Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Wuryanti
Abstrak :
Salah satu penerapan selulosa adalah untuk isolator kalor. Sudah banyak orang melakukan penelitian selulosa untuk isolator, karena merupakan issu populer penghematan energi dengan biaya penanganannya cukup murah. Untuk itu, peneliti membuat selulosa dari alang-alang jenis imperata cylindrica dengan proses ekstraksi. Hasil ekstraksi berupa serat selulosa. Serat selulosa dibuat lembaran dengan menambahkan Na-CMC (Sodium Carboksil Metyl Cellulose) sebesar 3,5%. Pembuatan lembaran dengan cara, serat diblender selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit kemudian masing-masing dimasukkan kedalam oven pada suhu 40oC selama 36 jam. Selanjutnya, pembuatan komposit menggunakan cold-press. Pengujian dilakukan terhadap tujuh parameter yakni massa jenis, kapasitas panas, konduktivitas panas, morphologi, TGA, FTIR dan sifat-sifat mekanik yang diuji menggunakan piknometer, DSC Jade Perkin Elmer, Joulemetter, SEM, TGA Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR Alpha Bruker, dan UTM Model UCT-5T. Hasil pengujian diperoleh massa jenis minimal 109 kg/m3 dan maksimal 455,5 kg/m3; kapasitas panas minimal 0,304 kJ/kg K dan maksimal 0.945 kJ/kg K; konduktivitas panas minimal 0,074 W/m K dan maksimal 0,153 W/m K; morfologi diperoleh hasil material yang hampir homogen; ketahanan panas minimal 195oC dan maksimal 246oC, hasil dari spektrofotometer terjadi ikatan; kekuatan tarik rata-rata minimal 9,1 MPa dan maksimal 14,2 Mpa; kekuatan tarik spesifik minimal 0,002 MPa/(kg/m3) dan maksimal 0,013 MPa/(kg/m3). ...... One application of cellulose is for isolator of heat. Many researche on cellulose for isolator have been conducted due to a popular issue of energy saving with its fairly cheap treatment cost. Cellulose is produced from imperata cylindrica reed by an extraction process. The results of extraction were in a form of cellulose fibers. The cellulose fibers were made to form of sheets by adding 3.5 % Na-CMC (Sodium Carboxyl Methyl Cellulose). The sheets are produced by blending fibers for 30, 45, and 60 minutes and then put it into the oven with temperature of 40oC for 36 hours. Tests were conducted for seven parameters, namely, density, heat capacity, thermal conductivity, morphology, TGA, FTIR and Mechanical properties were evaluated by picnometer, DSC, Joulemetter, SEM, TGA from Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR from Alpha Bruker, UCT-5T Model UTM. The test showed : minimal and maximal of densities were 109 kg/m3 and 455.5 kg/m3, respectively; minimal and maximal of heat capacity were 0,304 kJ/kg K and 0.945 kJ/kg K; minimal and maximal of thermal conductivity were 0,074 W/m K and 0,153 W/m K; morphology produce material nearly homogeneous, minimal and maximal of degradation temperature were 195oC and 246oC; result from spectrophotometer was occur a bond; minimal and maximal tensile strength were 9.1 MPa dan 14.2 MPa, respectively; and minimal and maximal specific tensile strength were 0.002 MPa/(kg/m3) and 0.013 MPa/(kg/m3).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
D1866
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitindjak, Wilson
Abstrak :
Pembahasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran tanah alang-alang serta kemungkinan meluasnya wilayah tanah alang-alang tersebut, dengan tujuan untuk mengetahui penyebaran tanah alang-alang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta kemungkinan meluasnya wilayah tanah alangalang. Guna melihat kecenderungan dari penyebaran tanah alang-alang dan kemungkinan meluasnya wilayah tanah alang-alang tersebut, didalam penulisan ini digunakan beberapa faktor antara lain : faktor ketinggian, lereng, bahan induk tanah, rah hujan, kepadatan petani serta status tanahnya. Masalah yang dibahas : Dimana terdapat tanah alang-alang tersebut ? Faktor apa yang mempengaruhinya ? dan dimana kemungkinan meluasnya wilayah tanah alang-alang ? Metode pendekatan yang dipakai adalah melalaui Superimpose peta penyebaran tanah alang-alang diatas peta-peta lainnya dan juga dibuat Superimpose berdasarkan potensi daerah pada masing-masing kecamatan menurut jumlah nilai. Kesimpulan : Tanah alang-alang dikabupaten Lampung Utara terdapat pada ketinggian kurang dari 500 meter ( wilayah tanah usaha utama satu ), terutama pada ketinggian 0 - 100 meter dari permukaan laut dengan keminingan tanah 0 - 2 %. Adanya tanah alang-alang disebabkan oleh ladang berpindah, ini disebabkan jumlah penduduk dan pengusaha taninya yang jarang serta faktor status tanah bukan hak penggarapnya dan bahan induk tanah bukan aluvium / vulkanis. Sedangkan kemungkinan meluasnya wilayah tanah alang-alang dapat diketahul dengan melihat jumlah nhlai diatas 5 2/3 dimana kemungkinan meluasnya wilayah tanah alang-alang sangat " tinggi sekali, dan jumlah nhlal antara 4 1/3- 5 2/3 kemungkinan meluasnya wilayah tanah alang-alang sedang " sedangkan untuk jumlah nilai dibawah 4 1/3 kemungkinan meluasnya Wilayah tanah alang-alang rendah ".
