Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Sulungta
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T40039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Ihsan Hernandi
Abstrak :
Pada sumur geotermal, korosi dapat terjadi dengan mudah akibat cairan panas bumi yang mengandung beragam ion dan gas sehingga dapat merusak pipa. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pipa adalah konsentrasi larutan geotermal, tingkat pH, suhu, dan tekanan CO2. Oleh karena itu baja karbon AISI 4140 dipilih karena memiliki sifat mekanik yang baik dan ketahanan korosi yang baik. Pada larutan geotermal yang mengandung ion Ca+2, Ion Ca+2 memiliki pengaruh dalam peningkatan laju korosi, dengan tidak adanya ion Ca+2 dapat menghambat laju korosi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh CO2 pada larutan geotermal bebas ion Ca+2 terhadap jenis dan laju korosi pada AISI 4140. Dalam penelitian ini untuk mencari laju korosi dilakukan 2 metode yaitu uji elektrokimia dan uji imersi. Berdasarkan hasil analisis pengujian elektrokimia dan imersi, baja karbon dengan injeksi CO2 memiliki laju korosi yang lebih cepat yaitu sebesar 37,14 mmpy, daya tahan korosi kurang baik, dan hilang berat yang lebih banyak. Untuk menganalisis permukaan AISI 4140 dilakukan dengan pengamatan XRD dan mikroskop optik. Dari pola XRD hanya terdeteksi fasa Fe yang mengindikasikan tidak terbentuknya fasa kristal produk korosi. Berdasarkan hasil analisis mikroskop optik jenis korosi yang di hasilkan dari pengujian elektrokimia dan imersi adalah korosi merata dan pitting. ......In geothermal wells, corrosion can occur easily due to geothermal fluids containing various ions and gases that can damage pipes. Factors that can affect pipe damage are the concentration of the geothermal solution, pH level, temperature, and CO2 pressure. Therefore, AISI 4140 carbon steel was chosen because it has good mechanical properties and good corrosion resistance. In the geothermal solution containing Ca+2 ions, Ca+2 ions influence increasing the corrosion rate, in the absence of Ca+2 ions can inhibit the corrosion rate. This study aims to analyze the effect of CO2 in a Ca+2 ion-free geothermal solution on the type and rate of corrosion in AISI 4140. In this study, two methods were used to determine the corrosion rate, namely an electrochemical test and an immersion test. Based on the analysis results of electrochemical and immersion tests, carbon steel with CO2 injection has a faster corrosion rate of 37.14 mmpy, less corrosion resistance, and more weight loss. To analyze the surface of AISI 4140, XRD observations and optical microscopy were carried out. From the XRD pattern, only the Fe phase was detected, which indicated that there was no crystalline phase of corrosion products. Based on the results of optical microscopy analysis, the types of corrosion produced from electrochemical and immersion testing are uniform corrosion and pitting.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Izzat
Abstrak :
Korosi CO2 merupakan salah satu jenis korosi yang umum ditemukan pada industri geotermal dari hulu hingga hilir. Korosi CO2 memiliki karakteristik yang berbeda dari korosi akibat elektrolit pada umumnya. Hal ini karena CO2 dapat bereaksi dengan air dan menghasilkan asam karbonat (H2CO3) yang bersifat asam lemah dan dapat mempengaruhi kinetika korosi logam yang digunakan dalam sumur dan sistem perpipaan geotermal seperti baja AISI 4140. Peristiwa korosi di lingkungan CO2 belum banyak dibahas pada kondisi pH rendah, sebagai contoh pada saat dilakukan operasi acidizing sumur geotermal. