Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuanita Lavinia
Abstrak :
Nyeri merupakan alasan primer bagi mayoritas pasien Artritis Reumatoid (AR) datang berobat. Walaupun pasien sudah masuk dalam kriteria remisi, sebagian besar pasien masih melaporkan nyeri yang signifikan dan berkepanjangan. Nyeri kronis diperkirakan berkaitan dengan proses noninflamatorik dan mekanisme sentral, sehingga perlu dipertimbangkan intervensi psikologis sebagai terapi ajuvan—selain edukasi, terapi farmakologis, serta rehabilitasi fisik sebagai tiga aspek utama pilar tatalaksana AR. Salah satu modalitas intervensi psikologis terbaru yang banyak dikembangkan adalah intervensi mindfulnesss yang berfokus terhadap keadaan saat ini (present moment), keterbukaan, dan penerimaan (acceptance) terhadap pengalaman saat ini. Pada penelitian ini 15 subjek penderita AR diberikan intervensi mindfulnesss berbasis video sebanyak 3 kali, dengan durasi 10-15 menit setiap sesi, dan diberikan perawatan standar dari dokter penyakit dalam ahli reumatologi. Skala nyeri dinilai menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dan aktivitas penyakit dinilai menggunakan instrumen Disease Activity Score 28 (DAS28). Didapatkan perbedaan rerata skor nyeri yang signifikan antara sebelum dengan setelah mendapatkan intervensi (beda rerata: 13,33, 95% IK 7,37-19,30, p<0,001). Latihan mandiri pada fase awal juga ditemukan memiliki hubungan yang bermakna terhadap perubahan skor nyeri (beda rerata: 10,60, 95% IK 0,83-20,37, p=0,036). Walaupun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perubahan skor nyeri. ......Pain is the main reason for the majority of Rheumatoid Arthritis (RA) patients seek treatment. Eventhough patients have met the remission criteria, most patients still report significant and prolonged pain. Chronic pain is thought to be related to non-inflammatory processes and central mechanisms, so it is necessary to consider psychological interventions as adjuvant therapy—in addition to education, pharmacological therapy, and physical rehabilitation as the three main aspects of RA management. One of the most recent psychological intervention modalities that has been developed is mindfulnesss-based intervention that focuses on the present moment and acceptance of current experiences. In this study, 15 subjects with AR were given 3 video-based mindfulnesss interventions, with duration of 10-15 minutes for each session, and were given standard care from rheumatologist. The pain scale was assessed using the Visual Analog Scale (VAS) and disease activity was assessed using the Disease Activity Score 28 (DAS28) instrument. There was a significant difference in the mean pain score between before and after receiving the intervention (mean difference: 13.33, 95% CI 7.37-19.30, p<0.001). Independent exercise in the early phase also found a significant relationship to changes in pain scores (mean difference: 10.60, 95% CI 0.83-20.37, p=0.036). Even so, further research is still needed to study the factors that influence changes in pain scores.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Devi Ratnasari
Abstrak :
Rutin merupakan senyawa flavonoid yang banyak terdapat pada buah semangka dan kulit dari tanaman jenis jeruk. Rutin memiliki banyak aktivitas farmakologi, salah satunya sebagai anti artritis reumatoid. Rutin menunjukan absorbsi yang rendah bila diberikan secara peroral karena permeasi yang rendah dalam saluran cerna, sehinga sebagai alternativ rutin diberikan dalam bentuk transdermal. Transfersom merupakan salah satu sistem pembawa untuk transdermal yang mampu meningkatkan efektivitas penghantaran obat. Penelitian ini bertujuan memformulasi serta mengkarakterisasi rutin ke dalam transfersom. Selanjutnya, transfersom diformulasi ke dalam sediaan gel. Terhadap sediaan gel dilakukan uji stabilitas fisik serta dibandingkan uji penetrasi in vitro dan aktivitas anti artritis reumatoid terhadap gel rutin yang tidak dibuat transfersom. Sediaan gel transfersom secara fisik terbukti stabil pada penyimpanan suhu kamar dan suhu dingin. Uji penetrasi in vitro menujukan penetrasi rutin dari sediaan gel transfersom sebesar 14,33%, sedangkan untuk gel non transfersom sebesar 9,51%. Aktivitas antiartritis reumatoid diamati dengan persen penghambatan volume udem, gel non transfersom memiliki persentase penghambatan sebesar 35,07% sedangkan gel non transfersom sebesar 39,69%.
