Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abul Hayat
"Dewasa ini pembangunan kesehatan masih ditandai dengan tingginya angka kematian ibu (AKI} sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka kematian ibu sampai ke batas yang paling rendah, pemerintah telah menempatkan bidan desa ke seluruh tanah air. Salah satu tugas bidan tersebut ialah meningkatkan peran serta masyarakat. Pada tahun 1988 kinerja alokasi waktu bidan di desa dalam peningkatan PSM 80% masih kurang, yaitu 6 - 7 jam setiap bulan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kinerja alokasi waktu bidan di desa dalam peningkatan PSM di Kabupaten Aceh Timur.Kinerja alokasi waktu yang dimaksudkan pada penelitian ini ialah jumlah jam kegiatan per bulan, dikatakan baik bila jumlah jam kegiatan > 30 jam per bulan, dikatakan sedang bila jumlah jam kegiatan 7,5 - 29,9 jam per bulan dan dikatakan kurang bila jumlah jam kegiatan < 7,5 jam per bulan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian adalah bidan di desa yang bertugas di Kabupaten Aceh Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematik random sampling dengan jumlah responden 61 orang yang dilaksanakan pada bulan November 1999.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 37,7% kinerja alokasi waktu bidan di desa tergolong baik, 29,5% sedang dan 32,8% kurang. Faktor umur, lama bekerja dan tempat tinggal mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kinerja alokasi waktu bidan di desa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja alokasi waktu bidan di desa dalam peningkatan PSM dengan hasil kategori baik lebih tinggi dari hasil kinerja kategori sedang dan kurang.Penelitian ini menyarankan untuk penempatan bidan di desa pada masa yang akan datang perlu memperhatikan dan mempertimbangkan tingkat kedewasaan dan kematangan. Bagi bidan yang menetap di desa dengan kinerja baik, perlu diberikan fasilitas pemondokan yang layak huni. Bagi bidan yang telah lama bekerja disarankan dalam jangka pendek mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan kinerja dalam peningkatan PSM. Pada jangka menengah bagi bidan yang mempunyai kinerja baik diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan (AKBID). Pada jangka panjang bagi bidan yang mempunyai kinerja baik diusulkan untuk menjadi pegawai pemerintah.

The Factors Related Village Midwives Time Allocation Performance on Community Participation Development at District of East Aceh, on 1999The current achievement of health development programs is still marked with Mother Mortality Rates (MMR), which are 390 per 100 thousands live birth. Therefore to decrease the rate, government has made a policy on midwives placement at village in all over Indonesia. One of the midwives' responsibilities at village is developing community of participation. In 1998, the performance of the midwives achieved less than target was 80%, which were 6 to 7 hours each month. This study had objective to describe which the village midwives performance on community participation development in District of East Aceh. The indicator used of the performance is total hours spent in a month for community development activities. If the total hours of activity is greater or equal than 30 hours per month, the performance is excellent, if the total hours of the activity is equal to.7.5 to 29.9 hours per month, then it is good, otherwise those with less than 7.5 hours per month is considered unsatisfactory performance. This study used cross sectional design. The unit of analysis is village midwives who currently work in East Aceh District. Sampling method is systematic random sampling with sample of 61 midwives.
Some important results showed that only 37.7% of respondents have excellent performance, 29.5% are good, and 32.8% are considered unsatisfactory performance. Variable of age of midwives, length of placement, and placement area are variables significantly related to the performance. The study recommends that midwives placement at villages should consider the maturity of midwives themselves. Be should provided appropriate placement facilities such as house to stay. Furthermore, those midwives with length of works more than 3 years can be suggested to follow refreshing training on community development to enhance their motivation. This study who suggests in the mid and long term period that midwives who have excellent performances should be recommended to continue their education to Midwives Academy (AKBID). Furthermore, they can also be promoted as permanent civil servant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T2765
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairan
"Kebijakan Daerah Operasi Miiiter (DOM) terhadap Aceh mulai tahun 1989 s.d. 1998 sebagal sebuah strategi Pemerintah Republik Indonesia untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM), telah menimbulkan mala petaka yang beraklbat luka dan kedukaan bagi rakyat Aceh. Akibatnya tidak kurang dari 8.344 orang meninggal dunia, 575 orang hilang, 1.465 orang istri menjadi janda, 4.670 orang anak yatim, 298 orang cacat seumur hidup dan 34 orang perempuan diperkosa. Kekerasan seksual merupakan goncangan yang luar biasa yang tetjadi di Aceh sepanjang sejarah petjuangan rakyat Aceh (ketika masih sebagai sebuah bangsa yang berdaulat), belum pernah terjadi dan kenyataan ini terlalu menyakitkan bagi rakyat Aceh. Karena faktor budaya, korban merasa malu dan rendah diri dalam masyarakat. Ada kecenderungan korban merahasiakan kekerasan seksual yang dialaminya. Disisi lain, pada umumnya mereka perempuan yang berpendidikan rendah, cenderung tidak mempunyai ketrampilan khusus dan juga berpenghasilan rendah serta hidup dalam kemiskinan. Ada perempuan korban yang merasa malu melaporkan diri kepada pihak yang berkompeten. Selain rasa malu, para korban juga sulit menjangkau ibu kota kecamatan untuk melapor kejadian yang mereka alami, karena situasi konflik terus berlangsung dan juga Jarak yang harus ditempuh ke
kecamatan relatif jauh. Yang menjadi fokus masalah di sini adalah bagaimana persepsi korban tentang dirinya sendiri, interaksi mereka dengan orang lain, dan cara mereka melihat masa depannya sendiri.
