Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pradewi Indriyastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Amputasi anggota gerak bawah, merupakan keadaan yang mempengaruhi kehidupan pasien yang tidak terpikirkan sebelumnya. Amputasi dilakukan akibat trauma , infeksi, keganasan atau gangguan metabolisme selain itu amputee juga bisa terjadi akibat kelainan kongenital. Untuk penanggulangan penderita amputee, banyak disiplin kerja yang terkait agar dapat tercapai kemampuan fungsional yang mandiri, antara lain peranan dokter, perawat, psikolog, pekerja sosial medik & pembuat protesa. Peran mereka sangat besar dalam usaha membuat seseorang mandiri ini.

Dengan melakukan latihan-latihan amputee anggota gerak bawah dapat mencapai kemandirian. Kemampuan penderita amputasi untuk mencapai kemandirian, perlu melalui beberapa tahapan. Beberapa tahapan (fase) yang perlu ditempuh seorang amputee yaitu : fase I : selama di Rumah sakit, persiapan pasien yang diamputasi dari segi medis, psikososial dan prostetik yang disebut fase urus diri (selfcare);fase III setelah pulang dari Rumah sakit disebut fase penyesuaian diri yaitu penyesuaian pemakaian protesa, untuk dapat melakukan kegiatan sehari - hari (?ADM') secara optimal untuk komunikasi luas, fase III meningkatkan kemampuan lebih luas untuk mengatasi keterbatasan (handicap) melalui berbagai jenis kegiatan sehari-hari, bergaul dan beradaptasi, sehingga tercapai kepuasan diri seperti sebelum amputasi atau bahkan lebih.
(1) Hal ini telah lama mendapat perhatian para ahli (pakar) dan sampai saat ini masih terus merupakan tantangan, baik bagi setiap amputee, maupun pakar-pakar untuk mencapai cita-cita ini. Banyak penderita amputasi yang belum dapat melakukan kemampuan-kemampuan ini, sehingga kemampuan ini dapat digunakan sebagai contoh bagi amputee lainnya.

Di Indonesia belum ada data mengenai cacat amputasi. Di RSCM sendiri baru tercatat 40 kasus amputee sejak tahun 1986-1989.terdiri dart Laki-laki . 37 kasus (93 %),dan perempuan 3 kasus (7%). Etimologi amputasi adalah sebagai berikut : kongenital 4 kasus (.O%), trauma 21 kasus (52%), vascular 3 kasus (8%), dan yang sampai mendapatkan protesa 12 amputee (30%).

Salah satu usaha yang dapat dilakukan bagi penderita amputee untuk mencapai peningkatan kemampuan untuk mencapai kemandirian ialah melalui latihan kesegaran jasmani berupa latihan-latihan aerobik; latihan ini dipakai untuk menentukan tingkat kemampuan jalan penderita amputee dengan mempergunakan protesa, sehingga dapat tercapai kesegaran jasmani dengan penilaian secara kardiologis dan penilaian kecepatan berjalan menurut jenis amputasi pada penderita amputee ini. Kemampuan ini yang diteliti dan dinilai.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pakar untuk mencapai usaha menolong "amputee" pada segi kemandiriannya dalam waktu yang secepatnya.

Penelitian ini hanyalah merupakan penelitian pasca amputasi, baik atas lutut maupun bawah lutut.

Yang dianalisa adalah :
--Berapa lama penderita mencapai fase self care (fase urus diri) di rumah sakit.
--Alat bantu yang diperlukan setelah fase urus diri di rumah sakit.
--Mencari patokan aktivitas sehari-hari di rumah pada fase II (penyesuaian diri) dengan keadaan panjang puntung dengan menggunakan protesa, dalam kegiatan aktivitas sehari-hari untuk mendapatkan panjang puntung yang optimal dengan"menentukan banyak langkah permenit yang sesuai dengan jenis amputasi?
