Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Butler, Pamela E.
San Francisco: Harper & Row Publishers, 1981
155.333 BUT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfitriani Dewi
Abstrak :
ABSTRAK
Takarazuka Revue adalah sebuah teater asal Kansai, Jepang yang seluruh pemainnya terdiri dari perempuan. Dalam pembagian peran yang dimainkan, para pemain yang disebut dengan Takarasiennes dibagi menjadi dua peran, yakni peran laki-laki atau otokoyaku dan peran perempuan atau musumeyaku. Dalam membawakan karakter laki-laki, otokoyaku cenderung membawakan karakter androgini yang merupakan kombinasi kuat dari sifat maskulin dan feminin. Karakter tersebut dibentuk pada saat pelatihan di sekolah musik Takarazuka.
ABSTRACT
Takarazuka Revue is a theater from Kansai, Japan, where all of its players consist of women. In the division of roles played, the players called Takarasiennes are divided into two, male role or otokoyaku, and female role or musumeyaku. In bringing male characters, otokoyaku tends to carry an androgynous character which is a strong combination of masculine and feminine traits. The character is formed when training in the Takarazuka music school.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Isaura Putri Maharani
Abstrak :
Androgini di Indonesia masih terbilang tabu karena tampilannya yang tidak sesuai dengan ideologi gender yang berlaku. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa gaya androgini tidak sesuai dengan konstruksi maskulinitas dan feminitas di Indonesia, sehingga fenomena androgini di Indonesia masih terbilang baru dan dianggap tabu. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana ekspresi androgini ditampilkan oleh kaum muda di Jakarta. Penelitian ini berargumen bahwa androgini dimaknai sebagai gender neutral, yaitu tampilan maskulin atau feminim dengan ekspresi yang tidak terlihat condong ke arah maskulinitas dan feminitas tersebut. Temuan penelitian ini adalah ekspresi gender androgini ditampilkan melalui gaya hidup, kosmetik, dan perilaku. Selain itu ekspresi gender juga ditampilkan secara berlawanan dengan stereotip identitas gendernya untuk menciptakan penampilan yang netral (gender neutral) dan sesuai dengan makna dari penampilan androgini. Dalam prosesnya androgini laki-laki mengalami tekanan sosial berupa perundungan dan pengucilan yang disebabkan oleh ideologi gender yang tertanam di masyarakat, sementara androgini perempuan tidak mendapatkan masalah secara sosial mengenai penampilannya. Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam. ......Androgyny in Indonesia is still classified as taboo because it is not in accordance with the prevailing gender ideology. Previous studies show that androgyny is not suitable with masculinity and femininity construction in Indonesia, so that androgynous phenomena are still fairly new and considered taboo. Therefore this study wanted to see how androgynous responses were presented by young people in Jakarta. This study shows that androgyny is interpreted as gender neutral, a masculine or feminine appearance with expressions that do not look more in masculine or feminine. The findings of this study is androgyny is expressed through lifestyle, cosmetics, and behavior. In addition, gender expression also fully opposes the stereotype of gender identity to create a neutral appearance and in accordance with the meaning of androgynous appearance. Male androgyny had social pressure into abuse and exclusion caused by gender ideologies involving the community, while female androgyny do not get social problems regarding their making. This study uses qualitative methods by collecting data through in-depth interviews.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leona Dwi Untari
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan film Mulan (1998) versi animasi dan Mulan (2020) versi live action sebagai korpus penelitian. Korpus tersebut memuat permasalahan gender androgini dengan narasi yang berbeda. Berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah mengangkat permasalahan gender, penelitian ini berfokus pada isu androginitas (femininitas dan maskulinitas yang tinggi dalam satu individu) yang direpresentasikan melalui tokoh Mulan. Dengan menggunakan konsep Androgini Bem S.L (1974)., penelitian ini mencoba membongkar transformasi androginitas pada tokoh Mulan dalam kedua film tersebut dan refleksinya. Hasil analisis menemukan androginitas Mulan terbentuk karena adanya dukungan dari lingkungan sekitar, peran orang tua, dan keyakinan diri sendiri dalam menentukan identitas yang diinginkan. Transformasi tersebut dapat dimaknai dengan adanya upaya Disney (sebagai rumah produksi film bertema princess/putri) untuk melakukan koreksi terhadap cara pandangnya terhadap permasalahan gender. ......This study uses the animated version of the Mulan (1998) film and the live action version of Mulan (2020) as the research corpus. The corpus contains androgynous gender issues formulated in different narratives. Different from previous studies that have raised gender issues, this research focuses on the issue of androgyny (high femininity and masculinity in one individual) which is represented through the character Mulan. By using the concept of Androgynous Bem S.L. (1974), this research tries to uncover the androgynous transformation of Mulan's character in the two films and her reflection. The analysis found that Mulan's androgyny was formed because of the support from the surrounding environment, the role of parents, and her self-confidence in determining the desired identity. This transformation can be interpreted by Disney's efforts (as a princess/princess-themed film production house) to make corrections to its perspective on gender issues.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Anindya
