Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Utami Iriani
Abstrak :
Polusi udara di DKI Jakarta terus menunjukkan peningkatan bahkan beberapa polutan telah melewati nilai ambang batas. Meningkatnya kadar polutan di udara menimbulkan serangan asma dan bronkitis pada masyarakat. Tahun 2001 penyakit saluran napas bawah adalah termasuk penyakit 10 besar di Indonesia dan di Jakarta berada pada peringkat 15 besar. Studi ekologi dengan analisis time trend ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi parameter ISPU dengan serangan asma/bronkitis. Data yang digunakan adalah data skunder harian iklim (radiasi matahari, kelembaban, suhu arah angin, kecepatan angin), parameter ISPU (PM10, SO2, 03, NO2) dari BPLHD DKI Jakarta dan kunjungan rawat jalan dan rawat inap dari pasien yang terserang asma/bronkitis dari 5 RS (Fatmawati, Pasar Rebo, Koja, Sumber Waras, Cipto Mangunkusumo) yang masing-masing mewakili wilayah di DKI Jakarta. Dan data per minggu selama tahun 2002-2003 ditemukan radiasi matahari di Jakarta 151,65 W/m2, kelembaban 75,68 %, suhu 27,95°C, arah angin 159,93°, kecepatan angin 1,83 m/s. Rata-rata per minggu PM10 73,95 µg/m3, SO2 38,72 µg/m3 , 03 53,21 µg/m3 , NO2 40,56 µg/m3, ISPU 87,99 dan 67,9 % dalam kategori sedang. Rata-rata per minggu kunjungan asmalbronkitis 47 kali. Radiasi matahari mempunyai korelasi positif dengan 03 dan ISPU. Kelembaban mempunyai korelasi negatif dengan PM10, SO2, 03, NO2 dan ISPU. Suhu mempunyai korelasi positif dengan PM10, SO2, 03, NO2 dan ISPU. Arah angin mempunyai korelasi negatif dengan PM10, SO2, 03, NO2 dan ISPU. Kecepatan angin berkorelasi positif dengan NO2 dan berkorelasi negatif dengan PM10, SO2, dan 03. Asma dan bronkitis mempunyai korelasi positif dengan NO2 dan berkorelasi negatif dengan 03. Hasil analisis time trend dalam periode tiga bulanan didapatkan pola kunjungan asma dan bronkitis tidak mengikuti pola konsentrasi kualitas udara ambien dan ISPU. Disimpulkan bahwa keadaan suhu dan kelembaban di Jakarta masih nyaman dengan radiasi matahari yang cukup. Arah angin Selatan Tenggara dengan kecepatan sepoi lembut. Semua parameter ISPU masih di bawah baku mutu dan sebagian besar udara Jakarta selama tahun 2002-2003 dalam kategori sedang. Tingginya konsentrasi NO2 di udara sejalan dengan meningkatnya jumlah kunjungan pasien yang terserang asrna/bronkitis. Perlu adanya kerjasama lintas sektor untuk membuat suatu sistem kewaspadaan dini bagi penderita asmalbronkitis tentang buruknya kualitas udara. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam hubungan kausalitas diperlukan penelitian lebih lanjut dalam waktu yang lama dan dengan desain kohort. ...... Relationship Between Climate, Pollutant Standard Index (PSI) and Asthma Bronchitis Attack in DKI Jakarta 2002-2003 (Ecology Time Trend Study in 5 General Hospitals in DKI Jakarta)Air pollution in DKI Jakarta increases continuosly every year even some pollutant have been over threshold limit value. This can cause asthma attack and bronchitis to people whose exposed. In 2001, chronic respiratory diseases still in 10 big diseases class in Indonesia and 15 in Jakarta. Ecology study with time trend analysis is aimed at finding relationship between parameters of PSI with asthma attack and bronchitis. Climate data such as sun radiation, humidity, temperature, wind direction and wind speed is get from BPLHD Jakarta. Parameters of PSI such as PM10, SO2, 03, NO2 is get from BPLHD also. Asthma attack and bronchitis visit is get from 5 general hospitals in Jakarta which each hospital represent every district. From 2002-2003, it is found that the weekly average of sun radiation in Jakarta is 151,65 W/m2, humidity 75,68 %, temperature 27,95°C, wind direction 159,93°, wind speed 1,83 m/s. Weekly average of PM10 is 73,95 µg/m3, SO2 38,72 µg/m3, 03 53,21 µg/m3, NO2 40,56 µg/m3, ISPU 87,99 and 67,9 % data still in middle category, The weekly average of asthma /bronchitis attack visit is 47 times. Sun radiation have positive correlation with 03 and PSI. The humidity negative correlation with PM10, SO2, 03, NO2 and PSI. The temperature have positive correlation with PM10, SO2, 03, NO2. The wind direction in Jakarta from 2002-2003 have negative correlation with PM10, S02, 03, NO2 and PSI. The wind speed have positive correlation with NO2 and negative correlation with PM10, SO2, and 03. Asthma attack and bronchitis have positive correlation with NO2 and negative