Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Fathia Herianti Suhermanto
Abstrak :
ABSTRACT
Studies have shown that weight affects the pressure placed on the tendons and muscles of the foot and legs affecting the stride lengths stance and swing cycle. With the rising body weight gain and implied health complications, the author wants to know whether body mass index (BMI) affect human activity especially walking. Cross-sectional method using primary data collection is conducted. The source of data in this study measures healthy pre-clinical students in Faculty of Medicine, University Indonesia. Once informed consent is signed, subjects weight and height will be measured, calculating BMI. Data is analysed using SPSS version 23 to analyze the correlation between step length and BMI. From a total of 53 subjects (26 male, 27 female) age group 18-22, subjects with normal BMI accounts for the highest percentage of the group in this study (60.4%). Overweight and obese patients contribute 30.2% and 3.8% respectively, and underweight 5.7%. Using the pearson correlation formula, there was no significant correlation between BMI and step length of male (0.778; p>0.05) and female (0.098; p>0.05). Based on pearson correlation formula, male calculations resulted with 0.778; p>0.05, and female with 0.098; p>0.05; therefore, there is no significant difference between the two variables.
ABSTRACT
Penelitian telah menunjukkan bahwa berat badan mempengaruhi tekanan ditempatkan pada tendon dan otot-otot kaki dan kaki mempengaruhi siklus sikap dan ayunan panjang langkah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuhi apakah apakah indeks massa tubuh (IMT) mempengaruhi aktivitas manusia terutama berjalan. Metode potong-melintang menggunakan pengumpulan data primer dilakukan. Sumber data dalam penelitian ini mengukur siswa pre-klinik yang sehat di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Setelah informed consent ditandatangani, berat badan dan tinggi badan subyek akan diukur untuk menghitung IMT. Data di mengolah dengan menggunakan SPSS versi 23 untuk menganalisis hubungan antara panjang langkah dan BMI. Dari total 53 subyek (26 laki-laki , 27 perempuan) di kelompok usia 18-22, subyek dengan IMT yang normal berkontribusi presentase tertinggi dari kelompok dalam penelitian ini (60,4%). Pasien kelebihan berat badan dan obesitas berkontribusi 30,2% dan 3,8%, dan berat badan di bawal normal 5,7%. Dari hasil rumus korelasi pearson, tidak ada korelasi yang signifikan antara BMI dan panjang langkah dari laki-laki (0,778; p>0,05) dan perempuan (0.098;p > 0,05). Berdasarkan rumus korelasi pearson, perhitungan laki-laki menghasilkan dengan 0,778 ; p > 0,05 , dan perempuan dengan 0.098 ; p > 0,05; Oleh karena itu, tidak ada perbedaan signifikan antara kedua variabel.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nguyen, Thi Xuan Ngoc
Abstrak :
Hubungan antara Obesitas dan Status Periodontal Pasien di Vietnam: Studi Pendahuluan. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi status periodontal serta hubungan antara obesitas dan status periodontal pasien-pasien yang baru pertama kali mengunjungi Institute of Traditional Medicine, Kota Ho Chi Minh, Vietnam. Terdapat 118 pasien berumur 18 tahun atau lebih yang terdiri dari 56 subjek penelitian yang mengalami obesitas (IMT≥27,5 dengan rata-rata umur 33,8 tahun, 11 orang pria dan 45 orang wanita), dan 62 orang subjek penelitian non-obesitas (IMT<27,5 dengan rata- rata umur 34,3 tahun, 4 orang pria dan 58 orang wanita) yang terdaftar di institusi tersebut dalam kurun waktu 5 bulan dari bulan Februari hingga Juni 2014. Informasi mengenai karakteristik sosio-demografi dan kebiasaan mereka dalam merawat gigi dikumpulkan melalui kuesioner. Penelitian ini mengkaji status periodontal (PLI, GI, BOP, PD, dan CAL), dan dilakukan pengukuran