Abstrak :
Penelitian ini berawal dari keresahan peneliti atas pembagian gender maskulin dan feminin yang membuat laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal menjadi pihak yang harus tunduk dengan tatanan sosial dan budaya masyarakat. Laki-laki, mengalami krisis identitas terkait posisinya secara personal dan komunal di dalam masyarakat dan karakter androgini menjadi pilihan dalam menunjukkan identitasnya. Identitas gender androgini dapat dilihat melalui gender performativity dan fashion. Untuk itu, penelitian ini menggunakan fenomenologi dalam melihat pengalaman laki-laki androgini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, androgini merupakan identitas gender dan juga androgini secara psikologis merupakan bentuk kecerdasan emosi; kedua, keluarga yang konvensional dan lingkungan yang sex-type memunculkan identitas gender androgini; ketiga, media cenderung mengkomodifikasi androgini salah satunya melalui fashion; dan keempat, setiap individu memiliki keunikan dalam mengekspresikan fashion dan gender performativity. ......This research come from researcher restless thought about masculine and feminine binary. This gender binary somehow makes men and women as part of the society have to adjust themselves to social and cultural norms. Men gets identity crisis on their personal and communal life, therefore they create androgini identity gender. Androgini identity gender can be seen on gender performativity and fashion. This research use phenomenology to observe androgyny men life experience. The result shows, first, androgyny is emotional intellectual that is related to psychological character development; second, conventional family and sex-type environment create androgynous person; third, media shows androgyny on fashion as commodity; and fourth, every human being has her/his own uniqueness on fashion and gender pervormativity; one of their appearance shows androgynous characteristics.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anselma Widha Prihandita
Abstrak :
Skripsi ini menganalisis Ancillary Justice, sebuah buku fiksi ilmiah karangan Ann Leckie. Melalui analisis tekstual, skripsi ini meneliti bagaimana Ancillary Justice mendekonstruksi pengertian gender yang normatif, khususnya konstruksi gender biner. Hasil penelitian menemukan bahwa Ancillary Justice mendekonstruksi sistem gender biner melalui bahasa eksperimental, masyarakat fiksional, dan karakter androgini. Pertama, dalam bahasanya yang eksperimental, penggunaan kata ganti feminin menghasilkan narasi yang mengkritisi pemahaman dan anggapan kita mengenai gender. Kedua, novel ini membangun sebuah masyarakat fiksional dengan sistem gender non-biner, yang menunjukkan bagaimana gender berfungsi dalam sebuah masyarakat. Ketiga, novel ini menampilkan karakter-karakter androgini yang berfungsi sebagai metafora dinamika gender, menunjukkan bagaimana sifat-sifat maskulin dan feminin bisa berinteraksi dalam diri kita, dan akibat dari interaksi tersebut. Dengan meneliti konstruksi novel ini, penelitian ini berharap dapat menjelaskan bagaimana karya fiksi, terutama fiksi ilmiah, bisa melakukan subversi dan menawarkan pandangan yang berbeda tentang gender. ...... This undergraduate thesis focuses on Ancillary Justice, a science fiction novel by Ann Leckie. Through textual analysis, this research explores how Ancillary Justice deconstructs normative construction of gender, specifically the gender binary. This research finds that Ancillary Justice deconstructs gender binary through its experimental language, fictional society, and androgynous characters. First, in its experimental language, the novel rsquo s use of the feminine pronouns interrogates our existing understanding of gender and how we view gender. Second, the novel constructs a post binary gender society that highlights how gender functions in society. Third, the novel portrays androgynous characters that function as parables of gender dynamics, showing us the various ways that masculinity and femininity can interact within ourselves, and what can result from such relations. By examining the workings of this novel, this research hopes to bring to light how fiction, especially science fiction, can perform subversion and offer alternatives to imagine gender.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S66620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library