Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahjoe Alkasah Gunawan Soeriakartalegawa
Abstrak :
Dewasa ini, produser menghadapi persaingan yang ketat untuk memasarkan berbagai barang. Oleh karena itu, pemasaran produk sekarang lebih menekankan kepada pelayanan kebutuhan pasar. Untuk dapat memenuhi hal ini, maka pemasar / produser memerlukan data yang lebih akurat itiengenai perilaku konsumen antara lain perilaku pembelian. Dengan adanya pengetahuan yang lebih akurat mengenai perilaku membeli ini maka diharapkan produser dapat mengarahkan produknya sesuai dengan kebutuhan pasar. Loudon dan Delia Bitta (1988) mengatakan bahwa ada satu jenis perilaku pembelian yang dikenal dengan nama pembelian impulsif atau pembelian tanpa perencanaan. Hasil penelitian Dennis W Rook (1987 dalam Berkowitz. Kerin. Rudelius, 1989) menyatakan bahwa mereka mempunyai persepsi tertentu terhadap pembelian impulsif yang biasa mereka lakukan. Ada beberapa hipotesa yang telah mengulas pembelian impulsif, namun dengan melihat uraian yang diberikan Dennis terkesan bahwa hipotesa mengenai proses pembelian yang ada hubungannya dengan konsep-diri lebih sesuai untuk memperoleh jawaban sebagai hal yang berhubungan dengan pembelian impulsif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep-diri dengan pendekatan 'multiple component'. Konsep-diri ini terdiri dari konsep-diri aktual, konsep-diri sosial, konsep-diri ideal. Perilaku seseorang merupakan cerminan dari konsep-dirinya. Dari segi perkembangan, konsep-diri ini merupakan suatu aspek penting pada remaja, oleh karenanya remaja dipilih sebagai sampel penelitian. Hurlock (1984) kemudian menjelaskan bahwa di antara konsep-diri-konsep-diri ini bisa terjadi diskrepansi/kesenjangan, antara lain diskrepansi antara konsep-diri aktual dengan konsep-diri ideal serta diskrepansi antara konsep-diri aktual dengan konsep-diri ideal. Buskirk dan Buskirk (1979) menjelaskan bahwa adanya kesenjangan ini menyebabkan seseorang lebih mudah tergiur untuk membeli barangbarang. Selain itu, dari hasil 'mini focus group' yang telah diadakan sebelumnya bahwa banyak remaja melakukan pembelian pakaian secara impulsif. Oleh karenanya peneliti berasumsi bahwa ada hubungan antara diskrepansi konsep-diri dengan pembelian pakaian secara impulsif. Penelitian ini dilakukan terhadap 92 orang remaja yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya (Cinere, Ciputat dan sebagainya). Kepada mereka diberikan kuesioner yang terdiri dari data kontrol, alat pengukuran konsep-diri dan alat yang mengggambarkan perilaku pembelian pakaian secara impulsif. Dari hasil penelitian ternyata pada remaja di Jakarta, semakin tinggi diskrepansi konsep diri aktual dengan konsep diri ideal akan diikuti dengan bertambah tinggi pembelian pakaian secara impulsif yang mereka lakukan. Beberapa hal menarik lain yang diteraukan adalah remaja Jakarta cenderung inelakukan 'reminder impulse buying' serta 'planned impulse buying'. Selain itu kebanyakan dari mereka menganggap bahwa potongan harga, promosi di TV, penyajian yang rapih dan teratur merupakan kriteria yang dipertimbangkan untuk membeli pakaian. Beberapa hal yang menjadi bahan diskusi dan bisa dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut adalah penggunaan sampel dengan kelompok usia yang berbeda, pembuatan profil psikografis, pembuatan item-item yang standar untuk mengukur diskrepansi konsep-diri, penelitian pada jenis produk yang lebih beraneka ragam, serta melihat juga hubungan antara diskrepansi konsep-diri sosial dengan konsep-diri ideal sosial.