correlation with 03. The result of time trend analysis in 3 months period show that the trend pattern of asthma /bronchitis attack visit doesn't follow the trend pattern of PSI parameters. It is conclude that the temperature and humidity of Jakarta still comfort for human with enough radiation intensity. Wind direction is South East and in slow speed. All PSI parameters still under treshold limit value and most of the air condition of Jakarta in 2002-2003 is still in the middle category. The highest concentration of NO2 is, the more asthma/bronchitis patient's visit. It is need over sector cooperation to make early detection system for asthma/bronchitis sufferer about how bad the air quality. To get better conclusion of causality it is need more research in long term, for instance (5-10) years and in cohort design.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Hudyono
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian prevalensi bronkitis kronik (BK) dan asma kerja (AK) serta faktor-faktor yang berhubungan pada tenaga kerja pabrik cat di Tangerang. Penelitian lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur kadar debu total dan respirabel, serta beberapa macam polutan. Juga dilakukan analisis komposisi debu. Pengukuran dilakukan di beberapa area yang telah ditetapkan sebagai area terpajan dan area tidak terpajan. Penelitian terhadap tenaga kerja dilakukan pada 89 responden yang diambil secara acak-alokasi proporsional berdasarkan sifat pajanan di tempat kerja. Penelitian dilakukan dengan wawancara responden, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan faal paru dengan spirometri. Bagi responden dengan kelainan obstruksi dan restriksi dilakukan pemeriksaan foto toraks. Hasil dan kesimpulan : Hasil yang didapatkan adalah prevalensi BK sebesar 12,36% dan AK sebesar 2,25%.Tidak ada hubungan antara BK dan AK dengan faktor-faktor demografi, PSP terhadap bahan berbahaya, penyakit serta penggunaan APD, lama kerja, peraturan perusahaan serta status/ jenis pekerjaan. Kadar debu respirabel yang diukur pada saat puncak pajanan melebihi NAB yang ditetapkan baik pada area terpajan maupun tidak terpajan. Kadar gas formaldehid melebihi NAB ruangan untuk ruang Production Planning Control (PPC) , tetapi masih di bawah NAB untuk lingkungan kerja (area terpajan). Polutan lain kadarnya masih berada di bawah NAB yang ditentukan. Ruang PPC yang semula dianggap area (relatif) tidak terpajan, setelah dilakukan pengukuran .ternyata juga merupakan area yang terpajan. Bahan penyuluhan untuk intervensi terhadap faktor yang berhubungan dengan BK dan AK dapat dikembangkan dengan khususnya pada peningkatan PSP terhadap bahan berbahaya, penyakit dan penggunaan APD, bahaya merokok, khususnya tenaga kerja yang bekerja di pabrik cat.
Factory And It's Related Factors, Tangerang 1998 Scope and Methodology : A study on the prevalence of chronic bronchitis (CB) and occupational asthma (OA) and analysis of it's related factors was conducted among workers of a paint factory in Tangerang. Working environment survey was done by measuring the dust and other pollutant levels, and by analysis of dust composition. Human study was performed on 89 respondents selected randomly, proportionally according to the exposure in their work place. Interviews, physical examination and lung function test using spirometry were performed on all subjects, while X-ray examination was only done on subjects with lung obstruction or restriction. Results : The results showed that the prevalence of C13 & OA were 12,36% and 2.25% respectively. No relation could be established between CB & OA and demographic factors, knowledge, attitude and behavior (KAB) on the occupational hazards, diseases and the use of self protection device (SPD), duration of work, company regulation and job status. Respirable dust at the peak of exposure time was found to exceed the permissible limit in both the exposed or non-exposed area. In the Production Planning Control (PPC) room, formaldehyde gas was found to exceed the permissible limit for indoor rooms but not for work environment . Other pollutant levels were still below the permissible limits. The study showed that PPC which was formerly regarded as a non exposed area, is in fact an exposed area too. Education material on the above subject should be developed to improve prevention program for CB & OA.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ratna Sari H.