Rutin is a flavonoid compound are found in watermelon and citrus fruits plants. Rutin has many pharmacological activities, one of them as anti-rheumatoid arthritis. Rutin shows a low absorption when administered orally because of a low permeation in the gastrointestinal tract, so that as the alternative rutin given in the transdermal route. Transfersom is one carrier for transdermal route that can improve the effectiveness of drug delivery. This study aims to formulate and characterize rutin into transfersom. Furthermore, transfersom formulated into a gel. The Gel was gel physical stability test and compared the penetration test in vitro and anti-rheumatoid arthritis activity against gel rutin non transfersom. Physically formulation gel of transfersom proved to be stable at room temperature and cold temperatures. The in vitro penetration test show that penetration of rutin loaded in transfersom was 14.33%, while for non transfersom gel at 9.51%. Anti Rheumatoid arthritihis activity was observed with the percent inhibition of edema volume, transfersom gel percentage inhibition was 35.07% while non transfersom gel was 39.69%.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malikul Chair
Abstrak :
Artritis reumatoid (AR) dapat menyebabkan penurunan massa tulang sistemik akibat adanya peningkatan osteoklastogenesis dan penghambatan osteoblastogenesis melalui peningkatan sklerostin yang menyebabkan penghambatan jalur Wingless(Wnt)-bcatenin canonicaldan bone morphogenetic proteins(BMP). Sampai saat ini masih belum ada penelitian tentang korelasi TNF-adan sklerostin terhadap penanda turnovertulang (CTX dan P1NP) pada pasien AR perempuan premenopause.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan patogenesis hilangnya massa tulang pada pasien artritis rheumatoid perempuan premenopause dengan menilai hubungan antara kadar sitokin proinflamasi TNF-α, penghambat Wnt signalingsklerostin, dan penanda resorpsi tulang P1NP dan CTX.Studi potong lintang ini melibatkan 38 perempuan AR premenopause. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Pemeriksaan dilakukan dengan ELISA. Penelitian ini didapatkan kadar CTX (rerata 2,74 ng/ml) yang lebih tinggi dan P1NP (median 34,04 pg/ml) yang lebih rendahdibandingkan dengan sampel sehat pada penelitian sebelumnya. Terdapat korelasi negatif (r = -0,388) antara kadar TNF-α dengan kadar sklerostin yang bermakna secara statistik (p = 0,016). Terdapat pula korelasi positif (r = 0,362) antara kadar TNF-α dengan kadar P1NP yang bermakna secara statistik (p = 0,026). didapatkan adanya peningkatan CTX dan penurunan P1NP, adanya korelasi negatif bermakna antara kadar TNF-α dan sklerostin serta adanya korelasi positif bermakna antara kadar TNF-α dan P1NP. ......Rheumatoid arthritis is associated with systemic bone mass loss due tostimulation of osteoclastogenesis and inhibition of osteoblastogenesis through inhibition of Wingless(Wnt) -bcatenin canonical and bone morphogenetic proteins(BMP) pathway by sclerostin. There are currently no studies that assess the correlation of TNF-α and sclerostin with bone resorption markers CTX and P1NPin premenopause rheumatoid arthritis patients. This study aims to explainthe pathogenesis of bone mass decrease by assessing the correlation between TNF-α, sclerostin, P1NP and CTX. This cross-sectional study involves 38 premenopausal women with AR. Sampling is done consecutively. Examination is done by ELISA. This study found higher level of serum CTX (mean 2,74ng/mL) and lower level of P1NP (median 34,04 pg/mL) than normal population in previous studies. There was a negative correlation (r = -0,388) between TNF-α levels and sclerostin levels which was significant (p = 0,016). There wasalso a positive correlation (r = 0,362) between TNF-α levels and P1NP levels which was also significant (p = 0,026). This study found an increase in CTX and decrease in P1NP. There was a significant negative correlation between TNF-α and sclerostin levels and also a significant positive correlation between TNF-α and P1NP levels.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Anindya Prathitasari
Abstrak :
Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit otoimun kronik terutama menyerang sendi. AR dapat menyebabkan deformitas sendi yang menurunkan kualitas hidup penderitanya. Penatalaksanaan AR dilakukan dengan terapi metotreksat (MTX) dosis rendah yang berfungsi menghambat progresi penyakit. MTX memiliki efek samping gangguan fungsi hati, yang didefinisikan sebagai peningkatan nilai SGOT dan atau SGPT hingga melebihi batas atas normal. Faktor yang diduga dapat memengaruhi gangguan fungsi hati adalah jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX. Prevalensi gangguan fungsi hati akibat pemberian MTX pada pasien AR di Indonesia masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mencari proporsi gangguan fungsi hati akibat terapi MTX pada pasien AR di RSCM tahun 2013-2015 serta hubungannya dengan faktor yang berpengaruh. Data mengenai jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX, nilai SGOT, dan nilai SGPT diperoleh dari 115 rekam medis pasien AR. Proporsi gangguan fungsi hati akibat terapi MTX pada pasien AR di RSCM adalah sebesar 42.60%. Jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX tidak berpengaruh terhadap gangguan fungsi hati (p>0.05). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian gangguan fungsi hati dan faktor jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX pada pasien AR yang diterapi MTX di RSCM tahun 2013-2015.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabil Mubtadi Falah
Abstrak :
ABSTRAK
LATAR BELAKANG: Artritis Reumatoid AR merupakan penyakit kronik yang membutuhkan pengobatan jangka panjang dan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kuesioner Short Form 12 merupakan kuesioner kualitas hidup generik yang dapat digunakan untuk pasien AR dan telah diuji kesahihan dan keandalannya di Inggris. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keandalan dan kesahihan kuesioner Short Form 12 Berbahasa IndonesiaMETODE: Enam puluh lima orang pasien yang telah didiagnosis AR secara klinis sebelumnya berdasarkan kriteria American College of Rheumatology/ European League Against Rheumatism, diwawancarai dengan menggunakan kuesioner Short Form 36 dan Short Form 12 versi Indonesia. Kesahihan dinilai menggunakan kesahihan konstruksi dan kesahihan eksternal dan keandalan dinilai melalui metode konsistensi internal dan tes ulang.HASIL: SF-12 berbahasa Indonesian tidak terbukti memiliki kesahihan yang baik dengan korelasi setiap pertanyaan dengan SF-36 terbukti rendah pada domain Role Emotional dan Mental Health P
ABSTRACT
BACKGROUND Rheumatoid Arthritis RA is a chronic disease requiring a long term medication affecting quality of life. Short Form 12 is a generic questionnaire to asses patients quality of life and has been validated in England. This study designed to test reliability and validity of Indonesian version of . Short Form 12 questionnaire. METHODS Sixty five patients diagnosed Rheumatoid Arthritis clinically using American College of Rheumatology European League Against Rheumatism criterion, interviewed using Short Form 36 and Short Form 12 questionnaire. Validity assesed with construct validity and external validity, while reliability tested with internal consistency and test retest method.RESULT Short Form 12 Indonesian Version did not proved having a good validity, as it have a poor correlation between Role Emotional and Mental Health domain in SF 36 and SF 12. Indonesian version of Short Form 12 have a poor internal consistency reliability Alpha Cronbach 0,561 0,754 with a good test and retest reliability intra class correlation coefficient 0,844 0,980, P
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Azzahra
Abstrak :
Latar Belakang. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien artritis reumatoid (AR) berpotensi menurunkan kapasitas fungsional, kualitas hidup, dan kepatuhan berobat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode. Penelitian dengan desain potong-lintang ini mengikutsertakan pasien AR berusia ≥18 tahun yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSCM pada periode Oktober-Desember 2021. Data demografik, klinis, terapi, dan laboratorium dikumpulkan. Status fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner MoCA-INA. Analisis bivariat dan multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif pada pasien AR: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, durasi penyakit, aktivitas penyakit, skor faktor risiko penyakit kardiovaskular, depresi, terapi kortikosteroid, dan methotrexate. Hasil. Dari total 141 subjek yang