Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
RR Retno Herningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Carbon nanotube (CNT) memiliki kemampuan untuk memfasilitasi transfer elektron sehingga dapat digunakan sebagai material biosensor yang potensial, khususnya biosensor generasi ketiga. Fabrikasi perangkat bioelektronik sistem transfer elektron langsung ini dilakukan dengan memodifikasi permukaan elektroda emas menggunakan self-assembled monolayer (SAM) dari sistiamina, single wall carbon nanotube (SWCNT) dan mikroperoksidase-11 (MP-11). Metode analisis voltametri siklik dan beberapa karakterisasi lainnya dilakukan untuk mengetahui keberhasilan modifikasi elektroda tersebut sekaligus mengetahui parameter penting dalam aplikasinya sebagai biosensor. Campuran asam kuat H2SO4:HNO3 = 3:1 dibantu ultrasonikator terbukti efektif untuk memotong dan fungsionalisasi SWCNT. Hal ini dibuktikan dengan adanya serapan vibrasi gugus karbonil pada bilangan gelombang 1600 cm-1 pada spektrum FT-IR yang diperoleh. Pembentukan SAM dari sistiamina pada permukaan elektroda emas merupakan dasar modifikasi tahap selanjutnya. Keberhasilan modifikasi ini dapat dilihat dari munculnya puncak katodik pada potensial +390 mV dari kurva voltamogram siklik yang terbentuk. Estimasi nilai pKb sistiamina di atas permukaan elektroda emas sebesar 8,43 ? 0,03 diperoleh berdasarkan teknik elektrokimia. Imobilisasi MP-11 dapat dilakukan melalui pembentukan ikatan kovalen antara gugus amina dari MP-11 dengan gugus karboksilat dari SWCNT yang sebelumnya telah diimobilisasi terlebih dahulu di atas lapisan sistiamina. Pemodifikasian ini dilakukan dengan tujuan terciptanya transfer elektron langsung antara elektroda dan MP-11. Presisi jumlah elektron yang terlibat selama proses reaksi berlangsung adalah sebesar 1,14 x 10-7 ? 0,04 Coulomb. Namun, studi lebih lanjut masih perlu dilakukan agar diperoleh bentuk voltamogram siklik yang reversible serta melakukan karakterisasi lainnya untuk memperkuat bukti keberhasilan fabrikasi elektroda ini. Kata kunci: biosensor generasi tiga; carbon nanotube; mikroperoksidase-11; self-assembled monolayer; sistiamina; voltametri siklik.
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;;, ], 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Hastuti
Abstrak :
Enzim glucose oxidase (GOX) telah dikenal lama sebagai bahan baku biosensor glukosa. Enzim GOX mengkatalisis reaksi oksidasi dari β-D-glucose menjadi D-glucono-δ-lactone dan hidrogen peroksida (H2O2) dengan menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron. Klona gen GOX yang berasal dari Aspergillus niger di dalam vektor ekspresi Saccharomyces cerevisiae INVSc1 pYES2/CT telah berhasil di dapatkan pada penelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengekspresikan gen GOX rekombinan di dalam S. cerevisiae INVSc1. Plasmid rekombinan pYES2/CT yang mengandung gen GOX berhasil ditransformasi ke dalam S. cerevisiae INVSc1 menggunakan metode LiAc. Protein total diekstraksi menggunakan berbagai variasi metode. Metode vortex dengan penambahan glass beads sebagai teknik ekstraksi yang optimal. Protein rekombinan diinduksi dengan konsentrasi induser 2, 4 dan 8% galaktosa. Hasil induksi ekspresi protein tidak terlihat secara jelas, walaupun kemungkinan besar protein rekombinan GOX terdapat pada fase supernatan. Berdasarkan uji menggunakan glucose assay dan analisis biosensor glukosa, protein rekombinan GOX induksi dengan 8% galaktosa selama 48 jam mempunyai aktivitas lebih tinggi dibandingkan GOX komersial. Pada masa datang, perbaikan perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil ekspresi protein GOX rekombinan yang optimal. ......Glucose oxidase (GOX) enzyme has been applied as a raw material glucose biosensor. GOX enzyme catalyses the oxidation of β-D-glucose into D-glucono-δ-lactone and hydrogen peroxide (H2O2) using oxygen as an electron acceptor. Previously, GOX gene from Aspergillus niger was successfully cloned into Saccharomyces cerevisiae expression