Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riviana Dwi Agustina
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Ruang-ruang interaksi di internet memungkinkan terbentuknya relasi-relasi baru termasuk salah satunya adalah praktik hubungan romantis yang disebut sebagai cyberlove. Praktik cyberlove juga terjadi dalam permainan Role-Play, yaitu permainan peran yang dilakukan oleh penggemar selebriti pop Korea di ruang-ruang interaksi maya. Merujuk pada Ben Ze ev 2004, praktik cyberlove merupakan hubungan romantis yang dijalani melalui komunikasi online. Tulisan ini mengeksplorasi wilayah perbatasan antara dunia yang dianggap nyata dengan dunia yang dianggap maya dalam konteks cyberlove dalam permainan Role-Play melalui medium avatar selebriti Korea. Berdasarkan hasil penelitian ini cyberlove dalam permainan Role-Play merupakan bentuk praktik bermedia dimana terdapat hubungan dialektis dan dialogis antara pasangan pemain Role-Play sebagai audiences dan producer. Berbeda dengan praktik bermedia kelompok penggemar lainnya, dalam praktik ini terdapat ekspresi dan pengalaman romantis baik pengalaman online dan offline. Penelitian ini juga menemukan empat aspek yang memungkinkan pemain Role-Play memutuskan untuk menjalani hubungan romantis di permainan Role-Play, yaitu 1 Permainan Role-Play sebagai ruang eksplorasi imajinasi pengalaman romantis; 2 Medium yang memungkinkan terjadinya interaksi; 3 Ketersediaan medium dalam permainan Role-Play untuk mencari pasangan; 4 Anonimitas yang memungkinkan pemain melindungi privasi diri, tetapi juga memungkinkan pemain mengeksplorasi pengalaman-pengalaman baru yang tidak mungkin dilakukan di dunia nyata. ...... The interaction spaces on the internet allow for the establishment of new relationships including the practice of romantic relationships called cyberlove. Cyberlove practice also occurs in Role Playing Games, which are the activity of Role Playing performed by Korean pop celebrity fans in virtual interaction spaces. Referring to Ben Ze 39 ev 2004, the practice of cyberlove is a romantic relationship consisting mainly of computer mediated communication. This paper explores the boundary between the real world and the virtual world in the context of cyberlove in the Role Playing Games through the use of Korean celebrity avatar. Based on the results of this study cyberlove in the Role Playing Games is a form of media practices where there is a dialectical and dialogical relationship between Role Players partners as audiences and producers. In contrast to other mediated fan practices, in this practice, there are romantic expressions and experiences both online and offline experiences. The study also found four aspects that allow Role Players to choose to have romantic relationships in Role Playing Games, namely 1 Role Playing Games as an exploration space of imagination regarding romantic experience 2 Role Playing Games as a medium that enables interactions 3 Availability of medium in Role Playing Games to search for spouse 4 Anonymity that allows players to protect personal privacy, but also allows players to explore new experiences that are not possible in the real world.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Valentina Reiyan
Abstrak :
Skripsi ini menelusuri proses individu dalam membentuk safe place yang anonim di ruang publik melalui penerapan boundary regulation. Penelusuran di skripsi ini yang mengacu pada perilaku individu berkaitan dengan proxemics, orientation, body language, dan physical barriers yang berperan dalam menjaga privasi dan mencapai kondisi anonim. Pendekatan ini melibatkan konsep privasi, anonimitas, dan kontrol personal terhadap informasi serta interaksi sosial. Studi dilakukan di Taman Literasi Blok M, ruang publik yang ramai pengunjung yang dianggap dapat menjadi safe place. Melalui observasi dan wawancara, penelusuran ini menganalisis bagaimana individu menggunakan strategi boundary regulation untuk menjaga privasi dan anonimitas mereka. Hasil studi ini menunjukkan bahwa individu aktif menerapkan boundary regulation sebagai perilaku dalam mengelola privasi dan anonimitas mereka di ruang publik. ......This study explores the process of individuals forming anonymous safe places through the application of boundary regulation. The exploration in this study focuses on individual behaviors related to proxemics, orientation, body language, and physical barriers that play a role in maintaining privacy and achieving anonymity. This approach involves concepts of privacy, anonymity, and personal control over social interactions. The study is conducted at Taman Literasi Blok M, a public space bustling with visitors, considered capable of becoming a safe place. Through observations and interviews, this investigation analyzes how individuals employ boundary regulation strategies to maintain their privacy and anonymity. The study’s results show that individuals actively apply boundary regulation as a behavior in managing their privacy and anonymity in public spaces.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Thomas Raymond Pandapotan
