Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anna Ida Sunaryo Purwiyanto
Abstrak :
Kawasan reklamasi mangrove Muara Angke Kapuk merupakan kawasan reklamasi yang tidak lepas dari imbas pencemaran sampah dan limbah di sekitar Cengkareng, Jakarta. Hal tersebut terlihat dari hampir seluruh sedimen yang berada di bawah pohon mangrove tertutup oleh timbunan plastik. Meski demikian, kawasan reklamasi ini masih memiliki beragam biota, sehingga diduga lingkungan ini masih memiliki daya dukung internal, terutama nutrien dari sedimen. Tujuan penelitian adalah mengkaji kondisi nutrien pada sedimen kawasan reklamasi mangrove. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel air poros menggunakan modifikasi cawan bertingkat pada kedalaman sedimen 0-15 cm dengan interval kedalaman 2,5 cm, serta sampel sedimen dengan menggunakan ring tanah. Sampel air poros diukur Dissolve Oxygen (DO) dan konsentrasi amoniak, nitrit, nitrat, dan fosfat. Sampel sedimen digunakan untuk memperoleh nilai porositas. Data yang diperoleh digunakan dalam pembuatan profil konsentrasi secara vertikal, analisis fluks nutrien vertikal. Analis is fluks nutrien secara vertikal dilakukan dengan bantuan software QUAL2K version 2.11. Hasil penelitian menunjukkan distribusi vertikal dan fluks nutrien yang berbeda-beda, di mana amoniak dan fosfat mengalami influx dan peningkatan seiring dengan bertambahnya kedalaman sedimen, sedangkan nitrat mengalami efflux dan penurunan konsentrasi. Penghitungan fluks nitrit yang merupakan nutrien peralihan tidak dilakukan, namun konsentrasinya mengalami penurunan setelah kedalaman 2,5 cm. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingginya pencemaran di permukaan tidak menghalangi proses kimia alami sehingga kawasan reklamasi tersebut masih dapat memberi dukungan nutrisi bagi biota.
The reclaimed mangrove estuary in Muara Angke Kapuk is a reclaimed area that has not evaded the impacted of pollution and waste in the areas surrounding Cengkareng, Jakarta. This is apparent from the fact that almost all sediments under the mangrove trees are buried under heaps of plastic trash. However, the reclaimed region still has variety of organism, which indicating that the region still has an internal carrying capacity, especially nutrients from sediment. The purpose of this research was to examine the condition of sediment nutrients in this mangrove reclamation region. The research was conducted by taking water samples using a modification of the stratified cup at a sediment depth of 0-15 cm with depth intervals of 2.5 cm, and taking sediment samples using the sediment ring. Pore water samples were measured for dissolved oxygen (DO) and concentrations of ammonia, nitrite, nitrate, and phosphate. Sediment samples were used to obtain porosity values. The data obtained is used to make vertical concentration profiles and analysis of vertical nutrient flux. Vertical nutrient flux analysis was performed with the aid of QUAL2K software version 2.11. The results showed different vertical distributions and flux of nutrients, where influx for ammonia and phosphate and an increase inline with increasing sediment depth, while nitrate efflux and a decreased concentration. The flux calculation of nitrite as transitory nutrient was not done, but the concentration decreased after a depth of 2.5 cm. This indicates that the high contamination on the surface does not prevent the natural chemical processes so the reclaimed region can still provide nutritional support for its organism.
Universitas Sriwijaya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2012
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Enny Sulistyowati
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai ekonomi Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk di kota Jakarta Utara dengan menggunakan metode biaya perjalanan dan untuk memperkirakan permintaan pengunjung dan kemauan untuk membayar (willingness to pay/WTP). Data untuk penelitian ini dikumpulkan dengan melakukan survei pada 100 sampel pengunjung. Data dianalisis dengan menggunakan model regresi log-log. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya perjalanan dan pendapatan mempengaruhi total kunjungan individu dan menunjukkan bahwa rata-rata kesediaan pengunjung untuk membayar adalah Rp.276.921 per individu per tahun. Nilai ekonomi dari TWA Angke Kapuk yang berasal dari kesediaan untuk membayar pada Tahun 2014 diproyeksikan sebesar Rp.2,42 miliar. Saat ini, kebijakan untuk menaikan tarif masuk adalah solusi yang mungkin untuk membiayai konservasi.
