Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugih Nugroho
Abstrak :
Penelitian ini merupakan penelitian arkeologi Pemukiman skala semi mikro, dengan perspektif ekologi dan pendekatan adaptasi manusia. Kompleks Kraton Ratu Baka merupakan situs pemukiman yang dihuni sejak masa sebelum tahun 714 Saka (792 M). Pemukiman yang pertama tercatat dalam prasasti adalah pada masa abad VIII M s.d abad X M. Namun sebagai pemukiman, kompleks Kraton Ratu Baka yang terletak di bukit Ratu Baka ini mempunyai kondisi lingkungan yang kurang memadai sebagai tempat bermukim. Kekurangan-kekurangan meliputi keadaan topografinya sangat curam, merupakan bukit berbatu, mengandung kapur dan berdaya serap rendah. Karena itu wilayah ini tidak mempunyai sumber daya air yang didapat dari dalam tanah. Namun, walau begitu curah hujan di wilayah ini tinggi, sehingga masalah air dapat diatasi dengan mendapatkan air dari air hujan. Tetapi, curah hujan tinggi juga menimbulkan bahaya sampingan, yaitu erosi dan tanah longsor yang bisa datang setiap saat. Erosi tinggi lebih muncul lagi apabila tanah di wilayah ini merupakan tanah urugan, berdaya serap rendah, sedikit flora yang dapat menahan erosi serta tipisnya jarak permukaan tanah dengan batuan dibawahnya. Dengan berbagai kekurangan tersebut masyarakat di Kompleks tersebut membangun sebuah jaringan teknologi yang dapat mengatasi keadaan alamnya. 1. Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Air. Hujan merupakan sumber utama dalam penyediaan air di Kompleks Kraton Ratu Baka. Keadaan tanah yang sulit memerangkap air, menyebabkan air cenderung menjadi air permukaan dan mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah ataupun menggenang. Untuk mengendalikan air agar tidak mengalir ke tempat-tempat datar, maka dilakukan usaha_-usaha yang memerlukan kemampuan teknik memadai. Kemampuan teknis penghuni kompleks Kraton Ratu Baka adalah dalam mewujudkan suatu teknologi yang mampu mengendalikan dan memanfaatkan lingkungan fisik di wilayah tersebut. Secara detail, sistem pengelolaan air yang ada membagi menjadi tiga buah bentuk, (1) Saluran Air Distribusi, (2) Saluran Air Penbuangan dan, (3) Kolam Penampungan Air. Pengandalian terhadap air dilakukan dengan pembuatan penampungan air dan sistem drainase yang tepat. Penampungan dan peresapan air dilakukan dengan membuat kolam-kolam penampung air yang dapat juga berfungsi sebagai penjernihan air dan kolam persediaan untuk kebutuhan sehari-hari baik di musim penghujan maupun musim kemarau. Sistem drainase dibuat dengan membuat saluran-saluran penghubung di tempat-tempat tertentu untuk menjaga air tetap mengalir ke tempat-tempat yang ditentukan dan tidak menggenang sehingga tempat menjadi becek dan tidak sedap dipandang mata. Dengan cara pengendalian air tersebut maka diperoleh persediaan air yang mencukupi dan kondisi lingkungan tetap terjaga, serta dapat mengatasi kesulitan air terutama pada musim kemarau. 2. Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Lahan. Pada tanah yang terdapat perbedaan ketinggian dibuat talud yang disangga dengan tatanan batu putih untuk memperkuat dan mencegah terjadinya erosi dan tanah longsor. Usaha lain untuk memperkuat daya tanah adalah membuat tanah yang berundak-undak atau disebut terasering. Hampir di semua kelompok bangunan di kompleks Kraton Ratu Baka ini terlihat dibuat dengan cara terasering. Seperti pada Kelompok Barat, yang dibagi menjadi tiga teras, yaitu teras 1, teras 2 dan teras 3. Secara mekanis, fungsinya adalah untuk mengurangi laju air turun ke tempat yang lebih rendah, Sedangkan fungsi spiritualnya adalah untuk membedakan kesakralan tempat, karena tempat yang lebih tinggi mempunyai tingkat kesakralan lebih tinggi daripada teras yang lebih rendah.
2000
S12062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajri
Abstrak :
ABSTRAK
Sawahlunto adalah wilayah yang berkembang karena adanya kegiatan produksi penambangan batubara. Penambangan batubara di wilayah ini sudah dilakukan sejak jaman pemerintahan Belanda tepatnya pada tahun 1892. Penelitian ini terfokuskan kepada bangunan-bangunan berupa rumah tinggal dan fasilitas yang ada sebagai bangunan penunjang. Berdasarkan hasil analisis didapatkan penggolongan masyarakat yang bekerja di Sawahlunto. Masyarakat itu adalah golongan kelas atas, menengah dan bawah. Mereka memiliki ciri-ciri tersendiri yang dapat dilihat berdasarkan pemukimannya dan pola keletakannya
ABSTRACT
Sawahlunto is a growing area because of the coal mining production activities. The production of coal in this area has been done since the days of the Dutch government in 1892 to be exact. Research was focussed to buildings such as houses and building facilities there as a supporter. Based on the analysis results obtained classification society working in Sawahlunto. The Society is upper classes, middle and bottom. They have distinctive characteristics that can be seen by settlements and patterns of the location of that buildings.
2014
S61174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library