indeks antropometri. Kelompok yang mempunyai obesitas memiliki prevalensi periodontitis yang secara signifikan lebih tinggi (39,3%) dibandingkan dengan kelompok non-obesitas (16,4%). Nilai rata-rata GI, BOP, PD, dan CAL pada subjek penelitian yang mengalami obesitas juga jauh lebih tinggi daripada subjek penelitian non-obesitas. Dalam hal latar belakang pendidikan yang lebih rendah, kunjungan ke dokter gigi serta tindakan pembersihan karang gigi rutin, persentase yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok non-obesitas daripada kelompok obesitas. Analisis regresi logistik ganda yang dilakukan menunjukkan bahwa umur (OR=3,10), rutinitas kunjungan ke dokter gigi (OR=3,34) dan obesitas (OR=2,79) merupakan faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan terhadap periodontitis. Status periodontal subjek penelitian yang mengalami obesitas lebih buruk daripada subjek yang non- obesitas. Terdapat kemungkinan bahwa obesitas merupakan faktor risiko periodontitis pada pasien di Vietnam.;This study aims to investigate periodontal status, and the relationship between obesity and periodontal status in patients who first visited the Institute of Traditional Medicine, Ho Chi Minh City, Vietnam. 118 patients aged 18 or older, including 56 obese subjects (BMI≥27.5, mean age: 33.8, males: 11, females: 45) and 62 non-obese subjects (BMI<27.5, mean age: 34.3, males: 4, females: 58) were enrolled for a period of 5 months from February 2014 to June 2014. The information on socio-demographic characteristics and dental habits were collected by questionnaire. Periodontal status (PLI, GI, BOP, PD, CAL) was examined and the anthropometric index was measured. There was significantly higher prevalence of periodontitis (39.3%) in the obese group than the non-obese group (16.4%). Means of GI, BOP, PD, and CAL in obese subjects were significantly higher than those in non-obese subjects. Significantly higher percentages of subjects who had lower education, visited dental offices, scaled and polished their teeth regularly were in the non-obese group than in the obese group. Multiple logistic regression analysis revealed that age (OR=3.10), routine of dental visit (OR=3.34) and obesity (OR=2.79) were risk factors significantly related to periodontitis. Periodontal status in obese subjects was poorer than non-obese subjects. Obesity might be the risk factor for periodontitis in Vietnamese patients.
This study aims to investigate periodontal status, and the relationship between obesity and periodontal status in patients who first visited the Institute of Traditional Medicine, Ho Chi Minh City, Vietnam. 118 patients aged 18 or older, including 56 obese subjects (BMI≥27.5, mean age: 33.8, males: 11, females: 45) and 62 non-obese subjects (BMI<27.5, mean age: 34.3, males: 4, females: 58) were enrolled for a period of 5 months from February 2014 to June 2014. The information on socio-demographic characteristics and dental habits were collected by questionnaire. Periodontal status (PLI, GI, BOP, PD, CAL) was examined and the anthropometric index was measured. There was significantly higher prevalence of periodontitis (39.3%) in the obese group than the non-obese group (16.4%). Means of GI, BOP, PD, and CAL in obese subjects were significantly higher than those in non-obese subjects. Significantly higher percentages of subjects who had lower education, visited dental offices, scaled and polished their teeth regularly were in the non-obese group than in the obese group. Multiple logistic regression analysis revealed that age (OR=3.10), routine of dental visit (OR=3.34) and obesity (OR=2.79) were risk factors significantly related to periodontitis. Periodontal status in obese subjects was poorer than non-obese subjects. Obesity might be the risk factor for periodontitis in Vietnamese patients.
