Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurjanah Hayati
Abstrak :
Skripsi ini membahas faktor-faktor perilaku yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada murid SD Pembangunan Jaya, Bintaro tahun 2009. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional. Dari variabel-variabel yang diteliti, yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian obesitas adalah variabel kebiasaan makan fast food (tingkat keseringan makan fast food). Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu diadakannya penyuluhan terhadap orang tua dan anak akan bahaya fast food. Selain itu, berkaitan dengan cukup tingginya angka kejadian obesitas di sekolah ini, perlu diaktifkan kembali UKS yang sesuai dengan fungsinya (preventif), diantaranya dengan melakukan penimbangan berat dan tinggi badan murid secara berkala oleh sekolah. ...... This research discuss about behavioral factors which is related to obesity at Pembangunan Jaya Elementary School, Bintaro year 2009. This research is quantitative with cross-sectional design. Fast food eat frequent rate variable is related to obesity. From the result of this research, it is suggested to create an illumination about fast food risk for student and their parents. Besides, because the number of obesity in this school (getting up to 29.8%), it is necessary to reactivate School Health Practise (Usaha Kesehatan Sekolah). According with the function of UKS (prevention), school can measure the body weight and body height all students periodical.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Agistiawan
Abstrak :
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif, status gizi (TB/U), berat lahir, durasi pemberian ASI, keterpaparan rokok selama kehamilan ibu dan keterlibatan ayah dengan kecerdasan (IQ) siswa kelas I dan II di MI Hidayatul Athfal Depok Tahun 2014. Sekolah ini dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki nilai rata-rata IQ lebih rendah dibandingkan dengan sekolah lain di Depok. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 dengan jumlah sampel sebanyak 146 responden. Rata-rata nilai IQ sampel sebesar 103,92 poin. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan nilai IQ (p=0,004) dengan nilai rata-rata nilai IQ 106,59 poin pada subjek yang diberi ASI Eksklusif dan 102,89 poin pada subjek yang tidak diberikan ASI Eksklusif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berat lahir, status gizi (TB/U), durasi pemberian ASI, keterpaparan rokok selama kehamilan ibu dan keterlibatan ayah dengan kecerdasan. ......The purpose of this study is to determine the relationship of exclusive breastfeeding, HAZ, birth weight, duration of breastfeeding, cigarettes exposure during pregnancy of mother, and involvement of father with the intelligence quotient (IQ) on 1st and 2nd grade student at MI Hidayatul Athfal Depok. This school was chooses as a place of area because it has the average IQ lower than the other school in Depok. This study use cross sectional study design, had been done on April 2014 wih 146 respondents. The average IQ score is 103,92 points. The result of this study showed that there were a significant association between exclusive breastfeeding with the intelligence quotient (IQ) (p=0,004), with an average IQ score 106,59 points in subject with exclusive breastfeeding and 102,89 points in subject without exclusive breastfeeding. There was no significant association on HAZ, birth weight, duration of breastfeeding, cigarettes exposure during pregnancy of mother, and involvement of father with the intelligence quotient (IQ).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparno
Abstrak :
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola kehidupan sehari-hari, atau interaksi anak sekolah kelas bawah, khususnya anak sekolah yang sambil bekerja di SMPN 69 Kelas Jauh Jakarta. Dengan kata lain, bagaimana pengalaman individu itu dibentuk clan diberi makna. Alasan memilih pokok permasalahan ini karena mereka sekolah sambil bekerja terlibat dalam lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan keluarga.

Kehidupan mereka adalah nyata dapat diamati, interaksi mereka tiap hari merupakan salah satu komponen dalam membentuk masyarakat. Meskipun kita mempunyai informasi tentang penyebab mereka bekerja, prestasi sekolahnya, keadaan orang tuanya, tetapi kita sedikit mengetahui tentang kehidupan mereka tiap hari, yaitu harapan atau cita-cita dalam hidupnya, persaingan dengan teman kerja atau teman sekolah, dipaksa, ditodong selama bekerja, permusuhan yang mereka alami, bagaimana membagi waktu helajar, masalah apa saja yang dialami di sekolah, di rumah, dan di sekolah yang berkaitan dengan interaksi mereka tiap hari.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan kehidupan mereka tiap Bagi mereka sendiri merupakan hal yang biasa yang terjadi tiap hari. Tetapi bagi peneliti, merupakan hal yang menarik, masyarakat terbentuk melalui interaksi soial, dan dengan interaksi diperolch pandangan dari dalam atau makna yang merupakan hasil interaksi.

