Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susi Anggraini
Abstrak :
Indonesia merupakan daerah beriklim tropis yang memiliki curah hujan tinggi tiap tahunnya. Umumnya pada saat terjadi hujan di Indonesia selalu kita dengar banjir melanda dimana-mana. Banjir di Indonesia masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh penduduk kita. Banyak kerugian yang disebabkan karena terjadinya banjir, bukan hanya harta dan benda akan tetapi juga jiwa. (sandy, 1985) Daerah aliran Citarum yang terletak di cekungan Bandung hamper setiap kejadian hujan akan terjadi banjir. Hal ini didukung oleh kondisi fisik daerah aliran yang tterdapat di daerah dataran Bandung, dimana daerah ini dikelilingi oleh pegununggan dengan curah hujan yang tinggi. Banjir di cekungan Bandung ini dikenal dengan sebutan Banjir Bandung Selatan (Departemen Pekerjaan Umum Ditjen Pengairan, 1995). Adapun masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Kapan terjadinya banjir di Cekungan Bandung pada tahun 1994? 2. Dimana wilayah banjir yang terjadi di daerah tersebut? 3. Mengapa di daerah tersebut terjadi banjir? Untuk membahas pernasalahan di atas digunakan metode analisis korelasi peta dari variable fisik(ketinggian, lereng, morfologi, geologi dan penggunaaan tanah), variable iklim (curah hujan bulanan, curah hujan harian dan intensitas curah hujan) serta wilayah dan waktu banjir. Dari hasil analisis diperoleh gambaran penyebab terjadinya banjir di cekungan Bandung adalah: 1. Curah hujan maksimum tahun 1994 di cekungan Bandung; curah hujan bulanan lebih dari 400mm dengan curah hujan harian lebih dari 50 mm dan intensitas curah hujan 102-178 mm.jam. 2. Keadaan fisik daerah dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut, lereng antara 0-2% hingga 2-15% terletak di tengah-tengah wilayah penelitian yang merupakan cekungan dengan penggunaan tanah persawahan dan pemukiman di dataran alluvial. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Banjir di cekungan Bandung terjadi pada bulan Januari dari tanggal 13 sampai dengan 16 Januari dengan luas genangan 6.838 ha dan tanggal 14 April 1994 seluas 5.995 ha 2. Banjir yang terjadi pada bulan Januari terdapat di 11 daerah aliran sungai dari 14 Daerah aliran sungai di wilayah penelitian sedangkan pada bulan April terdapat di tujuh Daerah Aliran sungai di cekungan Bandung. 3. Banjir di cekungan Bandung pada tahun 1994 disebabkan oleh curah hujan maksimum pada bulan Januari dan bulan April dengan intensitas curah hujan tertinggi pada saat itu serta di dukung oleh kondisi fisik wilayah penelitian yang meurpakan cekungan dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut, lereng antara 0-2% hingga 2-15% yang merupakan cekungan dengan penggunaan tanah persawahan dan pemukiman di dataran alluvial.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernando, Xavier
Abstrak :
DAS Citarum Hulu merupakan kawasan yang mengalami banjir tahunan. Banjir tahunan yang dialami oleh DAS Citarum Hulu karena faktor perubahan tata guna lahan. Dari kejadian itu banjir tahunan, akan ada tingkat kerugian yang dialami oleh masyarakat yang terkena dampak banjir. Banjir yang terjadi di DAS Citarum Hulu dapat dilihat dari hasil digitalisasi visual banjir di Hulu DAS Citarum, sehingga dapat diperoleh informasi daerah yang terkena banjir dan ketinggiannya banjir dari setiap daerah yang terkena banjir. Untuk mengetahui kerugian akibat banjir diperlukan tingkat resiko banjir, yang merupakan hasil overlay dari tingkat bahaya banjir dan kerentanan banjir. Tingkat bahaya banjir dapat diperoleh dari pengolahan digitalisasi model banjir dan survei lapangan. Sedangkan tingkat kerentanan banjir diperoleh dari pengolahan data penggunaan tanah yang diubah menjadi nilai ekonomi dari setiap penggunaan lahan. Tingkat resiko Banjir yang diakibatkan, maka dapat diketahui besarnya resiko masing-masing banjir. Tingkat Risiko didominasi