Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kindy Aulia
Abstrak :
Pendahuluan dan tujuan: Meskipun prevalensi disfungsi seksual pada wanita tinggi, masalah seksual jarang menjadi fokus konsultasi klinis karena sifatnya yang intim dan pribadi. Di negara seperti Indonesia, lebih sulit lagi untuk mengatasi masalah ini, mengingat faktor budaya, etnis dan agama. Pengaruh kelelahan kerja di kalangan perawat di seluruh dunia terhadap disfungsi seksual jarang dipelajari. Dengan tingginya prevalensi burnout akibat pekerjaan perawat, disfungsi seksual bisa menjadi masalah signifikan yang dialami oleh perawat di seluruh negeri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita Indonesia. Metode: Sebuah studi cross sectional dilakukan di Rumah Sakit Umum Kardinah, Tegal, Jawa Tengah, Indonesia antara Januari 2022 dan Maret 2022 menggunakan kuesioner online yang dikelola sendiri dan bersifat anonim. Subjek penelitian kami adalah perawat wanita dari klinik rawat jalan, bangsal rawat inap, unit perawatan intensif/tinggi, unit gawat darurat, dan kamar operasi. Kami membagikan kuesioner online kepada perawat wanita yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Burnout pekerjaan di kalangan perawat dinilai menggunakan Copenhagen Burnout Inventory (CBI), sedangkan disfungsi seksual pada wanita dinilai menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS ver 25.0 Hasil: Sebanyak 285 perawat berpartisipasi sebagai sampel penelitian ini, 164 perawat (57,54%) berada pada kelompok beban kerja rendah dan 121 perawat (42,46%) pada kelompok beban kerja tinggi. Prevalensi disfungsi seksual pada perawat wanita dalam penelitian ini mencapai 87,7%, sedangkan kelelahan kerja pada perawat dengan beban kerja tinggi dan rendah dalam penelitian kami masing-masing adalah 42,2% dan 19,5%. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara skor CBI, sub skor, dan status burnout terhadap skor FSFI (p < 0,05) meskipun korelasi tersebut lemah. Data kami membuktikan bahwa tidak ada variabel independen yang dapat menjadi variabel predictor skor FSFI. Kesimpulan: Perawat wanita yang sudah menikah memiliki tingkat kelelahan kerja yang relatif tinggi dan rentan terhadap disfungsi seksual. Studi ini menunjukkan korelasi yang signifikan secara statistik tetapi lemah antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita yang sudah menikah dari skor total CBI, subskor dan status kelelahan dengan skor total dan subskor FSFI dalam hal lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri. ......Introduction: Despite the high prevalence of female sexual dysfunction (FSD), sexual problems are rarely a focus of clinical consultation due to their intimate and private nature. In a conservative country like Indonesia, it is even more difficult to address these problems considering the culture, ethnic and religion factors. Therefore, this study aimed to see the correlation between occupational burnout and sexual dysfunction in Indonesian female nurses. Methods: A cross-sectional study was conducted in Kardinah General Hospital, Tegal, Central Java, Indonesia between January and March 2022. We distributed online questionnaires to female nurses who matched our eligibility criteria. Occupational burnouts among nurses were assessed using Copenhagen Burnout Inventory (CBI), while Female sexual dysfunction (FSD) was assessed using Female Sexual Function Index (FSFI). Results: A total of 285 nurses participated as samples of this study, 164 nurses (57,54%) were in the low workload group and 121 nurses (42,46%) in the high workload group. The prevalence of sexual dysfunction in female nurses in this study was as high as 87.7% While occupational burnout in high and low workload nurses in our study was 42.2% and 19.5%, respectively. The analysis shows a significant negative correlation between CBI score, sub scores, and burnout status to FSFI score (p < 0.05). Conclusion: Married female nurses have a relatively high occupational burnout and are prone to sexual dysfunction. This study showed statistically significant but weak correlation between occupational burnout with sexual dysfunction in married female nurses from the CBI total score, subscores and burnout status with FSFI total score and subscores.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Sujatmiko
Abstrak :