Penelitian ini mengunakan pendekatan paradigma kualitatif dengan narasi mikro. Karena itu pengalaman pribadi menjadi penting dalam membangun jaringan makna. Dengan metode data-data pengalaman individu atau life history, berusaha untuk menceritakan pengalaman hidup yang dialami melalui pengamatan terlibat.

Temuan dalam penelitian ini adalah masyarakat kelas bawah tidak secara langsung mempertahankan posisi kelas sosial anak-anaknya. Tetapi, didahului oleh proses sekolah dengan maksud untuk menaikan posisi kelas sosial anak-anaknya nanti, meskipun sekolah sambil bekerja. Ternyata dalam interaksi sehari-hari, baik dirumah, di sekolah, dan di tempat kerja anak tersebut masih mencerminkan posisi kelasnya, yaitu kelas bawah.

Mereka bekerja di sektor informal yang rental), beban ekonomi yang berat, penjaja jalanan., ada yang tidak naik kelas, dan mereka mempunyai jaringan antara teman dalam kelompok sebaya yang fungsional bagi pekerjaanya. Orang tua dan teman bekerja mempunyai pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi interaksi anak tersebut. Sementara sekolah lebih .berfungsi sebagai tempat sosialisasi dengan kelas sosial atas.

Kesimpulannya, anak-anak yang sekolah sambil bekerja tersebut, berasal dari keluarga kelas sosial bawah di Tomang Banjir Kanal. Orang tua mereka bekerja di sektor informal, seperti reparasi kunci, pedagang kaki lima, buruh pasar. Keadaan ekonomi keluarga memaksa anak-anak mereka harus bekerja pada usia dini. Tidak seperti anak-anak yang lainnya yang hanya sekolah saja. Kehidupan mereka tiap hari disibukkan oleh pekerjaan dan sekolah, Mereka bekerja penjual koran, penarik ojek, penjual kue, pemungut bola tenis.

Mereka kekurangan uang untuk sekolah, tidak punya modal, hidup di lingkungan kumuh, tidak punya sarana belajar yang memadai, sering kelelahan, sakit-sakitan, belajar malas, tidak banyak memperoleh kesempatan maju, terbiasa dengan taruhan, judi, merokok, dicap anak malas dan nakal di sekolah.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N. Shelly Cahyadi
Abstrak :
Karies gigi merupakan penyakit yang banyak menyerang anak-anak terutama kelompok usia 12 tahun; kelompok usia ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena merupakan saat terjadinya transisi pergantian gigi susu ke gigi tetap. Hasil penelitian Evaluasi Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah untuk murid SD kelas 5 dan 6 di wilayah DKI Jakarta, prevalensi karies gigi cendrung meningkat dari 89.60% pada tahun 1988 menjadi 93.72% pada tahun 1996, namun demikian angka rata-rata anak yang mengalami karies gigi ( DMF-T) sedikit menurun dari 2.98 gigi menjadi 2.66 gigi. Dari kunjungan murid-murid SD ke Balai Pengobatan Gigi Puskesmas selama 3 tahun terakhir ini, proporsi karies gigi dan kelanjutannya tampaknya masih menduduki porsi tertinggi ( 75.88% - 78.75%) dibandingkan penyakit gigi dan mulut lainnya. Tujuan daripenelitian ini untuk memperoleh informasi tentang hubungan faktor-faktor dengan status karies gigi anak SD; jenis disain penelitian adalah 'Analyzed cross sectional'. Lokasi penelitian di 106 SD dari 112 SD yang ada di kecamatan Tanjung Priok. Sampel yang diteliti adalah murid SD kelas 6 yang diambil secara 'systematic random sampling" sehingga diperoleh sejumlah 443 anak. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner wawancara untuk factor-faktor demografi, pola konsumsi makanan anak sehari-hari ( food recall 3 kali) disertai kebiasaan sikat giginya; disamping itu juga dilakukan pemeriksaan gigi. Data kemudian diolah secara statistik mulai dari analisis univariat, bivariat sampai multivariat yaitu dengan multipel regresi linier dan multipel regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi karies gigi ( DMF-T) anak SD kelas 6 di kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara 70.9% dengan rata-rata angka pengalaman karies 1.657 ± 1.487 gigi per anak; dan komposisi 'decayed" sebesar 61.3% , ?missing? 4.5%, dan tilled' 5.1% . Hasil model akhir menunjukkan, bahwa terjadinya karies gigi ( DMF-T) 43.78% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebagai. berikut yaitu OHI-S, frekuensi sikat gigi yang secara bersamaan harus diimbangi dengan ketepatan waktu sikat gigi, dan bentuk molar satu bawah yang secara bersamaan harus diimbangi dengan jumlah karbohidrat lekat. yang dimakan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan . setiap penambahan 5 gram konsumsi karbohidrat lekat, kemungkinan akan meningkatkan karies gigi 3%. Juga ada interaksi frekuensi sikat gigi sikat gigi kurang dan- waktu sikat gigi tidak tepat dengan jumlah karbohidrat lekat yang dimakan; dimana dengan jumlah minimal karbohidrat lekat yang dimakan