akan berlangsung lama dan sudah dapat dijadikan pelajaran untuk melakukan tindakan yang tepat di kemudian hari. Penulis mempunyai kesimpulan bahwa instrumen Stock Index Option LQ-45 dengan kontrak Call option dapat diperdagangkan di BEJ. Syarat untuk meluluskannya adalah dibuat transaksi dengan harga patokan lebih variatif lagi. Diperkenaikan juga transaksi kontrak dengan Put Option. Pencarian terhadap strategi-strategi hedging juga alcan menjadi motivator untuk diperdagangkannya instrumen Stock Index Option LQ-45 di Bursa Efek Jakarta.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Hendriek
Abstrak :
Pendahuluan Kaki Diabetik merupakan penyebab utama amputasi ekstremitas non traumatik. Pengenalan dan manajemen awal terhadap faktor-faktor predisposisi amputasi dapat mencegah tindakan amputasi. Metode Kami mengumpulkan data klinis dan laboratorium, data komplikasi-komplikasi diabetes, dan data riwayat komorbiditas pada 242 pasien yang dirawat dengan permasalahan kaki diabetik untuk menilai faktor-faktor predisposisi amputasi. Kami membagi pasien-pasien ini menjadi 2 grup (amputasi dan tidak amputasi) dan melakukan anasisis komparatif menggunakan variabel faktor-faktor predisposisi amputasi pada kedua grup. Hasil Dari dua buah grup dibandingkan apakah terdapat hubungan yang signifikan dengan faktorfaktor predisposisi amputasi sebagai variabel independen.Secara analisis univariat didapatkan pada grup amputasi terdapat insidens yang lebih tinggi signifikan (p<0,05) pada faktor predisposisi sepsis, ketoasidosis, neuropati perifer dan iskemia diabetik. Didapatkan odds ratio 2,57 untuk sepsis (95% CI:1,44-4,60; P=0,001); 2,67 untuk ketoasidosis (95% CI:1,16-2,58; P=0,018); 1,79 untuk iskemia diabetik (95% CI:0.970-3,37; P=0,041); dan 4,30 untuk neuropati perifer (95% CI:0.95-19,2; P=0,030). Kesimpulan Sepsis, ketoasidosis, neuropati perifer dan iskemia diabetik merupakan faktor-faktor predisposisi amputasi yang signifikan pada pasien-pasien kaki diabetik. ......Introduction Diabetic foot is the main cause of nontraumatic lower extremity amputation. Early recognition and management of predisposing factors for amputation may prevent amputations. Method We collected clinical and laboratory data, details of diabetes complications and history of comorbidities in 242 patients who were admitted for management of diabetic foot to determine the predisposing factors of amputation in these patients. We devided these patients into two groups, those whose treatment included amputation and those who were treated conservatively and carried out a comparative analysis of the variables in the two groups. Result From the two groups we compared if there is significant relationship with the predisposing factors for amputation as independent variable. In univariat analysis we found higher incidence (p<0,05) of sepsis, ketoacidosis, peripheral neuropathy and diabetic ischemia on amputated group. Univariat adjusted odds ratios was 2,57 for sepsis (95% CI:1,44-4,60; P=0,001); 2,67 for ketoacidosis (95% CI:1,16-2,58; P=0,018); 1,79 for diabetic ischemia (95% CI:0.970-3,37; P=0,041); and 4,30 for peripheral neuropathy (95% CI:0.95-19,2; P=0,030). Conclusion Sepsis, ketoacidosis, peripheral neuropathy and diabetic ischemia are significant predisposingfactors for amputation in patients hospitalized for diabetic foot lesions.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2103
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dedy Alkarni
Abstrak :
Pendahuluan: Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas primer pada anak-anak dan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil dan kelangsungan hidup pada pasien osteosarkoma pasca operasi di RSCM Jakarta dari tahun 2010 hingga 2022 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Subjek adalah pasien osteosarkoma femoralis distal yang menjalani disartikulasi pinggul atau amputasi transfemoral pada 2010-2020. Data yang dikumpulkan dan dianalisis meliputi karakteristik pasien, kelangsungan hidup, metastasis dan skor MSTS. Hasil: Jumlah subjek penelitian adalah 42. Subjek amputasi transfemoral lebih tua dibandingkan disartikulasi pinggul (p=0,048). Insiden metastasis lebih banyak pada amputasi dibandingkan dengan disartikulasi pinggul (p=0,001). Subjek disartikulasi pinggul memiliki diameter tumor yang jauh lebih besar daripada subjek amputasi transfemoral (p=0,031). Pembahasan: Hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan kelangsungan hidup terjadi karena diameter tumor terkait dengan kejadian metastasis  dan kejadian metastasis terkait dengan kelangsungan hidup. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor MSTS dan jenis amputasi karena kedua kelompok subjek menggunakan kruk, faktor sosial ekonomi untuk membuat prostesis, dan kesulitan dalam mencapai ukuran tunggul yang ideal dalam kasus tumor. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan metastasis dengan kelangsungan hidup dan diameter tumor dengan metastasis. ......Pendahuluan: Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas primer pada anak-anak dan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil dan kelangsungan hidup pada pasien osteosarkoma pasca operasi di RSCM Jakarta dari tahun 2010 hingga 2022 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Subjek adalah pasien osteosarkoma femoralis distal yang menjalani disartikulasi pinggul atau amputasi transfemoral pada 2010-2020. Data yang dikumpulkan dan dianalisis meliputi karakteristik pasien, kelangsungan hidup, metastasis dan skor MSTS. Hasil: Jumlah subjek penelitian adalah 42. Subjek amputasi transfemoral lebih tua dibandingkan disartikulasi pinggul (p=0,048). Insiden metastasis lebih banyak pada amputasi dibandingkan dengan disartikulasi pinggul (p=0,001). Subjek disartikulasi pinggul memiliki diameter tumor yang jauh lebih besar daripada subjek amputasi transfemoral (p=0,031). Pembahasan: Hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan kelangsungan hidup terjadi karena diameter tumor terkait dengan kejadian metastasis dan kejadian metastasis terkait dengan kelangsungan hidup. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor MSTS dan jenis amputasi karena kedua kelompok subjek menggunakan kruk, faktor sosial ekonomi untuk membuat prostesis, dan kesulitan dalam mencapai ukuran tunggul yang ideal dalam kasus tumor. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan metastasis dengan kelangsungan hidup dan diameter tumor dengan metastasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Novitalia
Abstrak :
Studi ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian amputasi mayor pada pasien Acute Limb Ischemia (ALI) klasifikasi Rutherford IIb dan seberapa besar pengaruhnya. Penelitian ini berdesain kuantitatif dengan desain kohort retrospektif terhadap semua pasien RSCM pada tahun 2014-2019 dengan diagnosis ALI Rutherford IIb. Data demografi dan faktor risiko, dianalisa untuk mendapatkan korelasinya dengan tindakan amputasi mayor. Pada penelitian ini,  insiden amputasi mayor pada total subjek adalah 39,2%. Rata-rata subjek berusia 60 tahun, dengan insiden komorbiditas diabetes mellitus 32,4%, gangguan ginjal kronik 19,6%, hipertensi 41,2%, dan penyakit jantung koroner 39,2%. Hasil analisis menunjukkan hipertensi meningkatkan risiko amputasi mayor 27,4 kali, riwayat penyakit jantung koroner meningkatkan risiko 10,7 kali, dan diabetes mellitus meningkatkan risiko 9,8 kali, semua secara signifikan. Merokok ditemukan sebagai faktor risiko tidak langsung terhadap kejadian amputasi mayor. Kata kunci: Acute limb ischemia, Amputasi mayor, Rutherford IIb
This study identifies the factors associated with major amputation in patients with Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford Stage IIb and how much they affect it. This is a quantitative study with retrospective cohort design for all patients with ALI in Rutherford IIb stage in 2014-2019. Demographics and risk factors were all analyzed in order to find the correlation with the incidence of major amputation. In this study, the incident of major amputation on the overall subject was 39.2%. The mean age for the subjects was 60 years old, and the comorbidity incidence of diabetes is 32.4%, chronic kidney disease is 19.6%, hypertension is 41.2%, and coronary heart disease is 39.2%. The result of the analysis shows that hypertension increases the risk of major amputation in patients with ALI in Rutherford IIb stage by 27.4 times, while coronary heart disease does by 10.7 times and diabetes does by 9.8 times, all statistically significant. Smoking is also found as an indirect risk factor to the incident of major amputation. Key words: Acute limb ischemia, Major amputation, Rutherford IIb