Abstrak :
Latar Belakang : Dari data poliklinik PT.X didapatkan bahwa pekerja dipabrik tissu yang menderita bronkitis cukup tinggi (5,4%) dan ISPA 86,7%. Dari penelitian sebelumnya tentang pajanan debu uang kertas didapatkan prevalensi obstruksi paru 19,4%. Metode Penelitian: Desain penelitian dilakukan secara kros seksional dengan jumlah sampel 108 orang melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spirometri dan pengukuran debu lingkungan kerja. Hasil: Prevalensi bronkitis kronis didapatkan 9,26 %. Dan hasil analisis maka faktor umur, masa kerja, pendidikan, debu tissu, ventilasi, pemakaian APD dan kebiasaan merokok tidak ada hubungan bermakna dengan timbulnya bronkitis kronis. Hasil pengukuran debu lingkungan di bawah Nilai Ambang Batas. Dari analisa didapatkan kebiasaan merokok mempunyai risiko 2,81 kali lebih besar daripada yang perokok ringan dan bukan perokok. Kesimpulan: Faktor risiko karakteristik pekerja dan faktor lingkungan tidak ada hubungan dengan timbulnya bronkitis kronis. Merokok merupakan faktor resiko pada pekerja.
Background : According to data from policlinic in tissue paper industry PT. X, much workers with chronic bronchitis (5,4%) and Upper Respiratory Diseases 86,7%. From the previous research about paper money dust exposure has found chronic obstruction disturbance 19,4 % prevalence. Methodology : The relationship of environment dust and bronchitis chronic will found with cross sectional method, with 108 samples by interview, physic examination, and environment dust measurement. Results and conclusion : Chronic bronchitis prevalence is 9,26 %. The analysis found that age, period of working, education, environment dust, ventilation, smoking and masker are not significant to prove bronchitis chronic. Total dust exposure has found lower from international standard. Smoking habits group have 2,81 more high risk than group without smoking.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Burhan
Abstrak :
Background and objective: Antimicrobial resistance is a global problem and the prevalence is high in many Asian countries. Methods: A prospective observational study of the prevalence of bacterial pathogens and their antimicro-bial susceptibilities in patients with acute exacerba-tions of chronic bronchitis (AECB) was conducted in Indonesia, Philippines, Korea, Thailand, Malaysia, Taiwan and Hong Kong from August 2006 to April 2008. The diagnosis of AECB was based on increased cough and worsening of two of following: dyspnoea, increased sputum volume or purulence. Patients who had taken antibiotics within 72 h of presentation were excluded. All bacterial strains were submitted to a central labo-ratory for re-identification and antimicrobial suscepti-bility testing to 16 antimicrobial agents according to Clinical and Laboratory Standards Institute. Results: Four hundred and seven isolates were iden-tified among 447 patients of AECB. The most frequent organisms isolated were Klebsiella pneumoniae and associated species (n = 91 + 17), Haemophilus influen-zae (n = 71), Pseudomonas aeruginosa (n = 63), Streptococcus pneumoniae (n = 32), Acinetobacter baumannii (n = 22) and Moraxella catarrhalis (n = 21). According to Clinical and Laboratory Standards Insti-tute susceptibility breakpoints, 85.7% and >90% of these pathogens were susceptible to levofloxacin and cefepime respectively. Other options with overall lower susceptibilities include imipenem, ceftazidime, ceftri-axone and amoxicillin/clavulanate. Conclusions: Gram-negative bacteria including Kleb-siella spp., P. aeruginosa and Acinetobacter spp. consti-tute a large proportion of pathogens identified in patients with AECB in some Asian countries. Surveil-lance on the local prevalence and antibiotic resistance of these organisms is important in guiding appropriate choice of antimicrobials in the management of AECB.