Abstrak :
ABSTRAK
Civility atau keadaban dapat digambarkan sebagai perilaku seseorang di tempat publik, yang sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di lingkungan tertentu. Penelitian ini bertujuan membuktikan efek negatif anonimitas kepada perilaku civil di internet dengan Trait kepribadian Conscientiousness diajukan sebagai moderator, apakah trait ini bisa menurunkan atau menaikkan pengaruh negatif anonimitas. Menggunakan metode penelitian eksperimental, penelitian dilakukan dengan mengukur perilaku civil seseorang saat berkomentar di situs berita internet dan membandingkan skor partisipan kelompok anonim dan kelompok tidak anonim, lalu kemudian tingkat trait Conscientiousness diukur menggunakan BFI-44. Penelitian dilakukan kepada partisipan rentang usia 18-27 di daerah Depok. Dengan partisipan berjumlah 71 orang tidak ditemukan dampak signifikan baik pengaruh anonimitas maupun trait Conscientiousness kepada perilaku civil seseorang (p = 0.481, p< 0.05), di mana peran moderasi kepribadian menjadi tidak bisa diketahui.
ABSTRACT
Civility can be described when observing people?s behavior in public place, according to norms and laws applied in certain environment. This research purpose is to show the negatife effect of anonymity on civil internet behavior using Conscientiousness trait as the moderating variable, whether the trait has a role in the effects. Using experimental design, this research measured civil behavior when commenting in an online news site and compared the scores between anonymous and non-anonymous group, and then measured the participant?s Conscientiousness level using BFI-44. This research was done to participant aged between 18-27 years-old in Depok, Indonesia. With total number of participant 71, it is not found significant effect both anonymity and Conscientiousness on civil behavior (p = 0.481, p< 0.05), where the moderating effect could not be found.;
2016
S64862
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beri Bagja Putra Pamungkas
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang masalah komunikasi dalam masyarakat industri yang tergambar pada keempat cerita pendek karya Peter Bichsel. Dalam semua teks ini, komunikasi antartokoh tidak berlangsung efektif. karena tidak terdapat dialektika antara pengirim dan penerima. Penclitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yang menggunakan pendekatan Hermeneutik kritis Paul Ricoeur dan teori komunikasi Wilbur Schramm serta Karl Buhler. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa komunikasi di dalam masyarakat industri scring mengalami kegagalan akibat ketidaksempurnaan elemen_elemen dalam proses komunikasi, serta pengaruh kondisi psikologis para tokoh dan lingkungan sekitarnya; Individualitas yang tinggi menyebabkan kurangnya komunikasi antarwarga, schingga terjadi dehumanisasi dan anonimitas dalam masyarakat.
This study focuses on communication problem in urban society which has been described in Peter Bichsel's short stories. In every story, communication among figures is not effective, because there is no dialectic between sender and receiver. This research uses descriptive analysis method with Paul Ricoeur's hermeneutic critic approach and communication theory from Wilbur Schramm and Karl Buhler. The conclusions of this research are that communication in urban society frequently fail because of imperfect elements in communication process and psychology influence from figures in the stories and their surroundings as well; High individuality cause the lack of communication among people so that cause dehumanization and anonymity in society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14601
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vienty Andlika
Abstrak :

Fenomena hate speech atau ujaran kebencian semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penggunaan media sosial. Tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan online hate speech yang terjadi di media sosial dan menjelaskan hubungan anonimitas dengan frekuensi online hate speech di media sosial. Penelitian ini dilakukan terhadap kasus Bowo Alpenliebe, 13 tahun, artis aplikasi Tik Tok yang menerima berbagai ujaran kebencian di akun Instagramnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis isi. Penelitian ini menemukan bahwa tema online hate speech yang paling dominan adalah warna kulit dan usia. Akun Instagram yang anonim cenderung menulis online hate speech, sebaliknya akun yang tidak anonim cenderung menulis pesan yang positif dan netral. Dalam kasus ini juga ditemukan bahwa pelaku online hate speech adalah orang dewasa, bukan anak yang seusia dengan korban.