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh CO2 terlarut dengan metode bubbling pada tekanan atmosfer terhadap perilaku korosi baja AISI 4140 dalam fluida geotermal artifisial dengan pH rendah. Fluida yang dimaksud terdiri atas KCl (5,960 g/L), NaCl (28,548 g/L), dan CaCl2 (2,664 g/L) yang disintesis berdasarkan modifikasi komposisi brine dari salah satu lapangan geotermal, lalu larutan diberi HCl (37%, 2 mL) dengan tujuan untuk menyimulasikan kondisi acidizing. Pengujian cyclic voltammetry (CV) menunjukkan bahwa penambahan CO2 pada larutan uji meningkatkan laju korosi hingga 25,62%, peristiwa ini dikonfirmasi hasil uji perendaman. Hal ini disebabkan oleh penurunan pH larutan setelah mengalami bubbling CO2. Lapisan protektif tidak terbentuk setelah pengujian CV, yang ditunjukkan dari adanya peningkatan arus korosi pada sweep ke-2 uji CV, dan didukung hasil karakterisasi XRD, di mana ditemukan lapisan produk korosi non-protektif setelah sampel terkorosi larutan uji non-CO2 maupun CO2, namun fasa nya tidak dapat diidentifikasi. Observasi dengan mikroskop optik menunjukkan bahwa sampel terkorosi secara seragam, dan densitas pori-pori sampel yang telah terkorosi larutan uji non-CO2 adalah 3,28 × 10-3 /μm2 , dan 3,64 × 10-3 /μm2 untuk larutan uji CO2. Ukuran pori-pori pada larutan non-CO2 dan CO2 tidak memiliki perbedaan median yang signifikan, menandakan tidak ada endapan produk korosi dalam pori-pori. ......CO2 corrosion is one of the types of corrosion commonly found in the geothermal industry. CO2 corrosion has a different characteristic from common electrolyte corrosion, this is due to the CO2 reacting with water which then generates carbonic acid (H2CO3), that is known to be a weak acid. The presence of H2CO3 could influence the corrosion kinetics of the AISI 4140 steel. The CO2 corrosion phenomenon has not been extensively observed under acidic brine condition, for instance on acidizing operations carried on geothermal wells. This research is aimed to explore influence of dissolved CO2 presence in acidic brine to the corrosion behavior of AISI 4140 steel utilized in geothermal wells and piping system at atmospheric pressure. The brine consists of KCl (5,960 g/L), NaCl (28,548 g/L), and CaCl2 (2,664 g/L) that was synthetized in reference to a geothermal brine and 2 mL of 37% HCl were added to simulate the acidizing condition. The cyclic voltammetry (CV) test shows that the CO2 brine has greater corrosion rate by 25.62% compared with the non-CO2 brine. The increase of corrosion rate by adding CO2 to the brine has been confirmed by the immersion test, that shows similar result, due to pH reduction after CO2 bubbling. The protective layer has not been established throughout the CV test for both non-CO2 and CO2 brines, which is evident by the result of the secondsweep of the CV test that has an increased corrosion current density, and also confirmed by the XRD characterization that shows a formation of corrosion product but could not identify the phase. The obeservation through optical microscope suggested that both nonCO2 and CO2 brines had caused uniform corrosion and generates pores with the density of 3.28 × 10-3 /μm2 for non-CO2 brine and had increased to 3.64 × 10-3 /μm2 for the CO2 brine. The pore size difference of the corroded steel on by both non-CO2 and CO2 brine are insignificant, indicating that no corrosion product is accumulated within the pores.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mochamad Febrian Adhi Patria
Abstrak :
Serangan batas butir atau korosi intergranular terjadi baja tahan karat austenitik akibat peristiwa sensitasi pada temperature 500 – 800 oC. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh perlakuan panas pada baja AISI 304 terhadap serangan batas butir. Spesimen uji memiliki kandungan karbon beragam (0,041 – 0,08% C). Pengujian korosi intergranular dilakukan berdasarkan ASTM A262 (kualitatif) untuk melihat struktur mikro dan ASTM G108 (kuantitatif) untuk mengukur derajat sensitasi. Karakterisasi menggunakan XRD, SEM-EPMA dan EBSD. Spesimen sebagai material dasar hasil solution annealing pada temperature 1050 – 1130oC menunjukan struktur step dan pengujian XRD menunjukan tidak ada karbida. Pada perlakuan isothermal annealing dengan pendinginan lambat (udara) menunjukan serangan batas butir tertinggi pada masing masing temperature 650oC (0,056%C) ,700oC (0,054%C) dan 750oC (0,041%C) terjadi selama pemanasan 4 jam, 48 jam dan 96 jam, memiliki derajat sensitasi 47,93%, 34,49%, dan 42,71% dengan struktur ditch. Sedangkan isothermal annealing dengan pendinginan cepat (air) menunjukan serangan batas butir tertinggi pada masing masing temperature 600oC (0,08%C) dan 700oC (0,067%C) terjadi selama pemanasan 6 jam dan 24 jam, memiliki derajat sensitasi sebesar 57% dan 23,26% dengan struktur ditch. Hasil SEM-EPMA menunjukan penurunan konsentasi Cr di area batas butir berkisar 20% menjadi 11,3% (0,054%C) dan 18% menjadi 10,3% (0,041%C). Hasil EBSD menunjukan derajat sensitasi berbeda memiliki orientasi kristal yang berbeda. ......The grain boundary attack or intergranular corrosion occurs in austenitic stainless steel due to sensitization at temperatures of 500 - 800oC. This study tries to see the effect of heat treatment on AISI 304 steel to grain boundary attack. Test specimens have various carbon contents (0.041 - 0.08% C). Intergranular corrosion testing is carried out based on ASTM A262 (qualitative) to see the microstructure and ASTM G108 (quantitative) to measure the degree of sensitization. Characterization using XRD, SEM-EPMA and EBSD. Specimens as the basic material resulting from the solution annealing at temperatures of 1050 - 1130oC showed a step structure and XRD testing showed no carbides. In isothermal annealing with slow cooling (air) showed the highest grain boundary attack at each temperature of 650oC (0.056% C), 700oC (0.054% C) and 750oC (0.041% C) occurred during heating 4 hours, 48 hours and 96 hours has a degree of sensitization respectively 47.93%, 34.49%, and 42.71% with ditch structure. Whereas isothermal annealing with rapid cooling (water) shows the highest grain boundary attack at each temperature of 600oC (0.08% C) and 700oC (0.067% C) occurred during heating of 6 hours and 24 hours has a degree of sensitization respectively 57% and 23, 26% with ditch structure. SEM-EPMA results show a decrease in Cr concentration in the grain boundary area (Cr-depleted zone) ranging from 20% to 11.3% (0.054% C) and 18% to 10.3% (0.041% C). EBSD results show with different degrees of sensitization have different crystallographic orientations.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Kinasih
Abstrak :
Produk elektronik mengalami perkembangan yang cukup pesat di era modern ini. Namun, produk elektronik tersebut bukanlah teknologi yang tahan lama, melainkan mendorong konsumen untuk mengganti barang elektroniknya dalam kurun waktu yang lebih cepat sehingga menyebabkan peningkatan limbah elektronik. Di dalam produk elektronik, terdapat komponen yang memiliki peranan penting yang disebut dengan Printing Circuit Board. PCB akan menjadi sampah berbahaya ketika sudah menjadi E-waste jika dibiarkan menumpuk begitu saja. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pembuatan nanofluida berbahan dasar nanopartikel dari PCB dengan fluida dasar air dan penambahan surfaktan CTAB yang dimana nanofluida tersebut akan digunakan sebagai media pendingin pada baja AISI 4140. Dalam penelitian ini, nanopartikel dikarakterisasi dengan X-Ray Fluorescence (XRF), X-Ray Diffraction (XRD), dan Particle Size Analyzer (PSA). Nanopartikel yang digunakan adalah dengan persentase 0%, 0,1%, 0,3%, dan 0,5% dan akan disintesis menjadi nanofluida dengan metode 2 tahap, kemudian akan ditambahkan surfaktan Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB) sebesar 0%, 3%, 5% dan 7% dengan tujuan untuk menstabilkan nanofluida. Setelah itu dilakukan dispersi nanopartikel kedalam fluida dasar dengan menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit. Kemudian dilakukan proses pendinginan cepat menggunakan baja AISI 4140 dengan nanofluida sebagai media pendingin dengan suhu austenisasi 900oC. Karakterisasi yang dilakukan pada baja AISI 4140 adalah Optical Emission Spectroscopy (OES), Optical Microscropy (OM), dan Rockwell C. Hasil yang didapatkan adalah penambahan nanopartikel pada nanofluida dapat meningkatkan laju pendinginan yang terjadi sehingga menghasilkan mikrostruktur martensite yang merata, dimana variabel pada konsentrasi 0,3% nanopartikel dengan 0% surfaktan memiliki laju pendinginan yang paling cepat. Namun, penambahan surfaktan CTAB tidak terlalu memberi perubahan yang signifikan pada laju pendinginan, melainkan penambahan surfaktan memberikan hasil yang fluktuatif dan hal ini dapat terjadi dikarenakan surfaktan mengalami aglomerasi dan membuat adanya endapan pada nanofluida sehingga memperlambat kecepatan pendinginan pada nanofluida dan mempengaruhi mikrostruktur yang terbentuk. Hasil optimal dari nilai kekerasan diperoleh dari variabel variabel 0% surfaktan dengan 0,1% nanopartikel sebesar 55 HRC dengan mikrostruktur yang terbentuk adalah full martensite. ......Electronic products have developed quite rapidly in this modern era. However, these electronic products are not durable technologies, but rather encourage consumers to replace their electronic goods in a faster period of time, leading to an increase in electronic waste. In electronic products, there is an important component called Printing Circuit Board. PCBs will become hazardous waste when they become E-waste if left to accumulate. Therefore, in this study, nanofluids based on nanoparticles from PCBs were made with a water base fluid and the addition of CTAB surfactants where the nanofluids will be used as a cooling medium for AISI 4140 steel. In this study, nanoparticles were characterized by X-Ray Fluorescence (XRD), X-Ray Diffraction (XRD), and Particle Size Analyzer (PSA). The nanoparticles used are with percentages of 0%, 0.1%, 0.3%, and 0.5% and will be synthesized into nanofluids with a 2-stage method, then Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB) surfactant will be added at 0%, 3%, 5% and 7% with the aim of stabilizing the nanofluids. After that, the nanoparticles were dispersed into the base fluid using a magnetic stirrer for 15 minutes. Then the rapid cooling process is carried out using AISI 4140 steel with nanofluid as a cooling medium with an austenization temperature of 900oC. The characterization performed on AISI 4140 steel is Optical Emission Spectroscopy (OES), Optical Microscropy (OM), and Rockwell C. The results obtained are the addition of nanoparticles to nanofluids can increase the cooling rate that occurs so as to produce a good and evenly distributed microstructure, where the variable at a concentration of 0.3% nanoparticles with 0% surfactant has the fastest cooling rate. However, the addition of CTAB surfactant does not really give a significant change in the cooling rate, but the addition of surfactant gives fluctuating results and this can occur because the surfactant agglomerates and makes deposits on the nanofluid so that it slows down the cooling speed of the nanofluid and affects the microstructure formed. The optimal result of the hardness value is obtained from the variable 0% surfactant with 0.1% nanoparticles of 55.36 HRC with the microstructure formed is full martensite.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Swaramadani
Abstrak :
