Fenomena hate speech atau ujaran kebencian semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penggunaan media sosial. Tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan online hate speech yang terjadi di media sosial dan menjelaskan hubungan anonimitas dengan frekuensi online hate speech di media sosial. Penelitian ini dilakukan terhadap kasus Bowo Alpenliebe, 13 tahun, artis aplikasi Tik Tok yang menerima berbagai ujaran kebencian di akun Instagramnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis isi. Penelitian ini menemukan bahwa tema online hate speech yang paling dominan adalah warna kulit dan usia. Akun Instagram yang anonim cenderung menulis online hate speech, sebaliknya akun yang tidak anonim cenderung menulis pesan yang positif dan netral. Dalam kasus ini juga ditemukan bahwa pelaku online hate speech adalah orang dewasa, bukan anak yang seusia dengan korban.
The phenomenon of hate speech is increasing along with the growth of the use of social media. This thesis aims to describe online hate speech that occur on social media and explain the relationship of anonymity with frequency online hate speech on social media. This research was conducted on the case of Bowo Alpenliebe, 13, the Tik Tok application artist who received various expressions of hatred on his Instagram account. This study uses a quantitative approach with the content analysis method. This study found that the most dominant themes of online hate speech are skin color and age. Anonymous Instagram accounts tend to write online hate speech, whereas non-anonymous accounts tend to write positive and neutral messages. In this case it was also found that online hate speech actors were adults, not children of the same age as victims.
Berkembangnya cryptocurrency atau mata uang kripto yang menggunakan teknologi kriptografi merupakan suatu inovasi termutakhir di bidang finansial. Eksistensi cryptocurrency memberikan berbagai kemudahan bagi penggunanya dalam melakukan sebuah transaksi. Dengan menggunakan teknologi blockchain dan sistem peer-to-peer memungkinkan para penggunanya untuk bertransaksi secara anonim. Keunggulan yang dimiliki oleh cryptocurrency tersebut, sejalan dengan perkembangannya, membuat para pelaku kejahatan memanfaatkannya untuk menciptakan metode pencucian uang yang baru. Oleh karena itu, Financial Action Task Force on Money Laundering selaku lembaga internasional yang mengembangkan kebijakan untuk memerangi pencucian uang mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang dapat dirujuk oleh negara-negara dalam membuat kebijakan terkait dengan potensi kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency ini. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk meminimalisir kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency dengan merekomendasikan negara-negara untuk merumuskan kebijakan dengan melakukan pendekatan Risk-Based Approach yang menciptakan kolaborasi secara proaktif dalam berbagi informasi mengenai risiko pencucian uang dalam sebuah ekosistem cryptocurrency. Hal demikian menimbulkan suatu pertanyaan besar apakah instrumen hukum pencucian uang yang ada di Indonesia sudah cukup dan relevan dalam menghadapi perkembangan kejahatan tersebut. Dengan demikian, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tipologi dan juga metodologi pencucian uang melalui cryptocurrency serta cara pencegahannya, yang nantinya dapat dijadikan rujukan bagi para regulator dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan pencucian uang pada sektor ini.
The development of cryptocurrency using cryptographic technology is the latest innovation in the financial sector. The existence of cryptocurrency provides various simplicities for its users in conducting a transaction. By using blockchain technology and peer-to-peer system, it allows its users to conduct transaction anonymously. The advantages of cryptocurrency are, in line with its development, making criminals use them to create new money laundering methods. Therefore, the Financial Action Task Force on Money Laundering as an international institution that develops policies to combat money laundering issues recommendations that can be referenced by any countries in making policies related to money laundering potential through cryptocurrency. The recommendation aims to minimize money laundering through cryptocurrency by recommending countries to formulate policies by adopting a Risk-Based Approach that creates proactive collaboration in sharing information about the risks of money laundering in a cryptocurrency ecosystem. This raises a big question whether the legal instruments of money laundering in Indonesia are sufficient and relevant in dealing with the development of these crimes. Thus, by using juridical-normative research methods, this research aims to explore the typology and methodology of money laundering through cryptocurrency and how to prevent it, which later can be used as a reference for regulator in making adjustments to the development of money laundering through this sector.