dianalisis, 91,5% adalah perempuan, dengan rerata usia 49,89±11,73 tahun, sebagian besar tingkat pendidikan menengah (47,5%), median durasi penyakit 3 tahun (0,17-34 tahun), memiliki aktivitas penyakit ringan (median DAS-28 LED 3,16 (0,80-6,32)), dan skor faktor risiko penyakit kardiovaskular rendah (median 4,5% (0,2-30 %)). Sebanyak 50,4% subjek diklasifikasikan mengalami gangguan kognitif, dengan domain kognitif yang terganggu adalah visuospasial/eksekutif, atensi, memori, abstraksi, dan bahasa. Analisis regresi logistik menunjukkan usia tua (OR 1,032 [IK95% 1,001–1,064]; p=0,046) dan tingkat pendidikan rendah (pendidikan dasar) (OR 2,660 [IK95% 1,008–7,016]; p=0,048) berhubungan dengan gangguan kognitif pada pasien AR. Kesimpulan. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di RSCM sebesar 50,4%, dengan faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif tersebut adalah usia tua dan tingkat pendidikan yang rendah. ......Background. Cognitive impairment in rheumatoid arthritis (RA) patients could decrease functional capacity, quality of life, and medication adherence. The objective of this study was to explore the prevalence and possible predictors of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, Jakarta. Method. This cross-sectional study included Indonesian RA patients aged ≥18 years old, who visited rheumatology clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, on October to December 2021. Demographic, clinical, therapeutic, and laboratory data were collected. Cognitive function was assessed using MoCA-INA questionnaire. Bivariate and multivariate logistic regression analysis were performed to identify predictive factors of cognitive impairment in RA patients: age, gender, education level, disease duration, disease activity, cardiovascular disease (CVD) risk factor scores, depression, corticosteroid, and methotrexate therapy. Results. Of the total 141 subjects analysed, 91.5% were women, mean age 49.89±11.73 years old, mostly had intermediate education level (47.5%), median disease duration 3 (0.17-34) years. They had mild disease activity (median DAS-28 ESR 3.16 (0.80-6.32)), and low CVD risk factor score (median 4.5 (0.2-30) %). In this study, 50.4% of the subjects were classified as having cognitive impairment. The cognitive domains impaired were visuospatial/executive, attention, memory, abstraction, and language. In logistic regression analysis, old age (OR 1.032 [95%CI 1.001–1.064]; p=0.046) and low education level (OR 2.660 [95%CI 1.008–7.016]; p=0.048) were associated with cognitive impairment. Conclusion. The prevalence of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital was 50.4%, with the its predictive factors were older age and lower education level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febyana Anggraeni Tjahjar
Abstrak :
Artritis reumatoid AR adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis erosif dengan inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama dan dapat berlangsung lama. Terapi farmakologi saat ini tidak selalu memberikan hasil memuaskan dan pengobatan jangka panjang dapat mengakibatkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal, hepar, renal, dan lain sebagainya. Akupunktur merupakan terapi non-farmakologi dengan jarum halus yang ditusukkan pada titik akupunktur tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi akupunktur dan medikamentosa. Uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol sham dilakukan pada tiga puluh subjek dengan AR yang dibagi ke dalam dua kelompok. Lima belas subjek kelompok terapi akupunktur dan medikamentosa; dan lima belas subjek kelompok akupunktur sham dan medikamentosa. Baik terapi akupunktur maupun akupunktur sham dilakukan dua kali seminggu hingga sepuluh kali. Disease Activity Score 28 ndash; C Reactive Protein DAS28-CRP beserta dengan empat komponennya, yaitu 28 Tender Joint Count 28TJC , 28 Swolen Joint Count 28SJC , General Health GH melalui pengukuran Visual Analogue Scale VAS , dan CRP diukur sebagai keluaran penelitian yang dinilai sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna penurunan rerata DAS28-CRP sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok terapi akupunktur dan medikamentosa dibandingkan dengan kelompok akupunktur sham dan medikamentosa p < 0,05 . Perbedaan bermakna juga terlihat