Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Castor Oil memiliki potensi untuk digunakan sebagai minyak Iumas menggantikan minyak lumas mineral yang tidak rumah Iingkungan dan sumbernya tidak terbaharukan. Potensi Castor Oil sebagai alternatif minyak lumas ini adalah selain ramah lingkungan dan sumbernya terbaharukan, juga memiliki gugus fungsi yang dapat menempel pada permukaan logam sehingga dapat melindungi pemiukaan logam yang saling bergeralc dari friksi (gesekan) yang pada akhimya mengurangi tingkat keausan. Namun demikian Castor Oil mempunyai kelemahan rentan terhadap oksidasi yang dialdbatkan adanya ikatan rangkap distruktumya.

Pada penelitian ini, Castor Oil akan dimodifikasi melalui tahapan proses kimia yang nantinya selain menghilangkan kelemahan tersebut, akan juga didapatkan produk turunan Castor Oil yang memiliki multi gugus iimgsi (ester,eter dan hidfoksi) sehingga terjadi kenaikan kemampuan Castor Oil dalam hal ketahanan anti ausnya. Tahapan-tahapan rnodifikasi tersebut adalah : 1. Transesteriiikasi, menggunakan methanol dengan katalis KOH yang akan menghasilkan Castor Oil Methyl Ester (COME). 2. Epoksidasi, menggunakan H201 dengan katalis asam formiat yang akan menghilangkan ikatan rangkap COME membentuk gugus oksirana. Produk ini bemama Epoxidizea' Castor Oil Methyl Ester (ECOME). 3. Reaksi pembukaan cincin tnenggunakan glisei ol dengan katalis Para Toluena Sul/'ontc Acid (PTSA) yang akan membuka gugus oksirana menjadi Castor Oil Methyl Ester Gliserol (COME Gliserol).

Dengan menggunakan uji Four Ball Wear Test didapatkan kenaikan ketahanan anti aus pada produk tahapan modifikasi epoksida dan reaksi pembukaan cincin. Sedangkan untuk produk transesterifikasi terjadi penurunan ketahanan anti aus.

Mengacu kepada harga Load wear index, didapatkan lcenaikan ketahanan anti aus COME Gliseroi sebagai produk akhir sebsar 25,75% terhadap Castor Oi/ murni dan 64,64% lebih baik performa ketahanan anti ausnya lerhadap minyak lumas mineral HVI 160s. Harga welding point juga bertambah dari pembebanan 160 kg untuk Castor Oil mumi menjadi pembebanan 200 kg untuk COME Gliserol. Harga ini sangat jauh dibandingkan dengan welding point minyak lumas mineral HVI l60s yang hanya sebesar pembebanan 126 kg.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Camelia Raihanah Syarif
Abstrak :
Aluminium (Al) telah banyak digunakan dalam industri penerbangan, perkapalan, otomotif, dll, karena merupakan salah satu logam yang ringan, mudah dibentuk dan tahan terhadap korosi. Untuk memperluas aplikasinya, ketahanan korosi dan sifat mekanik aluminium perlu ditingkatkan. Plasma elektrolisis atau yang dikenal sebagai Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) adalah metode pelapisan ramah lingkungan yang menghasilkan lapisan keramik oksida dengan menggunakan tegangan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ultrasonikasi terhadap ketahanan korosi dan aus lapisan oksida alumina hasil PEO pada aluminium. PEO dilakukan dengan arus DC sebesar 400 A/m2. Larutan terdiri dari 30 g/l Na2SiO3 dan 20 g/l KOH dan dikontrol suhunya pada 10°C selama proses PEO. PEO dilakukan dengan variasi bantuan ultrasonikasi dan tanpa ultrasonikasi masing-masing selama 1, 2, dan 3 menit. Karakterisasi lapisan oksida meliputi morfologi lapisan dan komposisi unsur diamati dengan SEM-EDS serta analisis fasa kristal dengan XRD. Nilai ketahanan aus diuji dengan metode Ogoshi. Sifat ketahanan korosi diamati dengan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Cyclic Voltammetry (CV), dan uji hilang berat. Kurva tegangan-waktu menunjukkan bahwa breakdown voltage lapisan PEO dan UPEO (Ultrasound-assisted Plasma Electrolytic Oxidation) masing-masing adalah 75,65 V dan 51,99 V. Ultrasonikasi mengurangi breakdown voltage secara signifikan. Namun, ultrasonikasi menghasilkan lapisan dengan porositas permukaan yang lebih tinggi hingga 17,33 % - 22,24 % dibandingkan tanpa ultrasonikasi 13,94 % - 15,64 %. Substrat Al memiliki nilai spesifik abrasi 8,53 × 10-5 mm3/mm. Setelah dilakukan pelapisan PEO selama 3 menit, nilai spesifik abrasi menurun menjadi 5,12 × 10-5 mm3/mm tanpa ultrasonikasi, dan 6,95 × 10-5 mm3/mm dengan ultrasonikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan PEO meningkatkan ketahanan aus sebesar 60,02%. Hasil pengujian hilang berat menunjukkan bahwa laju korosi lebih lambat pada kondisi PEO tanpa ultrasonikasi dibandingkan dengan yang diberi ultrasonikasi. Hasil uji CV menunjukkan bahwa