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Febriana
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Kaki diabetik terinfeksi masih menjadi permasalahan serius bagi penderitanya dan kerapkali berujung pada amputasi ekstremitas bawah. Penentuan agresifitas tindakan diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi pasien. Prokalsitonin sebagai salah satu penanda infeksi sensitif diharapkan dapat membantu untuk mendiagnosis lebih awal sehingga manajemen yang diterapkan lebih tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan prokalsitonin terhadap risiko terjadinya amputasi ekstremitas bawah. Metode. Dilakukan studi analitik komparatif dengan desain cross-sectional yang dilakukan di Divisi Bedah Vaskular dan Endovaskular Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM periode Januari 2013-Juni 2016 pada semua pasien kaki diabetik terinfeksi yang datang ke IGD RSCM yang tidak disertai infeksi pneumonia, malaria, trauma berat, luka bakar, autoimun, dan karsinoma tiroid medula. Subjek dikelompokkan menjadi amputasi dan tidak, kemudian dilakukan analisis untuk melihat hubungan nilai prokalsitonin terhadap terjadinya amputasi ekstremitas bawah. Sumber data diambil dari rekam medik data sekunder . Dilakukan uji statistik dengan kemaknaan p ABSTRACT
Background. Diabetic foot infection remains a serious problem for the patient and often lead to lower limb amputation. Determination of aggressive action is needed to prevent the worsening of the patient 39 s condition. Procalcitonin as a sensitive marker of infection is expected to help to diagnose early so that management implemented more precise. This study aims to determine the relationship of procalcitonin on the risk of lower limb amputation. Method. Comparative analytic study with cross sectional design conducted at the Vascular and Endovascular Divison Department of Surgery Faculty of Medicine Universitas Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2013 to June 2016 in all patients with diabetic foot infection who come to the ER RSCM without pneumonia, malaria, severe trauma, burns, autoimmune, and medullary thyroid carcinoma. Subject are grouped into amputation and not amputation, then do analysis to find correlation values of procalcitonin on the occurence of the lower limb amputation. Data are extracted from medical records secondary data and performed statistical tests with significance p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Agung Alamsyah
Abstrak :
Latar Belakang: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) merupakan bentuk paling parah dari peripheral arterial disease (PAD). Sebanyak 25% pasien CLTI memiliki risiko amputasi tungkai mayor dan 25% lainnya akan meninggal karena penyakit kardiovaskular dalam 1 tahun. Risiko amputasi ini dapat diprediksi menggunakan sistem skoring Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil amputasi menggunakan skor Wound, Ischemia, foot Infection pada subjek chronic limb threatening ischemia di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Pengambilan data retrospektif dari data registrasi divisi bedah vaskular dan rekam medis pada subjek dengan CLTI di RSCM berupa profil subjek, skor WIfI, dan status amputasi mayor dalam 1 tahun pasca diagnosis CLTI ditegakkan. Data selanjutnya dimasukkan ke program SPSS, dan dilakukan analisa data. Hasil analisa lalu dipaparkan dalam bentuk narasi dan tabel. Hasil: Pada penelitian ini usia rerata subjek adalah 58,1 ± 12,9 tahun dengan predominasi jenis kelamin laki-laki (58,3%). Komorbid pada subjek dari yang tersering adalah diabetes (82,1%), hipertensi (67,9%), gagal ginjal kronis (51,3%), dan penyakit jantung (33%). Derajat skor WIfI dengan derajat sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi secara berurutan adalah 6,4%, 9,6%, 35,9%, dan 48,1%. Angka amputasi mayor yang sesungguhnya pada subjek CLTI di RSCM untuk skor WIfI derajat sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi adalah 5%, 7%, 35%, dan 70%, sedangkan pada kepustakaan adalah 3%, 8%, 25%, dan 50%. ......Background: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease (PAD). As many as 25% of CLTI patients have a risk of major