Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kania Putri Rahmadiani
Abstrak :
Third party funding merupakan salah satu opsi pendanaan arbitrase yang dapat dipilih dalam menyelesaikan sengketa melalui arbitrase internasional. Walaupun third party funder berperan sebagai pemberi dana untuk pelaksanaan arbitrase, third party funder kerap dituntut oleh pihak lawan dalam arbitrase untuk turut menanggung beban biaya kerugian yang dijatuhkan majelis arbitrase dalam putusan arbitrase internasional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini menelaah pengaturan terkait third party funding dalam dan keterlibatan third party funder dalam menanggung biaya kerugian dalam putusan arbitrase internasional di beberapa badan arbitrase internasional, yaitu SIAC, ICSID, ICC, HKIAC, dan CIETAC. Penelitian ini juga meninjau penerapan pengaturan third party funding tersebut dalam praktik, melalui analisis Putusan Tomorrow Sales Agency Private Ltd. v. SBS Holdings Inc. & Ors. Judgment FAO(OS)(COMM) 59/2023 and CM NOS. 14793/2023 & 14794/2023. Analisis penerapan peraturan juga ditunjang dengan analisis Putusan Essar Oilfields Services Limited v. Norscot Rig Management Pvt Limited [2016] EWHC 2361 (Comm) dan Putusan AMT Cameroun, AMT SA Advance Maritime Transports, and Privinvest v. AZ and Navitrans No. 20/12332. Penelitian ini menunjukkan pentingnya penegasan pengaturan untuk melindungi third party funder dari tuntutan untuk dibebani tanggung jawab atas biaya kerugian yang dijatuhkan dalam putusan arbitrase internasional. ......Third party funding is a funding option for parties intending to resolve disputes through international arbitration. Despite its role as a funder solely for the purposes of the arbitration, there have been instances where third-party funders are sued by an opposing party in the arbitration to share the burden of adverse costs imposed by the arbitral tribunal in an international arbitration award. This study uses a doctrinal research method. This study examines regulations related to third party funding and the involvement of third party funders regarding adverse costs liability arising from international arbitration awards in several international arbitration bodies, namely SIAC, ICSID, ICC, HKIAC, and CIETAC. This study also reviews the application of the regulations in practice through a case analysis of the Tomorrow Sales Agency Private Ltd. v. SBS Holdings, Inc. & Ors. FAO(OS)(COMM) Decision 59/2023 and CM Nos. 14793/2023 & 14794/2023 Judgment. The analysis of the application of the regulations is also supported by analyzing the Essar Oilfields Services Limited v. Norscot Rig Management Pvt Limited [2016] EWHC 2361 (Comm) Judgment and the AMT Cameroun, AMT SA Advance Maritime Transports, and Privinvest v. AZ and Navitrans No. 20/12332 Judgment. This study demonstrates the importance of establishing stricter regulatory frameworks to protect third party funders from claims for adverse costs imposed in international arbitration awards.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Putri Rahmadiani
Abstrak :
Third party funding merupakan salah satu opsi pendanaan arbitrase yang dapat dipilih dalam menyelesaikan sengketa melalui arbitrase internasional. Walaupun third party funder berperan sebagai pemberi dana untuk pelaksanaan arbitrase, third party funder kerap dituntut oleh pihak lawan dalam arbitrase untuk turut menanggung beban biaya kerugian yang dijatuhkan majelis arbitrase dalam putusan arbitrase internasional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini menelaah pengaturan terkait third party funding dalam dan keterlibatan third party funder dalam menanggung biaya kerugian dalam putusan arbitrase internasional di beberapa badan arbitrase internasional, yaitu SIAC, ICSID, ICC, HKIAC, dan CIETAC. Penelitian ini juga meninjau penerapan pengaturan third party funding tersebut dalam praktik, melalui analisis Putusan Tomorrow Sales Agency Private Ltd. v. SBS Holdings Inc. & Ors. Judgment FAO(OS)(COMM) 59/2023 and CM NOS. 14793/2023 & 14794/2023. Analisis penerapan peraturan juga ditunjang dengan analisis Putusan Essar Oilfields Services Limited v. Norscot Rig Management Pvt Limited [2016] EWHC 2361 (Comm) dan Putusan AMT Cameroun, AMT SA Advance Maritime Transports, and Privinvest v. AZ and Navitrans No. 20/12332. Penelitian ini menunjukkan pentingnya penegasan pengaturan untuk melindungi third party funder dari tuntutan untuk dibebani tanggung jawab atas biaya kerugian yang dijatuhkan dalam putusan arbitrase internasional. ......Third party funding is a funding option for parties intending to resolve disputes through international arbitration. Despite its role as a funder solely for the purposes of the arbitration, there have been instances where third-party funders are sued by an opposing party in the arbitration to share the burden of adverse costs imposed by the arbitral tribunal in an international arbitration award. This study uses a doctrinal research