sampel 3 menit PEO menunjukkan ketahanan korosi yang paling baik dengan nilai arus korosi 3,02 × 10-8 A.cm-2 jika polarisasi ke arah positif. Hal ini didukung oleh hasil uji EIS dengan resistansi total (Rp) tertinggi sebesar 3,22 × 105 Ω.cm-2 pada sampel 3 menit PEO. Ultrasonikasi cenderung menurunkan ketahanan korosi dan ketahanan abrasi lapisan PEO akibat meningkatnya porositas. ...... Aluminum (Al) has been widely used in aviation, shipping, automotive, etc. industries because it is a metal that is light, malleable, and resistant to corrosion. To extend its application, the corrosion resistance and mechanical properties of aluminum need to be improved. Plasma electrolysis or known as Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) is an environmentally friendly coating method that produces a ceramic oxide layer using high voltage. This study aims to analyze the effect of ultrasonication on the corrosion and wear resistance of PEO alumina oxide coating on aluminum. PEO is carried out with a DC power supply of 400 A/m2. The solution consisted of 30 g/l Na2SiO3 and 20 g/l KOH and the temperature was controlled at 10°C during the PEO process. PEO was carried out with various ultrasonication assistance and without ultrasonication for 1, 2, and 3 min, respectively. The characterization of the oxide layer includes layer morphology and elemental composition observed by SEM-EDS and crystal phase analysis by XRD. The wear resistance value was tested by the Ogoshi method. Corrosion resistance properties were observed by the method of Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Cyclic Voltammetry (CV), and weight loss test. The voltage-time curve shows that the breakdown voltages of the PEO and UPEO (Ultrasound-assisted Plasma Electrolytic Oxidation) layers are 75.65 V and 51.99 V, respectively. Ultrasonication reduces the breakdown voltage significantly. However, ultrasonication produces a layer with a higher surface porosity up to 17.33% - 22.24 % than without ultrasonication 13.94% - 15.64 %. Al substrate has a specific abrasion value of 8.53 × 10- 5 mm3/mm. After PEO coating for 3 min, the specific abrasion value decreased to 5.12×10-5 mm3/mm without ultrasonication, and 6.95 × 10-5 mm3/mm with ultrasonication. This indicates that the PEO coating increases the wear resistance by 60.02%. The results of the weight loss test showed that the corrosion rate was slower in the PEO conditions without ultrasonication compared to those with ultrasonication. The CV test results showed that the 3 min PEO sample showed the best corrosion resistance with a corrosion current value of 3.02 × 10-8 A.cm-2 if the polarization was in the positive direction. This is supported by the results of the EIS test with the highest total resistance (Rp) of 3.22×105 Ω.cm-2 in a sample of 3 min PEO.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Wicaksono
Abstrak :
Aluminum AC4B banyak diaplikasikan untuk komponen kendaraan salah satunya adalah torak. Torak merupakan komponen yang penting dalam kendaraan dimana berperan sebagai penekan udara masuk dan penerima tekanan hasil pembakaran pada ruang bakar dan tersambung ke bagian poros engkol. Namun terdapat masalah-masalah seperti keausan dan penggunaan pelumas yang boros yang harus diatasi dengan ide melapisi cylinder liner dan cincin torak menggunakan nanokomposit dengan memvariasikan komposisi penguat CNT (0%, 2%, dan 4%) dan jenis matriks (Al2O3, Al2O3+TiO2-3% and Al2O3+TiO2-13%) dan dengan metode pelapisan penyemprotan dingin. Prosedur perlakuan pendispersian dan planetary ball mill juga memegang peranan penting sebelum proses pelapisan dilakukan. Pengujian yang dilakukan yakni pengujian kekerasan mikro, metalografi-SEM, EDS (pemetaan unsur), kekasaran permukaan, ketahanan aus, dan FTIR. Dari hasil pengujian didapatkan data bahwa penambahan CNT hingga 2% akan meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, dan juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pelumas. Dan untuk jenis matriks, kondisi dengan penambahan TiO2 pada matriks Al2O3 tidak memberikan pengaruh yang berarti pada ketahanan aus dan menurunkan kekerasan lapisan CNT-Al2O3. ......Aluminum AC4B widely applied to vehicle components, one of the application is piston. Piston is an important component in the vehicle which acts in order to pressing the air and receiving the results of the combustion pressure in the combustion chamber which is connected to the crankshaft. However, there