limb amputations and 25% will die due to cardiovascular event within 1 year. The risk of this major amputation can be predicted using the Wound, Ischemia, and foot Infection (WIfI) scoring system. This study aims to compare the amputation profile using Wound, Ischemia, foot Infection scores in chronic limb threatening ischemia patients at the RSCM. Methods: Retrospective data collection from registry in vascular surgery division and medical records for patients with CLTI in RSCM were take, that is a patient profile, the comorbid disease, WIfI score, and the patient's major amputation status within 1 year after diagnosis of CLTI was established. The data then inputed to the SPSS program, and data analysis is performed. The results of the analysis are then presented in the form of narratives and tables. Result: The mean age of the subjects in this study was 58,1 ± 12,9 years with male as gender predominance (58,3%). The comorbids in the subjects were diabetes (82,1%), hypertension (67,9%), chronic kidney failure (51,3%), heart disease (33%). The WIfI scores with very low, low, medium, and high degrees are 6,4%, 9,6%, 35,9%, and 48,1% respectively. The major amputation rates in for WIfI scores with very low, low, medium, and high degrees are 5%, 7%, 35%, and 70%, while in the literature are 3%, 8%, 25%, and 50%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yan Priyadi
Abstrak :
Pesatnya perkembangan teknologi pada media komunikasi telah membawa perubahan pada peradaban manusia ke suatu era dimana Batas waktu dan ruing dihilangkan. Dalam teorinya mengenai teknologi sebagai perluasan tubuh manusia atau human extension dan konsep global village; McLuhan mengemukakan era bare tersebut menghasilkan masyarakat informasi. Teknologi tidak hanya berdampak positif melalui kegunaannya, tetapi juga melahirkan dampak negatif yang disebut Mcl,uhan sebagai auto-amputation. Manusia semakin teramputasi dari fungsi-fungsinya secara fisik dan biologis yang nienyebabkan dehumanisasi pada manusia sebagai makhluk sosial. Penelitian ini terfokus pada hubungan manusia dan teknologi dalam perkembangannya di era informasi menurut pandangan Mashall McLuhan tenting konsep human extension dan global village, dimana dunia dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh. Pcngaruh teknologi yang tak terclakkan daiam peradaban manusia, berujung pada implikasi-implikasi yang menyiratkan gejala amputasi diri. Penelitian ini disusun menggunakan metode studi kepustakaan dengan mengumpulkan referensi teori yang sesuai dengan topik penelitian yang diangkat. Permasalahan penelitian dipaparkan secara deskriptif menggunakan teori media komunikasi Marshall McLuhan mengenai human extension dan global village. Hasil penelitian kemudian dianalisis secara kritis refleksif
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S16080
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretta Limawan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Diabetes mellitus DM merupakan salah satu penyakit kronis yang komplikasinya masih menjadi masalah besar di Indonesia. Salah satu komplikasi DM yang paling sering dan sering berakhir dengan kecacatan adalah kaki diabetik. Angka amputasi di Indonesia khususnya di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo RSCM masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain di Asia. Salah satu faktor predisposisi amputasi kaki diabetik adalah perfusi jaringan yang dapat diukur dengan ankle brachial index ABI . Studi sebelumnya menunjukkan hubungan signifikan antara ABI dengan kejadian amputasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan nilai ABI dengan besarnya risiko terjadinya amputasi minor dan mayor pada penderita kaki diabetic dalam populasi kami.Metode. Kami melakukan studi retrospektif pada 84 subjek dengan kaki diabetik yang diamputasi di RSCM selama periode 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Desember 2014. Karakteristik subjek dan vaskular termasuk diantaranya ABI dianalisa secara statistik.Hasil. Kami dapatkan sepsis dengan adjusted OR 95 CI : 0,023 0,004 sampai 0,157 dan nilai ABI yang memiliki adjusted OR 95 CI : 2,89 1,33 sampai 6,29 merupakan variabel yang bermakna dengan kejadian amputasi pada pasien kaki diabetik.Kesimpulan. Subjek dengan nilai ABI 1,3 secara independen.