vector, pYES2/CT. The purpose of this study was to express recombinant GOX gene in S. cerevisiae INVSc1. Recombinant plasmid pYES2/CT containing GOX gene was successfully transformed into S. cerevisiae INVSc1 using the LiAc method. Then the total proteins were extracted using various protocols with glass beads lyses method as the optimal extraction technique. The recombinant protein was induced by of 2, 4 and 8% galactose inducer. However induced expression of this protein was not significantly observed, although it was shown that recombinant GOX protein was likely to be present in the supernatant phase. Based on glucose liquid assay and a preliminary glucose biosensor analysis, the recombinant GOX protein induced with 8% galactose for 48 hours had a higher activity than commercial GOX. In the future, further improvements need to be done to obtain optimal recombinant GOX protein expression.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T28841
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Himma Firdaus
Abstrak :
Mikrokantilever merupakan divais berbasis Microelectromechanical Systems (MEMS) untuk mendeteksi zat atau partikel yang bermassa sangat kecil, seperti virus, bakteri, glukosa dan lain-lain. Sensor berbasis mikrokantilever telah menarik minat peneliti saat ini untuk mengembangkan aplikasinya dalam bidang kedokteran, biologi, kimia, dan lingkungan. Pada riset ini dilakukan desain, membuat model mikrokantilever dengan persamaan matematis, dan mensimulasikan model untuk menghitung nilai sensitivitas sensor. Dari hasil simulasi akan dibahas sensitivitas sensor, frekuansi resonansi serta dimensi mikrokantilever sehingga dapat digunakan sebagai biosensor yang mampu mengukur keberadaan virus (pada tesis ini mengambil kasus virus Dengue). Telah dibuat 3 buah model mikrokantilever yaitu bentuk I, bentuk T dan bentuk V untuk selanjutnya dianalisis sensitivitas dan frekuensi resonansinya. Untuk dapat berfungsi sebagai biosensor, pengaruh pelapisan fungsionalisasi juga dimasukkan dalam perhitungan sensitivitas mikrokantilever. Pelapisan fungsionalisasi yang diperhitungkan meliputi lapisan emas dan antibodi virus Dengue. Dari ketiga pemodelan ini tampak bahwa model yang paling sensitif adalah mikrokantilever bentuk T kemudian bentuk V (dengan lebar kaki w sama) dan terakhir bentuk I. Pemberian lapisan fungsionalisasi dapat menurunkan sensitivitas sensor. Penambahan lapisan piezoresistor setebal 0,1 mm, emas setebal 30 nm dan lapisan antibodi setebal 0,1 mm pada mikrokantilever dengan ukuran panjang 14,1 mm, lebar 4,7 mm dan tebal 200 nm, dapat mengubah nilai sensitivitas mikrokantilever dari 31,2 attogram/Hz menjadi 84 attogram/Hz. Agar dapat mendeteksi virus tunggal Dengue, maka mikrokantilever perlu dirancang dengan ukuran panjang 11,1 mm, lebar 3,7 mm, ketebalan 200 nm, dan pelapisan emas setebal 30 nm. Sensitivitas mikrokantilever yang didapat adalah 32,4 attogram/Hz dengan frekuensi resonansi pada kisaran 790 kHz. Diharapkan dengan desain biosensor berbasis mikrokantilever dapat dijadikan acuan dalam pembuatan sensor pendeteksi virus demam berdarah Dengue secara akurat. ......Microcantilever is a Microelectromechanical Systems (MEMS) based device which is able to detect substances or particles having a very small mass. Microcantilever-based sensors have attracted researchers today to develop applications in medicine, biology, chemistry, and environment. On this research will design, generate model of microcantilever with mathematical equations, and then simulate the model to calculate the sensitivity of microcantilever. From the simulation results will be discussed sensitivity, resonant frequency and dimensions of microcantilever which is can be used as a biosensor that can measure the presence of a single virus (in this thesis use case of single Dengue virus). Created three pieces of microcantilever models consist of the I-shaped, T-shaped and V-shaped microcantilever. The models were analyzed for the sensitivity and resonant frequency. To