sebesar 8.85 gram per hari mempunyai resiko terjadinya karies gigi 2.08 kali; jumlah karbohidrat yang dimakan maksimal yaitu 98.10 gram temyata dapat meningkatkan resiko karies sebesar 235.40 kali. Dan ada hubungan sebab akibat antara bentuk molar satu bawah dengan terjadinya karies gigi, ini mungkin disebabkan karena gigi tersebut tumbuh lebih dahulu yaitu pada usia 6-7 tahun; pembentukan benih gigi dengan anatomi yang tidak normal sudah terjadi pada masa janin berusia 5 minggu dalam kandungan dan ada hubungannya dengan keturunan dan rasnya ; selain itu juga adanya pengaruh gravitasi sehingga sisa makanan lebih banyak mengumpul pada gigi rahang bawah tersebut. Disarankan program penyuluhan oleh team UKGS ditingkatkan yang isinya mengubah pola kebiasaan sikat gigi anak yaitu dari sebelum makan dan sambil mandi menjadi sesudah makan dan minimal sikat gigi dua kali yaitu sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam. Disamping itu untuk menanggulangi masalah bentuk anatomi gigi molar satu bawah, dapat dilanjutkan pelaksanaan penambalan fissure sealant maupun tumpatan baru 'Atraumatic Restorative Treatment'. ......Factors Related To Dental Caries Status Of The Sixth Grade Primary School Children In Tanjung Priok Subdistrict Of Northern Jakarta, 1997.Dental caries is a disease affecting children especifically 12 years old ; this age group needs special attention since the transition from the deciduous dentition to the permanent dentition occured in this age group. The evaluation study of School Dental Health Programs for 5th and 6th grades in the Jakarta , shows an increase in dental caries prevalence from 89.60 % in 1988 to 93.72% in 1996; the average DMFT figures however, went down from 2.98 to 2.66 teeth in the same period. Proportionally, dental caries and its sequela still in the first rank compared to other oral diseases in primary school children who were treated at the Health Centre Services. The aims of the study is to obtain information on the relation between determinant factors and dental caries in primary school children; with an "Analyzed Cross Sectional" design. The study was done in 106 primary school out of 112 Primary school in the subdistrict of Tanjung Priok. The study sample comprises 6th grades through a "systematic random Sampling ", Total sample was 443 children. Data was obtained by questioners for demographic factors, daily food consumption patterns ( 3 times food recall ) and tooth brushing habits. Apart from that, dental examination was carried out. The data was statistically processed, from univariat, bivariat and multivariat analysis with multiple linear regression and multiple logistic regression. The results show a dental caries prevalence ( DMF-T) of 70,9 % of 6 grades in the Tanjung Priok subdistrict with average of 1,657 ± 1.487 caries teeth; encompassing 61.3% decayed, 4.5% missing and 5.1% filled teeth. The latest model indicates that the 43.78% dental caries rate (DMF-T) may be explained by, independent variables : Oral Hygiene Index Simplify, frequency of brushing , shape of lower first molar, all of which have to be balanced by the amount of consumed " sticky" carbohydrate consumption may increase dental caries by 3 %. Interaction were found between good frequency of tooth brushing and incorrect brushing times, between insufficient frequency of tooth brushing and correct brushing times, between insufficient frequency of tooth brushing and incorrect brushing times. The latest interaction show that with the amount of sticky carbohydrate consumed, in which a minimum of 8.85 grams of sticky carbohydrates daily, caries risks will increase 2.08 times; a maximum of 98.10 gram will increase caries risks with 235.40 times. A cause and effect relationship between lower first molar anatomical shape and dental caries is presumably caused by the fact that the tooth in question is a the first permanent element to erupt, which is around 6-7 years of age, by tooth formation with abnormal anatomy would already occur at 5 weeks of intrauterine life and had a relationship with heredity and race, in addition to influence of gravitation causing much more food rests to accumulation teeth of the lower jaw. It is suggested that school dental health education be improved to change the child's tooth brushing habits from "before meals" and "during bath" to "after meals" and a minimum of two times daily, which is after breakfast and before retiring at night. To cope with the problem of the anatomical shape of the lower first molar, fissure sealants and Aritmatic Restorative Treatment fillings may be employed.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Lucia V.H.