method. This study examines regulations related to third party funding and the involvement of third party funders regarding adverse costs liability arising from international arbitration awards in several international arbitration bodies, namely SIAC, ICSID, ICC, HKIAC, and CIETAC. This study also reviews the application of the regulations in practice through a case analysis of the Tomorrow Sales Agency Private Ltd. v. SBS Holdings, Inc. & Ors. FAO(OS)(COMM) Decision 59/2023 and CM Nos. 14793/2023 & 14794/2023 Judgment. The analysis of the application of the regulations is also supported by analyzing the Essar Oilfields Services Limited v. Norscot Rig Management Pvt Limited [2016] EWHC 2361 (Comm) Judgment and the AMT Cameroun, AMT SA Advance Maritime Transports, and Privinvest v. AZ and Navitrans No. 20/12332 Judgment. This study demonstrates the importance of establishing stricter regulatory frameworks to protect third party funders from claims for adverse costs imposed in international arbitration awards.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedetto Setyo Satrio Utomo
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan terkait pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dan prakteknya di lembaga peradilan di Indonesia berdasarkan aspek-aspek Hukum Perdata Internasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dalam UU Arbitrase belum jelas dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aturan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dan alasan-alasan pembatalan putusan arbitrase. Lembaga peradilan di Indonesia pada prakteknya masih inkonsisten dalam menerapkan aturan-aturan tersebut. Contohnya adalah kasus antara PT Sumber Subur Mas, Yusman Tamara, Imelda Irawan melawan Transpac Capital Pte. Ltd., dan Transpac Industrial Holdings Limited ;dan kasus antara PT Daya Mandiri Resources Indonesia (d/h PT Risna Karya Wardhana Mandiri) dan PT Dayaindo Resources melawan Suek AG. ......Arbitral Award with the practice of Indonesian Court in accordance with the aspects of Private International Law. The author uses a juridical-normative research method with an addition of literature studies. This research shows that the regulation about the annulment of international arbitral award in Law of Arbitration has not been clear and sufficient. This can be seen from numerous rules about the annulment of International Arbitral Award and the grounds of the annulment of arbitral awards. The Indonesian Court has been inconsistent to implement these regulations. The examples are the case between Transpac Capital Pte. Ltd., and Transpac Industrial Holdings Limited; and the case between PT Daya Mandiri Resources Indonesia (d/h PT Risna Karya Wardhana Mandiri) and PT Dayaindo Resources melawan Suek AG.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarip Hidayat
Abstrak :
ABSTRAK
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak, asas ini bersifat universal dan dianut oleh hukum perjanjian di semua negara pada umumnya. Sebagai konsekuensi adanya asas ini, para pihak dalam kontrak mendapat kebebasan untuk mengadakan pilihan yurisdiksi (choice of jurisdiction) dan pilihan hukum (choice of law). Dalam praktik pengadilan di Indonesia, seringkali dijumpai adanya kerancuan dan adanya ketidak konsistenan sikap pengadilan terhadap adanya pilihan yurisdiksi ini. Pengadilan seringkali bersikap tetap memeriksa dan mengadili suatu perkara, padahal berdasarkan kontrak yang ada telah disebutkan pilihan yurisdiksi yang memilih lembaga lain selain pengadilan tersebut. Perkara di bidang perjanjian, untuk menilai suatu perjanjian sah atau tidak, dibatalkan atau tidak, hakim dapat menilainya dari asas yang berlaku dalam suatu perjanjian, yaitu asas itikad baik, penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstadigheden), dan pelanggaran terhadap hukum publik sebagai alasan pembatalan suatu kontrak. Perkembangan putusan Mahkamah Agung di bidang kontrak-kontrak internasional, telah memberikan sumbangan dalam pembangunan hukum kontrak nasional. Kasus yang menarik perhatian masyarakat adalah dibatalkannya putusan arbitrase Jenewa dalam perkara kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi antara PT. Pertamina (Persero) melawan Karaha Bodas Company L.L.C. dan PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) . Putusan ini telah menimbulkan pro dan kontra karena dianggap sebagai bentuk campur tangan negara dalam kebebasan berkontrak. Tetapi pada tingkat banding, Mahkamah Agung telah membatalkan putusan tersebut dan memutuskan bahwa putusan Arbitrase Jenewa harus tetap dilaksanakan. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak kembali mendapat tempat untuk dihormati keberdaannya di Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabila Kurnia Arsyad
Abstrak :
Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution terdiri dari berbagai macam pilihan, salah satunya adalah arbitrase, yang dapat dilakukan dengan arbitrase nasional maupun arbitrase internasional. Putusan yang dibuat melalui arbitrase bersifat final dan binding, sehingga menutup kemungkinan bagi pihak yang bersengketa untuk memohonkan upaya hukum lainnya atas putusan arbitrase, baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Namun, pada kenyataannya masih ditemui banyak upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan arbitrase seperti pembatalan. Putusan arbitrase internasional yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diharuskan mendapat eksekuator dari lembaga peradilan Indonesia terlebih dahulu, yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu syarat agar suatu putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan adalah tidak melanggar ketertiban umum. Tidak adanya pembatasan maupun definisi yang kongkret atas ketertiban umum, menjadikan celah hukum bagi pihak yang merasa tidak puas dengan suatu putusan arbitrase internasional mengajukan upaya pembatalan putusan arbitrase tersebut. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia saat ini sedang melakukan upaya baik secara perdata maupun pidana atas pembatalan putusan arbitrase internasional dengan alasan melanggar ketertiban umum atas kasusnya dengan Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD yang mana telah diputus dengan Putusan International Chamber of Commerce Nomor 20472/HTG tertanggal 22 April 2021. Hal ini didasari karena adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam perjanjian kerjasama pengadaan satelit komunikasi pertahanan. Guna menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak diperlukannya penegasan terkait definisi kongkret dari pelanggaran ketertiban umum serta batasan-batasan yang menjadikan terkategori melanggar ketertiban umum. ......Alternative Dispute Resolution consists of various options, one of which is arbitration, which can be carried out by national arbitration or international arbitration. Decisions made through arbitration are final and binding, thus closing the possibility for disputing parties to apply for other legal remedies for arbitration awards, whether appeal, cassation or review. However, in reality there are still many legal efforts made against arbitral awards such as annulment. International arbitral awards mandated by Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution are required to get an executor from an Indonesian judicial institution first, namely the Central Jakarta District Court. One of the conditions for an international arbitral award to be enforceable is not to violate public order and/or public policy. The absence of concrete limitations or definitions of public order creates a legal loophole for a party who is dissatisfied with an international arbitral award submitting an effort to annul the arbitral award. The Ministry of Defense of the Republic of Indonesia is currently making efforts both civilly and criminally to annul the international arbitration award on the grounds of violating public order in its case with Navayo International AG and Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD which has been decided by International Chamber of Commerce Decision Number 20472/ HTG dated April 22, 2021. This was based on allegations of corruption in the cooperation agreement for the procurement of defense communication satellites. In order to create legal certainty for all parties, it is necessary to affirm the concrete definition of a violation of public order and the limitations that make it categorized as a violation of public order.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magda Pia Rani
Abstrak :
Terlepas dari peran penting putusan arbitrase dan kesetaraannya dengan putusan pengadilan, penegakan dalam praktis dan pelaksanaan putusan ini menghadapi tantangan berat, khususnya dalam konteks keterlibatan negara berdaulat. Pihak negara sering mengajukan argumen yang menentang yurisdiksi arbitrase atau menegaskan hak untuk pengabaian, memerlukan panduan yang tepat yang berasal dari ketentuan undang-undang yang menghindari ambiguitas dan bias, memohon kekebalan kedaulatan mereka sebagai perisai terhadap penegakan dan pelaksanaan putusan arbitrase. Studi ini secara komprehensif menganalisis interaksi rumit antara sistem pengadilan nasional dan proses ISDS. Menggunakan pendekatan studi kasus yang mencakup yurisdiksi hukum umum seperti Australia, Hong Kong, dan Kanada, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pengadilan nasional dengan sistem hukum yang berbeda menyelaraskan kerangka hukum mereka dengan tujuan dan tujuan mendasar arbitrase ICSID. Temuan penting dari penyelidikan ini menekankan pentingnya keadilan bagi pihak-pihak yang terlibat, yang bergantung pada kejelasan dan integritas peraturan arbitrase itu sendiri. ......Despite the vital role of arbitration awards and their equivalence to court judgments, the practical enforcement and execution of these awards encounter formidable challenges, particularly in the context of sovereign state involvement. State parties often