are problems such as wear and wasteful use of lubricants that must be overcome by the idea of coating the piston ring and also cylinder liner using nanocomposite by varying the composition of CNT reinforcement (0%, 2%, and 4%) and the type of matrix (Al2O3, Al2O3+TiO2-3% and Al2O3+TiO2-13%) and for the coating method using cold spraying. Dispersing treatment procedures and planetary ball mill also plays an important role before the coating process is done. Tests were carried out which micro hardness testing, metallography-SEM, EDS (mapping element), surface roughness, wear resistance, and FTIR. Data obtained from the test results that the addition of up to 2% CNT will increase hardness, wear resistance, and also can improve the efficiency of the use of lubricants. And for the type of matrix, the condition with the addition of TiO2 on Al2O3 matrix doesn?t provide significant impact on the wear resistance and decrease the hardness of CNT-Al2O3 layer
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriyansa
Abstrak :
Teknologi pelapisan material telah menjadi perhatian besar di lingkungan penelitian dan industri dikarenakan merupakan cara yang efektif dan secara ekonomis lebih murah dalam menahan degradasi seperti keausan, oksidasi, korosi, atau kerusakan pada suhu tinggi tanpa mengorbankan material substrat yang dilapisinya. Salah satu metode pelapisan yang telah diterima dengan baik di kalangan industri adalah pelapisan berbasis thermal spray coating karena kemudahannya untuk diaplikasikan pada pelapisan material dalam skala besar dan merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Pada industri minyak dan gas di Indonesia khususnya wilayah kerja offshore mulai banyak penerapan pelapisan berbasis thermal spray coating ini untuk meningkatkan masa pakai equipment dilingkungan yang sangat korosif.Penelitian ini mempelajari pengaruh lapisan molybdenum dengan metode High Velocity Oxygen Fuel HVOF Thermal Spray pada baja karbon dengan variasi hasil ketebalan akhir pelapisan terhadap kekerasan permukaan, ketahanan aus, dan juga korosi serta melihat morfologi mikrostruktur dari pelapisan menggunakan mikroskop optik, SEM, dan EDX. Pengujian dilakukan pada 4 sampel dengan variasi hasil ketebalan pelapisan yang berbeda. Dengan range 1 ketebalan lapisan 10 ndash; 20 m, 2 ketebalan lapisan 25 ndash; 35 m 3 ketebalan pelapisan 40 ndash; 55 m, dan 4 ketebalan pelapisan 60 ndash; 75 m. Hasil observasi menunjukkan bahwa setelah dilakukan pelapisan dengan teknik HVOF spray coating menggunakan bahan pelapis molybdenum menghasilkan kekerasan permukaan yang meningkat dibandingkan dengan tanpa pelapisan yaitu sebesar 258 HV pada spesimen dengan ketebalan pelapisan di range 40 ndash; 55 m. Hasil dari pengujian ketahanan aus didapatkan spesifik abrasi terbesar pada sampel 1 dengan nilai 1.4998187 x 10-6 dan spesifik abrasi terkecil pada sampel 4 yaitu 1.0382507 x 10-6 dimana nilai ketahanan keausan dinilai baik pada nilai spesifik abrasi terkecil. Hasil uji korosi menggunakan metode polarisasi tafel didapatkan hasil icorr pada substrat yang tidak dilapisi 9.8701 mA dengan laju korosi 1.1469 mm/year. Dari ketiga sampel yang diuji korosi icoor pada sampel 3 mengalami penurunan yang drastis yaitu 2.5228 mA dengan laju korosi 0.29315 mm/year. Hal ini membuat efisiensi dari lapisan ini mencapai 74.40. ......Material coating technology has become a major concern in the research and industrial environment as it is an economically effective and cost effective way of resisting degradation such as wear, oxidation, corrosion, or damage to high temperatures without sacrificing the substrate material it overlays. One well accepted coating method among industries is thermal spray coatings because it is easy to apply to coating large scale materials and is an environmentally friendly technology. In the oil and gas industry in Indonesia, especially offshore work areas began to apply a lot of thermal spray coating based coating to increase the life of equipment in a very corrosive environment.This study studied the effect of molybdenum coating on the method of High Velocity Oxygen Fuel HVOF Thermal Spray on carbon steel with variation of final coating thickness to surface hardness, wear resistance, and also corrosion and to see microstructure morphology of coating using optical microscope, and SEM. Tests were performed on 4 sampels with different yields of different coating thicknesses. With range 1 layer thickness 10 20 