Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lale Heny Herawati
Abstrak :
Peningkatan kelahiran dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya dalam literatur demografi sering juga disebut sebagai peningkatan paritas. Komposisi jenis kelamin anak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kelahiran berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis kelamin anak terhadap peningkatan paritas di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Data yang digunakan adalah hasil SDKI 2007. Unit analisis adalah wanita berstatus kawin usia 15-49 tahun yang minimal memiliki satu anak atau dua anak masih hidup. Variabel bebas penelitian ini adalah jenis kelamin anak, tingkat pendidikan, status pekerjaan, jumlah anak ideal dan kohor ibu. Sedangkan variabel tak bebasnya adalah peningkatan paritas dengan menggunakan analisis logistik biner. Komposisi jenis kelamin anak pertama merupakan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan paritas dari satu anak menjadi dua anak di Sumut, wanita yang anak pertamanya perempuan memiliki kecenderungan lebih tinggi memiliki anak kedua daripada yang anak pertamanya laki-laki. Namun lain halnya di Sumbar, ternyata tidak ditemukan perbedaan kecenderungan memiliki anak kedua antara mereka yang anak pertamanya perempuan ataupun laki-laki. Di Sumut maupun di Sumbar, untuk anak kedua dan ketiga, apapun jenis kelaminnya tidak signifikan mempengaruhi peningkatan paritas. Jadi tidak ada perbedaan dalam peluang terjadinya anak ketiga antara mereka yang kedua anaknya laki-laki, kedua anaknya perempuan atau laki-laki dan perempuan. Di sisi lain, faktor jumlah anak ideal ternyata memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap peluang wanita memiliki anak ketiga baik di. Hal ini menggambarkan bahwa baik di Sumut maupun di Sumbar cenderung menganut norma keluarga besar. Di Sumut, probabilitas terjadinya anak kedua lebih tinggi pada wanita yang anak pertamanya perempuan, berpendidikan SD ke bawah, jumlah anak idealnya di atas tiga dan berada pada kohor 1958-1976, sementara di Sumbar probabilitasnya lebih tinggi pada wanita yang berpendidikan SD atau tidak tamat SD, jumlah anak idealnya di atas tiga dan berada pada kohor 1958-1976. Sedangkan probabilitas terjadinya anak ketiga di Sumut, lebih tinggi pada wanita yang berpendidikan SD atau tidak tamat SD, bekerja, jumlah anak idealnya di atas tiga dan berada pada kohor 1958-1976, sementara di Sumbar probabilitasnya lebih tinggi pada wanita yang berpendidikan SD ke bawah, jumlah anak idealnya di atas tiga dan berada pada kohor 1958-1976. ......Having more children is commonly referred to as parity progression in demographic literature. Sex composition of existing children is a factor in progressing to higher order births. This study aims to study the effect of sex composition of children on parity progression in North Sumatera and West Sumatera. The data used is the 2007 Indonesia Demographic and Health Survey. The unit of analysis is woman who has at least one or two child. The independent variables of this study are the sex of child, education, work participation, number of ideal family size, and cohort while the dependent variable is parity progression. The analysis is conducted using logistic regression models. There is significant difference in the progression to second child based on the sex of the first child for women in North Sumatera, progression to second birth are higher among woman who have girl as the first child. But there is no significant difference in West Sumatera. In North Sumatera and West Sumatera indicates that progression to third birth is not associated with the sex of existing children. So there is no defference in the progression to third child among woman who have two boys, two girl, one girl and one boy, as first child and second child. While number of ideal family size has strong associated in progression to third birth. It indicates that woman in North Sumatera and West Sumatera have big family size norm. In North Sumatera, probabilities of having second birth are higher among women who have girls as first child, have ideal number of children more than three children, belong to older cohort, and have primary school education. While in West Sumatera and probabilities of having second birth and third birth are higher among women who have ideal number of children more than three children, belong to older cohort, and have primary school education.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29675
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rambey, Muhammad Amri
Abstrak :