be able to function as a biosensor, the effect of functionalization layer is considered in the calculation of microcantilever sensitivity. Functionalization layer includes a gold and a dengue virus antibodies layer and also piezoresistive layer as transducer. From this modeling, it appears that the most sensitive model is T-shaped and then V-shaped (with the same feet length of w) and I-shaped microcantilever. Functionalization layer can reduce the sensitivity of the sensor. Addition of 0.1mm-thick of piezoresistive layer, 30 nm-thick gold layer and 0.1mm-thick of antibodies layer, can shift the microcantilever sensitivity value from 31.2 attogram/Hz to 84 attogram/Hz. To be able to detect a single Dengue virus, microcantilever shall be designed by 11,1 mm in length, 3,7 mm in width, 200m in thickness, and completed with 30 nm thick of gold coating. Microcantilever sensitivity obtained was 32.4 attogram/Hz with the resonance frequencies in the range of 790 kHz. It is expected that with the design of microcantilever-based biosensor can be used as a reference in the fabrication of an accurate Dengue virus-detection sensor.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29344
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Retno Wulandari
Abstrak :
ABSTRAK
Beberapa metode pembuatan sensor dengan menggunakan boron doped diamond (BDD) dimodifikasi logam dan hemoglobin (Hb) telah berhasil dikembangkan untuk deteksi senyawa akrilamida yang bersifat neurotoxin, karsinogen dan genotoxicity, serta dapat menyebabkan kanker dan tumor. Tetapi proses dalam memodifikasi elektroda BDD dengan logam tidak mudah, memerlukan banyak bahan kimia, waktu reaksi yang lama dan sensor yang dihasilkan tidak stabil. Penelitian ini berhasil mengembangkan cara modifikasi BDD menggunakan logam dan Hb dengan sederhana, mudah, dan menghasilkan metode yang relatif stabil untuk mendeteksi akrilamida. Selain itu, dapat digunakan berulang kali menggunakan gabungan dari metode wet chemical seeding, elektrodeposisi, rapid thermal annealing (RTA), refresh dan aktivasi. Modifikasi dapat diperoleh dengan mereaksikan larutan H2PtCl6 dengan NaBH4 langsung diatas permukaan elektroda BDD dan dibantu dengan RTA pada suhu 700 oC selama 5 menit pada kondisi atmosfer N2. Pt/BDD yang terbentuk kemudian dikarakterisasi menggunakan CV, SEM-EDX, Raman, XRD dan XPS.

Karakterisasi menggunakan spektroskopi Raman membuktikan bahwa modifikasi BDD menggunakan metode gabungan ini tidak merubah struktur SP3 dari BDD yaitu pada puncak 1333,517 cm-1. SEM-EDX menunjukkan Pt telah berhasil terdeposisi diatas permukaan BDD yang terdistribusi secara homogen dengan % massa 94,80 %, hasil ini diperkuat dari hasil karakterisasi XPS dengan adanya puncak Pt 4f7/2 dan Pt 4f5/2 diatas permukaan BDD dengan energi ikat 71,0 eV dan 74,5 eV.

Pt/BDD yang diperoleh kemudian diteteskan dengan 0.15 mM Hb dan digunakan untuk mendeteksi senyawa akrilamida (AA). Adanya senyawa AA menyebabkan tejadinya penurunan pucak arus Hb-Fe3+/Hb-Fe2+ pada Hb akibat interaksi N-terminal valin pada Hb dengan alkena pada senyawa akrilamida membentuk adduct akrilamida-Hb. Sensor ini menunjukkan limit deteksi yang sangat sensitif dalam pengukuran, yaitu sebesar 0,021 nM. Selain itu, potensi elektroda Hb/Pt/BDD dapat digunakan kembali dibuktikan dari % massa platinum pada hasil SEM-EDS sebelum, setelah digunakan untuk deteksi akrilamida dan setelah dilakukan pencucian menggunakan NaClO4 yaitu 81,27%, 87,98% dan 90,60 %. Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dalam sampel kopi sensor yang dipreparasi dengan metode spektrometri massa kromatografi cair-tandem (LC-MS/MS). Pengukuran AA dalam 1 gram kopi Luwak Toraja menggunakan sensor menunjukkan 211 nM AA, sebanding dengan metode referensi menggunakan LC-MS/MS yang mendeteksi 216 nM AA. Hasil analisis pengukuran konsentrasi AA dalam sampel kopi menggunakan sensor yang telah dikembangkan menunjukkan kesesuaian dengan metode LC-MS/MS dengan hasil yang tidak berbeda secara signifikan.