m, 2 layer thickness 25 35 m 3 coating thickness 40 55 m, and 4 coating thickness 60 75 m. The observation result showed that after coating with HVOF spray coating technique using molybdenum coating material yielded increased surface hardness compared with no coating ie 258 HV on specimen with coating thickness in the range 40 55 m.The result of the wear resistance test was found to be the largest specific abrasion in sampel 1 with the value of 1.4998187 x 10 6 and the smallest abrasion specified in sampel 4 ie 1.0382507 x 10 6 where the wear resistance value was rated well on the smallest specific abrasion value. The result of corrosion test using tafel polarization method showed icorr result on uncoated substrate 9.8701 mA with corrosion rate 1.1469 mm year. Of the three sampels tested by icoor corrosion in sampel 3 experienced a drastic reduction of 2,5228 mA with a corrosion rate of 0.29315 mm year. The efficiency of this layer reaches 74.40.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naila Mubarok
Abstrak :
ABSTRAK
Material stainless steel 304 SS 304 merupakan logam paduan dari beberapa unsur utama yakni Fe, Cr dan Ni yang memiliki karakteristik yang baik yakni tahan terhadap korosi sehingga aplikasinya banyak digunakan dalam berbagai bidang termasuk pada sektor minyak dan gas. Disamping memiliki keunggulan yang tahan terhadap korosi, SS 304 memiliki kelemahan untuk penggunaan pipa minyak yakni sifat kekerasan yang cukup rendah bila dibandingkan dengan stainless steel jenis lainnya. Karena kelemahan tersebut mengakibatkan SS 304 tidak cocok untuk aplikasi yang membutuhkan kinerja tinggi pada sifat mekanik. Dalam penelitian ini telah dilakukan rekayasa sifat mekanik permukaan material SS 304melalui tiga perlakuan yakni cold rolling dengan tingkat reduksi 0 hingga 80 , annealing pada temperatur 400 0C, 600 0C, 800 0C dan 1000 0C dengan waktu tahan selama 1 jam dan proses boronisasi menggunakan boraks sebagai sumber boron. Proses boronisasi dilakukan pada temperatur bervariasi dimulai pada temperatur 750 0C, 850 0C, 950 0C dan 1050 0C dengan waktu penahanan selama 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 8 jam quenching.Diperoleh hasil bahwa efek pengerjaan dingin melalui cold rolled dengan tingkat deformasi 20, 40, 60 dan 80 adalah disamping terjadi transformasi fasa dari austenite menjadi martensite juga perubahan morfologi struktur fasa material dari awalnya dengan morfologi kristal equiaxial menjadi elongated crystal pipih panjang dengan tingkat orientasi kristal yang semakin tinggi dengan meningkatnya tingkat deformasi. Perubahan mikrostruktur karena deformasi oleh cold rolled berhasil meningkatkan nilai kekerasan berturut-turut dimulai dari 145 HV pada sampel uji bebas deformasi, 349 HV, 388 HV, 410 HV dan menjadi 450 HV pada sampel uji dengan tingkat deformasi 80 . Demikan juga dengan ketahanan aus sampel uji mengalami peningkatan dari 10,11 mm3/mm pada sampel bebas deformasi menjadi 5,88 mm3/mm pada sampel uji deformasi 80 .Studi mikrostruktur pasca perlakuan anil pada sampel uji terdeformasi 40 dan 80 memperlihatkan terjadinya transformasi fasa dari martensit menjadi austenit pada kedua jenis sampel uji. Perlakuan anil pada berbagai temperatur cenderung mengembalikan mikrostruktur awal yaitu kembali terdiri dari fasa dominan austenit. Secara umum diketahui bahwa kedua sampel uji memiliki nilai kekerasan terendah dibandingkan dengan nilai kekerasan sampel uji pasca anil pada temperatur anil yang lebih rendah. Nilai kekerasan dan ketahanan aus kedua sampel uji memperlihatkan nilai yang hampir sama masing-masing sebesar 146 HVC dan 8,51 mm3/mm pada sampel terdeformasi 40 dan 153 HVC dan 8,66 mm3/mm pada sampel uji terdeformasi 80 pasca perlakuan anil pada temperatur 1000 0C. Sedangkan efek boronisasi mengggunakan borax sebagai sumber boron melalui permukaan menghasilkan lapisan difusi terdiri dari fasa Fe2B dan fasa Fe2O3 sebagai fasa tambahan disamping fasa awal berupa fasa austenit dan martensite. Boronisasi pada temperatur 950 0C dengan waktu tahan 8 jam mampu meningkatkan kekerasan permukaan sampel uji mencapai 588 HV jauh melebihi nilai yang dicapai melalui efek deformasi. Kecenderungan yang sama terhadap sifat mekanik ketahanan aus yaitu terjadi peningkatan dari 10,6 mm3/mm menjadi 7,3 mm3/mm. Penelitian ini menyimpulkan bahwa efek perlakuan melalui proses boronisasi pada temperatur 950 0C efektif untuk meningkatkan kekerasan dan ketahanan aus sampel SS 304.