Latar belakang : Kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). Salah satu dampak dari penyakit kusta adalah kecacatan yang dapat berupa cacat tingkat 0, tingkat 1 dan tingkat 2. Tahun 2010, di Kabupaten Lamongan terdapat 10,64% penderita baru mengalami cacat tingkat 2. Beberapa penelitian menunjukkan cacat tingkat 2 lebih banyak terdapat pada penderita laki-laki dari pada perempuan dengan variasi tingkat hubungan antara jenis kelamin dan kejadian cacat tingkat 2. Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat tingkat 2 pada penderita kusta di Kabupaten Lamongan tahun 2011-2012 setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, keteraturan berobat, perawatan diri, riwayat reaksi, tipe kusta dan lama gejala. Metode penelitian : Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan kasus kontrol. Subjek penelitian ini adalah penderita kusta yang telah selesai atau sedang menjalani pengobatan sekurang-kurangnya 6 bulan. Jumlah sampel sebanyak 154 orang terdiri dari 77 kasus dan 77 kontrol. Kasus adalah penderita kusta dengan cacat tingkat 2, dan kontrol adalah penderita kusta dengan cacat tingkat 0 atau 1. Data diperoleh melalui kartu penderita kusta di puskesmas tempat respoden menjalani pengobatan. Data dianalisis dengan statistik univariat, bivariat dan multivariat. Hasil Penelitian: Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita kusta laki-laki 1,9 kali lebih berisiko mengalami kejadian cacat tingkat 2 dari pada penderita perempuan dengan nilai OR=1,90 (95% CI: 0,86-4,23) namun tidak bermakna secara statistik (nilai p=0,114) setelah dikontrol dengan variabel pekerjaan dan lama gejala sebelum didiagnosis menderita kusta. Diskusi : Pekerjaan dan lama mengalami gejala sebelum didiagnosis menderita kusta merupakan confounder bagi hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat tingkat 2 pada penderita kusta di Kabupaten Lamongan tahun 2011-2012. ......Background : Leprosy is an infectious disease caused by Mycobacterium leprae. One of the effects of leprosy is a disability which may be a defect grade 0, grade 1 and grade 2. In 2010, in Lamongan District, there are 10,64% of new leprosy patients with grade 2 disabilities. In 2010, at Lamongan District, 10.64% of new patients are detected with disability level 2. Some research shows the occurence of grade 2 disability more in male patients than women with varying degrees of relationship between gender and occurence of grade 2 disability. Objective : This study aims to determine the association of gender and the occurence of grade 2 disability in leprosy patients in Lamongan District in 2011-2012 after controlling the variables age, work, regularity of treatment, self care, history of reaction, leprosy type and duration of symptoms. Methode : This study uses case-control design. The subjects of this study were leprosy patients who have completed or are undergoing treatment at least 6 months. The number of sample are 154 people consisting of 77 cases and 77 controls. Cases were leprosy patients with grade 2 disability and controls were leprosy patients with grade 0 or 1 disability. Data was obtained from the patient record in primary health care where the leprosy patients got the treatment. Data were analyzed with univariate, bivariate and multivariate statistics. Result: The analysis showed there were a male leprosy patient had probability 1,9 more then women to occured grade 2 disability with a value of OR=1,90 (95% CI: 0,86 to 4,23) but not statistically significant (p value = 0,114) after controlled by work and duration of symptoms before being diagnosed as leprosy patient. Discussion : Work and duration of symptoms before being diagnosed as leprosy patient are confounder for the assocation between gender and the occurence of grade 2 disability in leprosy patient in Lamongan District in 2011-2012.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30348
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Edith
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Fajar Almasyhur
Abstrak :
Anemia merupakan penyakit yang penyebarannya cukup luas secara global. Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai angka kejadian anemia tinggi. Dari berbagai tipe anemia, hemoglobinopati adalah tipe anemia yang mengakibatkan beban penyakit yang berat, dan studi mengenai hemoglobinopati secara keseluruhan masih termasuk sedikit. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui proporsi hemoglobinopati pada pasien Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Selain proporsi, asosiasi antara jenis kelamin dan penyakit tersebut juga diselidiki. Dalam metode untuk mencapai tujuan tersebut, metode cross sectional digunakan pada data sekunder pasien (n = 172) yang berasal dari Departemen Patologi Klinik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Hasil menunjukkan bahwa proporsi dari hemoglobinopati pada pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari dan Februari 2013 adalah 16.9%. Mengenai asosiasi hemoglobinopati dengan jenis kelamin, tidak ditemukan adanya hasil yang signifikan secara statistic pada analisis data.