ABSTRACT
This research aim to evaluate the economic value of Angke Kapuk natural tourism park (TWA Angke Kapuk) in North Jakarta by travel cost method and to estimate the demand for traveling and the willingness to pay. The data for this research were collected by conducting surveys on 100 sample visitors. The data were analyzed by using log-log regression model. The result of this research indicated that travel cost and income affected total individual visits and showed that visitors’ average willingness to pay was Rp.276.921 per head per year. The economic value of TWA Angke Kapuk in 2014 is projected to reach Rp.2.42 billion. At present, the policy to increase entrance fees is a possible solution to finance conservation.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Indrian Tagor
Abstrak :
Penyusutan luas lahan hutan bakau di Angke Kapuk dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Tahun 1960 luas hutan Angke Kapuk 1.333.62 ha tahun 1977 tinggal 1.144.08 ha dan menurut data dari Rencana induk Pengembangan Pantai Indah Kapuk tahun 1984, luas hutan Angke Kapuk tinggal 162.07 ha yang terdiri dari hutan Lindung 49.25 ha Cagar Alam 21.48 ha dan hutan Wisata 91.37 ha. Hutan bakau yang terdapat di Angke Kapuk adalah salah satu daerah penyangga (Buffer Zone) yang panting bagi Jakarta. Dari sejak zaman Belanda, kawasan hutan Angke Kapuk telah dilindungi dan dijaganya. Tetapi akibat wilayah tersebut semakin menyusut luasnya karena ada pembangunan pemukiman, industri, tambak-tambak dan lain-lain. Pembangunan tambak atau yang sering disebut hutan mina adalah salah satu aspek penting yang berpengaruh mengurangi luas lahan hutan bakau. Hal ini cukup dilematis karena konservasi hutan bakau dan pembangunan tambak untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah bagaikan dua sisi mata uang. Apalagi dengan dibangunnya daerah pemukiman mewah, seperti Pantai lndah Kapuk yang sangat membutuhkan nfrastruktur yang lengkap dan lahan yang cukup luas, yang jelas mengakibatkan degradasi lingkungan yang cukup tajam. Pengelolaan lingkungan yang komprehensif untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang semakin hari semakin parah di hutan Angke Kapuk menjadi sebuah problem yang kompleks. Opsi atau alternatif terbaik untuk melakukan pilihan pengelolaan (management option) lingkungan adalah merupakan kebutuhan yang mendesak. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2000 sampai dengan Januari 2001 dengan lokasi hutan Angke Kapuk dan sekitarnya. Pilihan pengelolaan (management-option) yang diambil pada studi ini adalah konservasi hutan bakau dan hutan mina. Dua pola pilihan pengelolaan tersebut menjadi dasar bagi studi ini. Dua pola pengelolaan pilihan tersebut dihitung dengan menggunakan metode analisis biaya dan Manfaat yang diperluas (Extended Cost-Benefit Analysis.) Masing-masing pola pengelolaan dideskripsikan secara detail baik dari segi biaya maupun segi manfaatnya yang komponennya memiliki asumsiasumsi sendiri sesuai dengan kondisi obyektif yang ada. Sebagai contoh untuk estimasi biaya dan manfaat dari pilihan pengelolaan hutan mina terdiri dari komponen manfaatraa berupa; hutan mina, cadangan tegakan hutan, perikanan, satwaliar biodiversiti, fisik dan eksistensi, kemudian kompormon biayanya berupa; investasi, hutan mina, cadangan tegakan hutan, perikanan, satwaliar dan eksternalitas. Untuk estimasi biaya dan manfaat pengelolaan hutan bakau yang berkelanjutan, komponen manfaatnya adalah cadangan tegakan hutan, perikanan, satwa liar, biodiversiti, nilai fisik dan nilai eksistensi, kemudian komponen biayanya berupa; investasi; cadangan tegakan hutan, perikanan dan satwa liar. Dari tiap komponen pilihan pengelolaan yang ada dihiktung Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost (BC) rasionya sehingga didapat hasilnya. Kemudian hasilnya dibandingkan untuk dilihat pengelolaan mana yang paling menguntungkan. Hasil penghitungan yang didapat dari studi ini adalah bahwa pilihan pengelolaan hutan bakau adalah yang paling menguntungkan, di mana didapat harga NPV sebesar 5.120, 9271 US $/ha dengan B-C ratio= 7.7893. Sedangkan yang kedua adalah hutan mina (Udang) NPV= 4.890,7039 US$/ha dengan B-C ratio=1.9746. yang ketiga adalah hutan mina (ikan Bandeng dan Udang) dengan NPV= 1.668,8734 US$/ha dengan B-C ration = 1.3850 dan yang keempat atau yang terakhir adalah ikan bandeng yaitu NPV= 1.514,0099 US $/ha dengan B-C ratio= 1.3646... Sehingga dapat disimpulkan bahwa hutan bakau juga memiliki potensi ekonomi lingkungan yang cukup tinggi, baik manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan.