ABSTRACT
The 304 stainless steel SS 304 is an alloy consisted of main elements Fe, Cr and Ni which exhibit good corrosion resistant characteristics. The SS304 has met wide applications in various fields including oil and gas sectors. Although the SS304 has a good corrosion-resistant, it has however a weakness in some mechanical properties which are quite low when compared with other types of stainless steels. Because of such weaknesses, SS304 is not suitable for applications that require high performance on mechanical properties. In the current research works, improvement in the mechanical properties of SS304 especially the hardness and wear resistance were carried out through cold rolled deformation and heat treatment. An additional surface treatment, allowing the diffusion process through boronization of two different boron source was also studied. The cold rolled treatment resulted in deformed samples with 0 to 80 thickness reduction. The heat treatment studies to the samples were carried out under annealing at the following temperatures: 400 0C, 600 0C, 800 0C and 1000 0C for 1 hour holding time. The process of boronization was carried out at 750 0C, 850 0C, 950 0C and 1050 0C with holding times of 4 hours, 6 hours, 8 hours and 8 hours followed by quenching for each temperature.It is shown that the phase transformation from austenite to martensite has taken place in all deformed samples in which fully martensite was obtained in a deformed sample of 80 thickness reduction. In addition, the morphological changes of the phase structure from the equiaxial grain morphology to the elongated flat-length grains with a prefer orientation to the rolling direction occurred in all deformed samples. It was found that the higher deformation rate experienced by the samples, the greater the orientation level. The crystal orientation is getting higher with increasing levels of deformation. The microstructural changes due to deformation by cold rolled succeeded in increasing the hardness value of 145 HV in the deformation free test sample, 349 HV, 388 HV, 410 HV to 450 HV on the test sample with a 80 deformation rate. Similarly with the wear resistance of the test sample having an increase of 10.11 mm3/mm in the deformation-free sample being 5.88 mm3/mm in the 80 deformed sample.The microstructural studies due to the annealing effect on the post-deformation test sample of 40 and 80 showed the occurrence of phase transformation from martensite to austenite in both types of test samples. Annealing treatment to the deformed samples at various temperatures tends to restore the initial microstructure which dominated by austenite. It is generally known that the two test samples have the lowest hardness value compared to the value of the hardness of the post-annealed sample at lower annealing temperatures. The hardness and wear resistance values of both samples exhibited almost the same values ?? ??of 146 HVC and 8.51 mm3/mm respectively in the 40 deformed sample and 153 HVC and 8.66 mm3/mm in the 80 deformed sample after annealing treatment at a temperature of 1000 0C. While boronization effect using borax as a source of boron through the surface produce diffusion layer consists of Fe2B and Fe2O3 phases as the additional phases to the initial phases of austenite and martensite. Boronization at a temperature of 950 C has increased the surface hardness reach 588 HV which is far above the value achieved through the deformation effect. The same tendency was also applied to the wear resistance in which an increase from 10.6 mm3/mm to 7.3 mm3/mm. This study concluded that the treatment effect through the boronization process at 950 C is more effective for increasing hardness and wear resistance of SS 304 samples.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
D2520
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuaji NP
Abstrak :
Baja ASSAB XW-42 (vetara dengan AIS! D2) merupakan baja perkakas pengeqaan dingin dengan kadar karbon dan kromium yang tinggi. Untuk aplikasinya. Inga ASSAB XW-42 ini banyak digunalcan umulc afal pemarong, punch dan dies, yung memerlukan kekerasan, ketalzanan aw: yang linggi dun kestabilan dimensi yang baik Pada penelirian ini digzmakan 3 variabel temperatur au.s'1enisasi yaitu pada 980"C, I010"C dan I040”C, dan dengan 4 kondisi pada musing - masing variabel temperatur yaim as quench, quench lemper, as subzero dan .vubsero rempcr. Hasil pene/ilian nzemmju/ckan bahwa perlrzkunn subzero meningkalkan kekemxan yailu dari 52,49 HRC menjadi 53,06 HRC pada temperutur 9800C,‘ 52,72 HRC menjadi 52,86 HRC pada temperalw' 101 0” C; 52,29 HRC menjadi 53,37 HRC