Abstrak :
ABSTRACT
A study on Iodine Deficiency Disorders (IDD) and intellectual performance of the school-children has been done in Malang District, East Java, in December 1994. This study covered 11 villages within 5 sub districts, three of which have volcanic soil and two have limestone soil. Totally 544 school-children aged 8- 10 years old, from 22 public primary schools were measured. Villages selection was done with the aim to describe the overall extent and severity of IDD among school-children by using different methods of assessment. Methods of assessment were palpation, ultrasonography, urinary iodine excretion (UIE) and the serum thyroid stimulating hormone (TSH) level. Culture Fair Intelligence Test were used to assess the intelligence quotient (IQ) points. The Total Goiter Rate (TGR) for the whole survey area as indicated both by palpation and ultrasound measurement were revealed 35.7 % and 54.8 % respectively. According to WHO criteria, the survey area categorized as "Severe" (TGR >=30%) as indicated by either palpation or ultrasound measurement. In contrast, the survey area categorized as "Mild" based on both UIE and TSH level (Median UIE = 5.50 ag/dl, TSH >5 mU/l = 3.4 %) Goiter, either determined by palpation or USG, was significantly associated with IQ points of the subjects ( p < 0.001 and p < 0.01 respectively). The association between median of UIE and IQ points of the subjects were also significant (p < 0.001). TSH level was not necessarily associated with either IQ points of the subjects or another IDD indicators. It is concluded that two of the IDD indicators (goiter and UIE) were significantly associated with the level of intelligence of the school-children, which reflected the quality of life of the people. Therefore, the intervention is urgently needed.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisa Weli
Abstrak :
Pendahuluan: Benzo(a)pyrene merupakan salah satu golongan PAH yangdiklasifikasikan sebagai senyawa yang bersifat karsinogen (probably carcinogenic)pada manusia dan hewan. Setelah terpajanan, benzo(a)pyrene yang masuk kedalamtubuh manusia melalui jalur inhalasi, langsung terabsorpsi didalam tubuh danterdistribusi dalam paru, kulit dan hati, lalu berikatan dengan DNA, RNA dan protein. Setelah memasuki tubuh manusia dan biotransformasi, Benzo(a)pyrene diekskresikan dalam bentuk metabolit terhidroksilasi dalam urin atau feses. 1-hydroxypyrene (1-OHP) dalam urin merupakan metabolit yang paling umum digunakan sebagai biomarker pajanan dari senyawa benzo(a)pyrene. Pengukuran konsentrasi benzo(a)pyrene dilakukan pada tiga titik di setiap sekolah menggunakan sorben tube dengan filter charcoal, dan dianalisis menggunakan metode fluoresensi. Analisis 1-hydroxypyrene dalam urin dilakukan menggunakan HPLC dengan detektor fluoresensi. Tujuan: untuk melihat hubungan paparan benzo(a)pyrene terhadap konsentrasi 1-hydroxypyrene pada urin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional, sampel dalam penelitian ini berjumlah 76 orang, pembagian sampel di buat secara probability proportional to size (PPS), pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Hasil: Rata-rata konsentrasi BaP di udara indoor sekolah dasar negeri di sekitar ruas jalan utama Jakarta Barat sebesar 0,0059 mg/m3, dan rata-rata konsentrasi BaP di udara outdoor yaitu 0,0031 mg/m3. Rata-rata konsentrasi BaP di udara indoor pada sekolah terpajan tinggi yaitu 5,6 kali lebih tinggi (0,0102 mg/m3) di bandingkan sekolah yang terpajan terpajan rendah (0,0018 mg/m3). Rata-rata konsentrasi 1-OHP pada urin siswa sekolah dasar negeri di sekitar ruas jalan utama Jakarta Barat adalah 12,146 μmol/mol kreatinin. Rata-rata konsentrasi 1-OHP pada urin siswa sekolah terpajan tinggi 1,2 kali lebih besar (13,363 μmol/mol kreatinin) di bandingkan sekolah terpajan rendah (10,929 μmol/mol kreatinin). Kesimpulan: Hubungan pajanan BaP di udara indooor terhadap konsentrasi 1-OHP pada urin siswa berpola positif dimana terdapat korelasi positif antara pajanan BaP di udara indoor terhadap peningkatan konsentrasi 1-OHP pada urin siswa (r=0,229) artinya semakin tinggi pajanan BaP di udara indoor maka semakin tinggi konsentrasi 1-OHP pada urin siswa. Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan yang signifikan antara pajanan BaP di udara indoor dengan konsentrasi 1-OHP pada urin siswa (p=0,046). ...... Introduction: Benzo(a)pyrene is a class of PAH which is classified as a carcinogenic compound (probably carcinogenic) in humans and animals. After exposure, benzo(a)pyrene which enters the human body through inhalation pathways, is directly absorbed in the body and distributed in the lungs, skin, and liver, then binds to DNA, RNA, and protein. After entering the human body and biotransformation, benzo(a)pyrene is excreted in the form of hydroxylated metabolites in urine or feces. 1-hydroxypyrene (1-OHP) in urine is the most common metabolite used as exposure biomarkers of benzo(a)pyrene compounds. Benzo(a)pyrene concentration measurements were carried out at three points in each school using tube sorbents with charcoal filters and analyzed using the fluorescence method. Analysis of 1-hydroxypyrene in urine is carried out using HPLC with a fluorescence detector. Objective: To see the relationship of exposure to benzo(a)pyrene to urine 1-hydroxypyrene concentration. Method: This study is a quantitative study with a crosssectional design, the sample in this study amounted to 76 people, the sample distribution was made by probability proportional to size (PPS), the sampling used purposive sampling. Results: The average BaP concentration in the indoor air of public elementary schools around the West Jakarta's main road segment is 0.0059 mg/m3, and the average BaP concentration in outdoor air is 0.0031 mg/m3. The average BaP concentration in indoor air in high exposed schools is 5.6 times higher (0.0102 mg/m3) compared to schools exposed to a low exposure (0.0018 mg/m3). The average 1-OHP concentration in the urine of public elementary school students around the West Jakarta main road segment is 12.146 μmol/mol creatinine. The average concentration of 1-OHP in the urine of high-exposed school students was 1.2 times greater (13,363 μmol/mol creatinine) compared to low-exposed schools (10,929 μmol/mol creatinine). Conclusion: The relationship of BaP exposure in indoor air to the concentration of 1-OHP in the urine of students was positively patterned where there was a positive correlation between BaP exposure in indoor air to an increase in 1-OHP concentration in the urine of students (r = 0.229) meaning higher exposure to indoor air the higher the concentration of 1-OHP in the urine of students. The results of the statistical test explained that there was a significant relationship between exposure to BaP in indoor air and the concentration of 1-OHP in the urine of students (p = 0.046).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviani
Abstrak :
Infeksi akibat cacing dapat mengakibatkan terjadinya anemia, gangguan gizi, pertumbuhan, dan kecerdasan yang dalam jangka panjang akan menurunkan kualitas sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepadatan lalat dengan kejadian kecacingan dan untuk mengetahuan hubungan antara variabel risiko (jenis kelamin, umur, ketersediaan jamban, kebersihan kuku, kebiasaan memakai alas kaki, pendidikan orang tua, kondisi sosial ekonomi, kondisi lantai, sanitasi makanan). Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 97 orang yang diambil dari umur 7-15 tahun. Hasil pemeriksaan feses menunjukkan bahwa siswa yang positif infeksi kecacingan sebanyak 5 orang (5,2%) dan negatif sebanyak 92 orang (94,8%). Angka kepadatan lalat di wilayah Muara Angke masih tergolong tinggi. Berdasarkan hasil di atas diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan lalat, jenis kelamin, umur, ketersediaan jamban, kebersihan kuku, kebiasaan memakai alas kaki, pendidikan orang tua, kondisi sosial ekonomi, kondisi lantai dan sanitasi makanan. ...... Infection due to worms can lead to anemia, nutritional disorders, growth, and intelligence which in the long run will reduce the quality of human resources. This study aims to determine the relationship of density of flies to helminthiasis and to know the relationship between risk variables (gender, age, latrine availability, cleanliness of nails, footwear habits, parental education, socio-economic conditions, floor conditions, food sanitation). This study was an observational analytic study with a cross sectional approach with a total sample of 97 people taken from the age of 7-15 years. Based on the above results it was concluded that there was no relationship between fly density, gender, age, latrine availability, hygiene of nails, footwear habits, parental education, socio-economic conditions, floor conditions and food sanitation.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Rahmadia Ekawidyani