ABSTRACT
Several methods of making sensors using boron doped diamond (BDD) metal and hemoglobin (Hb) have been successfully developed to detect compounds that are neurotoxin, carcinogens, genotoxicity and that can cause cancer and tumors. However, in the process of BDD electrodes with metal is very effective, retain a lot of chemicals, produce a long time and the resulting sensor is unstable. This research was carried out using a method that is easy and simple, easy, and produces a stable sensor to detect acrylamide and can be used repeatedly using the method of wet chemical seeding, electrodeposition, rapid thermal annealing (RTA), refresh and activation. Sensors can be obtained only by using H2PtCl6 with NaBH4 directly on the surface of BDD electrodes and assisted with RTA at a temperature of 700 oC for 5 minutes under atmospheric conditions N2. Pt/BDD formed was then characterized using CV, SEM-EDX, Raman, XRD and XPS.

Characterization using Raman proves that BDD modification uses this method. There is no SP3 structure from BDD which is at the peak of 1333,517 cm-1. SEM-EDX shows that Pt has been successfully deposited on the BDD surface which is homogeneously distributed with 94.80% mass%, this result is strengthened from the XPS characterization results using Pt 4f7/2 and Pt 4f5/2 peaks on BDD surface with 71,0 eV bonding energy and 74.5 eV.

The Pt/BDD obtained was then dropped with 0.15 mM Hb and to detect acrylamide compounds. The presence of acrylamide compounds causes a decrease in Hb-Fe3+/Hb-Fe2+ current at Hb due to the interaction of N-terminal valine in Hb with alkene in acrylamide-acrylamide-Hb acrylamide adduct compounds. This sensor shows the detection limit (LoD) which is very sensitive in measurement, which is 0.021 nM. In addition, the potential of Hb-Pt-BDD electrodes can be used from platinum results on SEM-EDS results before, after that to detect acrylamide and after washing using NaClO4 which is 81.27%, 87.98% and 90, 60%. Validation was carried out by comparing the results of measurements in sensor coffee samples prepared by liquid-tandem chromatography mass spectrometry (LC-MS/MS). Measuring AA in 1 gram of Toraja Luwak coffee using a sensor shows 211 nM AA, comparable to the reference method using LC-MS/MS which detects 216 nM AA. The results of the analysis of the measurement of AA concentrations in coffee samples using sensors that have been developed show compatibility with the LC-MS/MS method with results that are not significantly different.
2019
D2650
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Manik Savitri Narayani
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam penelitian ini telah dibuat biosensor berbasis nanopartikel emas dan enzim alkohol oksidase untuk mendeteksi formaldehida dan diuji kinerjanya. Struktur biosensor terdiri dari nanopartikel emas yang ditumbuhkan di atas substrat Indium Tin Oksida (ITO), kemudian dilapisi membran poly-n-butyl acrylic-co-N-acryloxysuccinimide (nBA-NAS) dan enzim Alkohol Oksidase (AOX). Parameter kinerja biosensor diukur dari nilai serapan optik lapisan membran poli(nBA-NAS) dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Biosensor formaldehida menunjukkan keseragaman hasil yang baik dengan RSD=1,8% untuk serapan chromoionophore dan RSD=3,1% untuk serapan nanopartikel emas (n=3), serta kemampuan pemakaian ulang dengan RSD=3,3% untuk serapan chromoionophore dan RSD=1,3% untuk serapan nanopartikel emas (n=4). Biosensor formaldehida memiliki masa pakai hingga 21 hari dan selektif terhadap adanya gangguan oleh analit yang memiliki gugus berdekatan dengan formaldehida yaitu asetaldehida dan methanol.