pada remperalur I0-10” C. Perlakuan subsero juga meningkaflfan ketahanan aus dengan menurzmkan laju aus yairu dari 3, 99xl 04 mm’/mm merjadi 3,-I5xl0" mms/mm pada remperatur 9800C; 4,06x10“ mm"/mm menjadi 3,83.r10'6 mmj/lvnm pada Iempcratur I Ol 00 C; 4,00xI04 mms/mm menjadi 3,94.rl0'6 mm’/mm pada temperatur 10400 C. Untuk ketanggu/mn, perlalruan subzero juga menirrglrarkan harga impak aim dari 0,033 .loule/mm? menjadi 0,036 Joule/Jwrng padu femperalur 101066: 0,036 Joule/Jmmz menjadi 0,0-I7 Joule/mm2 pada remperarur 10-IOUC. Harga impak rurzm pada temperalur 980° C yaitu duri 0, 038 Joufe/mm? menjadf 0,033 ./oulefinml. Penfrzgkaran /cefalzanan aus ini disebabkan kareua lerbemzzkrzya karbidu yang Iebih merara dan halus. Dari hasil pengzyiarz dapaf disimpulkan bahwa perlalman .s-ub:ero ram - ram menai/dean 1,1-1% kekeraxan, 7,49% kerahancm aus dan 156% kerangguhan dibandingkan dengun ranpa perlulruan subsero. Peningkamn syn: material yang optimal refjadi dengan mclakukan proses remper serefa/1 proses .subzero dilakukcm_ Puda fom mikro fer/ihur srrukfur /mrbida yang febi/1 /wins dan mermu has!! perlakuan subzero. Perbedaan warm: rnarrilrs cmrara sampel ranpu dan dengan tenyner menwyulrkau adargfa perubahan rrmtrilm yaifu pcrubalzan marrensif menjadi murfensir Iemper. Dari hasil jblo mi/fro tidak dapat diamati per:1ba!1m1 persentase austeni! sisa dun per.s-enlase marlensir.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41793
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Tri Wahyuni
Abstrak :
Rem memiliki peran sangat penting karena dapat mengatur laju kendaraan. Rem adalah suatu sistem ketahanan gesekan buatan yang diaplikasikan pada sesuatu yang bergerak (moving member) untuk memperlambat atau menghentikan pergerakannya dengan menyerap energi kinetik dan menghilang dalam bentuk panas ke atmosfer sekitar. Cakram rem memerlukan material dengan kekerasan dan kekuatan tekan tinggi serta ketahanan aus dan konduktivitas termal yang baik, maka dari itu cakram rem biasanya terbuat dari besi tuang, namun dapat juga terbuat dari bahan komposit, seperti karbon, Ceramic Metal Composite (CMC), dan Metal Matrix Composite (MMC). Penelitian ini mempelajari pengaruh penambahan penguat pada komposit matriks aluminium terhadap struktur mikro, sifat mekanis, dan ketahanan aus untuk aplikasi cakram rem. Fokus pada penelitian ini adalah matriks komposit Al-11Zn-5Mg dengan variasi 0 dan 10 vol.% kadar SiC yang dibuat dengan metode squeeze casting. Pemilihan SiC sendiri diharapkan dapat menjadi penguat untuk peningkatan pengerasan pada matriks komposit tersebut. Selanjutnya dilakukan laku panas dimulai dari laku pelarutan pada temperatur 450 °C selama 1 jam diikuti dengan pendinginan cepat, kemudian dilakukan penuaan pada temperatur 200 °C selama 2 jam. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian komposisi kimia, pengamatan struktur mikro, x-ray mapping, dan SEM – EDS (Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive Spectroscopy), pengujian XRD (X-Ray Diffraction), perhitungan porositas dan DAS (Dendrite Arm Spacing), pengujian kekerasan, impak, dan laju aus. Hasil pengujian menunjukkan penambahan SiC 10 vol.% meningkatkan nilai kekerasan komposit dari 72.1 HRB menjadi 79.5 HRB. Fasa yang terbentuk setelah penuaan adalah fasa MgZn2, Mg2Zn11, Fe-Al intermetalik, MgAl2O4, dan Mg2Si. Laju keausan meningkat pada penambahan beban, yaitu masing-masing sebesar 4.27 x 10-3 mm3/m, 10.19 x 10-3 mm3/m, dan 22.33 x 10-3 mm3/m pada beban 2.11, 6.32, dan 18.96 kg pada sampel tanpa penambahan SiC. Namun, laju keausan secara signifikan lebih rendah pada sampel komposit yang mengandung 10 vol.% SiC, yaitu 2.78 x 10-3 mm3/m, 7.26 x 10-3 mm3/m, dan 19.93 x 10-3 mm3/m pada beban 2.11, 6.32, dan 18.96 kg. .....Brakes have a very important role because they can regulate the speed of the vehicle. Brake is an artificial friction resistance system that is applied to something that is moving (moving member) to slow down or stop its movement by absorbing kinetic energy and dissipating it in the form of heat to the surrounding atmosphere. Brake discs require materials with high hardness and compressive strength as well as wear resistance and good thermal conductivity, therefore brake discs are usually made of cast iron, but also can be made of composite materials, such as carbon, Ceramic Metal Composite (CMC), and Metal Matrix Composite (MMC). This research studied the effect of adding strengthening to the aluminium matrix composite on the microstructure, mechanical properties, and wear resistance for brake disc applications. The focus of this research is the Al-11Zn-5Mg composite matrix with variations of 0 and 10 vol.