Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Permasalahan kajian dalam penelitian ini memfokuskan tentang bolehkah seorang cucu sebagai ahli waris dari harta pusaka kakek atau neneknya menggantikan bagian yang diperoleh bapak atau ibunya yang lebih dahulu meninggal dunia dari pada kakek atau nenek tersebut....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Herma Santika
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam Hukum Perdata Indonesia dikenal adanya ahli waris menurut undang-undang dan ahli waris menurut wasiat. Berdasarkan undang-undang ahli waris dapat mewaris karena diri sendiri atau mewaris karena menggantikan kedudukan ahli waris yang sebenarnya. Hal yang menarik perhatian penulis adalah menganalisa kedudukan ahli waris pengganti terhadap bangunan yang dibangun diatas tanah milik bersama yang terikat serta pembagian warisan yang memenuhi asas keadilan terkait dengan tanah milik bersama yang terikat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif karena objek penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norma) dengan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi studi dokumen atau pun literatur yang terkait. Berdasarkan penelitian ini didapati hasil bahwa kedudukan ahli waris pengganti terhadap bangunan yang dibangun diatas tanah milik bersama yang terikat sesuai dengan bagian ahli waris yang digantikannya dengan bagian dan hak yang serupa dengan ahli waris yang digantikan terebut. Pembagian warisan yang sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terkait bangunan yang dibangun diatas tanah milik bersama yang yaitu dibagi sesuai kepala demi kepala yang memberikan orang bagian menurut haknya bukan jasanya. Keadilan ini disebut keadilan komulatif. Masyarakat dalam menghadapi hal ini dapat mengetahui hukum yang berlaku juga untuk melakukan kompromi dan kesepakatan diawal sehingga terhindar dari sengketa.
ABSTRACT
In Indonesian Civil Law there are known legal heirs and heirs according to a will. Under the law the heirs can inherit because of themselves or inheritance because it replaces the position of the actual heirs. The thing that draws the attention of the author is analyzing the position of substitute heirs to buildings that are built on bound joint land and the distribution of inheritance that fulfills the principle of justice related to jointly owned land bound. This study uses a juridical-normative method because the object of this research is law or method (norm) with a typology of descriptive-analytical research. The data used in this study are secondary data including document studies or related literature. Based on this research, it was found that the position of substitute heirs on buildings built on shared land bound in accordance with the heirs he replaced with parts and rights similar to the heirs replaced. Distribution of inheritance in accordance with the Civil Code in relation to buildings built on shared land which is divided according to head by head which gives people a part according to their rights, not services. This justice is called cumulative justice. The community in dealing with this can know the applicable law also to make compromises and agreements in advance so as to avoid disputes.
2019
T54418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aulia Fadhlan
Abstrak :
Pemberian hibah sering dilakukan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit berat, atau sakit hampir meninggal. Namun hibah seringkali menimbulkan konflik, apalagi jika objek hibah yang diberikan adalah tanah. Oleh karena itu proses pemberian hibah harus memperhatikan ketentuan yang telah diatur agar peralihan hak melalui hibah menjadi sah. Ada persyaratan khusus mengenai hibah yang dilakukan jika hibah dilakukan pada saat pemberi hibah sakit. Dalam Pasal 213 KHI dijelaskan bahwa jika seseorang dalam keadaan sakit mendekati kematian, hibah yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan dari ahli waris pemberi hibah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketentuan hukum Islam mengenai status dan keabsahan objek tanah wakaf ketika pemberi hibah sakit dalam perkara Putusan Nomor 269/Pdt.G/2019/PA.MS, dan menganalisis bagaimana parameter penyakit pemberi hibah yang menyebabkan hibah tidak sah dalam kasus Putusan Nomor 269/Pdt.G/2019/PA.MS menurut hukum Islam. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini menganalisis Putusan Nomor 269/Pdt.G/2019/PA.MS mengenai sah tidaknya pemberian hibah yang dilakukan pada saat pemberi hibah sakit dan besarnya penyakit pemberi hibah sehingga hibah yang diberikan menjadi tidak sah. Pertama Jika pemberi hibah sakit, maka berdasarkan pasal 213 KHI mensyaratkan hibah disetujui oleh anak pemberi hibah. Sebelum proses pemberian hibah oleh pemberi hibah kepada penerima hibah. Pemberi hibah harus meminta persetujuan ahli warisnya yang berjumlah lima orang untuk dapat hadir dan memberikan persetujuan. Dengan persetujuan anak-anak Pemberi Hibah, telah terpenuhi syarat-syarat hibah dalam keadaan sakit sebagaimana diatur dalam Pasal 213 KHI. Kedua dalam Pasal 213 KHI, syarat seseorang merupakan syarat tambahan dalam pemberian hibah, dimana jika seseorang mengalami sakit yang mendekati kematian, maka hibah tersebut wajib mendapat persetujuan dari ahli waris. Berdasarkan yurispudensi Nomor 225 K/Sip/1960 disebutkan bahwa hibah yang dilakukan oleh orang yang sehat jasmani tidak perlu persetujuan ahli waris. Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki jiwa yang sehat, harus ada pernyataan kesehatan dari segi psikologis oleh dokter spesialis kejiwaan. ......Giving grants is often done when the grantor is in a state of serious illness, or a near-death illness. However, grants often cause conflicts, especially if the object of the grant given is land. Therefore, the process of giving a grant must pay attention to the provisions that have been regulated so that the transfer of rights through the grant becomes legal. There are special requirements regarding grants made if the grants are made when the grantor is sick, in which case this is regulated in Article 213 KHI which explains that if a person is in a state of near-death illness, the grants to be made must obtain approval from the heirs of the grantor. The purpose of this research is to analyze the provisions of Islamic law regarding the status and validity of the donated land object when the grantor is sick in the case of Decision Number 269/Pdt.G/2019/PA.MS, and to analyze how the parameters of the grantor's illness result in an invalid grant in the case of Decision Number 269/Pdt.G/2019/PA.MS according to Islamic law. By using normative juridical research methods, this paper analyzes Decision Number 269/Pdt.G/2019/PA.MS. Regarding the legitimacy of giving grants made when the grantor is sick and the size of the grantor's illness so that the grant given becomes invalid. From the results of the research it can be concluded 1) If the grantor is sick, then based on article 213 KHI requires that the grant is approved by Grantor's children. Prior to the process of awarding grants by grantors to grantees. The grant giver must seek approval from his heirs, totaling five people, to be able to attend and give approval. With the approval of the Grant Giver's children, the conditions for grants in sickness have been fulfilled as stipulated in article 213 KHI. 2) In Article 213 KHI, a person's condition is an additional condition in granting grants, where if a person experiences an illness close to death, it is obligatory for the grant to obtain approval from the heirs. Based on Jurisprudence Number 225 K/Sip/1960 it is stated that grants made by people who are healthy in spirit do not require the approval of the heirs. In order to find out if someone has a healthy soul, there must be a statement of health from a psychological perspective by a psychiatric specialist.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nurdin
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini di Indonesia ada beberapa ajaran yang dijadikan landasan oleh Pengadilan Agama untuk menetapkan Fatwa ahli waris dalara hal ahli waris pengganti, seperti ada ajaran kewarisan Syafii yang patrilinial dan ajaran kewawarisan Hazairin yang bilateral, sudah dapat diduga keputusan ataii penatapan Fatwa antara pengadilan yang satu dengan lainnya berbeda sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alvin Heikal
Abstrak :
Pewarisan sebagai pemindahan kekayaan (harta warisan) yang ditinggalkan oleh seseorang yang wafat, tidak dapat dilepaskan dari akibat pemindahan kekayaan itu sendiri kepada orang-orang yang memperolehnya (ahli waris) karena terdapat bermacam hak serta kewajiban yang melekat pada kekayaan seseorang sewaktu dia wafat, yang akan beralih kepada mereka. Di dalam pewarisan, terkait bagian harta warisan yang diterima oleh ahli waris, sering memicu terjadinya konflik karena dianggap tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sebagaimana ditemukan dalam kasus di putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 65/Pdt.g/2021/PN.Jmr. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap ahli waris,  termasuk di dalamnya ahli waris pengganti, sangat diperlukan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang perlindungan hukum terhadap ahli waris pengganti dengan dibatalkannya akta wasiat dan tanggung jawab notaris atas akta wasiat yang dibuat di hadapannya namun dibatalkan oleh pengadilan. Penelitian doktrinal ini menggunakan bahan-bahan hukum sebagai data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa agar perlindungan hukum secara represif dapat tercapai, ahli waris pengganti bersama para ahli waris lainnya selaku warga negara yang baik dan taat kepada hukum yang berlaku di Indonesia harus dengan segera mengikuti dan mematuhi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya pembagian harta warisan secara adil dapat diwujudkan, dengan melibatkan jasa penilai publik melalui kesepakatan semua ahli waris. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab notaris, dapat dijelaskan bahwa notaris dapat dimintakan pertanggung jawabannya karena ia tidak menjalankan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta wasiat sehingga mengakibatkan dibatalkan melalui Putusan a quo. Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban secara administratif yaitu dapat dijatuhi sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat dan secara perdata para ahli waris sebagai pihak yang mengalami kerugian dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris. ......Inheritance as a transfer the wealth (assets inheritance) that was left by someone who has died, can not be separated from the consequences of the transfer of wealth itself to the people who get it ( heirs ) because there are various rights and obligations attached to a person's wealth when he died, which will be shifted to them. In the inheritance, related to the portion of the inheritance that was received by the heirs, sometimes can lead to conflict because it is considered not as expected. The dispute that occured in the Jember District Court Number 65/Pdt.g/2021/PN.Jmr, was a representation of the conflict that arose due to the losses suffered by the heirs as a result of not receiving justice for the portion of the inheritance as expected. Therefore, the issues that are raised in this research are about the legal protection of the replacement heirs with the cancelation of the testamentary deed and the notary's responsibility for the testamentary deed that made in his presence but being canceled by the court. This doctrinal research using legal materials as secondary data that collected through the literature study. Furthermore, the data is analyzed by qualitative analysis. From the results of the analysis it can be stated that in order for legal protection to be achieved, the replacement heirs together with other heirs as good citizens and obedient to the laws in force in Indonesia must immediately follow and comply with court decisions that have permanent legal force. Furthermore, the fair distribution of inheritance can be realized, by involving the services of a public appraiser through the agreement of all heirs. In relation to the notary's responsibility, it can be explained that the notary can be held responsible because he did not implement the principle of carefulness in the making of the testament deed which resulted in it being canceled through the Decision a quo. The notary can be held accountable administratively, which can be sanctioned in the form of verbal reprimand, written reprimand, temporary dismissal, honorable dismissal, or dishonorable dismissal and in the form of civil liability, the heirs as the party who suffered the loss can claim reimbursement of costs, compensation and interest to the Notary
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gibson Thomasyadi
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Putusan Mahkamah Agung yang memberikan hak mewaris bagi anak zinah sebagai ahli waris pengganti. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anak zinah tidak mempunyai hak mewaris dari orang tuanya apalagi menjadi ahli waris pengganti terhadap keluarga orang tuanya, karena yang berhak untuk menjadi ahli waris pengganti adalah keturunan yang sah. Hak-hak bagi anak zinah sangat terbatas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur, karena pembuat undangundang ingin menghukum perbuatan zinah tersebut.
The focus of this thesis about Supreme Court Decision which grant inheritance right for adultery child as beneficiary replacement. This research use literature research method in the form of normative juridical with qualitative approach in order to provide analytical descriptive data. Based on result of research can be concluded that adultery child do not have inheritance right from his/her parents moreover become beneficiary replacement toward his/her parent family. Because of person who has right to become the inheritance replacement is legitimate descendants. Rights for adultery children are very limited in law and regulations that govern it because the legislators have a purpose to punish the mentioned adultery action.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30570
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library