oleh tingkat risiko banjir sedang sebesar 44.15%, kemudian tingkat risiko tinggi sebesar 42,25%, dan tingkat risiko banjir rendah sebesar 13,60%. Tingkat resiko banjir yang tinggi didominasi di Kabupaten Bojongsoang dan Kabupaten Dayeuhkolot. Mulai dari setiap tingkat risiko banjir kemudian dikonversi menggunakan nilai ekonomis penggunaan tanah dari setiap area tingkat risiko banjir, untuk setiap kerugian penggunaan yang akan diperoleh tanah di dalam area berisiko banjir. Berdasarkan luasan wilayah rawan banjir yang telah dihasilkan maka dapat diperoleh tingkat kerugian pada tiap level wilayah Tingkat risiko rendah memiliki kerugian terbesar yaitu Rp11.976.035.911.890. Sedangkan tingkat risiko sedang memiliki tingkat kerugian terkecil yaitu sebesar Rp1.104.198.881.270. ...... The Upper Citarum Watershed is an area that experiences annual flooding. The annual flooding experienced by the Upper Citarum watershed is due to land use change factors. From the event that it is an annual flood, there will be a level of loss experienced by the affected communities flood. Floods that occur in the Upper Citarum Watershed can be seen from the results of visual digitization of floods in the Upper Citarum Watershed, so that information can be obtained from the affected areas and the height of the floods from each flood-affected area. To determine the loss due to flooding, a flood risk level is required, which is the overlay result of the flood hazard level and flood vulnerability. The flood hazard level can be obtained from the processing of digitization of the flood model and field surveys. Meanwhile, the level of flood vulnerability is obtained from the processing of land use data which is converted into the economic value of each land use. The level of risk caused by flooding, it can be seen the amount of risk for each flood. Level The risk was dominated by a moderate flood risk level of 44.15%, then a high risk level of 42.25%, and a low flood risk level of 13.60%. The high level of flood risk is dominated in Bojongsoang Regency and Dayeuhkolot Regency. Starting from each flood risk level, then it is converted using the economic value of land use from each flood risk level area, for each use loss that will be obtained by land in the flood risk area. Based on the extent of the flood-prone areas that have been produced, the level of loss at each regional level can be obtained. The low risk level has the largest loss, namely Rp. 11,976,035,911,890. Meanwhile, the moderate risk level has the smallest loss level, which is IDR 1,104,198,881,270.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Torinda Susy S.
Abstrak :
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa terjadinya alih fungsi lahan didaerah hulu yakni kawasan lindung di Puncak Kecamatan Cisarua, kabupatenBogor telah mempengaruhi besarnya air permukaan dan berujung kepadaterjadinya banjir di daerah hilir. Untuk menertibkan pembangunan di kawasantersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan penataan ruang kawasanJabodetabekpunjur yakni Perpres 54/2008 yang merupakan revisi dari perpressebelumnya. Masalah anggaran adalah kendala utama dalam penertibanbangunan tersebut, maka DKI Jakarta memberi dana hiba kepada pemerintahkabupaten Bogor. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang didukung denganwawancara dan observasi lingkungan. Hasil dari penelitian ini adalah: penertibanbangunan telah dilakukan dengan membongkar 43 bangunan dari 131 bangunanyang tidak sesuai. Pembongkaran akan dilanjutkan setelah ada dana hibaberikutnya dari DKI Jakarta. Rehabilitasi lahan paska pembongkaran belumdilakukan karena belum dilakukannya pembersihan lahan bekas bangunan. ...... Some research says that the land use change in the upstream area of protectedareas in Puncak Cisarua subdistrict, Bogor regency has affected the amount ofsurface water and led to flooding in