% SiC content made by squeeze casting method. The selection of SiC itself is expected to be a strengthening material for increasing the hardening of the composite matrix. The samples were heat treated starting from the dissolution treatment at 450 °C temperature for 1 hour followed by rapid cooling, then aging at 200 °C temperature for 2 hours. The tests carried out in this research were chemical composition testing, microstructure observations, x-ray mapping, and SEM-EDS (Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive Spectroscopy), XRD (X-Ray Diffraction) testing, porosity and DAS (Dendrite Arm Spacing) calculations, hardness testing, impact, and wear rate. The test results showed the addition of SiC 10 vol.% obtained higher composite hardness values, which were 72.1 and 79.5 HRB after aging, respectively. The phases formed after aging are MgZn2, Mg2Zn11, intermetallic Fe-Al, MgAl2O4, and Mg2Si phases. The wear rate increases with increasing load, which were 4.27 x 10-3 mm3/m, 10.19 x 10-3 mm3/m, and 22.33 x 10-3 mm3/m respectively at 2.11, 6.32, and 18.96 kg loads in the sample without the SiC addition. However, the wear rate was significantly lower in the composite samples containing 10 vol.% SiC, namely 2.78 x 10-3 mm3/m, 7.26 x 10-3 mm3/m, and 19.93 x 10-3 mm3/m at a load of 2.11, 6.32, and 18.96 kg.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Geraldo Chiyoda Wiraspati
Abstrak :
ABSTRAK
Pembuatan gemuk bio kalsium kompleks dengan nilai NLGI (National Lubricating Grease Institute) #2 yaitu yang memiliki konsistensi semi-solid akan ditambahkan aditif talc untuk meningkatkan sifat antiwearnya serta mengurangi friksi. Gemuk yang dihasilkan berbahan dasar minyak kelapa sawit dan sabun kalsium kompleks sebagai thickening agent-nya. Sintesis gemuk tersebut dilakukan dengan cara melakukan proses pengadukan, pemanasan, dan reaksi saponifikasi pada suhu maksimum 165oC antara sabun kalsium kompleks secara in situ dalam minyak RBDPO (Refine Bleach Deodorized Palm Oil) yang terepoksidasi pada suhu 65oC. Selanjutnya dilakukan pendinginan dan homogenisasi pada suhu 70oC, serta penambahan aditif talc yang divariasikan komposisinya: 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% dari berat gemuk. Pengujian karakteristik dari gemuk bio yang dihasilkan meliputi uji konsistensi, uji dropping point dan four ball test dengan kecepatan putaran 1000 rpm. Adapun variable yang terdapat pada penelitian ini yaitu waktu dan suhu selama proses serta ukuran partikel talc sebagai variabel control; komposisi aditif talc sebagai variable bebas; komposisi base oil, thickener agent, dan aditif antioksidan BHT (Butylated Hydroxy Toluene) serta hasil uji karakteristik sebagai variable terikat. Gemuk terbaik yang dihasilkan memiliki sifat antiwear terbaik pada penambahan 2,5% talc dengan jumlah keausan terkecil 0,5 mg, dropping point pada suhu 265oC. Sementara pada penelitian sebelumnya gemuk terbaik yang dihasilkan memiliki jumlah keausan sebesar 0,7 mg pada penambahan 3,5% CaCO3.
ABSTRACT
Making bio calcium complex grease with NLGI grades (National Lubricating Grease Institute) # 2 is that having a semi-solid consistency will be added talc additives to improve the antiwear properties and reduce friction. Grease generated based palm oil and calcium complex soap as a thickening agent of his. The grease synthesis is performed by the stirring process, heating, and a saponification reaction at a maximum temperature of 165oC between calcium complex soap in situ in the oil RBDPO (Refine Bleach Deodorized Palm Oil) is epoxidized at a temperature of 65oC. Furthermore, the cooling and homogenization at 70°C, and the addition of additives talc varied composition: 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, and 10% by weight of fat. Testing characteristics of bio grease produced include test consistency, dropping point test and four-ball test with a rotation speed of 1000 rpm. The variables contained in this research that the time and temperature during the process as well as a variable talc particle size control; talc additive composition as independent variables; the composition of base oil, thickener agent, and antioxidant additives BHT (Butylated Hydroxy Toluene) as well as the characteristics of the test results as the dependent variable. Best bio grease produced has the best antiwear properties on the addition of 2.5% Talc with the smallest amount of wear of 0.5 mg, dropping point at a temperature of 265oC. While previous research has produced the best grease has the amount of wear 0.7 mg on the addition 3.5% CaCO3.
