Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rohani Agustini
"Hiperglikemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya nefropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2. American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan pemeriksaan albumin-to-creatinine ratio (ACR) setiap tahun untuk mendeteksi adanya nefropati diabetik. Pemeriksaan 1,5-anhydroglucitol (1,5-AG) merupakan salah satu pemeriksaan untuk monitoring kontrol glikemik. 1,5-AG merupakan penanda yang lebih sensitif untuk mengetahui adanya fluktuasi glukosa dan hiperglikemia postprandial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia yang terjadi secara intermiten lebih merusak endotel dibandingkan hiperglikemia yang stabil. Desain studi pada penelitian ini adalah potong lintang. Pada penelitian ini dilakukan analisis statistik untuk mendapatkan hubungan 1,5-AG dan HbA1c, 1,5-AG dan glukosa darah 2 jam PP, area under curve dan titik potong 1,5-AG sebagai indikator kontrol glikemik, dan perbedaan median kadar 1,5-AG serta HbA1c pada pasien dengan ACR < 30 mg/g dan ≥ 30 mg/g. Hasil penelitian ini didapatkan koefisien korelasi Spearman antara kadar 1,5-AG dan HbA1c pada pasien DMT2 adalah -0,74 (p<0,001), sedangkan nilai koefisien korelasi antara kadar 1,5-AG dan glukosa darah 2 jam PP pada pasien diabetes melitus tipe adalah -0,45 (p<0,001). Luas area under curve 1,5-AG sebagai indikator kontrol glikemik sebesar 87,1%. Titik potong 1,5-AG untuk indikator kontrol glikemik adalah 10,7 μg/mL. Pasien DMT2 dengan kadar ACR ≥ 30 mg/g memiliki median kadar 1,5-AG yang lebih rendah (6,4 μg/mL) dibandingkan pasien DMT2 dengan ACR < 30 mg/g (median kadar 1,5-AG 12,4 μg/mL), p = 0,007. Terdapat perbedaan median kadar HbA1c yang bermakna (p<0,001) pada pasien DMT2 dengan ACR < 30 mg/g dan ACR ≥ 30 mg/g. Pasien DMT2 dengan kadar ACR ≥ 30 mg/g memiliki median kadar HbA1c yang lebih tinggi (7,9%) dibandingkan kadar HbA1c pasien DMT2 dengan ACR < 30 mg/g (6,9%). Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan terdapat korelasi negatif kuat bermakna antara 1,5-AG dan HbA1c; dan korelasi negatif sedang bermakna antara 1,5-AG dan glukosa darah 2 jam PP. Terdapat perbedaan rerata kadar 1,5-AG dan HbA1c yang bermakna antara pasien diabetes melitus dengan ACR < 30 mg/g dan ≥ 30 mg/g. Titik potong 1,5-AG yang direkomendasikan sebagai indikator kontrol glikemik adalah 10,7 μg/mL.

Hyperglycemia is one of the risk factors for diabetic nephropathy in type 2 diabetes mellitus patients. American Diabetes Association (ADA) recommended annual albumin-tocreatinine ratio (ACR) screening to detect the presence of diabetic nephropathy. 1,5-anhydroglucitol (1,5-AG) is one of the parameters for monitoring glycemic control. 1,5-AG is a more sensitive marker to detect glucose fluctuations and postprandial hyperglycemia. Previous studies showed that intermittent hyperglycemia is more damaging to endothelials than stable hyperglycemia. The study design was cross sectional. In this study, the statistical analysis was performed to obtain the association between 1,5-AG and HbA1c, 1,5-AG and 2-hour postprandial blood glucose; the area under curve and the cutoff of 1,5-AG as an indicator of glycemic control; and the median difference of 1,5-AG and HbA1c value from patients with ACR <30 mg/g and ≥ 30 mg/g. In this study, the coefficient of correlation between the value of 1,5-AG and HbA1c in patients with T2DM is -0,74 (p<0,001), while the coefficient of correlation between 1,5-AG and 2-hour postprandial blood glucose in patients with diabetes mellitus type is -0,45 (p<0,001). The area under curve of 1,5-AG as a glycemic control indicator is 87,1%. The 1,5-AG cutoff point for the glycemic control indicator is 10,7 μg/mL. Patients with T2DM with ACR levels ≥30 mg/g had significantly lower median value of 1,5-AG (6,4 μg/mL) than patients with T2DM with ACR <30 mg/g (12,4 μg/mL). There was significant difference in median HbA1c value from patients with T2DM with ACR <30 mg/g