Abstrak :
Anak sekolah menghabiskan sebagian besar aktivitas sehari-hari di sekolah. Mereka memerlukan asupan gizi yang cukup untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh, dan aktivitas sehari-hari. Makanan jajanan dapat memenuhi sebagian kebutuhan gizi mereka, walaupun keamanannya masih diragukan karena mengandung kontaminan kimia. Studi ini menilai kontribusi makanan jajanan terhadap asupan gizi dan pajanan kontaminan di antara anak-anak sekolah di Kecamatan Senen. Studi ini merupakan studi potong lintang dengan metode pengambilan contoh secara purposif untuk sekolah dan acak untuk siswa kelas 4 dan 5 SD. Beberapa metode yang digunakan antara lain wawancara terstruktur, daftar ceklis makanan, 3 hari recall 24 jam, pengukuran antropometri, dan analisis kimia kontaminan. Makanan jajanan berkontribusi sekitar seperlima hingga sepertiga terhadap asupan gizi sehari. Kontaminan yang ditemukan adalah formaldehid, siklamat, dan timbal. Sebagian subjek terpajan formaldehid (9.2% jika menggunakan batas aman WHO, 77.6% jika menggunakan batas aman BPOM) dan siklamat (11.8%) di atas batas aman individual mereka.
Abstract
School children spent most of their daily activity at school. They need adequate nutrient to provide their growth, body maintenance and daily activities. Street food can provide some nutrient for their daily need, although its safety is still doubtful due to presence of chemical contaminants. This study assessed the contribution of street food to nutrient intake and contaminant exposure among school children in Senen subdistrict, Jakarta, Indonesia. A cross sectional study was done with purposive sampling of school and students from grade 4-5 selected randomly. Several methods were used, such as structured interview, food checklist, repeated 24 hour recalls, anthropometric measurement and chemical analysis of contaminants. Street food contributed about one fifth to one third to nutrient intake. Contaminants found in this study were formaldehyde, cyclamate and lead. Some subjects were exposed to formaldehyde (9.2% using WHO cutoff, 77.6% using NADFC cutoff) and cyclamate (11.8%) above their individual safety level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T31032
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Tanojo
Abstrak :
Kebanyakan dari infeksi Ascaris lumbricoides sebagai bagian dari infeksi geohelminthes terjadi di Negara berkembang Seringkali hal ini menjadi penyebab terjadinya anemia kurang nutrisi dan terhambat pertumbuhan pada manusia Anak anak yang tinggal di daerah endemik menjadi rentan terhadap kondisi tersebut sebagai target utama dari infeksi geohelminthes Riset ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara infeksi A lumbricoides dan anemia pada anak anak sekolah di Nangapanda. Penelitian ini dilakukan di desa Nangapanda Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur Sebanyak 262 anak berusia di bawah 18 tahun berpartisipasi pada penelitian ini Data personal anak dari tingkat SD dan SMP di Nangapanda diperoleh dengan mengisi kuesioner Sebanyak 262 sampel darah dan tinja dikumpulkan Adanya infeksi cacing ditentukan dengan metoda RT PCR dan status anemia diperiksa melalui darah Informasi yang didapat lalu dievaluasi dengan metode Chi square Fisher rsquo s exact test dan Logistic regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi infeksi A lumbricoides adalah 4 2 dan prevalensi anemia 9 9 Uji statistik chi square menunjukkan bahwa infeksi A lumbricoides tidak cukup signifikan untuk menyebabkan anemia p 0 084. Kesimpulannya Tidak ada korelasi antara infeksi A lumbricoides