pada penurunan rerata VAS sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok terapi akupunktur dan medikamentosa dibandingkan dengan kelompok akupunktur sham dan medikamentosa p < 0,001 . Tidak terdapat perbedaan bermakna pada median penurunan 28TJC, 28SJC, dan CRP antara kedua kelompok. Kesimpulan penelitian ini adalah terapi akupunktur dapat mempengaruhi aktivitas penyakit AR. ...... Rheumatoid arthritis AR is autoimmune disease characterized by erosive synovitis with chronic systemic inflammation and progressive, where the joints are the main targets and can be prolonged. Pharmacological therapy currently do not always give satisfactory results and long term treatment can cause side effects such as gastrointestinal disorders, hepatic, renal, and so forth. Acupuncture is a non pharmacological therapy with fine needle, punctured to acupuncture points on the body. This study aims to determine the effectiveness of acupuncture therapy and medical treatment. Double blind randomized clinical trials with sham control was conducted on thirty subjects with AR who were divided into two groups, fifteen subject in acupuncture therapy and medical treatment groups and fifteen subjects in sham acupuncture and medical treatment. Both acupuncture therapy and sham acupuncture is done two times a week for up to ten times. Disease Activity Score 28 C reactive protein DAS28 CRP along with its four components 28 Tender Joint Count 28TJC , 28 Swolen Joint Count 28SJC , General Health GH by measuring the Visual Analogue Scale VAS , and CRP were measured as the output of research, assessed before and after treatment. The results showed a significant decrease in the mean difference in DAS28 CRP before and after treatment in acupuncture therapy and pharmacology treatment group compared with sham acupuncture and pharmacology treatment groups p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Hidayat
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian hidroksiklorokuin 400 mg selama 12 minggu terhadap kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin sebagai petanda disfungsi endotel pada pasien artritis reumatoid. Penelitian ini juga melihat peran HOMA-IR, FFA dan ox-LDL terhadap perbaikan disfungsi endotel.Penelitian ini menggunakan dua disain yaitu uji klinis acak tersamar ganda dan kohort prospektif dilakukan pada pasien artritis reumatoid dengan terapi metotreksat di poliklinik Reumatologi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada periode Februari 2016-Mei 2017. Pasien dengan terapi insulin, anti-hipertensi dan terapi lain yang mempengaruhi kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin dieksklusi dari penelitian. Subjek yang eligibel dirandomisasi menjadi dua kelompok, kelompok yang mendapat hidroksiklorokuin HCQ 400 mg dan kelompok placebo, dan diikuti selama 12 minggu. Pemeriksaan sVCAM-1, sE-Selectin, HOMA-IR, FFA dan ox-LDL dilakukan pada awal penelitian dan pada minggu ke-12. Perbedaan persentase perubahan kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin sebelum dan setelah perlakuan antara kedua kelompok dianalisis dengan uji-t dan uji Mann-Whitney. Persentase perubahan kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin dikorelasikan dengan persentase perubahan HOMA-IR, FFA dan ox-LDL, dengan uji Spearman.Sebanyak 37 subjek diikutkan dalam penelitian, dan terdapat 3 subjek yang drop-out pada masing-masing kelompok, sehingga didapatkan 15 subjek pada kelompok HCQ dan 16 subjek pada kelompok placebo. Kadar sVCAM-1 serum minggu ke-12 pada kelompok HCQ menurun sebesar 17,1 median , sementara pada kelompok plasebo meningkat sebesar 9,7 , dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Kadar E-Selectin pada kelompok terapi HCQ mengalami penurunan dalam persen yang lebih besar dibandingkan pada kelompok plasebo, tapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Perubahan kadar sVCAM-1 dan sE-Selectin, juga dibuktikan tidak berkorelasi dengan perubahan HOMA-IR, FFA dan ox-LDL.Terapi hidroksiklorokuin pada pasien artritis reumatoid terbukti memperbaiki disfungsi endotel dengan menurunkan kadar sVCAM-1, namun tidak terbukti menurunkan sE-Selectin. Variable sVCAM-1 dan sE-Selectin tidak berkorelasi dengan HOMA-IR, FFA dan ox-LDL Kata kunci: artritis reumatoid, disfungsi endotel, hidroksiklorokuin, sE-Selectin, sVCAM-1.