and ≥ 30 mg/g. Patients with T2DM with ACR levels ≥30 mg/g had higher median HbA1c value (7,9%) than HbA1c patients with T2DM with ACR <30 mg/g (6,9%). In this study concluded that the there was a strong and significant negative correlation between 1.5-AG and HbA1c and a moderate and significant negative correlation between 1.5-AG and 2-hour postprandial blood glucose. There was a significant difference of median value of 1,5-AG and HbA1c between patients with diabetes mellitus and ACR <30 mg/g and ACR ≥ 30 mg/g. The cutoff of 1,5-AG which was recommended as a glycemic control indicator was 10,7 μg/mL."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ifni Nursam
"Latar belakang: Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas utama untuk evaluasi nodul tiroid. Dependensi operator yang tinggi membuat nilai diagnostik USG relatif rendah terutama bagi operator yang minim pengalaman. Computer Aided Diagnosis (CAD) merupakan sistem terkomputerisasi yang mampu melakukan penilaian USG nodul tiroid dengan objektif, konsisten dan diharapkan dapat meningkatkan akurasi diagnostik USG dalam penilaian nodul tiroid. AmCAD adalah aplikasi CAD untuk penilaian nodul tiroid yang sudah tersedia saat ini, namun belum ada data mengenai penggunaan AmCAD di Indonesia, sehingga diperlukan penelitian untuk melihat kesesuaian penilaiannya dengan kriteria penilaian yang selama ini sudah digunakan Tujuan: Menilai kesesuaian AmCAD dan ACR TI-RADS dalam menentukan nodul jinak dan ganas tiroid berdasarkan gambaran USG. Metode: Data sekunder hasil USG pasien dengan nodul tiroid di Departemen Radiologi RSCM dari tahun 2015-2019 dilakukan penilaian oleh peneliti sesuai kriteria ACR TI-RADS, kemudian gambar yang sama dilakukan penilaian terpisah menggunakan aplikasi AmCAD. Kesesuaian AmCAD dan ACR TI-RADS dalam menentukan nodul jinak dan ganas tiroid dianalisis. Hasil: Sampel penelitian ini sebanyak 85 nodul tiroid (jenis kelamin terbanyak wanita, rerata usia 49,8 ± 13,9 tahun). Hasil analisis menunjukkan AmCAD dan ACR TI-RADS memiliki kesesuaian yang baik dalam membedakan nodul jinak dan ganas tiroid berdasarkan gambaran USG dengan nilai konkordans 87,1 % , Kappa Cohen R 0,570 (p 0,001). Kesimpulan: AmCAD dan kriteria ACR TI-RADS memiliki kesesuaian yang baik dalam melakukan penilaian nodul tiroid.

Background: Ultrasonography (USG) is the main modality for evaluation of thyroid nodules. High operator dependency makes the diagnostic value of ultrasound relatively low especially for operators who lack experience. Computer Aided Diagnosis (CAD) is a computerized system that is able to carry out ultrasound assessment of thyroid nodules objectively, consistently and is expected to improve the diagnostic accuracy of ultrasound in the assessment of thyroid nodules. AmCAD is a CAD application for the assessment of thyroid nodules that are currently available, but there is no data regarding the use of AmCAD in Indonesia, so research is needed to see the appraisal of the assessment with the assessment criteria that have been used so far. Objective: Assess the suitability of AmCAD and ACR TI-RADS in determine benign and malignant thyroid nodules based on ultrasound images. Methods: Secondary data on the ultrasound results of patients with thyroid nodules in the Department of Radiology RSCM from 2015-2019 were assessed by researchers according to the ACR TI-RADS criteria, then the same image was assessed separately using the AmCAD application. The suitability of AmCAD and ACR TI-RADS in determining benign and malignant thyroid nodules was analyzed. Results: The sample of this study was 85 thyroid nodules (most female sex, mean age 49.8 ± 13.9 years). The results of the analysis showed that AmCAD and ACR TI-RADS were well-suited in distinguishing benign and malignant thyroid nodules based on ultrasound images with concordance values ​​of 87.1%, Kappa Cohen R 0.570 (p 0.001). Conclusion: AmCAD and ACR TI-RADS criteria are well-matched in assessing thyroid nodules."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Neforawati