Pengaplikasian Metode atomisasi plasma sudah sangat berkembang pesat dalam industri manufaktur. Metode atomisasi plasma ini mendukung dalam proses Powder Metallurgy yang membutuhkan bahan baku berupa serbuk sebagai material dasarnya. Penelitian sebelumnya menerangkan proses pembuatan serbuk menggunakan Ti-6AL-4V sebagai logam spesimen uji dengan mencari parameter terbaik berdasarkan panjang nozel anoda dan kecepatan umpan. Pada penelitian kali ini difokuskan dengan metode penggunaan alat yang didevelop agar dapat menurunkan elektroda katoda secara otomatis sehingga diharapkan dapat menjaga jarak antara katoda dan anoda secara kontinue untuk mendapatkan plasma arc temperatur yang stabil. Penggunaan parameter pada penelitian ini disesuaikan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iqomatuddin yakni dengan menggunakan anoda sepanjang 70 mm serta kecepatan sebesar 1mm3/s. Hasil serbuk dengan metode penggunaan Automatic Device memiliki ukuran rata-rata yang lebih kecil untuk mesh 100 dan 200 serta menghasilkan jumlah serbuk yang lebih banyak untuk ukuran <50 um – 200 um yang selanjutnya dinyatakan bahwa null hypothesis is rejected untuk perbandingan weight percentage pada ukuran mesh 100, 200 dan 325. Serbuk yang dihasilkan memiliki bebagai jenis bentuk  pada kedua metode yang digunakan yakni bentuk irregular, bola satelit dan bentuk bola. Bentuk kurva lonceng menggambarkan ukuran serbuk pada setiap pemisahan mesh terdistribusi yang memiliki standar deviasi yang masih berada pada wilayah persebaran ukuran serbuk. ......The application of the plasma atomization method has developed very rapidly in the manufacturing industry. This plasma atomization method supports the Powder Metallurgy process which requires raw materials in the form of powder as the basic material. Previous research has explained the process of making powder using Ti-6AL-4V as a metal test specimen by finding the best parameters based on the length of the anode nozzle and feed speed. In this study, it is focused on the method of using a tool that was developed in order to automatically lower the cathode electrode so that it is expected to maintain the distance between the cathode and anode continuously to obtain a stable plasma arc temperature. The use of parameters in this study was adjusted to previous research conducted by Iqomatuddin, namely by using an anode with a length of 70 mm and a speed of 1mm3/s. The results of the powder using the Automatic Device method have a smaller average size for 100 and 200 mesh and produce a larger amount of powder for sizes <50 um - 200 um which is further stated that the null hypothesis is rejected for comparison of weight percentage on mesh size. 100, 200 and 325. The resulting powder has various types of shapes in the two methods used, namely irregular shapes, satellite balls and spherical shapes. The shape of the bell curve describes the size of the powder in each distributed mesh separation which has a standard deviation that is still in the region of the distribution of the powder size.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hairul Arsyad
Abstrak :
Proses uji penarikan merupakan proses yang melibatkan banyak faktor yang berpengaruh dan sangat kompleks dalam analisis. Estimasi dari besar tegangan-tegangan yang bekerja pada uji penarikan adalah bagian yang sangat penting untuk mengetahui besarnya gaya tekan. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah menganggap proses perubahan bentuk dalam uji penarikan hanya meliputi gaya radial, gaya gesek, gaya pembengkokkan dan pelurusan dalam kondisi tank. Pengujian dilakukan pada temperatur ruang dengan kondisi pelumasan dan kondisi kering dengan variasi diameter bahan uji adalah 80 mm, 83 mm, 85 mm, 87 mm, dan 90 mm. Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian adalah kurva gaya tekan dan kedalaman tekan. Berdasarkan perbandingan basil pengujian dan hasil estimasi yang mendekati hasil pengujian maka diperoleh besar parameter perhitungan seperti koefisien gesek 0,3 untuk kondisi kering dan 0,1 untuk kondisi pelumasan, besar sudut kontak 30 °, koefisien pengerasan kerja 0,42, konstanta kekuatan bahan 142,66 kg/mm2 dan beban blank holder 1400 kg.