Anemia is a disease which affects the world globally. Indonesia is one of the country which has high occurrence of anemia. From various types of anemia, hemoglobinopathy is the type of anemia which causes the heavy burden of disease, and the studies about this particular disease as a whole are still quite few. This study has the objectives to find about the proportion of hemoglobinopathy in patients of Cipto Mangunkusumo Hospital. Aside from the proportion, the association between gender and the disease was also explored. In order to achieve the objectives, cross sectional method was used with the patient's secondary data (n = 172) which collected from Clinical pathology Department of Cipto Mangunkusumo Hospital. The results showed that the proportion of hemoglobinopathy in patients of Cipto Mangunkusumo Hospital during January-February 2013 was 16.9 %. As for the association of hemoglobinopathy with patients? gender, the analysis showed that the result was not statistically significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Krishna Ernanda
Abstrak :
Minimnya data mengenai daya tahan otot pada pelajar di Indonesia, menurunnya aktivitas fisik di kota-kota besar serta meningkatnya angka obesitas pada usia di atas 18 tahun terutama pada perempuan mendasari dilaksanakannya penelitian ini. Penelitian ini bertujuan mencari hubungan antara jenis kelamin dengan daya tahan otot melalui pengukuran jumlah angka push up dan sit up. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional pada mahasiswa fakultas kedokteran angkatan 2011 yang mengikuti praktikum uji daya tahan otot. Data dianalisis menggunakan program SPSS Ver. 21 for Mac dan dilakukan uji deskriptif cross tabulation, uji Independent T-sample dan uji Mann-Whitney. Dari uji daya tahan 132 mahasiswa yang terdiri dari 43 laki-laki dan 89 perempuan, menunjukkan bahwa 67,4% dari mahasiswa laki-laki, dan 85,4% mahasiswa perempuan mempunyai kategori poor. Sedangkan untuk push-up, 60,5% mahasiswa laki-laki masuk ke dalam kategori poor dan 52,8% mahasiswa perempuan masuk ke dalam kategori fair. Pada analisis tidak ditemukan hubungan bermakna antara daya tahan otot, baik sit-up maupun push-up, dengan jenis kelamin. ...... The lack of data on students? muscle endurance in Indonesia, decreasing physical activity in big cities and increasing obesity rate in population of 18 years old and over especially on women underlied this research. The purpose of this research is to find any relation between sex and muscle endurance using measurement of sit up and push up. Cross sectional study was used on medical students batch 2011 who participated in muscle endurance examination. Datas were analyzed using SPSS Ver. 21 for Mac and descriptive cross tabulation, Independent T-sample, Mann-Whitney tests were performed. From 132 participants (43 men and 89 women), 67.4% men and 85.4% women are categorized as "poor" for sit-up. Meanwhile on push-ups, 60.5% men are categorized as "poor" and 52.8% women as "fair". The analysis shows there is no relation between muscle endurance, either sit-up or push-up, with sex.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stesy Natassa
Abstrak :
Latar Belakang: Penanda anatomi yang dipakai pada anestesia spinal adalah ruang sela tulang belakang setinggi L4-L5. Letak ruang sela tulang L4-L5 selama ini dianggap tepat berada pada garis Tuffier yang merupakan garis khayal transversal yang menghubungkan kedua krista iliaka. Letaknya sangat bervariasi karena pengaruh beberapa faktor seperti adanya perbedaan ras, jenis kelamin, usia, dan faktor antropometrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin dan faktor antropometri terhadap jarak ruang sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier pada ras Melayu dengan menggunakan panduan ultrasonografi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan rancangan potong lintang pada pasien yang menjalani anestesia spinal di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Februari-Mei 2017 setelah mendapatkan izin dari komite etik. Sebanyak 93 subjek diambil dengan metode consecutive sampling. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin dan faktor antropometri terhadap jarak antara sela tulang L4-L5 dari garis Tuffier pada ras Melayu dengan menggunakan uji Mann Withney dan uji Pearson, kemudian dilakukan analisis multivariat dengan metode regresi linier berganda untuk memperoleh formula prediksi jarak antara sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier pada ras Melayu. Hasil: Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa jarak ruang sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier adalah -2.59 1.58 cm. Analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tinggi badan dan jenis kelamin terhadap jarak antara sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier. Formula prediksi jarak yang diperoleh pada penelitian ini adalah 4.921 [0.536 x 1 bila laki-laki atau 2 bila perempuan ] ndash;0.052 x tinggi badan dalam cm. Simpulan: Terdapat pengaruh jenis kelamin dan tinggi badan terhadap jarak antara sela tulang L4-L5 dari garis Tuffier. Formula prediksi jarak antara ruang sela tulang belakang L4-L5 dari garis Tuffier pada subjek ras Melayu dewasa adalah 4.921 [0.536 x 1 bila laki-laki atau 2 bila perempuan ] ndash;0.052 x tinggi badan dalam cm . Kata kunci: garis Tuffier ndash; ras Melayu dewasa-ruang sela tulang belakang L4-L5 ndash; Ultrasonografi ......Background The anatomical marker used in spinal anesthesia is L4 L5 interspace. The L4 L5 interspace is thought to be right on the Tuffier`s line which connects the two highest point on the iliac crest. The location of L4 L5 interspace from the Tuffier`s line varies greatly due to the influence of several factors such as differences in race, sex, age, and anthropometric factors. This study aimid to examine the relationship between age, sex and anthropometry factors with the distance of L4 L5 interspace from Tuffier`s line among Malay race patients using ultrasound guidance at Cipto Mangunkusumo hospital. Methods This was an observational analytic study with cross sectional design. Following assessment the ethics committee, patients undergoing spinal anesthesia at Cipto Mangunkusumo hospital in February May 2017 were admitted in the study.. A total of 93 subjects were included by using the consecutive sampling method. Statistical analysis was performed to find the relationship between age, sex and anthropometry factors with the distance L4 L5 interspace from Tuffier`s line using Mann Withney and Pearson test. Additionally, multivariate analysis with multiple linear regression method was used to obtain the prediction formula of the distance between L4 L5 interspace to the Tuffier`s line on the Malay race. Result This study generated that the distance of L4 L5 interspace from the Tuffier line is 2.59 1.58 cm. Correlation analysis showed a significant relationship between height and sex to the distance of L4 L5 interspace and the Tuffier`s line. The distance prediction formula obtained in this study is 4.921 0.536 x 1 for male or 2 for female 0.052 x height in cm. Conclusion There was a significant relationship between height and sex to the distance of L4 L5 interspace from the Tuffier`s line. The distance prediction formula between L4 L5 interspace and Tuffier`s line on adult Malay race subject is 4.921 0.536 x 1 for male or 2 for female 0.052 x height in cm . Keywords adult Malay race L4 L5 interspace Tuffier`s line Ultrasonography.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ellysa
Abstrak :
Skabies adalah penyakit infeksi kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis yang dapat ditularkan melalui kontak langsung dan tidak langsung. Skabies merupakan masalah kesehatan di wilayah iklim tropis dan subtropis. Jumlah penderita skabies di dunia lebih dari 300 juta setiap tahunnya. Prevalensi skabies di Indonesia masih cukup tinggi karena Indonesia termasuk negara tropis, yaitu sekitar 6-27 dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Miftahul Aziz Cigombong Kabupaten Bogor jawa Barat tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik sebanyak 236 santri. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling dan analisis yang digunakan dengan metode Regresi Cox. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi skabies sebesar 48,7, jenis kelamin PR 2,079 95 CI 1,392-3,104 , pengetahuan tentang skabies PR 1,671 95 CI 1,001- 2,788 , kebersihan tempat tidur PR 1,506 95 CI 1,017-2,232, menggunakan tempat tidur bersama PR 1,645 95 CI 1,033-2,621, dan kepadatan hunian PR 1,865 95 CI 1,128-3,085 mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian skabies. Jenis kelamin merupakan faktor yang paling ominan terhadap kejadian skabies, yaitu santri laki-laki berisiko 2,079 kali 95 CI 1,392-3,104 untuk terjadi skabies dibandingkan dengan santri perempuan. Menggunakan tempat tidur bersama merupakan faktor yang paling besar kontribusinya terhadap kejadian skabies yaitu 63,96 , artinya 63,96 kejadian skabies dapat dieliminasi atau dikurangi bila santri tidak menggunakan tempat tidur bersama/berpindah ndash;pindah tempat tidur.