"Konsep dasar dari kontrol kongesti cerdas (intelligent congestion control} adalah sebuah sumber trafik atau SES (source end system) mentransmisikan sel dengan suatu nilai ACR (allowedcell rate) berdasarkan kontrak trafik yang telah disepakati pada waktu connection setup. Kemudian switch secara simultan akan mengestimasi suatu kecepatan yang optimal bagi SES dalam bentuk modified-ACR (MACR). Hasil perhitungan di switch akan di feedback ke SES sebagai informasi kontrol yang dibawa oleh sebuah sel RM (resource management cell). Sebelum satu round trip time (RTT) maka SES akan melakukan kontrol secara internal dan setelah satu RTT maka SES akan menerima sel RM yang pertama untuk kemudian membandingkan kecepatannya dengan nilai kecepatan yang dibawa oleh sel RM tersebut. Jika tidak terjadi kongesti maka SES akan terus meningkatkan kecepatannya dalam usaha mencapai kecepatan puncak sesuai dengan nilai kecepatan yang telah disetujui pada kontrak trafik sedangkan jika kongesti terjadi maka SES harus mendrop kecepatannya sesuai dengan nilai kecepatan yang di hitung di switch. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sel yang masuk ke jaringan sehingga antrian di switch dapat dikurangi dan durasi teijadinya kongesti dapat dipersingkat.
Dalam tugas akhir ini dibuat suatu simulasi dengan model konfigurasi peer-to-peer untuk mencari nilai ACR berdasarkan variabel jarak, ICR dan jumlah sumber yang aktip. Adapun hasil yang didapat menunjukkan bahwa jarak link mempengaruhi kecepatan dan jumlah data yang ditransmisikan. Sementara besarnya ICR akan mempengaruhi pencapaian kecepatan maksimal yang diijinkan dan jumlah sumber yang berbeda berakibat pada jatah bandwidth yang diperoleh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S39872
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Andhika
"Perkembangan teknologi pada bidang radiologi saat ini sudah semakin pesat, salah satunya ditandai dengan munculnya sistem pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Semakin modern teknologi MRI bukan berarti jauh dari kerusakan, namun tetap saja kemungkinan tersebut dapat terjadi, yang akhirnya akan mempengaruhi hasil diagnosa. Itu sebabnya perlu adanya program kontrol kualitas oleh fisikawan medis untuk menjamin kualitas kinerja pesawat MRI. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kualitas citra pesawat MRI GE Signa HDXt 1.5 Tesla menggunakan Spherical Magphan Phantom dengan variasi teknik akuisisi pembobotan T1 (TR=160 ms, TE=13 ms), pembobotan T2 (TR=1380 ms, TE=83 ms), dan pembobotan proton density (PD) (TR=880 ms, TE=38 ms).
Dari hasil penelitian yang meliputi uji geometri irisan scan, uji pemilihan irisan scan, uji sensitometri, uji uniformitas, uji resolusi kontras tinggi, uji distorsi geometri, dan uji sensitivitas kontras rendah, dapat disimpulkan bahwa pesawat MRI yang digunakan masih dalam kondisi baik dan memiliki kesesuaian dengan standar yang direkomendasikan oleh American College of Radiology (ACR). Dari hasil perbandingan tiga teknik akuisisi citra yang digunakan, teknik pembobotan T2 (TR=1380 ms, TE=83 ms) memberikan hasil yang paling baik dalam pengujian kontrol kualitas citra MRI menggunakan Spherical Magphan Phantom.

Technological developments in the field of radiology is now growing rapidly, one of which is marked by the emergence of imaging systems Magnetic Resonance Imaging (MRI). The more modern MRI technology does not mean a lot of damage, but still, that possibility can occur, which ultimately will affect the diagnosis. That's why there is need for a quality control program by medical physicists to ensure the performance quality of MRI plane. The study was conducted to test the quality of the image plane GE Signa MRI 1.5 Tesla using a Spherical HDXt Magphan Phantom with T1 weighting variations acquisition techniques (TR = 160 ms, TE = 13 ms), T2 weighted (TR = 1380 ms, TE = 83 ms), and weighted proton density (PD) (TR = 880 ms, TE = 38 ms).