AbstractBackground hr> ABSTRACT
. Diabetes mellitus is one of the chronic diseases in which the complication is still a major problem in Indonesia. One of the most frequent complications of diabetes mellitus and often ends up with a disability is diabetic foot. The number of amputation in Indonesia, especially in dr. Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM is quite high compared to other countries in Asia. One of predisposing factors of diabetic foot amputation is the tissue perfusion that can be measured by the ankle brachial index ABI . All the studies carried out abroad and in RSCM show a significant relationship between ABI and the incidence of amputation. This study aims to determine the relationship of ABI score with the magnitude of minor and major amputation risks in patients with diabetic foot.Method. The retrospective study was conducted in 84 patients with diabetic foot that were amputated at the RSCM during the period of January 1, 2013 to December 31, 2014. Samples were taken consecutively. Statistical analysis is done to find out a relationship between predisposing factors with the incidence of minor and major amputations in patients with diabetic foot. Chi Square test or Fisher, as well as multivariate analysis using logistic regression is used. The significance if p was
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zecky Eko Triwahyudi
Abstrak :
Jumlah kasus tumor muskuloskeletal di Indonesia semakin meningkat. Di antara pilihan tata laksana yang ada, tindakan amputasi masih menjadi salah satu modalitas utama. Penelitian ini bertujuan untuk enilai hubungan antara faktor-faktor klinis dan demografis dengan kualitas hidup dan luaran fungsional pasien-pasien dengan tumor ekstremitas bawah yang menjalani amputasi Penelitian ini merupakan studi analitik observasional potong lintang dengan subjek seluruh pasien tumor ekstremitas bawah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo selama 2014-2019. Kualitas hidup dan luaran fungsional diukur menggunakan instrumen SF-36 dan MSTS. Total 72 pasien memiliki rerata usia 31 tahun dan 65% pria, 33 di antaranya teridentifikasi hidup. Mayoritas subjek memiliki diagnosis osteosarkoma (58%), dilakukan amputasi transfemoral (50%) dan lokasi tumor di distal femur (44,4%). Rerata SF-36 adalah 61,63, sementara skor MSTS adalah 35%. Hanya 1 pasien yang menggunakan prosthesis, di mana skor SF-36 pasien tersebut paling baik (74) di antara subjek lain. Rerata SF-36 lebih baik pada pria dibandingkan wanita (p=0,011). Skor MSTS lebih baik pada tingkat pendapatan menengah ke atas (p=0,04). Kesintasan 3 tahun pasca amputasi sebesar 45,8%. Tidak ada perbedaan kesintasan antara osteosarkoma dan tumor lain. Kualitas hidup berkaitan dengan faktor jenis kelamin dan penggunaan alat bantu gerak, sementara luaran fungsional berkaitan dengan tingkat pendapatan. ......The number of musculoskeletal tumors in Indonesia is increasing. Among all treatment options, amputation is still frequently performed. The purpose of this study is to identify demographical and clinical characteristics associated with quality of life and functional outcome of patients with lower extremity tumor who underwent amputation. This study was a cross-sectional study with subjects from all lower extremity tumor patients who underwent amputation in Cipto Mangunkusumo Hospital during the 2014-2019. Quality of life and functional outcome were measured using SF-36 and MSTS questionnaires.There were 72 subjects, consisted of 65% men and have average age of 31 years. Among the patients, 33 of whom were identified alive and interviewed. Mean SF-36 score is 61.63, while mean MSTS score is 35%. There was only 1 patient who wore prosthesis, scoring the best SF-36 of 74. Mean SF-36 of male is better than female (p=0.011). Better MSTS score was found in subjects with better education level (p=0.04). The 3-year survival rate of our patients was 45.8%. There was no difference of survival rate between patients with osteosarcoma and other diagnosis. Quality of life is associated with gender and use of walking aids, while functional outcome is associated with level of income.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novinda Herwirastri
Abstrak :
Pendahuluan: Chronic Limb Threatening Ischemia (CLTI) adalah stadium lanjut penyakit arteri perifer (PAD). The society for Vascular Surgery Lower Extremity Guidelines Committee menciptakan sistem klasifikasi yang lebih komprehensif untuk stratifikasi risiko amputasi pada pasien di seluruh spektrum CLTI. Sistem ini didasarkan pada nilai objektif Wound (W), Ischemia (I) dan Foot Infection (fI) untuk menghitung stadium klinis tungkai terancam dari 1 hingga 4 yang telah divalidasi dalam beberapa penelitian untuk dapat sangat memprediksi risiko amputasi ekstremitas mayor dalam satu tahun. Berbagai pedoman profesional saat ini merekomendasikan terapi statin untuk semua individu dengan PAD. Temuan para peneliti tentang hubungan yang kuat dan bergantung pada intensitas antara terapi statin dan amputasi serta mortalitas di antara individu dengan insiden PAD adalah hal yang penting secara klinis, baik untuk pasien maupun dokter yang merawat mereka. Namun demikian, protokol pemberian statin masih bervariasi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran konsumsi statin pada pasien CLTI dengan berbagai skor WIfI terhadap amputasi mayor yang diamati hingga satu tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berdasarkan skor CLTI. Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif dari data pasien yang didiagnosis CLTI di RSCM pada tahun 2010-2019. Subjek dibagi menjadi grup statin dan non statin. Dilakukan Uji bivariat dengan chi-square untuk melihat bagaimana pengaruh pemberian statin, komorbid dan skor WIFI pada subjek CLTI terhadap amputasi mayor. Kemudian dilakukan analisis stratifikasi untuk melihat pengaruh statin pada subjek CLTI dengan berbagai spektrum. Dilakukan pula analisis bagaimana kecendrungan statin bekerja jika diberikan pada pasien dengan berbagai jumlah komorbid. Uji multivariat dilakukan menggunakan regresi logistik menghadirkan nilai p dengan adjusted relative risk (RR).Hasil: Mayoritas pasien adalah laki-laki (59,5%). Sebanyak 83,2% subjek penelitian menderita diabetes melitus, 70,5% subjek mengalami hipertensi, 47,7% subjek mengalami gagal ginjal kronis, dan 26,4% subjek menderita penyakit jantung. Selain itu, hampir setengah dari total subjek penelitian memiliki skor WIfI yang parah (45,5%). Subjek yang diberi statin berpeluang menjalani amputasi mayor sebesar 0,562 kali dibandingkan subjek yang tidak diberikan statin (95% CI 0,407 - 0,777). Dengan kata lain, pemberian statin mampu mencegah amputasi mayor pada pasien CLTI. Namun hal tersebut hanya dapat diterapkan pada subjek CLTI dengan skor WifI yang rendah, karena semakin tinggi skor WifI pasien memiliki faktor komorbid yang lebih banyak (p <0,05; 95% CI 0,008 - 0,783). Amputasi mayor pada subjek CLTI secara statistik signifikan dengan diabetes komorbid (p = 0,001), penyakit jantung (p <0,001), skor WIfI (p = 0,001) dan penggunaan statin (p <0,001). Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian statin dapat mencegah kejadian amputasi mayor pada pasien CLTI dengan skor WIfI rendah meskipun terdapat faktor komorbid. ......Background : Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is an advanced stage of peripheral artery disease (PAD). The society for Vascular Surgery Lower Extremity Guidelines Committee created a more comprehensive threatened limb classification system intended to stratify amputation risk in patients across the spectrum of CLTI. The system is based on objective grades Wound (W), Ischemia (I) and Foot Infection (FI) to calculate a threatened limb clinical stage from 1 to 4 has been validated in multiple studies to be highly predictive of 1-year major limb amputation risk. Current professional society guidelines recommend statin therapy for all individuals with PAD. The investigators’ finding of a strong and intensity-dependent association between statin therapy and both amputation and mortality among individuals with incident PAD is of considerable clinical importance, both to patients and the physicians who care for them. Yet, there is no study available for this and statin protocol vary in our country. This study aims on revealing the role of statin consumption prior to major amputation on CLTI patients in Cipto Mangunkusumo based on CLTI score. Methods: We performed retrospective cohort study from a database of CLTI patients diagnosed at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010-2019. Subjects were divided into statin and nonstatin groups. A bivariate test with chi-square was performed to see how the effect of statin, comorbid and WIFI scores on CLTI subjects on major amputations. Then a stratification analysis was performed to see the effect of statins on CLTI subjects with various spectra. An analysis of how the statin likelihood of working when given to subjects with varying amounts of comorbidities was also conducted. Multivariate tests was performed used logistic regression presenting p values ​​with adjusted relative risk (RR). We performed cohort retrospective analysis study from a database of CLTI patients diagnosed at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010- 2019. Subjects were divided into 2 groups, the CLTI patients with statin and without statin based on their database. We also analyse comorbid factors (diabetes mellitus, hypertension, chronic renal failure and heart disesase) related to CLTI and WIfI score to major amputation incidence Results: Majority of the patients were male (59.5%). A total of 83.2% of study subjects suffered from diabetes mellitus, 70.5% of subjects had hypertension, 47.7% of subjects had chronic kidney failure, and 26.4% of subjects had heart disease. In addition, almost half of the total study subjects had a severe WIfI score (45.5%). Subjects who were given statins had a chance to undergo major amputation by 0.562 times compared to subjects who were not given statins (95% CI 0.407 - 0.777). In other words, statin administration was able to prevent major amputation in CLTI patients. However, it only can be applied to CLTI subjects with low WifI score, as higher WifI score patients have more comorbid factors (p <0,05; 95%CI 0,008 – 0,783). Major amputation in CLTI subjects was statistically significant with comorbid diabetes (p = 0.001), heart disease (p <0.001), WIfI score (p = 0.001) and statin use (p <0.001).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>