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1987
633.2 MAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suparman
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Bilqis Chairunnisa
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini, penelitian untuk menemukan sumber karbon aktif yang murah dan terbarukan sedang banyak dilakukan. Salah satunya ada karbon aktif yang berasal dari rumput. Alang-alang yang mengandung 43,7% karbon merupakan biomassa yang berpotensi untuk menjadi sumber karbon aktif yang murah, mudah didapatkan dan terbarukan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi aktivasi yang optimal untuk mendapatkan karbon aktif dari alang-alang agar memiliki karakteristik yang baik. Metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pertama-tama menyiapkan alang-alang untuk proses karbonisasi dan aktivasi. Aktivasi fisika dilakukan pada suhu yang berbeda dengan waktu yang sama. Sementara aktivasi kimia dilakukan pada suhu yang berbeda namun untuk waktu yang sama. Kemudian karbon aktif akan dikarakterisasi dengan menggunakan uji SEM, BET, dan uji adsorpsi iodin. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai bilangan iod dan luas permukaan terbesar untuk metode aktivasi kimia dimiliki oleh sampel K2 (suhu 500oC), yaitu 598,05 mg/g dan 665,59m2/g. Sementara itu hasil pengujian nilai bilangan iod dan luas permukaan terbesar untuk metode aktivasi fisika dimiliki oleh sampel F1 (suhu 500oC), yaitu 573,72 mg/g dan 627,36 m2/g. Oleh karena itu, kondisi pembuatan karbon aktif dari daun alang-alang terbaik berdasarkan penelitian ini adalah dengan metode aktivasi kimia menggunakan H3PO4 pada suhu 500oC selama 2 jam dalam atmosfer nitrogen dengan laju alir 100mL/menit.
ABSTRACT
Nowadays, there are many researches to find a cheap and renewable activated carbon source. One of those is activated carbon from grass. Cogon grass (Imperata cylindrica) which has 43,7% carbon is a potential biomass to get the cheap, abundant, and renewable activated carbon source. This research has a purpose to know the optimum activation condition of activated carbon made from cogon grass leaf. First step is to prepare the cogon grass leaf for carbonization and activation process. Physical activation is done on different teperature with no variation on time. Chemical activation is done on different temperatures with no variation on impregnation ratio and time. Then the activated carbon produced from both methods is characterized by SEM, BET and iondine number test. The results show that biggest iodine number and surface area by chemical activation method is obtained from K2 sample (500oC), which are 598,05 mg/g dan 665,59 m2/g. Meanwhile, biggest iodine number and surface area for physical activation is obtained from sample F1 (500oC), which are 573,72 mg/g dan 627,36 m2/g. Therefore, optimum conditions to make activated carbon from cogon grass leaf based on this research are chemical activation with H3PO4 at 500oC for 2 hours in nitrogen gas atmosphere at flowrate 100mL/min.
2016
S64074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indri Lestari Juwono
Abstrak :
ABSTRAK
Penggunaan material alami pada arsitektur tradisional memiliki kelebihan yaitu sumber alaminya dimiliki secara bersama-sama, jarak yang tidak terlalu jauh, sehingga ekstraksinya tidak banyak menghabiskan energi, lebih ramah lingkungan karena mudah terurai dan kembali ke alam. Material alami sebagai elemen arsitektur tradisional ini menjadi penting sebagai bagian dari penelitian arsitektur, selain untuk melestarikan bentuk, juga harus mewariskan pengetahuan lokal mengenai proses konstruksi arsitektur tradisional ini. Salah satu dari material yang dominan pada atap bangunan di pulau-pulau kecil sepanjang tepian Samudera Hindia adalah material atap alang-alang yang berasal dari rerumputan tinggi berdaun tajam dengan nama latin Imperata Cylindrica. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri potensi material alang-alang sebagai identitas lokal dengan cara menelusuri teknik berbasis lokal/indigeneous pendayagunaan alang-alang pada arsitektur tradisional di Indonesia sehingga menemukan performa teknis yang membuat alang-alang ini berguna sebagai material bangunan yang bertahan selama ratusan tahun diketahui dari proses daur hidupnya. Metode yang digunakan dengan wawancara di pemukiman tradisional dan pengukuran performa material alang-alang pada tiap siklus daur hidup sehingga bisa mengungkap faktor-faktor penyebab pelapukan alang-alang. Dari metode ini akan diungkap agaimana pengaruh kelembaban pada tiap tahap siklus daur hidup mulai dari ekstraksi hingga pemeliharaan terhadap kekuatan alang-alang, perlakuan tradisional pada proses pemeliharaan alang-alang yang dilakukan sudah bisa mengurangi kelembaban dan memperpanjang umur atap alang-alang, dan pengaruh pengasapan pada performa mekanis alang-alang sehingga bisa berumur lebih panjang.