ABSTRACT
This research has been made Gold Nanoparticle and Alcohol Oxidase Enzyme based Biosensor for the detection of formaldehyde and tested performance. The structure consists of a gold nanoparticle biosensor which is grown on the substrate Indium Tin Oxide (ITO), then coated by membrane of poly-n-butyl acrylic-co-N-acryloxysuccinimide (nBA-NAS) and the enzyme Alcohol Oxidase (AOX). Biosensor performance parameters measured by the value of the optical absorption layer membrane of poly(nBA-NAS) using UV-Vis spectrophotometer. The results showed that gold nanoparticles have proven to increase the absorption intensity of the optical biosensor. Biosensor formaldehyde showed good reproducibility with RSD=1,8% for absorption of chromoionophore and RSD=3,1% for absorption of gold nanoparticle (n=3), and repeatability with RSD=3,3% for absorption of chromoionophore and RSD=1,3% for absorption of gold nanoparticle (n=4). Biosensor formaldehyde have a life time of up to 21 days and selective against interference by analyte which has similar chemical formula with formaldehyde, that are acetaldehyde and methanol.
2016
S64335
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Handoyo
Abstrak :
Biosensor yang memanfaatkan jaringan SWCNT sebagai transduser dan PDMS sebagai substrat sistem mikrofluida memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi biosensor yang memiliki senstivitas tinggi dan mudah dipabrikasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat rangka biosensor yang sensitif terhadap lingkungan elektroniknya. Sensitivitas dari biosensor dapat dicapai dengan mengatur kerapatan jaringan SWCNT dibawah titik perkolasinya, sehingga jaringan SWCNT memiliki sifat semikonduktif. Penelitian ini menghasilkan rangka biosensor dengan tiga variasi kerapatan pada sensornya, dan berdasarkan titik perkolasinya, satu sensor dengan kerapatan rendah memiliki sifat semikonduktif dengan perubahan respon terhadap larutan KCl 3.10-2 M mencapai 90 kali dan dua sensor dengan kerapatan tinggi memiliki sifat logam dengan perubahan respon 1,1 dan 1,04 kali. ......Biosensor that utilizes Single Wall Carbon nanotube(SWCNT) network as transducer and Poly(dimethylsiloxane) (PDMS) as a substrate for microfluidic system has potential to be developed as biosensor that have high sensitivity and fabricated easily. The aim of this research is to make sensitive framework of biosensor against its electronic environment. The sensitivity of biosensor can be achieved by adjusting the density of the SWCNT network below its percolation point, so that it has semiconducting characteristic. From this research, we have created framework of biosensor with three wariations of SWCNT's density, and based on its percolation point, one sensor with low density network have semiconductive characteristic and two sensors with high density network has metallic characteristic. Biosensor framework response to 3.10-2 M KCl solutions increasing electrical current up to 90 times for semiconductive sensor and only 1.1 and 1.04 for metallic sensors.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani
Abstrak :
Infeksi virus dengue (DENV) masih menjadi salah satu penyakit yang sering terjadi di dunia dan tak jarang menimbulkan kematian. Diagnosis dini yang akurat diperlukan untuk memberikan pengobatan yang tepat. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan, metode deteksi menggunakan PCR menjadi kurang efektif sehingga alat berbasis lateral flow assay (LFA) yang menggunakan antibodi monoklonal sebagai biosensor-nya dapat menjadi solusi. Pengembangan nanobodi yang berasal dari hewan Camelidae dapat mengatasi kelemahan antibodi monoklonal karena kelarutannya yang tinggi, stabilitas yang lebih baik, dan dapat dimanipulasi secara genetik. Dengan menggunakan nanobodi yang telah diproduksi sebelumnya oleh Asih et al. (2022) dalam E. coli yang dapat mendeteksi infeksi DENV, maka selanjutnya dilakukan evaluasi menggunakan metode surface plasmon resonance (SPR) untuk mendapatkan parameter kinetika pada interaksi antara nanobodi