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaksmi Handayani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri penderita SLE (Systemic Lupus Erythematosus) sebelum dan setelah didiagnosis menderita SLE. SLE adalah suatu penyakit yang menyebabkan peradangan yang kronis dengan penyebab yang tidak diketahui dan mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem syaraf, membran serous, dan organ tubuh lainnya (Schur dalam Kelley, Harris, Jr., Ruddy, & Sledge, 1981). Sebagai suatu penyakit kronis, SLE memiliki dampak terhadap berbagai aspekaspek kehidupan penderitanya dan dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Berbagai gejala fisik yang harus dialami oleh penderita, keterbatasan-keterbatasan daiam melakukan aktivitas sehari-hari, stigma negatif seperti rasa iba dan penolakan dari keluarga dan lingkungan dapat membuat penderita merasa frustrasi dan stres. Wanita dari tahapan usia subur (18-40 tahun) merupakan golongan terbanyak menderita SLE. Seringkali mereka merasa takut tidak dapat memiliki keturunan disebabkan oleh penyakit ini. Padahal tahapan usia tersebut merupakan tahapan usia dewasa muda dimana salah satu tugas perkembangannya adalah berkeluarga dan membesarkan anak (Havighurst dalam Hurlock, 1980). Sementara itu di masyarakat telah berkembang suatu harapan yang kuat bahwa wanita sewajarnya menjadi seorang ibu (Russo dalam Hyde, 1985). Berbagai permasalahan di atas dapat mempengaruhi cara pandang penderita terhadap dirinya sendiri. Taylor (1999) menyebutkan bahwa suatu penyakit kronis dapat menghasilkan perubahan drastis dalam konsep diri seseorang. Sedangkan konsep diri dalam Hurlock (1979) diartikan sebagai elemen yang dominan dalam pola kepribadian seseorang, dan merupakan kekuatan yang memotivasi perilaku seseorang. Konsep diri menyangkut persepsi seseorang terhadap dirinya, kemampuannya, dan bagaimana ia berpikir tentang dirinya. Di samping itu juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan berbagai macam aspek dalam kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu (Rogers dalam Hall & Lindzey, 1978). Konsep diri dapat mempengaruhi perilaku dan reaksi seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya, termasuk penyesuaian dirinya atau coping terhadap stres yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang dihadapinya (Hurlock, 1979). Oleh karena itu konsep diri penderita SLE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupannya di masa sekarang maupun di masa mendatang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Subyek dalam penelitian ini adalah 3 orang wanita penderita SLE pada tahapan usia dewasa muda (18-40 tahun) yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling secara insidental agar memudahkan peneliti. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam keempat kategori konsep diri penderita. Keempat kategori konsep diri tersebut adalah konsep diri dasar, konsep diri sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal, yang masing-masing berkaitan dengan komponen fisik dan psikologis (Hurlock, 1979). Pada konsep diri dasar, umumnya penderita merasa bahwa fisik mereka tidak sekuat dahulu sehingga hal ini menjadi penghambat bagi mereka dalam beraktivitas. Kegiatan-kegiatan mereka mulai dibatasi untuk menjaga kondisi diri dan mencegah kambuhnya penyakit. Penderita juga menjadi lebih perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Perubahan penampilan yang merugikan dan menetap membuat penderita menjadi minder dan tidak percaya diri. Penderita juga menjadi lebih rentan terhadap stres dan tidak dapat menerima berita-berita yang tidak menyenangkan baginya. Selain itu penderita juga menjadi lebih giat dalam kegiatan keagamaannya. Sebagian penderita merasa pesimis dalam memandang hidupnya karena merasa tidak dapat hidup normal seperti orang sehat pada umumnya. Namun ada pula penderita yang tidak merasa terlalu terganggu oleh hal tersebut karena sudah lebih dapat menerima keadaan dirinya. Dalam hal ini, penderita tetap optimis dalam memandang kehidupannya. Dalam konsep diri sementara, kondisi fisik yang memprihatinkan terutama pada masa-masa awal dideritanya SLE membuat penderita menilai dirinya lebih negatif untuk sementara. Di lain pihak kejadian-kejadian yang menghasilkan emosi-emosi positif seperti keberhasilan dalam meraih hal tertentu membuat penderita menilai dirinya secara lebih positif untuk sementara. Pada konsep diri sosial, penderita merasakan pandangan iba dan kasihan dari keluarga dan lingkungan. Keluarga pada umumnya memberikan perhatian lebih dan dukungan pada