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif yang berperspektif perempuan, bertujuan untuk memahami pengalaman korban perempuan dengan meneliti persepsi dirinya sendiri. interaksi dengan orang lain dan cara korban melihat masa depannya sendiri, agar dapat dijadikan landasan dalam membuat program untuk membantu perempuan korban kekerasan seksual. Informan penelitian diperoleh pada dua kecamatan yaitu kecamatan Peureulak dan Julok yang dilakukan pada bulan Pebruari s.d. Maret 2001 dan dilanjutkan pada bulan Juni 2001. Informan penelitian yang dijadikan kelompok kasus sebanyak 7 orang. Penelusurannya dilakukan dengan tehnik Snow Ball, dengan karakteristik
informan perempuan gadis (belum menikah), perempuan berkeluarga (menikah) dan perempuan janda. Kemudian dilengkapi dengan 4 informan lainnya yang dinggap dapat memperjelas informasi yang diperoleh. Metode pengambilan informasi dilakukan dengan pengamatan terlibat terhadap
kelompok kasus dilengkapi dengan wawancara mendalam dengan
menggunakan pedoman wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang dilabelkan sebagai orang yang menyimpang dari norma yang berlaku tergantung proses terjadinya tindak kekerasan seksual itu sendiri. Reaksi masyarakat terhadap korban dapat berupa positif atau negatif. Secara umum peran keluarga, orang dekat korban dan tokoh agama ikut berpengaruh terhadap korban dalarn mengembalikan cara pandang korban terhadap dirinya sendiri, interaksi dengan orang lain dan cara melihat masa depannya sendiri setelah korban mengalami tindak kekerasan seksual. Pada umumnya korban masih melihat dirinya sendiri sebagai orang yang berguna setelah lingkungan memberikan reaksi simpati terhadap korban. Lalu dari interaksi antara korban dengan lingkungannya, muncul kembali semangat meraih masa depan dengan kemampuan yang dimiliki korban. Hal ini menunjukkan bahwa sosial
masyarakat Aceh signifikan ikut mempengaruhi persepsi diri korban. Di sisi lain, secara umum perempuan korban kekerasan seksual di Aceh mempunyai mental yang tangguh, hal ini ditandai oleh data lapangan dengan tidak
ditemukan satu orangpun korban yang bunuh diri akibat diperkosa. Ada kecenderungan signifikan hal tersebut berhubungan dengan budaya Aceh yang melarang seseorang bunuh diri karena itu adalah salah satu dosa besar
dalam Agama (Islam). Pembinaan korban relatif sulit dilaksanakan, Jika situasi keamanan masih rawan. Oleh karena itu untuk melakukan pembinaan yang sustainable melalui pemberdayaan, korban memeriukan situasi keamanan
yang kondusif. Memberikan bantuan kepada korban adalah baik. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan program konkrit yang dilaksanakan yaitu membuat pusat-pusat rehabilitasi mental pada tiap Puskesmas/Puskesmas
Pembantu oleh psikolog (ahli Jiwa) dan menghidupkan kembali pengajian tradisional secara regular dan konsultasi personal dalam dimensi keagamaan terhadap korban dengan rnemanfaatkan pesantren. Membuat pusat rehabilitasi personsMcommunity dalam rangka kesinambungan (sustainabelity) melalui pelatihan sesuai bakat, minat dan prospek bahan baku yang ada di desa korban (people centered development). Kemudian membantu melakukan
pangsa pasar untuk pemasaran produk secara berkelanjutan. Bagi korban yang tidak mempunyai ketrapilan khusus, dibimbing dengan memberikan modal usaha tradisional (misalnya beternak)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2001
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library