Latar Belakang : Tinju merupakan olahraga yang paling sering menimbulkan cedera kranioserebral . Pada pukulan langsung di kepala akan terjadi proses akselerasi - deselerasi tinier dan rotatoar yang akan diakhiri dengan cedera serviko kranioserebral akut. Penelitian terbaru pada petinju menyatakan bahwa cedera kranioserebral kronis dihubungkan dengan adanya faktor genetik ( APO E 4) yang mungkin dicurigai menaikkan resiko cedera kranioserebral kronis pada petinju. . Tujuan : Dari penelitian ini dapat diketahui hubungan antara paparan bertinju ( lama bertinju, jumlah pertandingan,kelas bertinju, riwayat KOffKO dan usia) dengan gangguan neurologik yang terjadi dengan menggunakan skor CBI, dan hubungan antara skor CBI dengan APO E 4, yang dapat dipakai sebagai masukan untuk upaya evaluasi dan monitoring kesehatan para petinju dan pencegahan terjadinya gangguan lebih tanjut. Metode Penelitian ini merupakan studi potong lintang bersifat analitik. Didapatkan 59 petinju profesional yang aktif , dibawah naungan Board Supervisory-and Control For /ndone.'iian Profesional Sport (BPP-OPI) dan Komisi Tinju Indonesia yang mengikuti penelitian ini. Pada petinju dilakukan tiga tes, masing-masing · untuk mengetahui : gangguan fungsi motorik dengan penilaian skor motorik pada pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan motorik dari Skala Terpadu Penyakit Parkinson (Unified Parkinson's Disease Rating Scale ) ,gangguan fungsi kognitif dengan menggunakan MMSE, gangguan perilaku dengan menggunakan skor keparahan NPI . Selanjutnya, semua hasil dijumlah dan ini merupakan skor Chronic Brain Injury ( CB[). Skor CBJ antara 0-9, dengan klasilikasi : normal bila total skor =0 , gangguan ringan ( total skor CBl I atau 2 ). gangguan sedang ( total skor CBl nilai 3 atau 4 ). gangguan berat (total skor CB~ lebih dari 4). Dilakukan juga pemeriksaan APO E4 . Kadar normal APO E dalam darah adalah 4,0 ± 0,9 mgldl . Bila kadar APO E kurang dari 3,1 mgldl , maka dalam tubuh orang tersebut terdapat APO E4 • sedangkan kadar APO E darah diatas 4,9 mg/d, menunjukkannya adanya APO E2. Hasil : Petinju dengan kadar APO E <3,1 mgldl berpeluang untuk terjadinya cedera kranioserebral kronis 32,38 kati (95 C.I :3,01-297,00) dibandingkan dengan petinju dengan kadar APO E t ,3 mg/dl atau lebih. Petinju yang bertanding sebanyak 12 kali atau lebih berpeluang untuk terjadinya cedera kranioserebral kronis 29,932 kali (95% C. I : 3,56-294,00) dibandingkan dengan petinju yang bertanding kurang dari I 2 kali. Kadar APO E merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan cedera kranioserebral kronis.
Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran, 2003
T58383
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Orlana Halim
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh volume penerbitan green bonds, sebagai proksi dari green finance, yang diterbitkan oleh beberapa pihak, yakni perusahaan, pemerintahan, instansi, organisasi supranasional serta non-US munis, secara signifikan mempengaruhi tingkat ecological footprint pada 25 negara di Kawasan Eropa dan 11 negara di Kawasan Asia dari tahun 2014 hingga 2022. Pengambilan periode sampel pada penelitian ini bergantung pada ketersediaan data mengenai green bonds, ecological footprint, serta energy consumption. Hasil penelitian dengan data panel balance dan metode pengolahan data OLS fixed-effect model dengan robust function menemukan bahwa penerbitan green bonds secara keseluruhan dapat mengurangi nilai ecological footprint. CBI Aligned green bonds dinilai sebagai jenis obligasi yang paling efektif dalam menurunkan ecological footprint karena “praktis” untuk emiten. Disisi lain, self-labeled green bonds tidak signifikan dalam menurunkan ecological footprint, memberikan indikasi adanya greenwashingdan signaling effect yang negatif. Corporate green bonds memaikan peranan yang lebih besar dalam pengurangan ecological footprint. Peneliti menguji robustness test dengan menggunakan emisi gas rumah kaca (GHG) sebagai pengukuran alternatif ecological footprint. Terlebih, temuan ini juga mendukung validitas teori hipotesis EKC berbentuk inverted U-shaped relationship. Penggunaan pengolahaan data dengan estimasi regresi OLS tidak dapat menjelaskan pengaruh green bonds pada ecological footprint di masing-masing negara sehingga memiliki implikasi penelitian yang terbatas. ......This study aims to analyze the effect of green bonds issuance, as a proxy of green financing, issued by several parties, namely companies, governments, agencies, supernatural organizations, and non-US munis, which significantly influences the level of ecological footprint in 25 countries in the European Region and 11 countries in Asia region from 2014 to 2022. The sampling period