From the research that includes the geometry test scan slices, slice selection scan test, test sensitometri, test uniformity, high contrast resolution test, the test geometry distortion, and low contrast sensitivity test, it can be concluded that MRI is used aircraft is still in good condition and has a compliance with the standards recommended by the American College of Radiology (ACR). From the comparison of three image acquisition technique used, the technique T2 weighted (TR = 1380 ms, TE = 83 ms) to give the best result in the MRI image quality control testing using Magphan Spherical Phantom.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sito Dewi Damayanti
"

Beberapa tahun belakangan ini proses digitalisasi telah diadopsi oleh banyak institusi baik pemerintahan, dan perusahaan besar maupun kecil. Mereka telah menyadari manfaat digitalisasi untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi. Termasuk di antaranya adalah pemanfaatan Internet of Things (IoT) untuk berbagai segmen bisnis mulai dari transportasi, manufacturing, logistic, maupun agriculture. Sudah banyak kisah sukses implementasi IoT di bisnis, tetapi banyak juga masalah yang terjadi di lapangan setelah implementasi tersebut, terutama yang berkaitan dengan performansi sistem, kemudahan penggunaan, maupun user experience. Penelitian ini mengambil fokus pada studi kasus PT X yang telah menerapkan smart poultry di beberapa kandang ayam milik mereka di Cimaung, Serang sejak 2019. Studi penelitian ini membahas tentang pengukuran keberhasilan implementasi IoT (smart poultry) di peternakan ayam PT X, yaitu dari sisi Quality of Experience (QoE), untuk memperoleh gambaran seberapa sukses implementasi ini dari sudut pandang penggunanya sendiri. Tahap awal dilakukan in-depth interview kepada pimpinan perusahaan untuk menentukan key performance index (KPI) yang ingin diukur, kemudian dilanjutkan dengan interview ke berbagai unit di PT X untuk mendapatkan feedback terkait QoE, dan analisis menggunakan Absolute Category Rating with Hidden Reference (ACR-HR) untuk memperoleh skor differential mean opinion score (DMOS) sebagai tolok ukur QoE. Pengukuran Quality of Service (QoS) pada beberapa parameter teknis juga dilakukan untuk melengkapi data secara obyektif. Hasil analisis menunjukkan bahwa smart poultry yang diimplementasi bisa dianggap cukup baik dibandingkan sistem konvensional, walaupun masih ada beberapa perbaikan yang direkomendasikan terutama di sisi user experience.


In recent years the digitalization process has been adopted by many institutions including government and large/small enterprises. They are already aware that the digitalization will increase productivity and efficiency. This is including the use of the Internet of Things (IoT) technology in various business segments from transportation, manufacturing, logistics, and agriculture. There are many success stories in IoT implementations, but many problems have occurred though after the implementation, mostly related to system performance, ease of use, and user experience. This study discusses the measurement of IoT implementation (smart poultry) focus in PT X chicken farms, in terms of the Quality of Experience (QoE), to obtain the success level of implementation from the perspective of the users. PT X has implemented smart poultry in some of their chicken coops located in Cimaung, Serang since 2019. The study was conducted with in-depth interviews with company leaders to determine the main performance index (KPI) to be assessed, then continued with interviews to various units at PT X to get feedbacks related to QoE, and analysis using Absolute Category Ratings with Hidden References (ACR-HR ) to get differential mean opinion score (DMOS) as a QoE benchmark. This study also includes the measurement of service quality (QoS) on several technical parameters to complement the data objectively. The results show that the smart poultry can be considered comparatively better than the previous conventional system, although there are still some improvements needed, especially in terms of user experience.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumampouw, Marshal
