Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Nur H.S
Abstrak :
ABSTRAK
Tuna grahita seperti populasi yang normal juga memiliki kebutuhan fisiolofis, sosial dan emosional yang sama dengan mereka yang normal. Seperti dikemukakan oleh Lindsey (1993) bahwa tidak ada kaitan langsung antara inteligensi dengan seksualitas, demikian juga pada remaja tuna grahita. Remaja tuna grahita mampu didik seperti remaja sebayanya yang normal, juga akan mengalami pubertas dan mulai mengalami ketertarikan dengan lawan jenis mereka. Mereka seperti yang dikemukakan oleh Richmond, Tarjan dan Mendelsohn (1976), memiliki dorongan seksual yang normal namun memiliki kontrol diri yang lemah. Mereka memiliki kesulitan dalam membedakan perilaku yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima secara sosial (Payne & Patton, 1981). Hal-hal diatas dapat menyebabkan mereka menunjukkan ketertarikan pada lawan jenisnya atau mengadakan hubungan interpersonal yang dianggap tidak sesuai dengan norma karena ketidakpahaman mereka akan baik buruknya suatu perilaku atau kurangnya kontrol diri mereka. Kurangnya mereka berinteraksi dengan populasi normal kecuali di rumah dan di sekolah dengan sesama siswa tuna grahita (Guralnick, 1986), menjadikan guru sebagai contoh penting dari populasi normal pada saat mereka berada di sekolah. Setiap perilaku adalah hasil pembelajaran dan karenanya contoh perilaku yang didapat seseorang akan menentukan perilaku selanjutnya dari orang tersebut (Haring, 1974). Penelitian ini dilakukan di SDS / SDLB Budi Waluyo II, dengan subyek 4 orang guru, yaitu 3 orang wali kelas dan 1 orang guru BP. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode pengambilan data wawancara dan observasi. Para siswa Budi Waluyo masih berada pada tingkatan hubungan interpersonal pertemanan dengan lawan jenis mereka (Deaux, Dane & Wrightsman, 1993). Sebagian kecil siswa yang telah mengalami pubertas memang mengalami masalah dalam hal hubungan interpersonal mereka dengan lawan jenisnya. Diantara mereka ada yang tidak dapat mengontrol diri dan mendekati lawan jenisnya tanpa menghiraukan norma. Dalam menangani masalah ini, guru menggunakan berbagai pendekatan seperti pengawasan, negative attenlion dan modelling (Gage & Berliner, 1992). Juga melakukan konferensi dengan orangtua, kepala sekolah dan konselor seperti pendapat Evertson, Emmer dan Worshan (dalam Santrock, 2001). Guru juga melakukan koordinasi dengan berbagai pihak seperti orangtua, para siswa itu sendiri dan orang-orang yang mengantar atau menunggui siswa seharihari di sekolah dalam hal pengawasan dan dalam penanganan masalah. Tindakan atau cara guru menangani masalah hubungan interpersonal dengan lawan jenis yang terjadi dapat menjadi masukan bagi siswa yang bersangkutan maupun bagi siswa lain untuk membantu mereka mengetahui mana perilaku yang dapat diterima secara sosial dan mana yang tidak.
2003
S3288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library