The phenomenon of hate speech is increasing along with the growth of the use of social media. This thesis aims to describe online hate speech that occur on social media and explain the relationship of anonymity with frequency online hate speech on social media. This research was conducted on the case of Bowo Alpenliebe, 13, the Tik Tok application artist who received various expressions of hatred on his Instagram account. This study uses a quantitative approach with the content analysis method. This study found that the most dominant themes of online hate speech are skin color and age. Anonymous Instagram accounts tend to write online hate speech, whereas non-anonymous accounts tend to write positive and neutral messages. In this case it was also found that online hate speech actors were adults, not children of the same age as victims.

2019
T52596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Kurnia Ramadhani
Abstrak :
Studi fenomenologi ini mendeskripsikan dan memahami bagaimana kekerasan simbolik yang dipraktikkan di ranah online, lebih khususnya, pada aplikasi Instagram, yaitu aplikasi berbagi foto sekaligus media sosial. Para perempuan pengguna Instagram berisiko mengalami pelecehan dalam berbagai bentuk, seperti pengambilan dan publikasi foto tanpa izin, stereotip negatif sebagai objek seksual. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami hubungan antara kekuasaan gender dengan kekerasan simbolik, serta bagaimana resistensi terhadap dominasi laki-laki di Instagram terjadi, sehingga menciptakan ruang ketiga. Ruang ketiga adalah ruang di mana yang berkuasa dan yang dikuasai dapat bertemu dan saling menegosiasikan identitas. Penelitian ini lebih jauh berpendapat bahwa anonimitas merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan kekerasan simbolik. Data yang diperoleh dari serangkaian wawancara dengan empat pengguna Instagram perempuan menghasilkan sebuah tema umum yang muncul dalam penelitian ini, bahwa perempuan yang mengalami pelecehan di instagram seringkali menganggap hal tersebut "normal", "wajar" dan "alamiah". Oleh karena itu, perpanjangan dari kekerasan simbolik yang terjadi terhadap perempuan mungkin dilanggengkan
The main aim of this phenomenological study is to explore, describe and understand the presence of symbolic violence that is being implemented in cyberspace, specifically, through the photo sharing application Instagram. Putting women users of Instagram at risk of being harassed in many forms -such as violation of consent, negative stereotypes and the notions of women as sexual objects-this research argues that it is important to analyze symbolic violence through the practice of online harassment since its subtle and non-visible ways of working do not allow us to understand its mechanisms completely. Drawing on real, narrative data obtained from a series of interviews with four women, this study also seeks to understand the interrelations of power relations in gender, and how symbolic violence could further manifest in resistance towards the male dominance over the cyberspace, thus creating a "third space", an "arena of contested identities". This research further argues that anonymity causes harassment, and suggests that the conventional wisdom of `it`s just social media` is at the heart of this problem. A common theme emerging from these narratives is that women who experience harassment in instagram often find it "normal", therefore permitting the existence and persistence of symbolic violence.