"Latar Belakang: Peningkatan kasus kanker tiroid belakangan ini menimbulkan pertanyaan tentang overdiagnosis. ACR-TIRADS merupakan sistem stratifikasi yang dikembangkan untuk mengurangi overdiagnosis dalam mendeteksi kanker tiroid dengan menggunakan ultrasonografi. AI-TIRADS merupakan modifikasi baru dari ACR-TIRADS yang diklaim memiliki nilai diagnostik yang lebih baik, namun AI-TIRADS belum pernah diuji pada populasi Indonesia. Tujuan: Peneliti ingin mengetahui apakah AI-TIRADS memang benar lebih baik dibandingkan ACR-TIRADS dalam menentukan keganasan suatu nodul tiroid. Metode: Penelitian ini mengevaluasi 124 nodul tiroid yang terdiri atas 62 nodul jinak dan 62 nodul ganas berdasarkan ACR-TIRADS dan AI-TIRADS. Setiap penentuan keganasan didasarkan dari lima kategori yang dipakai oleh TIRADS (komposisi, ekogenisitas, bentuk, tepian dan fokus ekogenik). Hasil temuan kedua sistem stratifikasi risiko ini kemudian dibandingkan nilai diagnostiknya dengan pemeriksaan sitopatologi berdasarkan kriteria Bethesda. Hasil: AI-TIRADS secara umum menunjukkan nilai diagnostik yang lebih baik daripada ACR-TIRADS. Tingkat kesesuaian AI-TIRADS terhadap pemeriksaan sitopatologi lebih baik dibandingkan ACR-TIRADS (0,387 dan 0,242). Spesifisitas AI-TIRADS lebih baik (58,06% vs 41,94%; p< 0,00) dibandingkan ACR-TIRADS, namun sensitivitas AI-TIRADS sedikit lebih rendah dibandingkan ACR-TIRADS (80,65% vs 82,26%; p<0,00). AI-TIRADS juga memiliki nilai duga positif dan nilai duga negatif yang lebih baik dibandingkan ACR-TIRADS (AI-TIRADS: 65,79% dan 75% vs ACR-TIRADS: 58,62% dan 70,27%). Kesimpulan: AI-TIRADS memiliki nilai diagnostik yang lebih baik dan dapat mengurangi jumlah positif palsu, namun AI-TIRADS masih memiliki kesulitan dalam mendeteksi keganasan pada nodul tiroid yang padat kistik. Diperlukan pengembangan lebih lanjut dari AI-TIRADS untuk meningkatkan kemampuan diagnostik dalam menentukan keganasan nodul tiroid, khususnya pada nodul padat kistik.

Background: The recent increase in thyroid cancer cases has raised questions about overdiagnosis. ACR-TIRADS is a risk stratification system developed to reduce overdiagnosis in thyroid cancer detection using ultrasound. AI-TIRADS is a recent modification of ACR-TIRADS claimed to have better diagnostic value, but it has not been tested in the Indonesian population. Objective: The author aimed to determine whether AI-TIRADS is indeed superior to ACR-TIRADS in assessing the malignancy of thyroid nodules. Methods: This study evaluated 124 thyroid nodules, consisting of 62 benign and 62 malignant nodules, based on ACR-TIRADS and AI- TIRADS. Malignancy determinations were based on five categories used by TIRADS (composition, echogenicity, shape, margins, and echogenic foci). The findings of both risk stratification systems were then compared with their diagnostic values in cytopathological examinations based on Bethesda criteria. Results: AI- TIRADS, in general, demonstrated superior diagnostic value compared to ACR- TIRADS. The concordance rate of AI-TIRADS with cytopathological examinations was better than that of ACR-TIRADS (0.387 and 0.242). AI-TIRADS exhibited better specificity (58.06% vs. 41.94%; p < 0.00) compared to ACR-TIRADS, although AI-TIRADS had slightly lower sensitivity (80.65% vs. 82.26%; p < 0.00) compared to ACR-TIRADS. AI-TIRADS also had better positive predictive values and negative predictive values (AI-TIRADS: 65.79% and 75% vs. ACR-TIRADS: 58.62% and 70.27%). Conclusion: AI-TIRADS has better diagnostic value and managed to reduces the number of false positives. However, AI-TIRADS still faces challenges in detecting malignancy in solid cystic thyroid nodules. Further development of AI-TIRADS is needed to enhance its diagnostic capabilities in determining the malignancy of thyroid nodules, especially in solid cystic nodules."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhona Irani
