Uji adsorpsi batubara terhadap gas CH4 dilakukan dengan menggunakan prinsip adsorpsi isothermis Gibbs, sedangkan model yang digunakan adalah model adsorpsi Ono-Kondo. Pengembangan model dalam penelitian ini meliputi perhitungan dua parameter yaitu energi interaksi antara adsorbat dengan adsorben (?is/k) dan nilai kapasitas adsorpsi maksimum adsorben (C). Hasil uji adsorpsi menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi batubara Barito lebih besar 22 % daripada batubara Ombilin. Pengaruh kelembaban pada daya adsorpsi cukup signifikan. Kapasitas adsorpsi batubara kering lebih besar 14 % dibandingkan batubara basah. Selain itu, kapasitas adsorpsi berbanding terbalik dengan temperatur. Pada batubara kering Barito terdapat penurunan kapasitas adsorpsi 16.1 % sedangkan batubara kering Ombilin sebesar 12.8 % pada temperatur 30°C. Pada penelitian ini, kondisi adsorpsi maksimum terjadi pada temperatur 30°C, tekanan 900 psia dan batubara kering Barito adalah sebesar 0,3029 mmol/gram batubara. Pengembangan model Ono-Kondo menghasilkan nilai ?is/kterbesar pada batubara Barito kering dan nilai C terbesar pada Barito kering dengan temperatur 30°C. Penyimpangan antara model Ono-Kondo dengan hasil percobaan adalah sebesar 0.44 % sehingga dapat disimpulkan bahwa pemodelan Ono-Kondo untuk memprediksi kapasitas adsorpsi CH4 pada batubara Indonesia cukup akurat. ......Coalbed methane is methane gas (CH4) that adsorbed in coal seams. In Indonesia there are 11 identified high potential CBM reservoirs. However these big inventions are not escorted with more researches about Indonesia's CBM potentials, especially methane adsorption capacity in Indonesian's coals. This information about methane adsorption capacity is required for estimating the gas content of CBM reservoirs and as the input of production process simulations. In this research, utilized with two types of Indonesian's coal (Barito and Ombilin coal), three variations of temperatures (30°C, 40°C, 60°C), and six variations of pressure ( 150 psia, 300 psia, 450 psia, 600 psia, 750 psia, dan 900 psia), also two variations of moisture content (dry coal and moisture equilibrium coal). Methane adsorption to indonesia's coal is implemented according to isothermic Gibbs adsorption, and Ono-Kondo adsorption modeling. This high pressure adsorption model development consists of two parameters calculation; the fluid 'solid energy parameter (?is/k) and maximum adsorption capacity (C). The adsorption results show that the adsorption capacity of Barito coal is 22 % more than Ombilin coal. The moisture effect of both types of coals change significantly about 14 % less than dry coals. Moreover, the effect of pressure is monotonically proportional with the adsorption capacity of both coals. Then the effect of temperature is inversely proportional with it based on the comparison between 30°C and 40°C is about 16.1 % for dry Barito coal and 12.8 % for dry Ombilin coal. In this research, the maximum adsorption capacity occurred at the temperature 30°C, 900 psia, and dry Barito coal which is 0.3029 mmol/gram of coal. The Ono-Kondo modeling development results at the highest on ?is/k on dry Barito coal and C value at 30°C. The deviation between Ono-Kondo modeling and the experimental results is about 0.44 %. So that, the Ono-Kondo modeling is quite accurate to predict the CH4 adsorption capacity of Indonesia's coals.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49712
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library