2015
S61002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahra Affifa
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk memahami pengalaman individu perempuan dalam melancarkan taktik pada penggunaan akun alter di media sosial Twitter untuk mengekspresikan seksualitasnya. Akun alter sendiri mengacu kepada profil yang merepresentasikan identitas sekunder dengan penggunaan pseudonim. Penelitian ini melihat bagaimana struktur masyarakat patriarki yang represif membentuk kesadaran perempuan dalam memaknai diri dan lingkungan sekitar, serta bagaimana mereka menegosiasikan struktur tersebut dengan memanfaatkan ruang digital yang mengizinkan mereka untuk melancarkan agensi seksualnya. Adapun penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma konstruktivisme kritis dengan strategi fenomenologi dan menghadirkan subjek perempuan pengguna akun alter dengan rentang umur 19-23 tahun. Peneliti menemukan bagaimana dunia alter yang menekankan pada aspek anonimitas dapat melepaskan individu dari kontrol institusi sosial yang represif dan memberi tempat yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan seksualitasnya. Di sisi lain, individu masih rentan terhadap berbagai ancaman dan berpotensi masih terperangkap dalam wacana misoginis dominan. Namun terlepas dari posisinya yang masih rentan, proses negosiasi antara struktur dan agensi individu dapat dilihat dari sikap kewaspadaan, autentisitas pada konten perempuan, hingga pergerakan aktif mereka dalam melawan usikan laki-laki. Proses negosiasi tersebut melancarkan serangkaian taktik yang tidak bertujuan untuk menjatuhkan struktur, melainkan membangun posisi tersendiri dengan mengidentfikasi celah dan memanfaatkan ruang digital di dalam sistem yang represif. ...... This study aims to understand the experience of individual women in using alter accounts on Twitter as their tactics in expressing their sexuality. The alter account itself refer to a user-built Twitter profile that represents secondary identity by using pseudonym. This research looks at how the repressive structure of patriarchal society shapes women's awareness in interpreting themselves and the environment, and how they negotiate the structure by utilizing digital space that allows them to launch their sexual agency. The qualitative research uses a critical constructivist paradigm with a phenomenological strategy on female subjects using alter accounts with an age range of 19-23 years. Researchers discovered how the alter world that emphasizes aspects of anonymity can be seen as a gap for them to evade social repressions they get in the offline world and provide a safe place for them to express their sexuality. On the other hand, individuals are still vulnerable to various threats and potentially still trapped in the dominant misogynist discourse. However, despite their vulnerable position, the process of negotiation between the structure and individual agency can be seen from the attitude of vigilance, authenticity in the content of women, to their active movement in fighting against men. The negotiation process launched a series of tactics that did not aim to overthrow the structure, but instead established a separate position by identifying gaps and taking advantage of the digital space inside repressive systems.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvin Sasa
Abstrak :

Berkembangnya cryptocurrency atau mata uang kripto yang menggunakan teknologi kriptografi merupakan suatu inovasi termutakhir di bidang finansial. Eksistensi cryptocurrency memberikan berbagai kemudahan bagi penggunanya dalam melakukan sebuah transaksi. Dengan menggunakan teknologi blockchain dan sistem peer-to-peer memungkinkan para penggunanya untuk bertransaksi secara anonim. Keunggulan yang dimiliki oleh cryptocurrency tersebut, sejalan dengan perkembangannya, membuat para pelaku kejahatan memanfaatkannya untuk menciptakan metode pencucian uang yang baru. Oleh karena itu, Financial Action Task Force on Money Laundering selaku lembaga internasional yang mengembangkan kebijakan untuk memerangi pencucian uang mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang dapat dirujuk oleh negara-negara dalam membuat kebijakan terkait dengan potensi kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency ini. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk meminimalisir kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency dengan merekomendasikan negara-negara untuk merumuskan kebijakan dengan melakukan pendekatan Risk-Based Approach yang menciptakan kolaborasi secara proaktif dalam berbagi informasi mengenai risiko pencucian uang dalam sebuah ekosistem cryptocurrency. Hal demikian menimbulkan suatu pertanyaan besar apakah instrumen hukum pencucian uang yang ada di Indonesia sudah cukup dan relevan dalam menghadapi perkembangan kejahatan tersebut. Dengan demikian, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tipologi dan juga metodologi pencucian uang melalui cryptocurrency serta cara pencegahannya, yang nantinya dapat dijadikan rujukan bagi para regulator dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan pencucian uang pada sektor ini.