ABSTRACT
The use of natural materials in traditional architecture has the advantage that the natural resources are owned together by the people living around the resources, the distance is not too far away from the settlement, the extraction resource rsquo s process didn rsquo t spend a lot of energy, and it rsquo s more environmental friendly because easy to decompose and return to nature. Natural material as an element in traditional architecture become important as part of architectural research, not only to preserve the form, but also to pass on local knowledge about the traditional architectural construction process. One of the dominant materials for building rsquo s roof located on small islands along the banks of the Indian Ocean is reed roof. It is derived from tall grass shaped grasses with the latin name Imperata cylindrica. This study aims to explore the material rsquo s potential of reeds as a local identity by tracing local based techniques indigeneous utilization of reeds in traditional architecture in Indonesia. By tracing the way the reeds are utilized, we can find technical performance that makes the reeds useful as building materials that survive for hundreds of years which is also known of the life cycle process. The methods were by doing interviews at traditional settlements and by measuring the reeds rsquo performance in each cycle of life cycle so that we could identify the causes of reeds decay. From these methods it would be revealed how humidity influenced at each stage of the life cycle ranging from extraction to maintenance, and to the strength of reeds. The traditional treatment on the process of the reeds maintenance could reduce moisture and extend the life of the reed roof. Fumigation also influenced on the mechanical performance of reed roofs so that it would live longer.
2018
T51108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Krisdamayanti
Abstrak :
Kebutuhan akan minyak bumi mentah semakin meningkat dalam pangsa pasar nasional maupun Internasional. Berbagai upaya terus dilakukan guna meningkatkan kualitas minyak mentah, salah satunya melalui proses pendistribusian minyak mentah. Pendistribusian yang dinilai efisien yaitu dengan menggunakan pipa bawah laut ataupun bawah tanah yang terbuat dari material baja karbon. Sehingga sangat penting bagi industri minyak berfokus pada pemeliharaan alat dan konstruksi pipa terutama bahan material baja dari potensi terkena korosi. Salah satu upaya dalam mencegah korosi yaitu penambahan inhibitor korosi dengan konsentrasi kecil (ppm) ke dalam media pengkorosif guna mengendalikan korosi pada material logam. Inhibitor korosi dari senyawa bahan alam mempunyai banyak keunggulan yaitu ramah lingkungan, mudah didapatkan, dan mudah diproduksi. Pada penelitian ini dilakukan seleksi inhibitor korosi terbaik dari tiga fraksi yaitu fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol dari ekstrak daun alang-alang berdasarkan metode Weight Loss. Karakterisasi lapisan yang terbentuk pada permukaan baja karbon diamati dengan FT-IR, UV-Vis DRS, XRD dan bentuk morfologi permukaan plat baja karbon berdasarkan SEM EDS. Keberhasilan inhibitor korosi dalam melindungi baja karbon terlihat dari persen efisiensi inhibitor yaitu 94.89% pada konsentrasi 600 ppm suhu 30oC dalam larutan pengkorosif HCl 0.5M. Adsorpsi inhibitor korosi FH secara isoterm mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir. Aplikasi inhibitor korosi FH dengan konentrasi 600 ppm pada suhu 60oC dengan waktu kontak 36 jam memberikan % efisiensi inhibitor di atas 90% pada larutan brine sintesis. ......Demand for crude oil has increased in market share both national and international. There are continuous efforts to improve the quality of crude oil, one of them through the process of distribution of crude oil. The distribution is considered efficient by using underwater or underground pipelines which are made of carbon steel material. So it is very important to the oil industry focusing on equipment maintenance and pipeline construction materials, especially steel of potential for corrosion. One effort in preventing corrosion is the addition of a corrosion inhibitor with a small concentration (ppm) to the corrosive agent media to control corrosion on metallic materials. Corrosion inhibitors from natural materials compounds have many advantages that are environmentally friendly, readily available, and easily manufactured. In this study, corrosion inhibitor selected the best of the three fractions, there are n-hexane fraction, ethyl acetate fraction, and methanol fraction from extract of leaves reeds based of Weight Loss method. Characterization layer formed on the surface of carbon steel was observed by FT-IR, UV-Vis DRS, XRD and the morphology of the surface of carbon steel plate by SEM EDS. The success of corrosion inhibitors to protect carbon steel look of a percent efficiency inhibitor that is 94.89% at a concentration of 600 ppm temperature 30°C in a HCl corrosive agent solution of 0.5 M. FH corrosion inhibitor adsorption isotherm is followed Langmuir adsorption isotherm. FH corrosion inhibitor application with concentration 600 ppm at temperature 60°C with a contact time of 36 hours gave % inhibitor efficiency above 90% in the brine solution synthesis.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library