downstream areas. To curb the developmentin the region, the government issued a policy of regional spatial planningJabodetabekpunjur which is a revision of the previous policy. The main problemof demolition of building is budget, so Jakarta provides grant funds to the regencyof Bogor. It's a qualitative research which is supported by interviews andobservations. The results of this study are the demolition of 43 buildings out of131 buildings the demolition will be continued after the next grant fund fromJakarta is received and the rehabilitation of the land after the demolition has notbeen done because it has not been completely cleared.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyono
Abstrak :
Daerah Aliran Sungai I nk I Jlo HnIn yang bersumber dan Pegwmngan Serayn Selatan path tahun-tahun belakangan mi terutama pada musim penghujan dirnana curah hujannya cukup linggi, suing mengalami banjir. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam tulisan mi aclalah hagaimana huhmgan antara hentnk medan, penggunaari tanah clan ounih hujan terhaclap banjir di Daerah Aliran Sungai Luk Ulo Hulu path tanggal 11 Oktober 1992? Yang dimaksud dengan banjir adalah air tergenang yang melebihi debit rata rata, tidak dibudidayakan dan menipakan bencana yang merugikan penduduk path wilayah yang relatif luas serta te1genang secara tempnrer atnu pertodik. Analisa dilakukan dengan metode korelasi peta daii variabel-vaiiabel bentuk medan, curah hujan dan penggunaan tanah terhadap wilayah banjir. Hasil dan analisa menunjukkan bahwa penyebab teijadmya banjir di Daerah Aliran Sungai Luk Ulo Hulu tanggal 11 Oktober 1992 adalah: 1. Ranjir terjadi di I emhah Tlepnk pada ketinggian 25 meter di atas permnkaan laut clan path kerniringan 0 - 2 %, yang melanda desa-desa Logandu, Kalibening, Wonotirto, Kebakaian, Karangrejo, Karangsambung, Langse dan kaligending. Dimana wilayah mi mempunyai bentuk medan yang datan yang nierupakan cekungan yang dikelilingi oleli perbukitan. Dilihat daii jaringan sllngainya wilayah hanjir terdapat path pertemuan alur sungai antarn Sungai I .uk I un, Simgai Cacaban, Sungai Gebang dan Sungai Wetarang. Disarnping itu badan dan alur Sungai Luk Ulo path wilayah iiii berkelok-kelok. 2. Berdasarkan kondisi penggunaan tanahnya, path tahun 197 ididominasi oleh jenis penggunaan tanah hutan, sedang pada tahun 1992 didoniinasi oleh jenis penggimaan tanab sawab. Dengan deniikian telah tei:jadi perubahan tutupan -vegetasi - dari . tutupan vegetasi lebat menjadi tutupan vegetasi yang kurang/tidak lebat, yang berarti kualitas penggunaan tanahnya semakin menurun sehubungan dengan teijadinya banjir. Dengan kondisi penggunaan tanah yang seperti mi jika terjadi cnrah hujan dengan intensitas tinggi air hujan akan langsung mengalir ke tempat-tempat yang Iehih rendah karena thya intersepsi dan infiltrasinya sudah menurun, melalui badan-badan sungai dan akan segera terkumpul path wilayah banjir tersebut di atas. 3. Banjir yang teijadi pada tanggal 11 Oktober 1992, disebabkan pula oleh curah hujan path saat itu dengaii curah hujan hanan rata-rata path sehirab wilayah penelitian sehesar 97)25 mm atan intensitas curah hujannya sebesar 19,08 mm/jam, dimana intensitas curah hujan rata-rata pada bulan Oktober sebesar 4,71 mm/jam. Dengan demikian kesimpulan yang ditatik dan tulisan mi adalah: I. Ranjir yang terjadi di I enihah l'lepok path Daerah Aliran Sungai I .uk I Jin I-tutu tanggal 11 Oktober 1992, benlangsung selama kurang lebih 10 jam dengan luas 672,82 Ha. 2. Banjir di Lembah Tiepok terjadi path ketinggian 25 meter di atas permukaan laut dan path keniiiingan 0-2 %, dimana wilayah mi mempunyai bentuk medan datar yang merupakan cekungan yang dikelilingi oleh perbukitan. Sedangkan kcrndisi penggimaan tanah path wilayah penelitian mi didominasi oleh jenis penggunaan tanah sawah dan berikutnya kebun carnpuran. Path Rilayah. penelitian ml dengan kondisi fisik seperti di atas, jika teijadi curah hujan dengan intensitas tinggi seperti path tanggal 11 Oktober 1992, maka air hujan akan mudah mengalir ke tempat-tempat yang lehih rendah clan air segera terkumpiil terjadilah hanjir di I emhah Tiepok.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwina Puspa