"Glikosaminoglikan merupakan komponen penyusun glikokaliks yang berperan penting dalam per selektivitas muatan anionik kapiler glomerulus. Gangguan hemodinamik dan metabolik akibat hiperglikemia kronis menyebabkan peluruhan komponen glikokaliks endotel. Beberapa pedoman telah menyetujui keamanan tiap OAD berdasarkan fungsi ginjal. Tujuan penelitian adalah menilai keamanan penggunaan metformin (metformin dan metformin-glimepirid) berdasarkan fungsi ginjalnya serta menilai perbandingan kadar GAG urin pasien DMT 2 kelompok risiko rendah terhadap risiko sedang-tinggi PGK. Desain penelitian potong lintang dan metode consecutive di Puskesmas Depok Jaya dan Kecamatan Pasar Minggu. Sampel urin dan darah dikumpulkan untuk pengukuran eLFG, HbA1c, ACR, dan kadar GAG urin. Sebanyak 137 partisipan dinilai keamanan penggunaan metformin berdasarkan fungsi ginjalnya. Terdapat ketidaksesuaian pada 1 partisipan dalam penggunaan metformin (n=55) dan semua partisipan (n=82) sesuai dengan pedoman dalam penggunaan metformin-glimepirid. Hanya 121 partisipan yang dianalisis kadar GAG urin menggunakan 1,9-DMMB dan terdiri dari 4 yaitu kelompok risiko rendah PGK: G1-A1(eLFG ≥90ml/min/1,73m² - <30mg/g) (n=25) dan G2-A1(eLFG 60-89ml/min/1,73m² - <30mg/g) (n=45) serta risiko sedang-tinggi PGK: GI-A2(eLFG ≥ 90ml/menit/1,73m² - >30mg/g) (n=23) dan G2-A2(eLFG 60-89ml/menit/1,73m² - >30mg/g) (n=28). Tidak ada perbedaan bermakna (p<0,05) pada karakteristik dasar dan klinis keempat kelompok kecuali usia (p=0,006) dan HbA1c (p<0,001). Tidak terdapat perbedaan kadar GAG urin yang bermakna antara kelompok G1 dengan G2 (p=0,290) serta pada keempat kelompok (p=0,221). Terdapat perbedaan kadar GAG urin yang bermakna (p=0,034) pada kelompok normoalbuminuria dan albuminuria. Faktor lain seperti durasi DMT 2 >5 tahun dan komorbiditas dapat meningkatkan kadar GAG urin. Oleh karena itu, diperlukan studi lanjut mengenai potensi GAG urin pada awal perkembangan penyakit ginjal diabetes.

Glycosaminoglycans are components of the glycocalyx which play an important role in the permeselectivity of the anionic charge of the glomerular capillaries. Hemodynamic and metabolic disturbances due to chronic hyperglycemia cause the breakdown of the glycocalyx component of the endothelium. Several guidelines have agreed on the safety of each OAD based on renal function. The aims of this study were to assess the safety of using metformin (metformin and metformin-glimepiride) based on kidney function and to evaluate the comparison of urinary GAG levels in patients with DMT 2 in low-risk groups to moderate-high risk of CKD. Cross-sectional research design and consecutive in Depok Jaya Public Health Center and Pasar Minggu District. Urine and blood samples were collected for measurement of eGFR, HbA1c, ACR, and urinary GAG levels. A total of 137 participants assessed the safety of using metformin based on their kidney function. There was a discrepancy in 1 participant in the use of metformin (n=55) and all participants (n=82) according to the guidelines for the use of metformin-glimepiride. Only 121 participants were analyzed for urine GAG ​​levels using 1,9-DMMB and consisted of 4 low risk groups for CKD: G1-A1(eGFR 90ml/min/1.73m² - <30mg/g) (n=25) and G2-A1(eGFR 60-89ml/min/1.73m² - <30mg/g) (n=45) and moderate-high risk of CKD: GI-A2(eGFR 90ml/min/1.73m² - >30mg/g) (n=23) and G2-A2(eLFG 60-89ml/min/1.73m² - >30mg/g) (n=28). There was no significant difference (p<0.05) in the baseline and clinical characteristics of the four groups except age (p=0.006) and HbA1c (p<0.001). There was no significant difference in urine GAG ​​levels between the groups G1 with G2 (p= 0.290) and in the four groups (p= 0.221). There was a significant difference in urine GAG ​​levels (p= 0.034) in the normoalbuminuria and albuminuria groups. Other factors such as duration of DMT 2 > 5 years and comorbidities can increase urinary GAG levels. Therefore, further studies are needed regarding the potential of urinary GAGs in the early development of diabetic kidney disease. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library