dengan protein NS1 sebagai biomarker infeksi DENV. Penelitian diawali dengan perbanyakan kultur E. coli, ekspresi nanobodi dengan induksi IPTG, pemurnian nanobodi, konfirmasi hasil perolehan nanobodi dengan SDS-PAGE dan Western Blot, lalu diakhiri dengan uji SPR. Secara umum, respon sinyal SPR menunjukkan bahwa nanobodi klon DD5 dan DD7 mampu berinteraksi dan berikatan dengan antigen NS1 DENV-2. Nilai KD yang diperoleh saat ligan DD5 berinteraksi dengan variasi konsentrasi NS1 DENV-2 adalah 1,08 x 10-7 M. Sementara itu, nilai KD yang diperoleh saat ligan NS1 berinteraksi dengan variasi konsentrasi DD5 dan DD7 secara berturut-turut adalah sebesar 9,62 x 10-8 M dan 9,29 x 10-8 M. ......Dengue virus infection (DENV) is still one of the most common diseases in the world and sometimes causes death. Accurate early diagnosis is necessary to provide the right treatment. Because Indonesia is an archipelagic country, the detection method using PCR is less effective so a lateral flow assay (LFA) based tool that utilizes antibodies as its biosensor can be a solution. Developing nanobodies derived from Camelidae may overcome the drawbacks of monoclonal antibodies because they have higher solubility, better stability, and can be manipulated genetically. By using nanobodies previously produced by Asih et al. (2022) in E. coli which can detect DENV infection, the next step is to evaluate by using the surface plasmon resonance (SPR) method to obtain kinetic parameters on the interaction between nanobodies and NS1 protein as biomarkers of DENV infection. The study started with the preparation of E. coli culture, then continued with the expression of nanobodies by IPTG induction, purification of nanobodies, confirmation of nanobody acquisition by SDS-PAGE and Western Blot, then ended with the SPR test. Overall, both DD5 and DD7 appeared to be able to interact and bind to the NS1 DENV-2 antigen, according to the SPR signal response. The KD value obtained when the DD5 ligand interacted with various concentrations of NS1 DENV-2 was 1,08 x 10-7. Meanwhile, the KD values obtained when the NS1 ligand interacted with various concentrations of DD5 and DD7 were 9,62 x 10-8 and 9,29 x 10-8 respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rama Saputri
Abstrak :
Sel khamir diketahui dapat digunakan sebagai elemen sensor biologi pada biosensor logam berat. Penelitian bertujuan mengetahui kemampuan deteksi biosensor logam Cu2+ menggunakan biomassa Rhodotorula mucilaginosa (Jörgensen) F.C. Harrison UICC Y-235 yang ditumbuhkan pada variasi medium pertumbuhan, yaitu medium Potato Dexrose Broth (PDB) dan Yeast-extract Peptone Glucose Broth (YPGB) dengan konsentrasi glukosa 0, 4, 10, 15, dan 20%. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi dan Laboratorium Smart System Technology (SST) Departemen Fisika FMIPA UI, selama bulan Agustus 2007--Desember 2008. Pengukuran kemampuan deteksi berdasarkan nilai resistansi (R) (DC) dan impedansi (Z) (AC) setelah biosensor dihubungkan dengan RCL meter selama 1 menit. Hasil pengukuran pada larutan Cu ( 0, 500, 1.000, dan 2.000 ppm) menunjukkan biosensor dengan biomassa yang ditumbuhkan pada medium YPGB (mengandung 4% glukosa) selama 96 jam (akhir fase log) mampu mendeteksi logam Cu2+ yang lebih baik (Zud/ZCu = 3,040; 66,185; 138,097; dan 201,144) daripada biosensor dengan biomassa yang ditumbuhkan pada medium PDB (3,214; 37,597; 39,088; dan 45,848). Berdasarkan hasil pengukuran (pada larutan Cu 1.000 ppm), biosensor dengan biomassa yang ditumbuhkan pada YPGB dengan konsentrasi glukosa 4% memiliki kemampuan deteksi yang lebih baik (Zud/ZCu = 116,578) daripada biosensor dengan biomassa yang ditumbuhkan pada medium YPGB konsentrasi glukosa 10% (40,970), 15% (77,625), dan 20% (60,936). Pengamatan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bahwa sel-sel khamir menutupi permukaan pasta karbon pada material sensitif biosensor. Hasil SEM pada biosensor setelah pengukuran menunjukkan telah terjadinya retakan pada permukaan material sensitif yang mengindikasikan peluruhan material sensitif setelah dicelupkan pada larutan logam Cu. Hasil pengukuran kemampuan deteksi biosensor (dengan biomassa yang ditumbuhkan pada medium YPGB) terhadap logam selain Cu2+ (Zud/ZCu = 122, 955) (pada konsentrasi larutan logam 1.000 ppm) menunjukkan biosensor memiliki kemampuan deteksi yang hampir sama dengan logam Cr3+ (115,926), namun kemampuan deteksinya lebih rendah terhadap logam Pb2+ (58,338).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S31570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Ramadwiriani