The area lost in Angke Kapuk every year is a major concern. In 1960 Angke Kapuk was 1,33362 hectares while in 1977 it has decreased to 1,144.08 hectares. According to data from Planning and Development at "Pantai Indah Kapuk" Jakarta , in 1984 only 162.07 hectares of he area was lost, consisting of 49.25 hectares protected forest, 21.45 hectares nature reserves and 91.37 hectares tourist-designated forest. Comprehensive environmental management to anticipate environmental degradation that gets worsened everyday in Angke Kapuk forest has become a complex problem. Choosing the best alternative for management option has become an urgent need. Management options adopted for this study was mangrove and Mina forest conservation. These two management options were the base for this study. The research was undertaken from May 2000 to January 2001 in Angke Kapuk forest area. The mangrove forest in Angke Kapuk is one of the important buffer zones of Jakarta. It has been protected right since colonial time. The area has been continuously decreasing in width, however, due to development of housing, industry, fish and shrimp ponds, etc. The development of ponds, or mina forest as it is commonly called, is one of the important factors influencing the decrease in -mangrove forest areas. This is actually dilemma as both mangrove forest conservation and ponds development as a means to fulfill living needs of the community are like two sides of a coin. The environmental degradation has been worsened by the development of luxury housing complex like the Pantai Indah Kapuk, which need complete infrastructure, and hectares of land. One way to solve the problem is by meticulously evaluating the holistic taken are a sustainable mangrove forest conservation and mina forest. This choice of two management patterns is the basis of this study. The two patterns are calculated by using the cast and benefit, analysis method. Each pattern of management is described in detail, both in terms of cost and benefit, the components of which -have their own assumptions in accordance with the existing objective condition. As an example, take the estimates of cost and benefit of mina fort management. Its benefit component would be: the mina forests, forest stand reserve, fishery, wild animal, biodiversity, and physical and existence values. Its cost component would be: investment, mina forests, forest stand reserve, fishery, wild animal and externality. For the mangrove forest management, its benefit component would be: forest stand reserve, fishery, wild animal, biodiversity, and physical and existence values. And its cost component would be: investment, forest stand reserve, fishery and wild animal. From each component of the management choice, the ratio of the Net Present Value (NPV) and the Benefit-Cost (B-C) is calculated. The results of the calculation are to be compared in order to see which is the most profitable. The result of calculation from this study is that the choice of a sustainable Mangrove forest management is the most profitable, in which the NPV is US $ 5,120.9271 per hectare with B-C ratio = 7.7893, whereas the NPV of the Mina forest with Shrimp management: US$ 4,890.7039 per hectare with B-C ratio = 1.9745, Milkfish: US$ 1,514.0099-per hectare with B-C ratio = 1.3646 and Shrimp &Milkfish: US$ 1,668.8734 per hectare with-BC ratio = 1.3850. It is therefore concluded that mangrove forests has a considerably high economic potential, in terms of direct, indirect, chosen as well as existence benefit. For in order to invest in a project, we need not only to calculate its economic and technical -benefits but also its long term benefit which takes into account the environmental interests and needs of the future generation.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paula
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naila Zackeisha
Abstrak :
Gangguan antropogenik di wilayah pesisir akhir-akhir ini meningkat karena peningkatan populasi. Gangguan yang dimaksud dapat berupa produk kegiatan manusia yang merusak ekosistem di sekitarnya, seperti sampah, pembangunan industri, perumahan dan fasilitas umum. Salah satu ekosistem yang terancam dari gangguan tersebut adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove memiliki berbagai peran bagi lingkungan dan manusia, salah satunya sebagai habitat biota seperti burung air, yang memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai tempat bersarang dan mencari mangsa. Pengaruh gangguan antropogenik terhadap lingkungan diketahui melalui media yang mampu menunjukkan hubungan antara keduanya, seperti Index of Waterbird Community Integrity (IWCI) dimana burung air digunakan sebagai bioindikator perubahan kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor gangguan antropogenik berupa penggunaan lahan, jumlah pengunjung, polusi suara, kecerahan air dan kadar fosfat terhadap kualitas lingkungan melalui penilaian skor IWCI. Penelitian dilakukan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk (TWAAK) pada bulan Oktober