ABSTRACT
This study aims to evaluate the effect of hydroxychloroquine on sVCAM 1 and sE Selectin levels decreasing as endothelial dysfunction marker in rheumatoid arthritis patients. This study also assessed the correlation between changes in sVCAM 1 and sE Selectin levels with other variables of changes in HOMA IR, FFA and ox LDL.Two kinds of methods i.e. double blind randomized controlled trial and prospective cohort, were conducted, on patients with rheumatoid arthritis with methotrexate treatment at Rheumatology Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, during February 2016 July 2017. Patients with insulin, anti hypertension and other treatment which could affect sVCAM 1 and sE Selectin level, were excluded. Eligible subjects were randomly assigned into two groups. Eighteen subjects were administered hydroxychloroquine 400 mg daily and 19 patients were given placebo for 12 weeks. sVCAM 1, sE Selectin, HOMA IR, FFA dan ox LDL were examined in the beginning and in the end week 12. Differences of serum sVCAM 1 and sE Selectin level in percentage, before and after experiment, were evaluated, by T test or alternatively by Mann Whitney test. Differences of serum sVCAM 1 and sE Selectin level in percentage, were correlated with difference of serum HOMA IR, FFA and ox LDL level, by Spearman test.There were 37 subjects enrolled in the study, and there were 3 drop out subjects in each group, finally there were 15 subjects in the HCQ group and 16 in the placebo group. Serum sVCAM 1 level decreased 17.1 median in HCQ treatment group, while in placebo group, it increased 9,7 median compared with pre treatment value. The difference in percentage rate change of sVCAM between two group was significant. On the other hand, the change of E Selectin serum level in HCQ group was found a higher percentage of decrease compared with placebo group, but the difference was not significant. Changes in sVCAM 1 and sE Selectin levels were also proven no correlation with HOMA IR, FFA and ox LDL changes.Treatment of HCQ in patients with rheumatoid arthritis appears beneficial to improve endothelial dysfunction by lowering serum sVCAM 1, but not proven to decrease sE Selectin. The sVCAM 1 and sE Selectin variables were not correlated with HOMA IR, FFA and ox LDL Keywords endothelial dysfunction, hydroxychloroquine, rheumatoid arthritis, sE Selectin, sVCAM 1.
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Pasha
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Skor Clinical Disease Activity Index CDAI , sebagai salah satu metode pengukur derajat aktivitas artritis reumatoid AR , dipandang memiliki kelebihan dibandingkan metode skor lain karena tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium penunjang. Studi-studi yang dilakukan pada pasien AR di luar Indonesia mengungkap bahwa korelasi, validitas dan reliabilitas CDAI dinilai baik saat diuji dengan pembanding skor lain. Namun demikian studi-studi tersebut hanya mengikutsertakan subjek pasien AR murni tanpa komorbiditas. Pasien AR di Indonesia memiliki karakteristik klinis yang berbeda, terutama dalam aspek adanya kondisi komorbiditas, perbedaan predisposisi genetik dan perbedaan fenotipe penyakit. Tujuan: Menilai validasi skor CDAI pada profil pasien AR di Indonesia. Metode: studi potong lintang pada subjek pasien AR yang berobat di poliklinik Reumatologi RS Cipto Mangunkusumo bulan April s.d. Mei 2016. Setiap subjek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pencatatan hasil pemeriksaan penunjang dan pencatatan data komorbiditas yang tertera di rekam medis. Dua pengukur melakukan penghitungan skor CDAI dan skor Disease Activity Score 28 DAS28-CRP sebagai baku emas pembanding pada tiap subjek. Luaran berupa data numerik. Penilaian model validasi data numerik dilakukan dengan analisis performa model prediktor menggunakan indeks R 2 . Hasil: Terdapat 119 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Seluruh subjek memiliki kondisi komorbiditas selain AR. Indeks R 2 =0,831 83,1 ;
ABSTRACT
Background Clinical Disease Activity Index CDAI stands out amongst other methods in measuring disease activity of rheumatoid arthritis RA patient. CDAI is considered to be more practical and cost effective in daily practice because it requires no laboratory examination. Previous studies conducted overseas revealed that CDAI has good correlation, validity, and reliability compared with other scoring methods. However, those studies included only pure RA subjects. Indonesian RA patients have distinct clinical profiles, in terms of comorbidity diseases, genetic predisposition, and fenotype of the disease. Objectives To analyze validation of CDAI in distinct clinical profiles of RA patients in Indonesia. Methods A cross sectional study in RA outpatients, who were visiting Rheumatology Clinic in RSCM on monthly basis from April to May 2016. Assesement of each patient include history taking and physical examination. All recent laboratory results and other data in medical record were documented in reseacher form. CDAI and Disease Activity Score 28 CRP DAS28 CRP , as gold standard, were measured by two observers. Outcomes were in numeric. Validation measurement were done in terms of validating a model prediction and quantifying how good the predictions from the model are. Overall perforomance were measured with R 2 index. Result A total of 119 subjects met the inclusion criteria. All subjects were RA patients with comorbidities and were representing quite numbers of Indonesian races characteristic profile. R 2 0,831 83,1 p
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>