Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Okky Madasari
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016
899.221 32 OKK m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Okky Madasari
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2021
899.221 32 OKK m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rendy Maulana
"Skripsi ini menguraikan awal perkembangan Ahmadiyah Lahore di Pulau Jawa, dalam hal ini di Yogyakarta pada 1924 - 1930. Gerakan Ahmadiyah yang telah terdengar gaungnya setelah kunjungan Khwadja Kamaluddin, seorang tokoh teras dan mubaligh terkemuka Ahmadiyah Lahore, di Surabaya pada 1920, mulai menebar benih-benihnya di Kota Yogyakarta. Hal ini bermula sejak kedatangan dua orang mubaligh dari Hindustan (British India), yaitu Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad Baig di kota ini pada tahun 1924, yang di sambut dengan baik oleh Muhammadiyah. Sejak itulah terjalin hubungan yang erat antara Ahmadiyah Lahore dengan Muhammadiyah. Selain dengan Muhammadiyah, Ahmadiyah Lahore melalui mubalighnya, Mirza Wali Ahmad Baig, juga menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi kebangsaan lainnya yang ada di Yogyakarta, seperti dengan Tjokroaminoto dan H. Agus Salim dari Sarekat Islam (SI), dan para intelektual muda Islam yang tergabung dalam Jong Islamiten Bond (JIB). Corak pemikiran yang rasional terhadap Islam dan sikap kritis Ahmadiyah terhadap agama Kristen merupakan daya tarik Ahmadiyah, terutama bagi kalangan intelektual muda Islam saat itu. Tetapi yang menarik adalah bahwa benih-benih awal Ahmadiyah Lahore ditabur di dalam tubuh Muhammadiyah, yaitu dalam kalangan intelektual mudanya yang pada akhirnya melahirkan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).

This paper discusses on the early development of Ahmadiyah Lahore movement in Java, especially in Yogyakarta in 1924-1930. Ahmadiyah movement have been known after Khwadja Kamaluddin_s visit, a famous and leading mubaligh (preacher) of Ahmadiyah Lahore, to Surabaya in 1920. Ahmadiyah began to spread their influences in Yogyakarta. It started since the visit of two mubaligh of Ahmadiyah named Maulana Ahmad and Mirza Wali Ahmad Baig in Yogyakarta. Their visit got well welcoming from Muhammadiyah. After that, Ahmadiyah tried to build connections with some organizations and figures such as Tjokroaminoto and Agus Salim from Sarekat Islam (SI) and young moslem scholars from Jong Islamiten Bond. Ahmadiyah had attracted young moslem scholars due to their rational views on Islam and critical views on Christianity. However, the most interesting fact is that the early development of Ahmadiyah was started from Muhammadiyah through their young moslem scholars. At the end, they founded Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI)."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S12185
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"10 september 2002, selama 5 hari terjadi tindak kekerasan yang sistematis. korbannya pengikut ahmadiyah. seluruh warga ahmadiyah diusir dari tempat tinggal mereka yaitu di lombok timur. tidak ada kegaduhan, para korban memilih untuk diam. fokus ditekankan pada evakuasi serta pemulihan kehidupan para korban."
361 MAJEMUK 41:11 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Ilahi Dzahir
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2008
297.87 IHS a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Ridwansyah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5951
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yopi Rachmad
"ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk melihat perkembangan dari Jemaat Ahmadiyah Qadiani di wilayah MedanAceh pada 1968-1998. Kajian ini menggunakan metode dan teknik pengumpulan data dengan studi pustaka dengan buku, artikel, dokumen, surat kabar, majalah dan situs website. Penulis juga melakukan penelitian lapangan. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa perkembangan Ahmadiyah Qadiani di wilayah Medan-Aceh selama periode Orde Baru berkembang relatif lamban, walaupun respon pemerintah netral. Ahmadiyah Qadiani di Medan Aceh tidak mampu melakukan banyak hal terhadap perkembangan komunitasnya. Hal ini berhubungan dengan isu dari Majelis Ulama Indonesia Sumatra Utara yang menyatakan bahwa jemaat Ahmadiyah Qadiani merupakan sebuah kelompok di luar Islam."
Kalimantan: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, 2017
900 HAN 1:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alhamra Azhari
"Penelitian ini mengkaji eksistensi Jemaat Ahmadiyah Qadian di Provinsi Riau. Di Provinsi Riau, khususnya di Kota Pekanbaru, ajaran Ahmadiyah awalnya dibawa oleh orang Ahmadiyah asal Sumatera Barat. Sementara itu, ajaran Ahmadiyah di Desa Kota Bangun, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Bangkinang, diperkenalkan oleh para transmigran asal Yogyakarta. Sebagaimana diketahui, di beberapa daerah keberadaan Jemaat Ahmadiyah sering dipermasalahkan oleh masyarakat. Namun, terdapat kejadian menarik di beberapa daerah di Provinsi Riau, di mana keberadaan Jemaat Ahmadiyah diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Contohnya, di Desa Kota Bangun, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Bangkinang, Kampar, kehidupan Jemaat Ahmadiyah dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Hasil penelitian menemukan beberapa faktor yang menyebabkan diterimanya Jemaat Ahmadiyah di Desa Kota Bangun dalam masyarakat setempat. Pertama, para pemuka agama setempat memiliki sikap toleran dan menghargai perbedaan. Kedua, anggota jemaat Ahmadiyah membaur dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Ketiga, sikap terbuka yang ditunjukkan oleh Kepala Desa Kota Bangun, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Bangkinang. Studi ini menggunakan metode sejarah dengan konsep Survice Strategy yang digunakan oleh Jemaat Ahmadiyah untuk mengatasi tantangan eksternal, serta menggunakan teori resiliensi dari gortberg.