The deep drawing process is a process that involving a lot of factor and complexity in analysis. The estimation of stress in deep drawing test is a very important part to know compression force.. Theorytical approach that uses in this research was by simplying and assumpting of testing condition. The estimation is based on an assumed that deep drawing process is only in radial force, friction force, bending and unbending force in tension condition. The test were carried out in room temperature both of lubrication and dry condition with various diameter of speciment i.e. 80 mm, 83 mm, 85 mm, 87 mm and 90 mm. The result of testing is in force and depth compression curve. Based on comparison of both testing and estimation result shows a good agreement with experimental results with parameter of estimation such as friction coefficient 0,3 for dry condition and 0,1 for lubrication condition, contact angle 30 degree, strain hardening coefficient 0,42, constanta of material strength 142, 66 kg/mm2 and blank holder force is 1400 kg.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumaryono
Abstrak :
Baja tahan karat austenit tipe 316 banyak digunakan untuk pembuatan bejana tekan, tangki, pipa dan lain-lain yang memerlukan penyambungan dengan pengelasan. Akibat panas pengelasan tersebut baja tahan karat tersebut mudah mengalami sensitisasi, dimana ketahanan korosi baja menurun. Hal ini disebabkan karena pada daerah sambungan las khususnya di daerah pengaruh panas (HAZ) terbentuk karbida krom. Dalam penelitian ini telah dipelajari pengaruh proses pengelasan terhadap terjadinya sensitisasi. Proses pengelasan dilakukan dengan menggunakan teknik las busur listrik elektroda terbungkus (SMAW) arus searah dengan masukan panas konstan tetapi dengan variasi perlakuan. Perlakuan meliputi a. celup dalam air (3 buah sampel) b. pendinginan di udara (6 buah sampel) c. pemberian laku-pangs lanjut-PWHT sampai suhu 900 C selama 1 jam terhadap 3 buah sampel yang didinginkan di udara. Setelah pengelasan dan perlakuan maka dilakukan pengkorosian dengan direndam dalam larutan 50% H2SO4 + 2.5% Fez (SO4)3, boiling, suhu 85° C - 90° C selama 120 jam (Metode Streicher). Setelah pengkorosian dilakukan berbagai pengujian meliputi a. uji tarik b. uji kekerasan c. uji metalografi dan uji SEM + EDAX. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi dalam bentuk sensitisasi meningkat setelah benda uji mendapatkan perlakuan. Benda uji yang dicelup dalam air tidak menunjukkan sensitisasi sementara yang didinginkan di udara menunjukkan terjadinya sensitisasi dan bahkan benda uji yang di PWHT menunjukkan sensitisasi lebih parch. Hal terakhir kemungkinan juga disebabkan adanya reaksi gabungan yaitu proses oksidasi suhu tinggi sewaktu di PWHT yang lebih mempercepat sensitisasi sewaktu dikorosikan.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjadi Hassan Hoesein
Abstrak :
ABSTRAK
Baja tipe AISI 304 adalah salah satu baja anti karat jenis Austenit merupakan modifikasi dari komposisi 18-8 yang memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari baja anti karat jenis Ferit dan Martensit. Pemberian panas dan pendinginan secara perlahan-lahan pada baja AISI 304 di daerah temperatur sensitasi sekitar 4000C sampai dengan 8000C akan terbentuk presipitasi Chrom karbida sepanjang batas butir, sehingga daerah di sekitar batas butir mengalami kekurangan Chrom. Akibatnya pada daerah tersebut tidak terbentuk lapisan pasif C Cr 2 03 dan akibat adanya media korosi larutan asam dan perlakuan tegangan tarik akan mempercepat pecahnya lapisan pasif yang merupakan awal terjadinya retak.

Penelitian i ni ber t u j uan mengamati efek korosi akibat deformasi terhadap sifat mekanik baja anti karat Austenit 304 yang mengalami berbagai pendinginan. Dengan metode yang digunakan adalah melakukan uji tarik, uji kekerasan dan pemeriksaan struktur mikro pada sampel yang dipanaskan 10000C selama satu jam, kemudian didinginkan secara cepat dalam air (Water Cooling, WC), udara (Air Cooling, AC) dan secara lambat di dalama tungku (Furnace Cooling, FC).

Kemudian di l ak uk an perendaman dal am media korosi larutan Natrium Chlor i da dan setelah itu diberikan variasi tegangan tarik. Hasil penelitian sampel yang mengalami korosi tegangan menunjukkan adanya perubahan sifat mekanik, kekuatan, keuletan dan kekerasannya.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>