Faculty of Odonto-Stomatology;University of Medicine and Pharmacy. Faculty of Odonto-Stomatology, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nguyen, Thi Xuan Ngoc
Abstrak :
This study aims to investigate periodontal status, and the relationship between obesity and periodontal status in patients who first visited the Institute of Traditional Medicine, Ho Chi Minh City, Vietnam. 118 patients aged 18 or older, including 56 obese subjects (BMI≥27.5, mean age: 33.8, males: 11, females: 45) and 62 non-obese subjects (BMI<27.5, mean age: 34.3, males: 4, females: 58) were enrolled for a period of 5 months from February 2014 to June 2014. The information on socio-demographic characteristics and dental habits were collected by questionnaire. Periodontal status (PLI, GI, BOP, PD, CAL) was examined and the anthropometric index was measured. There was significantly higher prevalence of periodontitis (39.3%) in the obese group than the non-obese group (16.4%). Means of GI, BOP, PD, and CAL in obese subjects were significantly higher than those in non-obese subjects. Significantly higher percentages of subjects who had lower education, visited dental offices, scaled and polished their teeth regularly were in the non-obese group than in the obese group. Multiple logistic regression analysis revealed that age (OR=3.10), routine of dental visit (OR=3.34) and obesity (OR=2.79) were risk factors significantly related to periodontitis. Periodontal status in obese subjects was poorer than non-obese subjects. Obesity might be the risk factor for periodontitis in Vietnamese patients.

Hubungan antara Obesitas dan Status Periodontal Pasien di Vietnam: Studi Pendahuluan. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi status periodontal serta hubungan antara obesitas dan status periodontal pasien-pasien yang baru pertama kali mengunjungi Institute of Traditional Medicine, Kota Ho Chi Minh, Vietnam. Terdapat 118 pasien berumur 18 tahun atau lebih yang terdiri dari 56 subjek penelitian yang mengalami obesitas (IMT≥27,5 dengan rata-rata umur 33,8 tahun, 11 orang pria dan 45 orang wanita), dan 62 orang subjek penelitian non-obesitas (IMT<27,5 dengan ratarata umur 34,3 tahun, 4 orang pria dan 58 orang wanita) yang terdaftar di institusi tersebut dalam kurun waktu 5 bulan dari bulan Februari hingga Juni 2014. Informasi mengenai karakteristik sosio-demografi dan kebiasaan mereka dalam merawat gigi dikumpulkan melalui kuesioner. Penelitian ini mengkaji status periodontal (PLI, GI, BOP, PD, dan CAL), dan dilakukan pengukuran indeks antropometri. Kelompok yang mempunyai obesitas memiliki prevalensi periodontitis yang secara signifikan lebih tinggi (39,3%) dibandingkan dengan kelompok non-obesitas (16,4%). Nilai rata-rata GI, BOP, PD, dan CAL pada subjek penelitian yang mengalami obesitas juga jauh lebih tinggi daripada subjek penelitian non-obesitas. Dalam hal latar belakang pendidikan yang lebih rendah, kunjungan ke dokter gigi serta tindakan pembersihan karang gigi rutin, persentase yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok non-obesitas daripada kelompok obesitas. Analisis regresi logistik ganda yang dilakukan menunjukkan bahwa umur (OR=3,10), rutinitas kunjungan ke dokter gigi (OR=3,34) dan obesitas (OR=2,79) merupakan faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan terhadap periodontitis. Status periodontal subjek penelitian yang mengalami obesitas lebih buruk daripada subjek yang nonobesitas. Terdapat kemungkinan bahwa obesitas merupakan faktor risiko periodontitis pada pasien di Vietnam.