The development of cryptocurrency using cryptographic technology is the latest innovation in the financial sector. The existence of cryptocurrency provides various simplicities for its users in conducting a transaction. By using blockchain technology and peer-to-peer system, it allows its users to conduct transaction anonymously. The advantages of cryptocurrency are, in line with its development, making criminals use them to create new money laundering methods. Therefore, the Financial Action Task Force on Money Laundering as an international institution that develops policies to combat money laundering issues recommendations that can be referenced by any countries in making policies related to money laundering potential through cryptocurrency. The recommendation aims to minimize money laundering through cryptocurrency by recommending countries to formulate policies by adopting a Risk-Based Approach that creates proactive collaboration in sharing information about the risks of money laundering in a cryptocurrency ecosystem. This raises a big question whether the legal instruments of money laundering in Indonesia are sufficient and relevant in dealing with the development of these crimes. Thus, by using juridical-normative research methods, this research aims to explore the typology and methodology of money laundering through cryptocurrency and how to prevent it, which later can be used as a reference for regulator in making adjustments to the development of money laundering through this sector.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesslyn Diva Amelia
Abstrak :
Anonimitas merupakan salah satu fenomena yang kerap terjadi dalam perjanjian, tak terkecuali pada perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT). Hingga saat ini, baik secara regional maupun  global belum terdapat suatu kesepahaman tentang batasan umum terhadap anonimitas. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kejelasan identitas para pihak yang melakukan perjanjian merupakan salah satu unsur yang sangat esensial. Hal tersebut guna mengetahui seberapa cakap para pihak dalam mengemban hak dan kewajiban dalam perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keabsahan perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan menggunakan studi kasus pada marketplace OpenSea. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan studi hukum kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim melanggar dua syarat sah perjanjian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian, terhadap perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim dapat dinyatakan batal demi hukum. ......Anonymity is a phenomenon that often occurs in the trading world, not least in the sale and purchase of Non-Fungible Tokens (NFT). To date, both regionally and globally there has been no common understanding on the general limits of anonymity. Based on the Civil Code, the clarity of the identity of the parties in the agreement is a very essential element. This is to find out how capable the parties are in carrying out the rights and obligations in the agreement. This study aims to find out how the validity of the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously based on the Civil Code using case studies on the OpenSea marketplace. This research is in the form of normative juridical using a literature law study approach. The results of the study conclude that the sale and purchase agreement of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously violates two legal conditions of the agreement as formulated in the Article 1320 of Indonesian Civil Code. Thus, the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously can be declared null and void.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Syahvita Ananda Bustaman
Abstrak :
Akun pseudonim menjadi fenomena unik dalam penggunaan anonimitas di media sosial. Berdasarkan penelitian sebelumnya, anonimitas dapat diikuti dengan peningkatan self disclosure. Dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anonimitas dan self disclosure pada akun pseudonim di Twitter pada populasi kelompok usia generasi Z. Penelitian ini diikuti oleh 246 partisipan pengguna akun pseudonim di Twitter yang merupakan bagian dari generasi Z. Anonimitas diukur menggunakan Skala Anonimitas dan self disclosure diukur menggunakan Revised Self Disclosure Scale. Hasil teknik korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan negatif antara anonimitas dan self disclosure (r(246)=-0,233, p=0,001, r2=0,054). ......Pseudonym accounts are a unique phenomenon in the use of anonymity on social media. Previous research shows anonymity can be followed by increased self-disclosure. This study aims to determine the relationship between anonymity and self-disclosure on pseudonym accounts on Twitter among generation Z. This study was followed by 246 user of pseudonym accounts on Twitter who are part of generation Z. Anonymity’s measured using the Anonymity Scale and self disclosure’s measured using the Revised Self Disclosure Scale. Spearman correlation technique result showed a significant and negative relationship between anonymity and self-disclosure (r(246) =-0,233, p = 0.001, r2= 0.054).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>