raise arguments contesting the arbitration jurisdiction or asserting entitlement to waivers, necessitating precise guidance derived from statutory provisions that avoid ambiguity and bias, invoking their sovereign immunity as a shield against the enforcement and execution of arbitration awards. This study comprehensively analyses the intricate interplay between national court systems and ISDS processes. Employing a case study approach encompassing common law jurisdictions such as Australia, Hong Kong, and Canada, this research explores how national courts with distinct legal systems align their legal frameworks with the ICSID arbitration's fundamental objectives and purposes. A salient finding of this investigation emphasizes the essentiality of justice for the parties involved, which hinges on the clarity and integrity of the arbitration rules themselves.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joan Elma T. Margie
Abstrak :
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan keuntungan dan kemudahan yang diperoleh dari proses tersebut. Dalam penulisan skripsi ini membahas tentang sengketa yang terjadi dalam perjanjian kontrak kerjasama yang tercantum di dalamnya klausula arbitrase. Pengaturan mengenai Arbitrase ini sendiri telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Melalui penelitian ini maka akan diteliti permasalahan yang timbul terkait dengan pelaksanaan eksekusi melalui putusan arbitrase international. Selain itu, penelitian ini bertujuan mempelajari dan menganalisis kualifikasi tentang ketertiban umum dengan pembatalan atau penolakan putusan arbitrase asing dan cara kerjanya di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum sosiologis yang merupakan penelitian hukum mengacu pada hukum dan perjanjian dan diperiksa oleh keputusan pengadilan atau arbitrase.Untuk itu diperlukan metode penafsiran sesuai dengan doktrin yang dilakukan untuk melakukan penemuan hukum, sehingga dapat menciptakan kepastian hukum dalam penyelesaian perkara arbitrase. ......Settlement of disputes outside the courts continued to increase along with the increasing knowledge of the community will benefit and convenience gained from the process. In writing this essay discusses the dispute in a cooperative contract agreement that the arbitration clause contained therein. Regulation of arbitration itself has been regulated by Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution. Through this research will be examined problems that arise related to the execution through international arbitration decision. In addition, this research aims to study and analyze the qualifications of public order with the cancellation or denial of a foreign award and how it works in Indonesia. The method used in this study is the legal approach which is a legal research sosiological refers to the laws and treaties and examined by a court decision or arbritati.That was necessary method of interpretation in accordance with the doctrine committed to the discovery of the law, so as to create legal certainty in the settlement arbitration.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S44089
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Rizqiyatul Himmah
Abstrak :
Kondisi Indonesia yang saat ini telah menjadi salah satu negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) membuka peluang bagi putusan arbitrase internasional untuk dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam hal ini klasifikasi suatu putusan arbitrase, apakah merupakan putusan arbitrase internasional atau putusan arbitrase nasional, menjadi penting karena berpengaruh terhadap kewenangan pengadilan terhadap perkara arbitrase internasional. Namun pada praktiknya dijumpai adanya perbedaan persepsi mengenai putusan arbitrase internasional menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang-Undang Arbitrase) dan konvensi internasional. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif skripsi ini akan memberikan analisis mengenai aspek-aspek Hukum Perdata Internasional serta analisis mengenai pertimbangan hukum para hakim di Indonesia dalam pengklasifikasian putusan arbitrase internasional pada perkara Nomor 144/K/Pdt/2012 dan perkara Nomor 175/PDT/2018/PT.DKI. Selain itu juga ditemukan keperluan atas keselarasan pengaturan mengenai putusan arbitrase internasional dalam Undang-Undang Arbitrase dan konvensi-konvensi internasional demi mencapai kepastian hukum. ......The condition of Indonesia which is one of the member country of the New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) give an opportunity to the recognition and enforcement of foreign arbitral awards in the jurisdiction of Indonesia. According to this condition the classification of arbitral awards, whether international arbitral award or national arbitral award, is important because it could affects the authority of the national court against international arbitration cases. In fact, there is a different perspective about international arbitral awards under the Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law) and international convention. By using juridical normative approach, this thesis would give an analysis about the Private International Aspects and law considerations of Indonesian judges in the classification of international arbitral awards on case No. 144/K/Pdt/2012 and case No. 175/PDT/2018/PT.DKI. In addition, it is also requiring the regulation conformity of international arbitral awards under Arbitration Law and international conventions in order to attain the legal certainty.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuning Tirta Parameswari