for this study depends on the availability of data regarding green bonds, ecological footprint, and energy consumption. The results of research using panel balance data and the OLS fixed-effect model data processing method with robust functions found that the issuance of green bonds as a whole can reduce the value of the ecological footprint. CBI Aligned green bonds are considered the most effective type of bond in reducing the ecological footprint because they are "practical" for the issuer. On the other hand, self-labeled green bonds are not significant in reducing the ecological footprint, indicating the existence of greenwashing and negative signaling effects. Corporate green bonds play a greater role in reducing the ecological footprint. Researchers tested the robustness test by using greenhouse gas (GHG) emissions as an alternative measurement of ecological footprint. Moreover, these findings also support the validity of the EKC hypothesis theory in the form of an inverted U-shaped relationship. The use of data processing with OLS regression estimation cannot explain the influence of green bonds on the ecological footprint in each country so it has limited research implications.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Orlana Halim
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh volume penerbitan green bonds, sebagai proksi dari green finance, yang diterbitkan oleh beberapa pihak, yakni perusahaan, pemerintahan, instansi, organisasi supranasional serta non-US munis, secara signifikan mempengaruhi tingkat ecological footprint pada 25 negara di Kawasan Eropa dan 11 negara di Kawasan Asia dari tahun 2014 hingga 2022. Pengambilan periode sampel pada penelitian ini bergantung pada ketersediaan data mengenai green bonds, ecological footprint, serta energy consumption. Hasil penelitian dengan data panel balance dan metode pengolahan data OLS fixed-effect model dengan robust function menemukan bahwa penerbitan green bonds secara keseluruhan dapat mengurangi nilai ecological footprint. CBI Aligned green bonds dinilai sebagai jenis obligasi yang paling efektif dalam menurunkan ecological footprint karena “praktis” untuk emiten. Disisi lain, self-labeled green bonds tidak signifikan dalam menurunkan ecological footprint, memberikan indikasi adanya greenwashingdan signaling effect yang negatif. Corporate green bonds memaikan peranan yang lebih besar dalam pengurangan ecological footprint. Peneliti menguji robustness test dengan menggunakan emisi gas rumah kaca (GHG) sebagai pengukuran alternatif ecological footprint. Terlebih, temuan ini juga mendukung validitas teori hipotesis EKC berbentuk inverted U-shaped relationship. Penggunaan pengolahaan data dengan estimasi regresi OLS tidak dapat menjelaskan pengaruh green bonds pada ecological footprint di masing-masing negara sehingga memiliki implikasi penelitian yang terbatas. ......This study aims to analyze the effect of green bonds issuance, as a proxy of green financing, issued by several parties, namely companies, governments, agencies, supernatural organizations, and non-US munis, which significantly influences the level of ecological footprint in 25 countries in the European Region and 11 countries in Asia region from 2014 to 2022. The sampling period for this study depends on the availability of data regarding green bonds, ecological footprint, and energy consumption. The results of research using panel balance data and the OLS fixed-effect model data processing method with robust functions found that the issuance of green bonds as a whole can reduce the value of the ecological footprint. CBI Aligned green bonds are considered the most effective type of bond in reducing the ecological footprint because they are "practical" for the issuer. On the other hand, self-labeled green bonds are not significant in reducing the ecological footprint, indicating the existence of greenwashing and negative signaling effects. Corporate green bonds play a greater role in reducing the ecological footprint. Researchers tested the robustness test by using greenhouse gas (GHG) emissions as an alternative measurement of ecological footprint. Moreover, these findings also support the validity of the EKC hypothesis theory in the form of an inverted U-shaped relationship. The use of data processing with OLS regression estimation cannot explain the influence of green bonds on the ecological footprint in each country so it has limited research implications.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library