University of Medicine and Pharmacy. Faculty of Odonto-Stomatology, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ruslita Amir
Abstrak :
Banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Salah satu cara adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT ). Dengan mengetahui IMT dapat diketahui apakah berat badan seseorang lebih atau kurang. Keadaan gizi kurang atau lebih dapat terjadi karena ketidak seimbangan gizi. Selanjutnya keadaan gizi selain dapat ditentukan oleh konsumsi energi juga dapat ditentukan oleh komposisi zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari. Penelitian ini merupakan bagian dari survei status gizi orang dewasa di 12 kota besar di Indonesia (kerja sama Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes dengan FKM - UI. Penelitian dilakukan di Kotamadya Bandung Jawa Barat dengan desain penelitian potong lintang (Cross Sectional). Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 1996. Sebagai sampel adalah orang dewasa ( umur 5 18 tahun) sebanyak 382 orang yang terdiri dari 43,97% laki-laki dan 56,03% wanita Tujuan dari mempelajari Indeks Massa Tubuh orang dewasa dan hubungannya dengan gaya hidup. Variabel yang diteliti meliputi konsumsi makanan, (total energi, persentase karbohidrat terhadap energi, persentase lemak terhadap total energi), indeks aktifitas fisik (alktifitas waktu bekerja, waktu olah raga dan waktu luang), kebiasaan merokok dan tingkat stres. Selain itu juga dilihat karakteristik seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan keadaan kesehatan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata IMT orang dewasa sebesar 23,165 ± 3,721 Disamping itu diketahui juga bahwa prevlensi gizi kurang pada orang dewasa adalah sebanyak 10,7% sedangkan gizi lebih sebanyak 29,4%. Rata rata konsumsi total energi adalah 1885 kalori dengan persentase karbohidrat terhadap total energi adalah 58,70 %. Selanjutnya persentase lemak terhadap total energi adalah 28,30 %. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan IMT adalah total energi, jenis kelamin, indeks aktifitas fisik waktu bekerja dan kebiasaan merokok. Sedangkan dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan IMT adalah aktifitas fisik waktu bekerja. Berdasarkan hasil tersebut , disarankan kepada pengambil keputusan di bidang kesehatan untuk mulai menyusun rencana dan program pencegahan dan penanggulangan masalah gizi, terutama masalah gizi lebih pada orang dewasa. Program yang mungkin dapat dilakukan antara lain adalah program penyuluhan melalui organisasi masyarakat, perkantoran dan perusahaan . Disamping perlu pula dipikirkan untuk melakukan langkah penanggulangan secara dini untuk para remaja dan anak sekolah yang merupakan generasi penerus bangsa. Kegiatan penanggulangan kebiasaan merokok perlu pula digalakkan melalui larangan merokok di tempat -tempat tertutup, perkantoran dan lain sebagainya. Selain itu disarankan juga agar dalam melaksanakan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), diharapkan dalam penjelasan tentang jumlah konsumsi makanan terutama persentase lemak dari total dapat diberikan dengan angka yang lebih spesifik menurut keadaan gizi sasaran. Saran bagi peneliti yang akan mempelajari faktor yang mempengaruhi IMT, agar mengukur aktifitas fisik dengan metode yang lebih sesuai dengan kondisi orang Indonesia. Daftar Pustaka : 53 ( 1974-1996)
Relationship Between Lifestyle and Body Mass Index in Adults in Municipality of Bandung, 1996Nutritional status can be measured by many methods and one of them is measuring Body Mass Index ( BMI ). Based on BMI we would know if someone had over nutrition or under nutrition. These are outcomes of failure in energy balance. Total energy consumption is not the only factor that influenced nutrition status but also by nutrient composition in the daily diet. This study use secondary data according to nutrition and health survey in adult (cooperation between Ministry of Health and Faculty of Public Health, University of Indonesia), was being held in municipality of Bandung, West Java. Design of study was across sectional and data were collected on July,1996. Total sample were 382 persons aged 18 - 86 years old, consist of 43,97 % male and 56,03 % female. The main purpose of this study is to find out adult's BMI and the correlation to life style.The variable consist of food consumption (total energy, percentage of carbohydrate to total energy, percentage of fat to total energy), physical activity index (activity on working hours, activity on exercises and activity on spare time), smoking habit and level of stress. Beside all the factors above, characteristics of respondent was also observed, such as sex, age, education and economic level, and status of health. This study showed that average of BMI was 23,165 ± 3,72 and the prevalence of under nutrition in adult was 10,7% and for over nutrition was 29,4 % (based on nutrition standard of Ministry of Health ). The average of total energy was 1885 calories, mainly derived from 58, 70 % carbohydrate and 27,25 % fat. Based on bivariate analysis, total energy, sex, index of physical activity on working hours and smoking habit showed significant correlation with BMI, while multivariate analysis showed that the most dominant variable to BMI was physical activity on working hours. According to this result it is suggested to decision maker in health program to develop plans and programs for prevention and treatment of nutrition problems, especially over nutrition in adults. The programs that could be suitable are dissemination of information through community organization, offices and trade companies. Beside that, it is also have to be considered to make early treatment for teenager and school children who were the next generation in this country. Activities to overcome smoking habit should be enhanced through prohibition of smoking in closed room, offices etc. Beside that, it also suggested implementation of the Indonesian Nutrition Guideline (Pedoman Umum Gizi Seimbang), delivery of information about total food consumption , especially percentage of fat should be delivered with more specific scored based on nutrition status of population/target. Suggestion for the researcher which will study about factors that influence BMI is that physical activity should be measured with methods that suitable for Indonesian people. References : 53 ( 1974 -1996 )
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ch. M. Kristanti
Abstrak :
ABSTRAK
Dilakukan analisis regresi linier pada data sekunder hasil penelitian kesegaran jasmani pelajar SLTA Jakarta, 1990 yang merupakan studi Cross Sectional.