Abstrak :
Wilayah Indonesia yang paling rawan bencana banjir berada di Pulau Jawa, salah satunya di Kabupaten Garut, yaitu di hulu DA Ci Manuk. Banjir di Ci Manuk sering terjadi karena debit banjir yang lebih besar daripada daya tampungnya. Terjadinya penggundulan hutan secara terus-menerus di bagian hulu Ci Manuk membuat kemampuan DAS menyimpan air menjadi berkurang, jika ditambah dengan curah hujan yang ekstrim,maka dapat memicu terjadinya banjir bandang. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat kerentanan bahaya banjir bandang di Daerah Aliran Ci Manuk bagian hulu, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan metode Analytical Hierarchy Process AHP, yaitu suatu metode pengambilan keputusan dengan memanfaatkan persepsi pakar atau informan yang dianggap ahli sebagai input utamanya sehingga diperoleh bobot dari masing-masing kriteria yang digunakan dalam penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketinggian, penggunaan tanah permukiman, curah hujan, penduduk usia rentan, kualitas bangunan, sosialisasi mitigasi, dan kepadatan penduduk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah dengan kelas kerentanan: 1 rendah, berada di wilayah dengan frekuensi curah hujan ekstrim < 10, dataran menengah-tinggi > 1000 mdpl, jumlah penduduk rentan < 20 dari jumlah penduduk yaitu berada di Kecamatan Samarang 2 sedang, berada di wilayah dengan frekuensi curah hujan ekstrim 10 - 17, dataran menengah 500 ndash; 1000 mdpl, penduduk rentan 20 - 40 dari jumlah penduduk yaitu berada di Kecamatan Malangbong 3 tinggi, berada di wilayah dengan frekuensi curah hujan ekstrim > 17, dataran rendah < 500 mdpl, dan penduduk rentan > 40 dari jumlah penduduk berada di Kecamatan Bayongbong di bagian selatan DA Ci Manuk bagian hulu.
Indonesia 39 s most flood prone areas are in Java, one of them in Garut Regency, namely in the Ci Manuk Upstream Watershed. Flooding in Ci Manuk often occurs due to flood discharge greater than its capacity. Continuous deforestation in the upstream Ci Manuk makes the ability of watersheds to decrease water, if added with extreme rainfall, it can trigger the occurrence of flash flood. The purpose of this research is to analyze the vulnerability level of flash flood hazard in Ci Manuk Upstream Watershed, Garut District, West Java Province with Analytical Hierarchy Process AHP method, which is a decision making method by using expert perception or informant who considered expert as main input so as to obtain the weight of each criterion used in this research. Variables used in this study are elevation, land use settlement , rainfall, vulnerable population elderly, building quality, mitigation socialization, and population density. The results showed that areas with vulnerability classes 1 low, are located in areas with extreme precipitation frequency 10, medium high plains 1000 masl, the vulnerable population 20 of the population is located in Samarang sub district 2 medium, are in areas with extreme precipitation frequency 10 17, middle plains 500 1000 masl, the vulnerable population 20 40 of the population is located in Malangbong sub district 3 high is in the region with extreme rainfall frequency 17, lowland 40 is in Bayongbong sub district in southern Ci Manuk Upstream Watershed.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Thulusia
Abstrak :