penderita. Hal ini dapat diekspresikan secara berlebihan sehingga memicu kecemburuan pada anggota keluarga yang lainnya. Namun dapat pula terjadi pengabaian dan penolakan oleh keluarga serta lingkungan penderita. Penolakan ini disebabkan karena penderita dianggap sebagai beban keluarga dan dipandang aneh oleh lingkungan sehingga memancing ejekan, cemoohan serta gunjingan. Pada penderita yang belum berkeluarga terdapat kekhawatiran bahwa lawan jenis akan memandang mereka dengan sebelah mata disebabkan oleh penyakitnya tersebut. Pada konsep diri ideal, penderita berharap agar dapat menjalani kehidupan yang layak dan baik seperti orang lain, yaitu ingin agar dapat bekerja, berumah tangga, memiliki keturunan, diterima oleh keluarga dan lingkungan, serta ingin agar SLE-nya tidak kambuh lagi sehingga mereka dapat hidup seperti orang sehat pada umumnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chatmiwati D. P
Abstrak :
ABSTRAK
Krisis moneter yang telah berlangsung kurang lebih empat tahun belakangan ini menghancurkan sektor ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia. Akibatnya, banyak remaja dari keluarga miskin, terutama remaja perempuan terpaksa harus putus sekolah dan berusaha mencari pekerjaan guna membantu ekonomi keluarga. Sistem patriarkal dalam budaya Indonesia membuat orang tua cenderung mengorbankan remaja perempuannya untuk ikut membantu menambah penghasilan keluarga. Latar belakang pendidikan yang minim, pengalaman yang kurang serta keterampilan yang terbatas, menyebabkan kesempatan remaja perempuan untuk memperoleh pekerjaan sangat kecil dan umumnya terkonsentrasi pada pekerjaan rendah dengan penghasilan yang relatif kecil, sehingga akhirnya bekerja sebagai pelacur dipilih sebagai alternatif karena penghasilan yang diperoleh dapat beberapa kali lipat besarnya. Melacur bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang tanpa resiko. Karakteristik pekerjaan yang dilakukan membuatnya menjadi suatu pekerjaan yang beresiko tinggi, antara lain menghadapi perlakuan yang tidak manusiawi baik dari aparat keamanan maupun pelanggannya, kemungkinan terjangkit penyakit menular seksual bahkan sampai menderita HIV/AIDS, ataupun perlakuan-perlakuan lain yang dapat mengancam nyawanya. Selain itu, pelacur juga harus menghadapi sikap sebagian masyarakat yang menganggap mereka sebagai bukan perempuan baik-baik, tidak bermoral, sampah masyarakat, sumber penyakit kotor, manusia penuh dosa dan lain-lain. Remaja sebagai individu yang sedang menjalani peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik maupun secara psikis yang sangat penting dalam kehidupannya (Papalia & Olds, 1995). Peristiwa-peristiwa yang dialami sebagai pelacur ini tentu akan berpengaruh pada perkembangan mereka dan dapat mempengaruhi konsep dirinya. Konsep diri merupakan konstruk sentral untuk dapat memahami manusia dan perilakunya dan merupakan kerangka acuan yang digunakan individu dalam berinteraksi dengan dunianya (Fitts, 1971). Konsep diri tidak terbentuk begitu saja, tetapi merupakan hasil pengaruh terus menerus dan timbal balik antara individu dengan lingkungannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara kualitatif Subyek penelitian sebanyak empat orang remaja perempuan, terdiri dari dua subyek pelacur dan dua subyek bukan pelacur berusia 17-20 tahun, pendidikan maksimal kelas 3 SMP dan berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa remaja pelacur memiliki konsep buruk hampir pada seluruh dimensi kosep dirinya, sedangkan pada bukan pelacur tidak diperoleh suatu gambaran umum karena konsep diri masing-masing subyek penelitian sangat berbeda. Antara remaja pelacur dan bukan pelacur terdapat perbedaan konsep diri pada dimensi diri etik-moral dan diri sosial. Remaja pelacur memiliki konsep buruk pada kedua dimensi ini dibandingkan bukan pelacur. Penelitian ini masih jauh dari sempurna, akan lebih baik hasilnya jika wawancara dilakukan lebih mendalam dan disertakan juga data yang bersifat kuantitatif, seperti kuesioner, tes mengenai konsep diri ataupun tes proyeksi lainnya.