Tujuan penelitian untuk mengetahui daya tahan kardiorespirasi pelajar SLTA Jakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam penelitian ini nilai VO2 max menggambarkan daya tahan kardiorespirasi seseorang.

Sebesar 52,4% pelajar SLTA Jakarta mempunyai daya tahan kardiorespirasi dalam kondisi ?kurang?. Ni1ai V02 max. dipengaruhi oleh seks, umur, BMI, kegiatan olahraga dankadar Hb. Nilai V02 max pada laki-laki lebih besar 700/kg BB/mt dibandingkan dengan perempuan. BMI (body mass index) berpengaruh terhadap kesegaran jasmani, setiap kenaikan BMI 1 kg/meter diikuti dengan penurunan V02 max sebesar1,05 ml/kg BB/menit. Kegiatan olahraga berpengaruh terhadap V02 max, setiap kenaikan kegiatan olahraga 1 jam per bulan efektif diikuti dengan kenaikan V02 max sebesar 0,02 ml/kg BB/menit. Dalam penelitian ini Hb berpengaruh terhadap V02 max, setiap kenaikan kadar Hb 1 gr/dl diikuti dengan penurunan VO2 max sebesar 0,31 ml/kg BB/mt. Garis regresi hanya dapat menerangkan 25% dari variasi V02 max.

Untuk mengetahui pengaruh berbagai variasi terhadap nilai V02 max, perlu pengukuran V02 max secara langsung tanpa melalui faktor koreksi.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Riana Kismaningrum
Abstrak :
Obesitas disebabkan ketidakseimbangan asupan kalori masuk dan energi keluar yang diukur melalui parameter IMT. Timbulnya ketidakseimbangan ini merupakan peran dari berbagai determinan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi determinan komposisional dan kontekstual terkait IMT pada orang dewasa di 16 propinsi diatas rata-rata prevalensi obesitas nasional. Penelitian menggunakan desain potong-lintang dengan jumlah responden 180.352 orang dewasa usia 19-44 tahun di Indonesia. IMT dihitung dari hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan responden. Data determinan komposisional didapat dari Riskesdas 2013. Data determinan kontekstual didapat dari Statistik Potensi Desa tahun 2011, Statistik Perilaku Peduli Lingkungan Hidup tahun 2013 dan Statistik Pengeluaran Konsumsi Makanan-Bukan Makanan dan Pendapatan/Penerimaan Rumah Tangga tahun 2013. Penelitian ini menggunakan analisis multilevel regresi linear. Hasil penelitian ini melaporkan bahwa determinan komposisional yang memiliki hubungan dominan dengan IMT adalah status ekonomi pada semua kelompok. Determinan kontekstual yang memiliki hubungan dominan dengan IMT adalah peningkatan akses terhadap penggunaan kendaraan bermotor dan makanan siap saji sejalan dengan peningkatan IMT. Penelitian ini memiliki kontribusi untuk memahami hubungan kompleks antara determinan individu dan komunitasnya terkait IMT. Kebijakan yang mendukung peningkatan akses terhadap makanan sehat dan aktivitas fisik melalui falsilitas yang tersedia di sekitar tempat tinggal dan edukasi pola hidup seimbang diharapkan mampu mengurangi risiko penyakit tidak menular terkait IMT di masyarakat.