Asian Pacific Society of Respirology, 2011
MK-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agustin
Abstrak :
Pencemaran udara merupakan masalah yang terjadi di kota besar seperti Jakarta, dimana hal ini dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan pada manusia. Gangguan kesehatan berupa penyakit saluran pernafasan yang dapat terjadi antara lain adalah penyakit ISPA, Bronkitis dan Asma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kecenderungan kejadian pencemaran udara dan kecenderungan penyakit pernafasan serta untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi pencemaran udara dengan kejadian penyakit saluran pernafasan di DKI Jakarta Tahun 2003-2004. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan disain studi ekologi. Konsentrasi rata-rata tahunan zat pencemar udara adalah SO2 (4,9 ppb), NO2 (26,5 ppb), NO adalah (40,1ppb), NOx ( 64,8 ppb) dan partikulat (TSP) (92,79 ug/m3) . Rate penyakit saluran pernafasan per 100.000 penduduk memiliki rata-rata untuk ISPA adalah 1682,2, bronkitis 18,3 dan asma 56,3. Hubungan yang signifikan terjadi di beberapa kecamatan. Parameter yang signifikan di beberapa kecamatan adalah SO2 dengan ISPA, SO2 dengan bronkitis, NO dengan bronkitis, NO dengan asma, dan NOx dengan ISPA. Kejadian penyakit saluran pernafasan kemungkinan disebabkan oleh pencemaran udara Penanggulangan dapat dilakukan dengan penyediaan transportasi umum yang nyaman dan substitusi bahan bakar kendaraan dengan bahan bakar yang ramah lingkungan serta pengaturan tata guna lahan dan tata ruang perkotaan. Daftar Pustaka : 47 (1993-2004)
The Correlation Between Ambient Air Quality and Cases of Acute Respiratory Infection, Bronchitis, and Asthma in DKI Jakarta During 2003 ? 2004 (An Ecological Study in 15 Sub Districts)Air pollution is a problem commonly in large cities such as Jakarta and cause various respiratory problems such as acute respiratory infections (ARI), bronchitis, and asthma. This study aims to determine the concentration of air pollution and the tendency of respiratory problems, as well as to determine the correlation between concentration of air pollution and incidence of respiratory infections in DKI Jakarta during 2003-2004. This study is descriptive in nature and is an ecological study in design. The air pollutants annual are SO2 (concentration of 4.9 ppb), NO2 (26.5 ppb), NO (40,.ppb), NOx ( 64.8 ppb) and particulate matter (TSP) (92.79 uglm3) . The average rate of incidence per 100.000 people is 1682,2 for ART, 18,3 for bronchitis and 56,3 for asthma. Significant correlation of parameters in several districts are SO2 with ARI, SO2 with bronchitis, NO with bronchitis, NO with asthma, and NOx with ARI. Respiratory problem are caused by air pollution. Means to minimize the number of cases include a better arrangement of land use, the available of pubic transport and substituting gasoline fuel with environment friendly fuel. Bibliography: 47 (1993-2004)
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rozanah
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi saluran nafas akut (ISNA), baik yang disebabkan oleh virus maupun bakteri seperti 'common cold', faringitis trakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia dan bronkopneumonia masih merupakan masalah yang penting di berbagai negara oleh karena prevalensinya yang masih sangat tinggi.

'Committee on Child Health Services' di London tahun 1978 melaporkan bahwa 50% penyakit anak balita ialah infeksi saluran nafas dengan kematian sebanyak 2000/tahun dan 21.1% di antaranya perawatan di rumah sakit dengan kematian sekitar 34.7%. (Martin dkk.,1978).

Dalam beberapa tahun belakangan ini perhatian terhadap ISNA semakin meningkat setelah penyakit diare akut berhasil dikontrol. Walaupun sebagian besar infeksi adalah infeksi saluran nafas bagian atas (ISNA-A), namun infeksi saluran nafas bagian bawah (ISNA-B) cukup memberi masalah bagi seorang dokter (Denny dan Clyde,1988).

Di negara sedang berkembang, 20-25% kematian anak balita disebabkan oleh ISNA. Jenis ISNA yang merupakan penyebab kematian terbesar adalah pneumonia (WHO,1981) ; dan pneumonia merupakan salah satu komplikasi dari bronkitis.