2003
S3186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ringking Marina Korah
Abstrak :
ABSTRAK
Meningkatnya angka kejahatan di Indonesia mencakup pula peningkatan angka kejahatan yang juga dilakukan oleh wanita. Hal ini dapat dilihat dari jumlah narapidana yang berada di LP Wanita Kelas IIA Tangerang. Sejak tahun 1997 hingga tahun 2003, jumlah narapidana wanita yang berada di LP Wanita Kelas IIA Tangerang meningkat sebanyak 128 orang. Semua narapidana baik pria maupun wanita, mendapat label negatif dari masyarakat karena ditahan di penjara/Lembaga Pemasyarakatan/LP. Namun, narapidana wanita mendapat label atau stigma yang lebih jelek dari masyarakat dibandingkan narapidana pria. Stigma yang lebih jelek ini disebabkan oleh stereotip yang melekat pada wanita. Wanita dengan stereotipnya yang lemah lembut, penuh kasih sayang, sangat sensitif dan halus diharapkan untuk berperilaku seperti itu. Tetapi karena ditahan dan menjadi narapidana, perilakunya dianggap berlawanan dengan stereotip tersebut. Apalagi jika kasus penahanannya karena masalah kekerasan (pembunuhan), maka narapidana wanita dianggap bertolak belakang dengan kodratnya. Penelitian ini memfokuskan pada narapidana wanita yang melakukan tindak pidana pembunuhan. Semua narapidana melewati proses penangkapan dan persidangan terlebih dahulu. Kedua proses ini menyebabkan narapidana mengalami stres. Selain itu, dampak pemenjaraan (berupa stigma masyarakat dan pengalaman di LP) juga berpengaruh terhadap individu. Dampak pemenjaraan yang dialami di LP berupa kehilangan banyak hal, antara lain kebebasan, kemudahan memperoleh barang dan pelayanan, komunikasi personal, hubungan heteroseksual, harga diri, kepercayaan diri, kepribadian, rasa aman, dan kreativitas (Harsono, 1995). Semua perubahan ini mempengaruhi konsep diri narapidana wanita. Perubahan konsep diri ke arah yang negatif atau positif dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain kemampuan coping dan toleransi terhadap stres, pengalaman masa lalu, peristiwa yang stressful, sakit atau trauma, dan lain lain. Jika konsep diri berubah ke arah yang negatif, maka narapidana tidak memiliki pandangan yang tetap tentang dirinya serta selalu merasa ada yang salah dengan dirinya. Selain itu, konsep diri narapidana yang menjadi negatif dapat menyebabkan narapidana tersebut menjadi residivis. James (dalam Hurlock, 1979) membagi konsep diri menjadi empat kategori, yaitu basic self concept, transitory self concept, social self concept dan ideal self concept. Situasi persidangan, dampak pemenjaraan dan stigma masyarakat, masing-masing mempengaruhi kategori konsep diri yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran konsep diri narapidana wanita yang divonis karena kasus pembunuhan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan dua metode pengumpulan data, wawancara dan observasi langsung. Subjek penelitian terdiri dari tiga orang narapidana wanita yang divonis karena kasus pembunuhan. Setiap subjek menunjukkan pengaruh yang berbeda dari dampak yang dialaminya. Tidak semua subjek, merasa bahwa situasi persidangan sebagai kejadian yang stressful. Tidak semua dampak pemenjaraan yang dikemukakan Harsono (1995) dirasakan oleh subjek. Dampak yang dirasakan subjek hanyalah hilangnya kebebasan, komunikasi personal serta kesulitan memperoleh barang kebutuhan dan jasa. Gambaran konsep diri ketiga subjek juga berbeda. Basic self concept mereka semua berbeda. Transitory self concept mereka berubah karena ditahan di LP. Social self concept mereka memang terpengaruh oleh pandangan masyarakat sekitarnya. Ketiga subjek memiliki ideal self concept yang positif untuk menjadi orang yang lebih baik dibandingkan saat ini. Saran yang dapat diberikan adalah mengembangkan penelitian ini kepada subjek-subjek lain dengan kasus yang berbeda agar diperoleh gambaran yang lebih menyeluruh tentang narapidana wanita, tidak terbatas pada kasus tertentu saja. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian terhadap narapidana pria agar dapat dilakukan perbandingan antara narapidana wanita dengan narapidana pria.