This research examines the existence of the Qadian Ahmadiyya Congregation in Riau Province. In Riau Province, especially in Pekanbaru City, Ahmadiyya teachings were initially brought by Ahmadiyya people from West Sumatra. Meanwhile, the Ahmadiyya teachings in Kota Bangun Village, Tapung Hilir District, Bangkinang Regency, were introduced by transmigrants from Yogyakarta. As is known, in some areas the existence of Ahmadiyah congregations is often disputed by the community. However, there are interesting incidents in some areas in Riau Province, where the existence of the Ahmadiyah Congregation is well accepted by the local community. For example, in Kota Bangun Village, Tapung Hilir Sub-district, Bangkinang Regency, Kampar, the life of the Ahmadiyah Congregation can be well accepted by the local community. The results of the study found several factors that led to the acceptance of the Ahmadiyya Congregation in Kota Bangun Village in the local community. First, local religious leaders have a tolerant attitude and respect differences. Second, members of the Ahmadiyah congregation mingle in various social and religious activities. Third, the open attitude shown by the Head of Kota Bangun Village, Tapung Hilir District, Bangkinang Regency. This study uses the historical method with the concept of Survice Strategy used by the Ahmadiyah Congregation to overcome external challenges, and and using Gortberg's resilience theory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Christy Tisnawijaya
"Tesis ini membahas transformasi identitas agama yang dilakukan oleh tokoh utama di dalam novel Maryam karya Okky Madasari (2013). Identitas agama dalam novel Maryam yaitu: Ahmadiyah dan Islam (Islam pada umumnya). Pemaknaan identitas agama dalam oposisi biner identitas agama benar dan identitas agama sesat, oleh pemuka agama dan aparatus negara, menyebabkan terjadinya konflik identitas agama. Transformasi identitas agama sebagai strategi bertahan tokoh Maryam dalam konflik identitas agama tersebut, dianalisis dengan berbagai konsep identitas: Hall (1999), Gilroy (1999) dan Woodward (1999).

This thesis presents the transformation of religious identity performed by the main character in Okky Madasari?s work, Maryam (2013). Religious identities discussed in the novel namely: Ahmadiyah and Islam (Islam in general). Religious leaders and state apparatuses classify religious identities into righteous identity as opposed to deviant identity; such binary opposition leads to conflicts. Transformation of religious identity performed by Maryam as her strategy to survive in the conflicts is discussed with various identity concepts: Hall (1999), Gilroy (1999) and Woodward (1999).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T44247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>