Bencana banjir di DKI Jakarta selalu berulang setiap tahunnya dan puncaknya yaitu banjir yang terjadi pada tahun 2007 yang merupakan bencana banjir terparah yang pernah terjadi di DKI Jakarta. Penanggulangan bencana banjir merupakan hal yang dirasa penting untuk dilakukan dengan efisien dan efektif, mengingat seringnya kejadian bencana banjir yang terjadi di DKI Jakarta. Manajemen penanggulangan bencana banjir baik sistem, prosedur, dan sumber daya harus siap untuk memberikan bantuan dan penanganan yang efektif dan segera. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian mengenai gambaran manajemen penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007 oleh Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Komponen-komponen sistem yang menjadi kerangka konsep dari penelitian ini adalah Input, Process, Output. Input terdiri dari SDM, dana, sarana, dan metode. Process terdiri dari pemberian dukungan kesehatan dan ketaatan terhadap prosedur. Sedangkan yang menjadi Output adalah jumlah dukungan kesehatan yang tersalurkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD ,sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari telaah dokumen yang terdapat di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana dan Subdin Pemasaran Sosial dan Informasi Kesehatan. Informan penelitian ini adalah Kepala Seksi Penyiapan, Kepala Seksi Siaga Kesehatan, Kepala Seksi Komunikasi, 3 orang pegawai Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana, 2 orang Ketua RT yang wilayah kerjanya terkena bencana banjir dan 12 orang warga yang bertempat tinggal di daerah yang terkena bencana banjir pada tahun 2007. Dari hasil penelitian pada komponen input diperoleh informasi bahwa: jumlah pegawai di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana masih mengalami kekurangan, adanya ketidaksesuaian pendidikan formal pegawai dengan Tupoksi, tidak adanya pelatihan yang terfokus pada penanggulangan bencana banjir, semangat dan motivasi kerja para pegawai sudah cukup tinggi, kesadaran para pegawai akan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas menjadikan suatu motivasi dalam bekerja, sering terjadi keterlambatan pengucuran dana yang menyebabkan terhambatnya kegiatan penanggulangan bencana banjir, sarana untuk penanggulangan bencana banjir bersumber dari APBD dan APBN, sarana untuk penanggulangan bencana banjir tahun 2007 belum mencukupi kebutuhan, kondisi sarana yang dimiliki Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 75% dalam kondisi baik, dan sudah tersedianya buku pedoman penanggulangan banjir bidang kesehatan yang dapat digunakan sebagai bahan acuan. Pada penelitian pada komponen process diperoleh informasi bahwa: tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanggulangan bencana banjir sudah sesuai dengan kebutuhan, namun dari segi kesiapsiagaan petugas masih kurang, dukungan kesehatan berupa pelayanan kesehatan dan obat-obatan tidak tersalurkan ke seluruh korban bencana banjir, hambatan yang paling sering terjadi dalam pemberian dukungan kesehatan adalah hambatan transportasi karena belum tersedianya sarana transportasi yang dapat menembus ke daerah yang terkena bencana banjir, pengawasan terhadap kegiatan penanggulangan bencana banjir selalu dilakukan, pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahap penanggulangan bencana, ketaatan petugas akan prosedur penanggulangan bencana banjir sudah cukup baik Sedangkan pada komponen Output diperoleh informasi mengenai jumlah dukungan kesehatan yang tersalurkan, yang terdiri dari bantuan tenaga kesehatan medis dan paramedis, bantuan logistik obat, bantuan MP-ASI bubur dan biskuit, bantuan logistik non alat kesehatan, serta Pos Kesehatan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Masalah lingkungan hidup tidak semata merupakan masalah menyangkut fisik masyarakat. Hal ini juga menyangkut aspek biologis dan sosial masyarakat .Makalah singkat mencoba menelaah ketiga aspek tadi dalam tiga bagian (Bell 1988):....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Darul Khayati
[s.l.]: Jurnal Auditor, [s.a.]
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>