Abstrak :
Lex arbitri adalah hukum yang berlaku untuk arbitrase, mencakup isu internal maupun eksternal yang terkait prosedural suatu proses arbitrase. Berdasarkan ketentuan New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (selanjutnya disebut New York Convention), kompetensi absolut untuk membatalkan suatu putusan arbitrase terletak pada pengadilan tempat kedudukan arbitrase (arbitral seat). Akibatnya, pengadilan negara selain arbitral seat tidak dapat mengadili pembatalan putusan arbitrase. Sebagai negara anggota New York Convention, Indonesia tentunya terikat pada ketentuan ini. Di Indonesia juga terdapat ketentuan dalam Reglement of de Rechtsvordering (RV) dimana hakim wajib menyatakan dirinya tidak berwenang apabila suatu perkara di luar kewenangannya. Skripsi ini bertujuan memberikan analisis mengenai penerapan lex arbitri terhadap kompetensi absolut dalam tiga perkara permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional, yaitu Putusan Nomor : 494 / PDT.ARB/2011/PN.JKT.PST, Putusan Nomor: 631K/Pdt.Sus/2012., dan Putusan Nomor : 271 /Pdt.G/ 2010/ PN.Jkt.Pst. ......Lex arbitri is the law applicable to the arbitration, including internal issues as well as relevant external procedural an arbitration process. Based the provisions of the New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral awards 1958 (hereinafter referred to as the New York Convention), competence absolute to overturn an arbitration decision lies in court the seat of arbitration (arbitral seat). As a result, in addition to state courts arbitral seat can not judge the cancellation of the arbitration decision. as the country members of the New York Convention, Indonesia would be bound by these terms. In Indonesia also there are provisions in the Reglement of de Rechtsvordering (RV) where the judge shall declare itself not competent when a case in beyond its authority. This thesis aims to provide an analysis of lex implementation arbitri the absolute competence in three cases the petition cancellation of the international arbitration decision, namely Decision No. 494 / PDT.ARB / 2011 / PN.JKT.PST, Decision Number: 631K / Pdt.Sus / 2012, and Verdict Number: 271 /Pdt.G/ 2010 / PN.Jkt.Pst.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Karina Subroto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan konsep pembatalan putusan arbitrase internasional di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Penelitian ini juga menganalisis praktek yang dilakukan oleh lembaga peradilan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia melalui putusan Pengadilan setempat. Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan walaupun Malaysia dan Singapura merupakan negara yang mengadopsi UNCITRAL Model Law namum terdapat perbedaan dalam hal pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional di kedua negara tersebut. Perbedaan pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional juga akan terlihat kontras jika konsep pembatalan dikedua negara tersebut dibandingkan dengan Indonesia. Praktek di lembaga peradilan sudah tepat dalam menerapkan peraturan arbitrase di negara setempat. Hal tersebut tercermin dalam putusan Court of Appeal Malaysia antara TLL HLL melawan Laos, High Court Singapore JVL melawan Agritrade, dan putusan MA PT.Indiratex melawan Everseason. ......This research aimed to identify the difference of the concept of international arbitral award annulment in Malaysia, Singapore, and Indonesia. This research also analyze the practice of the national courts in Malaysia, Singapore, and Indonesia through the court judgment. Author use juridical normative research method with literature studies. The research shows although Singapore and Malaysia are the Model Law Countries, they still have differences on the regulation of international arbitral award annulment. The differences contrastingly will be shown if we compare those regulations with Indonesia regulation in the international arbitral award annulment. The practice of the courts have been appropriate in applying the rules of arbitration of the country concerned. It was proved on the Malaysia Court of Appeal award between TLL HLL vs. Laos Government, Singapore High Court award JVL vs. Agritrade, and Indonesia Supreme Court PT. Indiratex vs. Everseason.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>