Bronkitis sebenarnya telah dikenal sejak tahun 1808, pertama kali dikemukakan oleh Badham (dikutip oleh Holland, 1982) . Walaupun pengetahuan mengenai paru-paru dan penyakit saluran nafas makin meningkat, namun sampai sekarang istilah bronkitis masih sering dipergunakan terhadap semua penyakit dengan gejala batuk (Turner,1983).

Dahulu bronchitis kurang mendapat perhatian, terbukti hanya

ditemukan 3 artikel mengenai bronkitis antara tahun 1935 - 1959. Setelah diadakan simposium mengenai bronkitis oleh para ahli di

Britania Raya dan Irlandia pada tahun 1951, minat para ahli terhadap bronkitis semakin meningkat (Fletcher,1959). Bronkitis akut jarang dibicarakan secara khusus ; para ahli umumnya membicarakannya sebagai salah satu sindrom klinis ISNA bawah yang terdiri dari `croup', trakeobronkitis, bronkiolitis dan pneumonia (Landau,1979 ; Denny dan Clyde,1986).

Bronkitis akut sebenarnya adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai saluran nafas besar termasuk bronkus besar dan bronkus sedang dan biasanya disertai trakeitis (Edwards,1966 ; Williams dan Phelan,1975). Penyakit ini dapat timbul karena infeksi menurun dari saluran nafas atas atau infeksi primer pada percabangan trakeobronkial. Infeksi dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri. Di negara maju hampir 90% infeksi saluran nafas atas maupun bawah disebabkan olaeh infeksi virus sedangkan di negara berkembang infeksi bakteri memegang peranan yang lebih besar (Williams dan Phelan, 1975 ; Denny dan Clyde, 1985). Di Indonesia saat ini belum pernah ada laporan mengenai faktor etiologi pada bronkitis akut ini.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Nova
Abstrak :
Latar Belakang : Pekerja di manufaktur sepatu setiap harinya terpajan beragam hazard. Salah satu pajanan adalah pelarut organik. berbagai penelitian melaporkan hubungan yang kuat antara pajanan pelarut organik dengan gangguan fungsi paru obstruksi dan restriksi. Namun belum banyak studi dilakukan untuk mempelajari antara hubungan antara pajanan pelarut organik di manufaktur sepatu dengan faktor-faktor risiko dan gejala klinis gangguan fungsi paru. Metode : Desain potong lintang melibatkan 134 subyek, Cementing n=67 dan stockfit n=67. Pada bagian cementing terpajan pelarut Aseton, bagian stockfit oleh campuran pelarut Aseton dan klorin. Seluruh subyek dilakukan pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometer menilai KVP dan VEP1/KVP. Subyek dilakukan interview untuk mengetahui gejala klinis, riwayat penyakit dahulu dan riwayat pekerjaan. Kadar pelarut organik di kedua tempat diukur. Analisis statistik menggunakan Chi square dengan p0,05. Multivariat menggunakan regresi logistik metode enter. Hasil : Didapatkan 23 orang (17%) mengalami gangguan fungsi paru testriksi. Tidak ada hubungan bermakna antara pejalan pelarut organik, faktor-faktor risiko demografi dan okupasi dengan gejala klinis gangguan fungsi paru restriksi (p>-.05) /disebabkan masa kerja < 10 tahun. Proporsi subyek dengan gejala bronkitis kronik, di cementing 40.3%, stockfit 62.7%. analisis chi-square menegaskan adanya hubungan bermakna. Di bagian cementing, diperoleh hasil berikut, faktor risiko umur (p < 0.015), masa kerja (p < 0.05), dan total kumulatif pajanan p < 0.05). Dan hasil uji regresi logistik didapat bahwa di bagian cementing, masa kerja faktor risiko dominan terhadap gejala bronkitis kronik p. Kesimpulan : Dari studi dapat disimpulkan bahwa pajanan pelarut organik mengakibatkan gejala klinis bronkitis kronik yang berhubungan dengan faktor risiko usia, masa kerja, dan total kumulatif pajanan. Tidak ada hubungan bermakna antara panajan pelarut organik terhadap gangguan fungsi paru. Perlu langkah preventif guna mencegah berkembangnya gejala bronkitis kronik menjadi gangguan fungsi paru. Dilakukan dengan pemakaian alat pelindung diri sesuai dengan pajanan kimia dan pemasangan local exhaust. ......Background : Depending on the kinds of production sites, Shoe factory workers are exposed to many kinds of occupational hazards with one of them being exposure to organic solvent. Organic solvent exposure has been reported to have adverse pulmonary effects including obstructive and restrictive pulmonary diseases. The study aimed to investigate association between organic solvent exposure, risk factor, and clinical symptoms of pulmonary functions impairment among shoe factory workers. Methods : Cross sectional study group consist of 134 workers in two different production parts i.e cementing n 67 and stockfit n 67. Subjects works in cementing part were exposed to aceton, while in stockfit to a combination of aceton and