Scabies is an infectious skin disease caused by Sarcoptes scabiei varian hominis that could be transmitted through direct and indirect contact. Scabies is the health problem in tropical and subtropical climates. The number of people with scabies in the world is more than 300 million every year. Prevalence of scabies in Indonesia is still quite high, which is about 6 27 of the general population and tends to be higher in children and adolescents. The purpose of this study is to determine the factors related with the incidence of scabies in Miftahul Aziz Boarding School Cigombong Bogor West Java in 2018. This research using cross sectional design by interview, observation and physical examination 236 students, total sampling and the analysis using Cox Regresssion method. The analysis showed that the prevalence of scabies was 48.7, sex PR 2.079 95 CI 1,392 3,104 , knowledge of scabies PR 1.671 95 CI 1,001 2,788, bed cleanliness PR 1.506 95 CI 1.017 2,232, shared bed PR 1.645 95 CI 1.033 2,621, and occupancy density PR 1.865 95 CI 1.128 3.085 had significant association with the incidence of scabies. Sex was the most dominant factor with the incidence of scabies, the male student had 2.079 times 95 CI 1.392 3.104 for being scabies than the female student. Sharing a bed is the most contributing factor with the incidence of scabies 63,96 , it means 63.96 the incidence of scabies could be eliminated or reduced when santri not sharing a bed or moved to another bed.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octaviani
Abstrak :
Schistosomiasis merupakan suatu penyakit pada manusia dan vertebrata yangdisebabkan oleh cacing Schistosoma. Kasus schistosomiasis masih berfluktuasi denganprevalensi berkisar rata-rata diatas 1 . Aktivitas dan kontak langsung masyarakat diarea fokus keong memungkinkan terjadinya penularan schistosomiasis. Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadianschistosomiasis di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.Desain penelitian ini adalah studi ekologi, analisis data sekunder Badan Pusat Stastistikdan data dinas kesehatan provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian menunjukkanbahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian schistosomiasis adalah proporsi jeniskelamin laki-laki dengan nilai p value < 0,05 rata-rata pada kasus tinggi >1 adalah1,79. Hal ini mungkin disebabkan mereka tidak hanya mengerjakan sawah atau kebuntetapi juga sering mencari kayu di tepi hutan, yang merupakan tempat terjadinyapenularan schistosomiasis. ......Schistosomiasis is a disease in humans and vertebrates caused by Schistosoma worms.Schistosomiasis cases still fluctuate with prevalence ranging above 1 on average.Community direct activities and contacts in the snail focus area allow forschistosomiasis transmission. The purpose of this study was to determine the factorsassociated with the incidence of schistosomiasis in Poso District and Sigi RegencyCentral Sulawesi Province. The research design is ecological study, secondary dataanalysis of Central Agency of Stastistik and data of health service of Central Sulawesiprovince. The results showed that the factors associated with the incidence ofschistosomiasis were the proportion of male sex with a mean p value 1 was 1.79. This may be because they not only work on rice fields orgardens but also often look for wood on the edge of the forest, which is the site ofschistosomiasis transmission.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Digjaya Utama
Abstrak :
Kenaikan prevalensi anemia berdampak buruk bagi kualitas hidup seseorang. Beberapa faktor resiko yang berkaitan dengan anemia berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Penilitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara anemia dengan umur dan jenis kelamin. Penilitian ini menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan data sekunder pasien rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama bulan Maret tahun 2011 (n=3,200) yang memiliki informasi mengenai umur, jenis kelamin, dan kadar Hemoglobin (Hb). Hasil menunjukkan bahwa proporsi anemia di RSCM selama bulan Maret tahun 2011 sebesar 83.5%. Hubungan antara anemia dengan kelompok umur menunjukan hasil yang tidak bermakna (Chi-Square p = 0.167). Namun, hubungan antara prevalensi anemia dan median umur menunjukkan bahwa median umur populasi dengan anemia (47 tahun) lebih tinggi dibanding populasi yang tidak anemia (43 tahun) (Mann-Whitney p < 0.0001). Tidak terdapat hubungan bermakna antara prevalensi anemia dengan jenis kelamin (Chi-Square p = 0.929). Walaupun hubungan antara jenis kelamin dan kadar Hb menunjukkan hasil yang bermakna dimana median kadar Hb pada perempuan lebih rendah (10,1 gr/dl) daripada laki-laki (10,3 gr/dl) (Mann-Whitney p < 0.0001), namun hasil tersebut tidak bermakna secara klinis.