2004
S3337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Naelufara
Abstrak :
ABSTRAK
Pada setiap tapan perkembangan selalu ada tugas-tugas atau sejumlah perilaku yang harus dipenuhi, yang merupakan harapan atau tuntutan dari masyarakat. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah adanya perubahan dari homosocial interest menjadi heterosocial concern, dimana remaja mulai tertarik dan menaruh perhatian pada lawan jenis (Rice,1990). Pada masa remaja akhir menjelang dewasa, umumnya remaja telah memiliki pacar. Bila keadaan dirinya tidak sesuai dengan peran untuk usianya maka hal ini diartikan sebagai suatu kegagalan baginya yang akhirnyaberpengaruh terhadap pandangan orang tersebut mengenai dirinya. Penelitian ini ingin menguji apakah benar bahwa ada perbedaan yang bermakna pada konsep diri remaja yang sudah berpacaran dengan yang belum berpacaran. Subyek penelitian ini adalah remaja akhir usia 18-22 tahun baik yang sudah berpacaran ataupun belum berpacaran. Subyek dipilih pada usia 18-22 tahun karena pada umumnya remaja dengan usia tersebut sudah pernah berpacaran. Penilaian konsep diri ini diukur dengan menggunakan Tennessee Self- Concept Scale (TSCS) yang terdiri atas tiga dimensi eksternal yaitu dimensi diri identitas, kepuasan diri, dan diri tingkah laku serta lima dimensi internal yaitu, dimensi diri fisik, diri moral-etik, diri personal, diri keluarga dan diri sosial, penelitian ini dilakukan pada 66 remaja yang sudah berpacaran dan 65 remaja yang belum berpacaran. Setelah data terkumpul dan dilakukan analisa diperoleh hasil yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang sudah berpacaran dengan remaja yang belum berpacaran. Remaja yang sudah berpacaran memiliki konsep diri yang lebih tinggi atau positif dibandingkan remaja yang belum berpacaran. Kami berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan dapat memberi masukan bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja, sehingga mereka dapat lebih memahami tahap perkembangan remaja beserta kebutuhan-kebutuhannya.