chlorine. To all subjecs, pulmonary functions testing including measurement of FVC and FEV1 FVC Value were perfomed asking about clinical symptoms and the histories of both their health and work records. Statistic analysis using Chi square p,0,05 and logistic regretion for multivariate. Result : All of subject, 23 17 suffered from restrictive diseases. However bivariate analysis using chi square did not show significant correlation between organic solvent exposure, demografic risk factors, clinical symptoms and restrictive lung diseases p 0.05. This probably due to the short work duration of the subject 10 years. Despite this observation, it is important to note that the study strongly identified chronic bronchitis symptoms among workers in both cementing 40.3 and in stockfit 62.7. Furthermore chi square analysis showed significant correlation between risk factors and chronic bronchitis symptoms in both places. in cementing, it was observed that age (p < 0.05), work duration (p < 0.05) and total cumulative exposure (p < 0.015) were significantly contributed to the symtoms. Whereas in stockfit, the risk factors were as follows, work duration (p < 0.05) and total cumulative exposure (p < 0.05). Logistic regression analysis showed that in cementing, work duration was observed to be the greatest risk factor to the bronchitis related-symtoms, p < 0.008, OR 12.100 and CI95% (1.92-76.23, whereas in stockfit, total cumulative exposure was associated the most with the symtoms p0.039 OR 6.667 CI95% )1.099-40.434). Conclusions : The result from the present studi indicate that occupational exposure to organic solvent has significant association with clinical symtoms related to chronic bronchitis. Risk factors sucs as age, work duration, and total cumulative exposure are observed to contribute to the symtoms. However, exposure to organic solben did not significantly caused lung function disorger. Preventions are required to avoid the clinical symtoms develope into pulmonary impairment, such as the use personal protection equipment and local exhaust apparatus.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanslavina
Abstrak :
Hasil penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa pada perokok.dengan bronkitis kronis dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) terdapat hipersekresi mukus dan hiperplasia sel goblet pada saluran napas. Beberapa penelitian lain juga mengesankan bahwa faktor utama yang menyebabkan hiperplasia sel goblet adalah pajanan asap rokok pada paru secara konis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hiperplasia sel goblet akibat asap rokok terjadi juga pada keadaan akut. Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 20 ekor tikus dewasa jantan dari galur Swiss Webster dengan berat badan 250 -- 300 gram yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan diberi paparan asap rokok sebanyak 5 batang perhari selama 20 menit (kecuali hari Minggu) selama 12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna jumlah sel goblet antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ( p< 0,025) . lni berarti bahwa terjadi hiperplasia sel goblet akibat asap rokok. Hasil ini diperkuat oleh pemeriksaan penunjang Electron Spin Resonance (ESR) untuk radikal bebas dalam darah tikus perlakuan yang menunjukkan peningkatan yang signifikan (p<0,025 ). Acute Effects of Kretek Cigarette Smoke on Goblet Cell Hyperplasia in the Airway of Swiss Webster RatsPrevious investigations have shown that in smokers with chronic bronchitis and Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) hyper secretion of mucus and goblet cell hyperplasia at the respiratory tract is present. A number of other investigations suggest that the main factor causing goblet cell hyperplasia is chronic exposure to cigarette smoke. The aim of this investigation is to find out whether goblet cell hyperplasia due to cigarette smoke also occurs in the acute state. In this investigation a sample of 20 adult male rats weighing 250 -- 300 g was used, divided into a treated group and control group. Each animal in the treated group was exposed daily for 20 minute to 5 the smoke of cigarettes for 12 weeks (except on Sunday). The result of the investigation showed that there was a significant difference in the number of goblet cell between the control and the treated group (p value < 0,025), indicating the occurrence of goblet cell hyperplasia due to cigarette smoke. This result was confirmed by Electron Spin Resonance (ESR) tests for free radical concentration in blood (p value < 0,025).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library