The increasing prevalence of anemia has decreased the quality of life of the society. Some risk factors are associated with age and gender. This study is aimed to analyse the relation between anemia and age and gender. This research uses cross sectional study by taking the secondary data of patients at the in-patient ward of Cipto Mangunkusumo Hospital in March 2011 (n=3,200) which has the information about age, gender, and Hemoglobin (Hb) level. The result shows that the proportion of anemia at the in-patient ward RSCM in March 2011 was 83.5%. The association between anemia and age groups is not statistically significant (Chi-Square p = 0.167). The median age of people with anemia is higher (47 years) than people without anemia (43 years) (Mann-Whitney p < 0.0001). There is also no association between anemia and gender (Chi-Square p = 0.929). Although the median of Hb level is lower in female (10.1 g/dl) than male population (10.3 g/dl) (Mann-Whitney p < 0.0001), the result is not clinically significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Tri Prasetyo
Abstrak :
Anemia adalah masalah kesehatan yang umum terjadi di masyarakat. Anemia normositik-normokromik adalah salah satu jenis anemia yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Anemia jenis ini ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin (Hb) di bawah batas normal tetapi nilai mean cell volume (MCV) dan mean cell hemoglobin (MCH) dalam batas normal. Hingga saat ini, tidak banyak riset yang mempelajari mengenai anemia normositk-normokromik. Sebagian besar dari riset tersebut tidak langsung meneliti mengenai anemia normositik-normokromik melainkan pada penyakit-penyakit yang mendasarinya. Penelitian ini memiliki desain cross-sectional dan bertujuan untuk mencari proporsi anemia normositik-normokromik pada pasien anemia yang menjalani pengobatan rawat jalan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan hubungannya dengan usia dan jenis kelamin. Data sekunder tentang profil hematologi pasien rawat jalan bulan Maret 2011 diambil dari Laboratory Information System di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Statistik deskriptif digunakan untuk menentukan prevalensi. Signifikansi perbedaan proporsi pada kategori umur yang berbeda pada pasien anemia normostik-normokromik dibandingkan dan diuji dengan uji chi-square, begitu pula dengan perbedaan proporsi pada wanita dan laki-laki juga diuji dengan uji chi-square. Studi ini menemukan bahwa proporsi pasien anemia normositik-normokromik dibandingkan dengan anemia jenis lain adalah sebesar 48.1%. Kategori umur II (15 - 59 tahun) merupakan kategori umur dengan presentase penderita anemia normositik-normokromik tertinggi (71.8%) dan wanita memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan pria (62.8%) sebagai penderita anemia normositik-normokromik.
Anemia is a serious public health problem. One of the types of anemia based on its morphology is normocytic-normochromic anemia. This anemia usually occurs in individuals with chronic diseases. To date, there are limited studies investigating the prevalence of normocytic-normochromic anemia. Most of these studies investigated the underlying conditions of normocytic-normochromic anemia. This study is a cross-sectional study that aims to investigate the proportion of normocytic-normochromic anemia among anemic outpatients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo and its association with age and gender by using data from laboratory results of outpatients who had their blood checked at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in March 2011. Descriptive statistical analysis was performed to determine prevalence. Then, statistical significance was tested with Chi-Square Test for gender and age. Our result showed that normocytic-normochromic anemia accounts for 48.1% among all anemic outpatients. Age group II had the highest percentage for normocytic-normochromic anemia (71.8%) and female seemed to be more prevalent than male (62.8%).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>