2004
S3463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ito Iswati
Abstrak :
Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan pertumbuhan normal. Mastektomi tidak hanya meninggalkan bekas secara fisik, namun juga terhadap psikologis pasien yaitu menurunkan perasaan bangga sebagai wanita. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri pasien post masektomi yang melibatkan 85 responden dengan teknik simple random sampling. Hasil analisis univariat menjelaskan bahwa mayoritas responden post masektomi memiliki konsep diri yang positif (55,3%). Pasien post masektomi perlu diberikan konseling serta perilaku caring, sehingga pasien dapat menerima perubahan dalam dirinya dengan konsep diri yang positif. ......Cancer in a condition in wich the cells have lost control and normal growth. Mastectomy scars not only impact to physically, but also reduced the patients psychological sense of pride as a women. The purposed of this descriptive study to describe the self-concept of postmastectomy patients involving 85 respondents patients with simple random sampling tecnique. The results of univariate analysis expalins the majority mastectomy patients need to be counseled and caring behavior, so that patients can received the changed in him with a positive self-concept;Cancer in a condition in wich the cells have lost control and normal growth. Mastectomy scars not only impact to physically, but also reduced the patients psychological sense of pride as a women. The purposed of this descriptive study to describe the self-concept of postmastectomy patients involving 85 respondents patients with simple random sampling tecnique. The results of univariate analysis expalins the majority mastectomy patients need to be counseled and caring behavior, so that patients can received the changed in him with a positive self-concept.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S45978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Utami Sulistianingtyas
Abstrak :
ABSTRAK

Sekolah merupakan sebuah lingkungan sekunder bagi seorang remaja setelah lingkungan keluarga. Siswa memiliki anggapan bahwa dunianya adalah sekolah, tugas sekolah. Gambaran dan penilaian seorang siswa tentang diri sendiri pada saat sekarang akan berpengaruh pada apa yang terjadi di masa mendatang saat pengerjaan tugas sekolah. Konsep diri yang dimiliki oleh siswa dapat memengaruhi tingkah laku siswa untuk menentukan cara untuk menyelesaikan tugas sekolah dan mendapatkan prestasi yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan menyontek pada siswa di Sekolah Menengah Kejuruan. Partisipan penelitian ini terdiri dari 93 orang pada siswa yang berada di Sekolah Menengah 1 Palopo. Penelitian ini menggunakan alat ukur TSCS (William H.Fitts), untuk mengukur konsep diri, dan Pattern of Adaptive Learning Scales (PALS, dari Midgley 2000), untuk mengukur tingkah laku menyontek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan skor yang signifikan antara konsep diri dan tingkah laku menyontek.


ABSTRACT

School is adolescent’s secondary environment, after family. Students think that school was their world. Students judgment and perception about themselves will affect how they do shoolwork, and their future. Students self-concept could affect their behavior in doing schoolwork and getting academic achievements. This study aims to discover the relationship between self-concept behavior on high school students. Participants of this study consists of 93 high school students from Palopo high school. Measurments used in this study was TSCS for measuring self-concept and PALS to measure cheating behavior. Results showed that there’s a significant score relationship between self-concept and cheating behavior.

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alqurina Norizka
Abstrak :
ABSTRAK
Konsep diri terbentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain serta lingkungan. Anak-anak di Indonesia yang melakukan tindakan kriminal ditempatkan di Lembaga Khusus Pembinaan Anak LPKA dan dapat mempengaruhi konsep diri karena memiliki lingkungan tempat tinggal yang berbeda dengan anak yang berada di luar LPKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dengan konsep diri pada anak di Lembaga Khusus Pembinaan Anak Tangerang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan sampel sebanyak 171 narapidana anak usia 9 - 18 tahun dengan menggunakan teknik random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Tennese Self Concept TSCS dengan nilai Alpha Cronbach rsquo;s 0,944. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia, pendidikan dan penyebab penahanan dengan konsep diri nilai p > 0,05 . Sebaliknya, terdapat hubungan antara konsep diri dengan lama masa penahanan, suku, dan dukungan keluarga nilai p < 0,05 . Proses pembinaan pada narapidana anak di LPKA perlu dengan mengoptimalkan fasilitas, tenaga yang ada, serta dukungan keluarga.
ABSTRACT
Self concept is formed from one 39 s interaction with others and the environment. Children in Indonesia who commit crimes are placed in the Special Institution for Child Development LPKA and may influence the concept of self because it has a different living environment with children outside the LPKA. This study aims to determine the relationship characteristics with self concept in children in Special Institution of Child Development Tangerang. This research is descriptive research and use sample as many as 171 convict children aged 9 18 years by using random sampling technique. Data collection using Tennese Self Concept TSCS questionnaire with Alpha Cronbach 39 s value 0.944. The results showed that there was no correlation between age, education and causes of self concept detention p 0,05 . Conversely, there is a relationship between self concept and duration of detention, ethnicity, and family support.
2017
S68812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Combs, Arthur W.
Boston: Alyn and bacan , 1970
158.3 COM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>