2016
S63366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhamad Fiqih Fadzli
Abstrak :
ABSTRAK
Pelapisan dengan tungsten karbida banyak digunakan sebagai bahan pelapis memberikan kombinasi sifat mekanik ketangguhan tinggi, kekerasan tinggi, dan kekuatan yang baik. Pada penelitian ini 0,05 wt dan 0,15 wt MWCNT dicampur dengan proses ball milling pada larutan etanol dengan material serbuk WC Tungtec 10112. Sebelum pencampuran dengan WC Tungtec 10112 dilakukan, dispersi dan deagglomerasi dari MWCNT dilakukan melalui metode ultrasonikasi dengan larutan SDS. Hasil pencampuran serbuk nanokomposit selanjutnya dilakukan penyemprotan logam nyala api oksi asetilen pada sebuah substrat baja perkakas. Mikrostruktur dari lapisan yang Diamati dengan menggunakan scanning electron microscope SEM , energy dispersive X-ray spectroscopy EDS , dan X-ray diffraction XRD digunakan untuk mengamati senyawa yang terbentuk. Kekerasan mikro diukur dengan metode mikrovickers dan ketahanan aus abrasif diuji dengan menggunakan mesin ogoshi berdasarkan standar ASTM E384. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa proses dispersi dengan ultrasonikasi menggunakan larutan SDS dan pencampuran dengan balll-milling baik digunakan untuk proses dispersi CNT dengan matriks Tungtec 10112 karena menghasilkan dispersi dan ditribusi yang baik antara CNT dan serbuk Tungtec 10112 sehingga mampu meningkatkan nilai kekerasan dan ketahanan aus lapisan. Penambahan sebanyak 0,15 wt CNT Menunjukkan Kenaikan ketahanan aus hingga 50 Dibandingkan dengan pelapisan WC tanpa penguat CNT. Kekerasan lapisan dengan penguat CNT juga Meningkat Dibandingkan dengan lapisan WC tanpa penguat dan substrat dengan nilai kekerasan sebesar 1717 HV. Hasil pelapisan dengan penambahan penguat CNT Menunjukkan ketahanan aus abrasif tinggi daripada lapisan tanpa penguat CNT menyimpulkan bahwa CNT dapat menjadi alternatif yang baik untuk meningkatkan ketahanan aus abrasif lapisan.
ABSTRACT WC is widely used as a tribological coating material providing a combination of high toughness, high hardness, and good strength. In this work, 0.05 wt. 0,15 wt of CNTs were mixed by ball milling in ethanol solution with WC Tungtec 10112 powders. Before mixing with WC Tungtec 10112, dispersion is done through ultrasonication method with SDS solution. The mixture was thermally sprayed using the flame spraying process onto a plain tool steel substrate. The microstructures of the coatings were characterized using scanning electron microscope SEM , energy dispersive X ray spectroscopy EDS , and X ray diffraction XRD were used for phase identification . The microhardness was measured by Vickers indentation and the abrasive wear resistance was evaluated using ogoshi machine according to ASTM E384 standard. Effects of CNTs on the microstructure, abrasion wear and microhardness of the coatings were investigated. Experimental results have shown ultrasonication using SDS solution and ball milling was suitable to disperse CNTs with WC Tungtec 10112 feed powders since it produces an adequate relationship between CNTs 39 and WC Tungtec 10112 which enhances the microhardness and wear resistance of coatings. The 0,15 wt CNT WC coating showed an increase in wear resistance of almost 50 compared with WC coating without CNT reinforced,The hardness of coating reinforced CNT is increased compared to the WC coating and substrate with the value of 1717 HV. All reinforced coatings showed a higher abrasive wear resistance than non reinforced indicating that CNTs are a good alternative to improve abrasion wear resistance of WC coatings.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winas Maulidani Susanto
Abstrak :
Pada perbaikan jalan baik dengan metode milling maupun crushed, kupasan aspal atau Reclaimed Asphalt Pavement RAP hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Campuran beraspal yang diolah dari maerial baru selalu digunakan untuk membuat perkerasan jalan. Hal ini menjadi masalah ketika sampah RAP terus menumpuk dan ketersediaan material baru seperti agregat dan aspal di alam terus berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan aspal daur ulang atau RAP sebagai material campuran beraspal, sehingga tidak hanya dibuang dan menjadi sampah. Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen dengan melakuan Marshall Test pada material RAP yang digunakan. Pencampuran dilakukan menggunakan metode campuran beraspal hangat atau warm mix asphalt WMA dengan manambahkan zeolit pada proses pencampuran beraspal jenis Laston Lapis Aus AC-WC. Proses pencampuran dilakukan pada temperatur hangat yaitu 120°C. Temperatur yang lebih rendah daripada hot mix asphalt dapat mengurangi penggunaan bahan bakar dan mengurangi emisi gas karbon yang dihasilkan. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah pengaruh dari jumlah RAP dan kadar aspal yang digunakan pada campuran WMA-RAP, serta menganalisis campuran yang paling bagus dan sesuai dengan standar Bina Marga. ......On road improvements with both milling and crushed methods, asphalt peel or Reclaimed Asphalt Pavement RAP is only discarded and not utilized properly. A paved mixture processed from a new material is always used to make pavement. This is a problem when RAP trash continues to accumulate and the availability of new materials such as aggregates and asphalt in the nature continues to decrease. This study aims to utilize recycled asphalt or RAP as an asphalt mixed material, so it is not only thrown away and becomes garbage. The research method used is experiment with Marshall Test done on RAP material used. This research uses warm mix asphalt WMA mixture method by adding zeolite to powder mixing process of Asphalt Concrete Wearing Course AC WC type. The mixing process is carried out at a warm temperature of 120°C. Lower temperatures than hot mix asphalt can reduce fuel use and reduce the emissions of carbon produced. The conclusions from this research are the effect of the amount of RAP and the asphalt content used in the WMA RAP mixture, as well as analyzing the best mixture and in accordance with DGH standards.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>