Obesity caused by unequality of nutrition intake and energy output which is measured by body mass index (BMI) as parameter. Unequality phenomena accured by complex determinants called compositional and contextual factor. The aim from this study is identify complex determinants of BMI in 16 province in Indonesia which have higher obesity prevalence than national obesity prevalence. This study use cross-sectional design study and 180.352 sampel of Indonesian adults in 19-44 years old. BMI measured from body height and body weight. Data for compositional determinants collected from Basic Health Research 2013 given by National Health Research and Development of Indonesia. Data for contextual determinants collected from Statistical of Statistik Potensi Desa 2011, Statistik Perilaku Peduli Lingkungan Hidup 2013 dan Statistik Pengeluaran Konsumsi Makanan-Bukan Makanan dan Pendapatan/Penerimaan Rumah Tangga 2013 given by Berau of Statistic of Indonesia. Analysis using multilevel linear regression. Compositional determinant dominant of IMT reported is social economy status. Social economy status have postive associated with BMI. Contextual determinants dominant of IMT reported are motorized-user and fastfood outlet have postive associated with BMI. Policy to encorouge people to access healthy food and physical activity expectable to reduce non-communicable diseases.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luci Wulansari
Abstrak :
Pertumbuhan sektor industri jasa makanan di Indonesia diduga memiliki peran terhadap peningkatan prevalensi overweight dengan mempermudah akses ke makanan sehingga opportunity cost dari konsumsi makanan menurun. Menggunakan data dari Indonesian Family Life Survey dan Potensi Desa, penelitian ini menguji pengaruh jumlah gerai makanan di level kecamatan terhadap kenaikan indeks massa tubuh (IMT) dan peluang kegemukan. Peneliti menggunakan metode sibling regression untuk menangkap faktor genetis yang sulit diukur dan pendekatan variabel instrumen untuk mengatasi masalah endogenitas dari kemunculan gerai makanan. Setelah mengontrol karakteristik individu, keluarga dan wilayah, peneliti menemukan indikasi bahwa penambahan 1 unit gerai makanan per 1.000 penduduk akan menaikkan indeks massa tubuh sebesar 0,135 unit dan tingkat kegemukan sebesar 1,5% unit. Hasil ini mengisyaratkan bahwa maraknya gerai makanan memiliki andil sebesar 13,31% terhadap peningkatan prevalensi kegemukan di Indonesia sejak akhir tahun 2007.
The growth of food services industry in Indonesia is suspected have a role in the rising overweight by reducing the opportunity cost of food consumption. Using data from the Indonesian Family Life Survey and Potensi Desa (Podes), this study examined the effect of food retailers at the sub-district level on body mass index (BMI) and overweight. We used sibling regression method to capture genetic factors and instrumental variable approach to account the endogeneity of the non-random food retailers locations. After controlling for individual, familial and sub-district level characteristics, we found some evidence that an addition of food retailers per 1,000 residents increases average body mass index by 0.135 units and the overweight rate by 1.5% points. These results imply that the rise of food retailers explains 13.31% of the increase in overweight since the late 2007s.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Raudah Putri
Abstrak :
Peningkatan IMT dan lingkar perut dapat disebabkan oleh stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan hubungan antara stres dengan IMT dan lingkar perut. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan jumlah sample 115. Penelitian ini menggunakan data primer dari pengukuran IMT dan lingkar perut serta kuesioner stres SRQ 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar adalah obesitas 1 (38.3%), lingkar perut tinggi (55,7%),dan tidak memiliki gangguan stres (92.2%). Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan stres tidak berhubungan dengan IMT (p=0,569). Uji fisher menunjukkan stres tidak berhubungan dengan lingkar perut (p=0,511). Disimpulkan bahwa stres tidak berhubungan dengan IMT dan lingkar perut. Hal ini disebabkan oleh variasi respon setiap individu terhadap stres. Sejumlah orang akan makan makanan yang tinggi kalori dengan cara berlebihan. Sebagian lainnya akan kekurangan nafsu makan dan mengurangi asupan makanan.Namun terdapat kecenderungan peningkatan IMT pada orang yang mengalami stres yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti gaya hidup (aktivitas fisik rendah dan diet yang tidak sehat), lingkungan kerja, dan lingkungan tempat tinggal. Stres merupakan faktor risiko peningkatan lingkar perut tetapi pengaruhnya sangat sedikit. Stres kronis dapat meningkatkan risiko obesitas abdominal. Faktor yang menjadi penyebab adalah gaya hidup yang tidak sehat dan peningkatan kadar kortisol di dalam darah. ......The increase of BMI and waist circumference can be caused by stress. The study purpose was to acknowledge proportion and relationship between stress with BMI and waist circumference. This research wascross-sectional study of 115 as primary data by measuring BMI and waist circumference with SRQ 20 stress quiestionnaire. Research outcome showed that largest proportion was obesity I (38.3%), big waist circumference (55.7%), and no stress disorder (92.2%). Kolmogorov-Smirnov test showed that stress did not correlate with BMI (p=0.569). Fisher test showed that stress did not correlate with waist circumference (p=0.511). Conclusion was stress had not correlation with BMI and waist circumference. This could be happened due to stress response variances of people. Some people would consume high-calories food excessively. Others would have lack of appetite and reduce food intake.However, there was an increasing trend of BMI in people who experienced stress that was influenced by several factors, such as lifestyle (low physical activity and an unhealthy diet), the working environment, and living environment. Stress was a risk factor for the increase of abdominal circumference but the influence was very small. Chronic stress could increase the risk of abdominal obesity. The factors was an unhealthy lifestyle and increase levels of cortisol in the blood.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkya Wida Pradini
Abstrak :
Kebugaran kardiorespiratori rendah berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular dan hipertensi. Kebugaran kardiorespiratori pekerja masih rendah. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), Persen Lemak Tubuh (PLT), asupan gizi, aktivitas fisik, status merokok, dan kualitas tidur melalui Tes bangku 3 menit YMCA. Penelitian dilakukan pada karyawan PT Pos Indonesia Regional IV Jakarta pada April 2016. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan sampel 124 orang. Hasil penelitian menunjukkan 44,4% karyawan tergolong tidak bugar. Uji chi square dan uji T-independent digunakan dalam analisis penelitian ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa IMT, PLT, asupan gizi energi, karbohidrat, dan zat besi/Fe memiliki perbedaan bermakna dengan kebugaran kardiorespiratori. Berdasarkan hasil tersebut, karyawan disarankan untuk memantau IMT dan PLT secara berkala, meningkatkan aktivitas fisik, dan pola makan gizi seimbang. ...... Low cardiorespiratory fitness is associated with the risk of cardiovascular disease and hypertension. Cardiorespiratory fitness in workers is still low. This research aims to determine the difference in cardiorespiratory fitness status based on the Body Mass Index (BMI), body fat percentage, dietary intake, physical activity, smoking status, and quality of sleep. Cardiorespiratory fitness is measured by YMCA 3 minutes Step Test. The research was conducted on the employees of PT Pos Indonesia Regional IV Jakarta in April 2016. Study design that used in this research is cross sectional in 124 employees. The results showed 44.4% of employees are classified as unfit. Chi-square and T-independent test are used in analysis. The analysis showed that BMI, body fat percentage, dietary intake of energy, carbohydrates, and iron give significant differences to cardiorespiratory fitness. Based on these results, employees are advised to monitor BMI and body fat regularly, increasing physical activity, and nutrition balanced diet.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrina Vanyadhita
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi tuberkulosis merupakan permasalahan global terutama pada negara berkembang. Pada tahun 2013, setidaknya 9 juta populasi dunia menderita tuberkulosis dan 1,5 juta populasi meninggal karena tuberkulosis. Asosiasi antara tuberkulosis dan malnutrisi diantaranya adalah tuberkulosis dapat menyebabkan malnutrisi dan individu yang malnutisi rentan pada tuberkulosis. Oleh karena itu indeks massa tubuh (IMT) rutin diukur saat awal diagnosis dibuat.
Bandung : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran, 2016
616 UI-IJCHEST 3:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>