hingga November tahun 2019. Sebanyak 17 jenis burung air berhasil diidentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IWCI dalam TWAAK berkisar antara 13,75 hingga 17,61 dengan rata-rata 16,02. Berdasarkan kriteria skor IWCI, nilai rata-rata menunjukkan bahwa kualitas lingkungan TWAAK tergolong 'buruk-sedang'. Data korelasi gangguan antropogenik dan skor IWCI menunjukkan hubungan negatif yang signifikan terhadap jumlah pengunjung dan persentase penggunaan lahan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan antara jumlah pengunjung mempengaruhi nilai IWCI sebesar -0,109 dan persentase penggunaan lahan yang paling signifikan adalah -0,136. ......Anthropogenic disturbances in coastal areas have recently increased due to population growth. The disturbance in question can be in the form of a product of human activities that damage the surrounding ecosystem, such as garbage, industrial development, housing and public facilities. One of the ecosystems that are threatened from this disturbance is the mangrove ecosystem. Mangrove ecosystems have various roles for the environment and humans, one of which is as a habitat for biota such as water birds, which use the mangrove ecosystem as a place to nest and find prey. The influence of anthropogenic disturbances on the environment is known through media that are able to show the relationship between the two, such as the Index of Waterbird Community Integrity (IWCI) where waterbirds are used as bioindicators of changes in environmental quality. This study aims to determine the relationship between anthropogenic disturbance factors in the form of land use, number of visitors, noise pollution, water brightness and phosphate levels on environmental quality through an IWCI score assessment. The research was conducted at the Angke Kapuk Nature Tourism Park (TWAAK) from October to November 2019. A total of 17 species of water birds were identified. The results showed that the IWCI value in the TWAAK ranged from 13.75 to 17.61 with an average of 16.02. Based on the IWCI score criteria, the average score indicates that the environmental quality of TWAAK is classified as 'poor-moderate'. Correlation data of anthropogenic disturbances and IWCI scores showed a significant negative relationship to the number of visitors and the percentage of land use. The results of the regression analysis showed that the significant relationship between the number of visitors affected the IWCI value of -0.109 and the most significant percentage of land use was -0.136.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Muchairina
Abstrak :
Sebagai ekosistem peralihan antara wilayah darat dan laut, pengelolaan mangrove harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dan melalui berbagai pendekatan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui studi kepustakaan. Peneliti turut melakukan wawancara dengan sejumlah narasumber untuk sebagai data pendukung. Terdapat dua permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu mengenai kelembagaan dan tata kelola hutan mangrove di Indonesia serta penerapan pengelolaan mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke (SM Muara Angke) dan Taman Wisata Angke Kapuk (TWA Angke Kapuk) sebagai bagian dari Kawasan Hutan Mangrove Angke Kapuk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mangrove memiliki berbagai macam fungsi dan manfaat. Akan tetapi, pengelolaan terhadap mangrove di Indonesia belum dilaksanakan secara terpadu. Kemudian, dalam pengelolaan mangrove di kawasan SM Muara Angke dan TWA Angke Kapuk ditemui beberapa kendala, seperti keterbatasan anggaran, sarana prasarana, dan sumber daya manusia, kurangnya koordinasi antar para pihak, permasalahan batas kawasan, rendahnya keterlibatan masyarakat, serta kegiatan masyarakat di sekitar kawasan.
As mangroves are an ecosystem at the interface between land and sea, their management involves various stakeholders as well as various approaches. Therefore, an integrated management of mangroves is required to protect and preserve them. This normative juridical research study uses materials derived from literature. The researcher also conducted several interviews to obtain supporting data. There are two questions that will be discussed in this study, namely the authority and management of mangrove forest in Indonesia, and the implementation of mangrove management in Muara Angke Wildlife Reserve and the Angke Kapuk Nature Recreation Park, which are part of the Angke Kapuk Mangrove Forest. The results show that mangroves have important functions and uses. However, the management of mangroves in Indonesia has not been yet integrated. The implementation of mangrove management in both the Muara Angke Wildlife Reserve and the Angke Kapuk Nature Recreation Park has faced several obstacles, such as limited budget, infrastructure, and facilities as well as lack of personnel and coordination, boundary issues, limited engagement from the local community, and human activities.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library