Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vivika Dyatri Raumanen
Abstrak :
Access to justice merupakan hak konstitusional warga negara dan salah satu bentuk pelaksanaan dari prinsip equality before the law. Bagi masyarakat kecil, tidak terkecuali para tertanggung dengan sengketa asuransi jiwa tradisional kategori retail and small claim, access to justice dapat diwujudkan melalui proses penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Penyelesaian sengketa yang tidak efektif dan tidak efisien hanya akan menciderai keadilan para tertanggung karena pengorbanan yang harus mereka keluarkan menjadi terlalu besar sehingga tidak proporsional dibandingkan dengan klaim yang diperjuangkan. Dengan dikeluarkannya POJK No. 61/2020, peran dan fungsi Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) dalam menangani sengketa asuransi beralih kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS SJK). Keadilan memang bersifat subjektif, namun komponen-komponen pemenuhannya dapat dianalisis lebih konkret. Oleh sebab itu, skripsi ini menganalisis efektivitas dan efisiensi pengaturan serta pelaksanaan penyelesaian sengketa asuransi jiwa tradisional kategori retail and small claim di LAPS SJK berdasarkan beberapa komponen dalam POJK 61/2020 dan perbandingan dengan BMAI dari perspektif hukum perlindungan konsumen. Dari hasil analisis yang diperoleh, penelitian ini mencoba mencari solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelesaian sengketa yang mewujudkan access to justice, khususnya bagi para tertanggung. ......Access to justice is a constitutional right of citizens in Indonesia and an implementation of the principle of equality before the law. For vulnerable communities, including the insured with traditional life insurance disputes in the retail and small claim category, access to justice can be actualized through a fast, simple, and low-cost dispute resolution process. Ineffective and inefficient dispute resolution will only violate justice for the insured because sacrifices they had to make are logistically pointless to pursue most claims. With the issuance of POJK No. 61/2020, the role and function of Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) in handling life insurance disputes shifts to Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK). Justice is subjective, but the components that fulfill it can be analyzed more concretely. Therefore, this research aims to analyze the effectiveness and efficiency of regulation and implementation of dispute resolution for traditional life insurance for retail and small claims category through LAPS SJK based on several components in POJK 61/2020 and comparison with BMAI from the perspective of consumer protection law. From the results obtained, this study tries to find a solution to increase the effectiveness and efficiency of dispute resolution that realizes access to justice, especially for the insured.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musfiq Muizzuddin
Abstrak :
Penelitian ini membahas pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat miskin di Indonesia sebagai bentuk reaksi sosial atas viktimisasi struktural dari sistem peradilan dengan menggunakan teori Viktimologi Kritis dari Mawby dan Walklate. Data yang diambil merupakan data-data sekunder dari LBH di Indonesia, wawancara singkat dengan narasumber, serta dokumen-dokumen dari institusi lain. Masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat miskin ketika berhadapan dengan Sistem Peradilan Pidana adalah ketidakadilan yang muncul selama menjalani proses peradilan yang kemudian muncul reaksi sosial berupa adanya pemberian bantuan hukum. Hasil dari penelitian ini adalah pelaksanaan bantuan hukum dapat secara signifikan membantu masyarakat miskin dalam memperoleh keadilan. Hambatan-hambatan yang terjadi selama proses pemberian bantuan hukum pada saat yang sama dapat menyebabkan bantuan hukum menjadi bagian dari viktimisasi struktural bagi masyarakat miskin.