Abstrak :
Akrilamida merupakan senyawa neurotoksin yang berpotensi menyebabkakan penyakit kanker yang terbentuk akibat pemaparan suhu yang tinggi saat proses memasak pada makanan dan beresiko pada kesehatan manusia. Penelitian ini akan menghasilkan sensor akrilamida yang sensitif dan selektif berdasarkan penurunan arus HbFe3+ menjadi HbFe2+ hasil interaksi akrilamida dengan hemoglobin. Sensor akan memodifikasikan hemoglobin pada permukaan Fe3O4@Au yang disintesis menggunakan metode ko-presipitasi dan dikarakterisasi menggunakan FTIR, TEM, SEM-EDX, dan XRD. Biosensor ini akan menggunakan elektroda screen-printed carbon electrode (SPCE) karena praktis, memungkinkan biomolekul untuk immobilisasi ke permukaan elektroda, dan selektif. Studi komputasi melalui simulasi docking menunjukan pH 7.4 pada suhu 310 K merupakan kondisi optimum Hb untuk berinteraksi dengan akrilamida berdasarkan menghasilkan ΔGbinding -2.8934 pada binding site α N-Terminal Valin dan nilai Pkd sebesar 4.8755x10-4, hal ini divalidasi oleh studi elektrokimia diperoleh ABS pH 7.4 0,1 M dan konsentrasi Hb 2 mg / l mealalui pengukuran menggunakan voltametri siklik (CV) menghasilkan kondisi yang optimum dengan rentang potensial -1.0 V – 1.0 V dan scan rate 50 mV/s. Pengukuran standar akrilamida menunjukkan linieritas yang cukup baik (R2 > 0,9794) pada rentang konsentrasi 0.01 μM – 0.09 μM. dengan limit of detection (LOD) sebesar 0.02 μA dan sensitivitas sebesar 276.47 μA/μM. Validasi kadar akrilamida dilakukan menggunakan High Performance Liquid Performance (HPLC) pada sampel kopi bubuk luwak yang juga diukur secara elektrokimia menggunakan CV. Akrilamida dalam sampel kopi luwak menggunakan sensor menunjukkan hasil 4.6 ppm yang mendekati hasil pengukuran dengan HPLC 4.3 ppm. ......Acrylamide is a neurotoxic compound that has the potential to cause cancer which is formed due to exposure to high temperatures during the cooking process on food and is a risk to human health. This research will produce a sensitive and selective acrylamide sensor based on the reduction of current HbFe3+ to HbFe2+ as a result of the interaction of acrylamide with hemoglobin. The sensor will modify the hemoglobin on the surface of Fe3O4@ Au which was synthesized using the co-precipitation method and characterized using FTIR, TEM, SEM-EDX, and XRD. Fe3O4 is used to remove the supernatant of acrylamide in a solution. This biosensor will be using a screen-printed carbon electrode (SPCE) electrode because it is single-use, allows biomolecules to be immobilized to the electrode surface, and selective. Computational studies through docking simulations show pH 7.4 at 310 K is the optimum condition for Hb to interact with acrylamide with ΔGbinding value -2.8934 at the α N-Valine Terminal binding site and a Pkd value is 4.8755x10-4, this is validated by electrochemical studies were ABS pH 7.4 0.1 M and a Hb concentration of 2 mg / l was obtained through measurement using cyclic voltammetry (CV) resulting in optimum conditions with a potential range of -1.0 V - 1.0 V and a scan rate of 50 mV / s. The acrylamide standard measurement showed fairly good linearity (R2> 0.9794) at a concentration of 0.01 μM - 0.09 μM with a limit of detection (LOD) is 0.02 μA and the sensitivity of the sensor is 276.47 μA / μM. Validation of acrylamide levels was carried out using High-Performance Liquid Performance (HPLC) on Luwak coffee ground coffee samples which were also measured electrochemically using CV.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>