dan anemia pada anak sekolah di desa Nangapanda kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. ......Most Ascaris lumbricoides infections, as part of geohelminth infections, happen in the developing country. Frequently, this infection becomes the source of anemia, under-nutrition, and halted growth in human. Schood-aged children, as the main host of geohelminth infections, becomes vulnerable to the infection, especially those living in endemic area of geohelminth infections. This research describes the correlation between anemia and A. lumbricoides infection in school-aged children of Nangapanda. The research was conducted in Nangapanda, Ende, Nusatenggara Timur. Approximately 262 children under 18 years old participated. Personal data was collected through questionnaire to students of elementary school and junior high school. Around 185 blood and stool sample were then collected to be further analyzed by using 262 analysis and RT PCR to find the helminth infection and anemia status, respectively. The whole information was then evaluated by using Chi-square method, Fisher?s exact test, and Logistic regression. Result shows that A. lumbricoides infected around 4.2% and anemia prevalence is about 9.9%. Neverhteless, chi square study analysis shows that the result of A. lumbricoides infections can not significantly result in anemia (p=0.084). In conclusion, there is no correlation between A. lumbricoides infection and school children in Nangapanda, Ende district, Nusa Tenggara Timur.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Maretta
Abstrak :
[Kasus Diabetes Melitus tipe 2 DM tipe 2 pada usia ge 15 tahun di Indonesia sudah mencapai 6-9 sedangkan di DKI Jakarta 2-5. Pergeseran penyakit telah terjadi pada anak usia sekolah akibat perubahan gaya hidup kurang sehat Penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran besarnya permasalahan kasus DM tipe 2 di DKI Jakarta pada anak usia sekolah. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang melibatkan 102 anak usia 6-12 tahun sebagai responden yang dipilih secara konsekutif. Hasil analisis menggambarkan bahwa responden yang berisiko DM tipe 2 adalah 23-6. Angka ini diperkirakan akan terus berkembang dan meningkatkan kasus DM tipe 2 pada dewasa beberapa tahun kedepan jika perkembangan tren gaya hidup kurang sehat tetap terjadi pada anak. Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya kegiatan preventif dan promotif gaya hidup sehat untuk mengontrol perkembangan penyakit DM tipe 2 di masa yang akan datang. ......The cases of Type 2 Diabetes Mellitus T2DM at ge 15 years old children in Indonesia have reached 6 9 and 2 5 in Jakarta T2DM has occurred in school aged children due to the change of unhealthy lifestyle. The aim of the study was to describe the prevalence of T2DM at school aged children in Jakarta This study used cross sectional design involving 102 children aged 6 12 years old with consecutive sampling. The result showed 23 6 are at risk of T2DM. This percentage is expected to continue growing and will result in the increase in the cases of T2DM in adults for the next few years if the trend of unhealthy lifestyle in children still occurred. This study recommends the need for preventive and promotive healthy lifestyle to control T2DM in the future., The cases of Type 2 Diabetes Mellitus T2DM at ge 15 years old children in Indonesia have reached 6 9 and 2 5 in Jakarta T2DM has occurred in school aged children due to the change of unhealthy lifestyle The aim of the study was to describe the prevalence of T2DM at school aged children in Jakarta This study used cross sectional design involving 102 children aged 6 12 years old with consecutive sampling The result showed 23 6 are at risk of T2DM This percentage is expected to continue growing and will result in the increase in the cases of T2DM in adults for the next few years if the trend of unhealthy lifestyle in children still occurred This study recommends the need for preventive and promotive healthy lifestyle to control T2DM in the future ]
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan, 2015
S61380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>