This research discusses the implementation of legal aid for the poor in Indonesia as a form of social reaction to the structural victimization of the judicial system using Critical Victimology Theories from Mawby and Walklate. The data taken are secondary data from LBH in Indonesia, short interviews with resource persons, and documents from other institutions. Problems faced by the poor when dealing with the Criminal Justice System is the injustice that arises during the judicial process which then emerged a social reaction in the form of providing legal assistance. The result of this research is that the implementation of legal aid can significantly assist the poor in obtaining justice. The constraints that occur during the process of providing legal aid at the same time can lead to legal aid being part of the structural victimization for the poor.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisanty Soufi Aulia
Abstrak :
Pasca 8 tahun UU no. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disahkan, paradigma tentang pemidanaan bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) berubah menjadi pemidanaan yang lebih mengedepankan pelaksanaan akses keadilan dan berprinsip pemulihan melalui konsep keadilan restoratif. Baik secara substansi maupun prosedural, anak berhak atas peradilan yang objektif and non diskriminatif, khususnya jika anak merupakan bagian dari kelompok rentan. Menggunakan metode studi putusan dan studi empiris di kota Surakarta, penulis menemukan bahwa masih terdapat fenomena kontras yang menunjukan adanya diskriminasi akses keadilan bagi Anak Perempuan Berhadapan dengan Hukum, khususnya anak perempuan. Praktek dan koordinasi yang apik di antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah dan pelaksana kesejahteraan sosial tidak diimbangi secara substansial oleh putusan Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yang memberikan pertimbangan hukum menggunakan riwayat seksualitas, termasuk status sebagai Anak dengan HIV/AIDS (ADHA). Selain itu, Anak juga tidak didampingi oleh bantuan hukum yang efektif sejak tahap awal penyidikan. Temuan implementasi akses keadilan yang belum optimal tersebut adalah evaluasi terhadap pelaksanaan akses keadilan bagi anak berhadapan dengan hukum. ......After 8 years of Law no. 11 of 2012 regarding SPPA was passed, punitive paradigm for children in conflict with law has changed to the priority for the implementation of access to justice and principles of recovery through the concept of restorative justice. Both substantially and procedurally, children have the right to an objective and non-discriminatory trial, especially if the child is part of a vulnerable group. Using both court decision study and empirical data within the city of Surakarta, this research found that there is a contrast phenomenon that shows about discrimination to access to justice for girls in conflict with the law. The judge in the Surakarta regional court provided legal considerations with a tendency to blame the girl's sexuality history, including the her status as a girl with HIV/AIDS (ADHA). She was also not accompanied and provided by proper legal aid since the initial stage of the investigation. These findings of ineffective of access to justice is an evaluation for Law no. 11 of 2012 as the main legal framework in pursuing access to justice for child in conflict with law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arasy Pradana A Azis
Abstrak :
Abstrak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23/2014) mengatur bahwa Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dapat diberhentikan di tengah masa jabatannya oleh sebab-sebab tertentu. Undangundang tersebut juga mengatur prosesnya secara baku, termasuk melibatkan Mahkamah Agung (MA) di dalamnya. MA befungsi untuk memberikan menguji secara yuridis pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai insiator proses pemberhentian. Pelibatan MA merupakan konsekuensi dari menguatnya legitimasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang kini dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dirancang sulit. Namun terdapat masalah access to justice dalam proses peradilan di MA ini, terutama disebabkan oleh hukum acara yang kabur. Konsep access to justice selama ini dimaknai secara terbatas sematamata sebagai akses pendampingan hukum bagi masyarakat miskin dan termarjinalkan.
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2019
340 JHP 49:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jojor Yuni Artha
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai hak kebebasan beragama dan berkepercayaan pada masyarakat penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan. Melalui UU No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama negara telah melakukan diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan, karena hanya enam agama saja yang diakui oleh negara. Pada saat melakukan observasi di Cigugur, Jawa Barat, ditemukan dampak negatif atas pengaturan tersebut yang dialami oleh para penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka kesulitan mengakses hak-hak sipilnya, seperti hak untuk memeluk agama dan melaksanakannya, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak atas pelayanan publik akta perkawinan, akta anak serta identitas hukum berupa KTP , dan hak atas bantuan hukum. Akibatnya timbul konflik vertikal antara penghayat kepercayaan dengan pemerintah serta konflik horizontal antara sesama masyarakat. Penelitian ini juga melihat langkah penyelesaian sengketa yang dipilih oleh penghayat keperacayaan untuk menyelesaian konflik/sengketa yang dialaminya. Maka saran dari penelitian ini adalah, negara tidak perlu membedakan antara pemeluk agama resmi dan penghayat kepercayaan. Hal ini sebagai bentuk kewajiban negara untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak warga negaranya. Tanpa pembedaan maka penghayat Kepercayaan Sunda Wiwitan dapat mengakses hak-hak sipilnya.
ABSTRACT This research aims to discuss the right to freedom in religion and belief in Sunda Wiwitan community. According to UU No.1 of 1965 about Prevention of Misuse and or Blasphemy, the country has undertaken a discrimination towards the instiller of faith, due to the fact that only six religions are recognized by the country. In the process of observing in Cigugur, West Java, it was founded several negative impacts toward that regulation which is experienced by Sunda Wiwitan community. They face some difficulties in accessing their civil rights as the freedom of religion, education, employment, public service marriage certificate, birth certificate and legal identity in the form of KTP , and the right to legal aids. As a result, several vertical conflicts between the instiller of faith and government and horizontal conflicts between the instiller of faith and the other communities arise. The study also observed the solutions taken by the instiller of faith to solve the conflicts dispute. Accordingly, the suggestion of this study is the country should distinguish between the official religion and the instiller of faith. It is a form of country rsquo s obligation to respect, fulfill and protect the rights of its community. Without any discrimination, the instiller of faith in Sunda Wiwitan will be able to access their civil rights.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library